• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Atas Boedel Pailit Yang Sudah Dibebani Hak Tanggungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Atas Boedel Pailit Yang Sudah Dibebani Hak Tanggungan"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

BASRIL

107011001/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BASRIL

107011001/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

(5)

Nama : BASRIL

Nim : 107011001

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS HAK PEKERJA ATAS BOEDEL PAILIT YANG SUDAH DIBEBANI HAK

TANGGUNGAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya. Selain pekerja ada pihak lain yang juga dinyatakan mempunyai hak mendahulu terhadap boedel pailit yaitu pemegang Hak Tanggungan yang disebutkan dalam pasal 21 Undang-undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan, termasuk dalam hal ini melakukan eksekusi/lelang Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan dan mengambil pelunasan hutang pemberi Hak Tanggungan atas hasil lelang tersebut. Pasal 55 Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan yang dalam pelaksanaannya pemegang hak agunan atas kebendaan dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Adanya ketentuan didahulukan untuk pembayaran hutang pengusaha pailit kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan sering menimbulkan permasalahan di lapangan karena apabila pengusaha dinyatakan pailit biasanya boedel pailit tidak cukup untuk membayar semua hutang pengusaha tersebut termasuk hutang kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan, sehingga harus ada kreditur yang didahulukan pembayarannya. Apabila pemegang Hak Tanggungan melaksanakan haknya maka pekerja tidak memperoleh pembayaran hak-haknya. Hal ini sering menimbulkan permasalahan karena pekerja yang jumlahnya banyak selalu berusaha untuk mendapatkan pembayaran hak-haknya seperti melalui demonstrasi ke Kantor Pemegang Hak Tanggungan, Kurator, Pengadilan, Dewan Perwakilan Rakyat dan instansi terkait lainnya. Berdasarkan keadaan tersebut, dalam penelitian ini akan dibahas tentang hak-hak pekerja dan pemegang Hak Tanggungan dalam hal pengusaha dinyatakan pailit serta pengaturan peringkat kreditur untuk menentukan kreditur mana yang harus didahulukan dalam pembayaran piutangnya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemegang Hak Tanggungan yang dalam kepailitan disebut kreditur separatis memiliki hak didahulukan atas obyek Hak Tanggungan yang merupakan boedel pailit. Pembayaran piutang pemegang Hak Tanggungan lebih didahulukan dari pada piutang/tagihan pekerja.

(7)

in a company, a company the goes bankrupt or is liquidated based on legal provisions, the wages and other rights of employees become a debt which has to be paid beforehand. Besides employees, hyphothecation holders , who are mentioned in Article 21 of Law No. 4/1996 on Hyphotecation, have also to be paid beforehand on boedel bankruptcy. When the mortgagor goes bankrupt, the hyphotecation holders still have the authority to have their rights according to the legal provisions on hypothecation, including their right to execute/auction the object of hyphotecation and obtain the payoff of the loan from the auction. Article 55 of Law No.37/2004 on Bankruptcy and Postponement of the Obligation to Pay Debt states that the holders of the right of lien, fiduciary, mortgage, hypothecation, or other collaterals can execute the rights as if there were no bankruptcy which in practice, the payment for hypothecation holders on collaterals is postponed within 90 (ninety) days since the statement of bankruptcy is stated. The provision on the payment for the bankrupt employer’s debt to employees and to hypothecation holders beforehand has caused problems because when the employer goes bankrupt, the boedel bankruptcy is usually not sufficient to be paid the employees and hypothecation holders, so that there must be a creditor who will pay it beforehand. When a hypothecation holder exercises his right, the employees cannot get their rights for payment. This case usually causes problems because the great deal of employees always claim the right by doing demonstration in front of the Mortgage holder’s office, the Curator, the Court, the House of Representatives and other agencies. Therefore, the aim of the research was to analyze the right employees and hypothecation holders when the employer goes bankrupt and the regulation on the level creditors in order to determine which creditor has to be paid his loan beforehand.

The research used judicial normative and legal provisions approach. The data were gathered by using library research which comprised primary, secondary, and tertiary legal materials.

Based on the result of the research, it can be concluded that a Hypothecation holder in the state of bankruptcy, who is also called a separate creditor, has the right on the object of hypothecation which is boedel bankruptcy. The payment for the loan of hypothecation holder is paid before the emlpoyees’ loan/claim for payment

(8)

Tesis ini yang berjudul : “TINJAUAN YURIDIS HAK PEKERJA ATAS BOEDEL PAILIT YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN”. Tujuan penulisan Tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tesis ini, Penulis banyak mengalami kesulitan namun

dengan bantuan berbagai pihak, Tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu pada

kesempatan ini, dari lubuk hati yang paling dalam, Penulis menyampaikan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SP.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi

Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis

dalam menyelesaikan pendidikan ini ;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran–saran

kepada Penulis serta mendorong Penulis untuk segera menyelesaikan Tesis ini ;

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Penguji

yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran–saran kepada Penulis ;

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembimbing Utama yang

(9)

memberikan arahan, bimbingan dan saran–saran kepada Penulis ;

8. Bapak dan Ibu Dosen Magister pada Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan

arahan, bimbingan dan memfasilitasi Penulis selama Penulis menjalani

pendidikan ;

9. Seluruh staf /pegawai pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan memfasilitasi

Penulis dalam mengikuti pendidikan ;

10. Bapak Tudi Nuryanto selaku Regional Credit Recovery Manager pada PT Bank

Mandiri (Persero) Tbk. Regional Credit Recovery Medan yang telah memberikan

waktu dan motivasi kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan

pendidikan ;

11. Rekan – rekan sekantor di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Regional Credit

Recovery Medan yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk

menyelesaikan pendidikan ;

12. Rekan – rekan Mahasiswa dan Mahasiswi pada Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan

Tahun 2010 yang telah memberikan motivasi kepada Penulis dalam

menyelesaikan Tesis ini ;

13. Isteriku tercinta, Ir. Afri Yanti yang selalu memberikan dukungan dan doanya

serta selalu setia mendampingi Penulis dengan penuh kasih sayang ;

14. Anak – anakku tersayang, Farhan Abdillah, Asyraf Mufid dan Radhitya Affan

Zhafif, dengan segala tingkah laku dan pengertiannya telah mengobarkan

semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini ;

15. Bapak Deni Purba, SH, LL.M, ACIArb., yang telah memberikan masukan dalam

(10)

memberikan bantuan dan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan Tesis

ini ;

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi

penulisan maupun materi yang dibahas, karena itu Penulis mengharapkan kritikan dan

saran dari pembaca demi kesempurnaan Tesis ini. Harapan Penulis semoga Tesis ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2013

Penulis

(11)

Tempat/tanggal lahir : Muara Panas, 28 Agustus 1969

Jenis kelamin : Laki - laki

Status : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Regional Credit Recovery Medan

Alamat : Komp. Citra Seroja Blok D No. 3 Sunggal, Medan

II. IDENTITAS KELUARGA

Isteri : Ir. Afri Yanti

Anak : - Farhan Abdillah

- Asyraf Mufid

- Radhitya Affan Zhafif

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri I Kampung Batu Dalam, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat

: Berijazah

2. SMP Negeri Bukit Sileh, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Berijazah

3. SMA Negeri I Solok, Sumatera Barat Berijazah

4. Srata Satu (S1) Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat

Berijazah

5. Srata Dua (S2) Fakultas Hukum, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ASING... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penulisan... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian ... 16

BAB II KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN ... 20

A. Pengertian Kepailitan... 20

B. Syarat- syarat Debitor Dapat Dinyatakan Pailit... 22

C. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit Dan Dapat Dinyatakan Pailit Serta Akibat Pernyataan Pailit ... 32

D. Boedel Pailit... 48

E. Hak-Hak Pekerja Dalam Hal Pengusaha Dinyatakan Pailit ... 49

BAB III HAK-HAK PEMEGANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP BOEDEL PAILIT ... 79

(13)

E. Eksekusi Hak Tanggungan ... 97

F. Akibat Putusan Pailit Terhadap Pemegang Hak Tanggungan .. 99

BAB IV KEDUDUKAN HAK PEKERJA DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP BOEDEL PAILIT ... 105

A. Hak Mendahului dari Pekerja dan Pemegang Hak Tanggungan Apabila Pengusaha Dinyatakan Pailit... 105

B. Pengaturan Peringkat Kreditur ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran-saran ... 121

(14)

BNI : Bank Nasional Indonesia

FSPMI : Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

KKB : PT Karya Kompos Bagas

KSB : Kapling Siap Bangun

PKPU : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PKWT : Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

PKWTT : Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

RRJ : PT Robby Rajasa Jaya

SPAK : Standar Profesional Akuntan Publik

UUK dan PKPU : Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

(15)

Bankrupt : Pailit

Catering : Penyediaan makanan

Cash : Uang tunai

Cleaning service : Pelayanan kebersihan

Droit de preference : Kedudukan yang diutamakan

Droit de suite : Mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada

Fee : Biaya atau ongkos

Good will : Aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah

Individueel bepaald : Sesuatu yang dapat dimiliki sebagai kebendaan yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah

Insolvent : Keadaan tidak mampu membayar Jura in re aliena : Terbatas

Legal entity : Badan hukum

Onsplitsbaarheid : Tidak dapat dipisah-pisahkan

Outsoucing : Penyerahan pekerjaan kegiatan perusahaan baik sebagian atau secara keseluruhan kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian

Onvermogen : Keadaan nyata-nyata tidak mampu

(16)
(17)

merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya. Selain pekerja ada pihak lain yang juga dinyatakan mempunyai hak mendahulu terhadap boedel pailit yaitu pemegang Hak Tanggungan yang disebutkan dalam pasal 21 Undang-undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan, termasuk dalam hal ini melakukan eksekusi/lelang Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan dan mengambil pelunasan hutang pemberi Hak Tanggungan atas hasil lelang tersebut. Pasal 55 Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan yang dalam pelaksanaannya pemegang hak agunan atas kebendaan dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Adanya ketentuan didahulukan untuk pembayaran hutang pengusaha pailit kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan sering menimbulkan permasalahan di lapangan karena apabila pengusaha dinyatakan pailit biasanya boedel pailit tidak cukup untuk membayar semua hutang pengusaha tersebut termasuk hutang kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan, sehingga harus ada kreditur yang didahulukan pembayarannya. Apabila pemegang Hak Tanggungan melaksanakan haknya maka pekerja tidak memperoleh pembayaran hak-haknya. Hal ini sering menimbulkan permasalahan karena pekerja yang jumlahnya banyak selalu berusaha untuk mendapatkan pembayaran hak-haknya seperti melalui demonstrasi ke Kantor Pemegang Hak Tanggungan, Kurator, Pengadilan, Dewan Perwakilan Rakyat dan instansi terkait lainnya. Berdasarkan keadaan tersebut, dalam penelitian ini akan dibahas tentang hak-hak pekerja dan pemegang Hak Tanggungan dalam hal pengusaha dinyatakan pailit serta pengaturan peringkat kreditur untuk menentukan kreditur mana yang harus didahulukan dalam pembayaran piutangnya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemegang Hak Tanggungan yang dalam kepailitan disebut kreditur separatis memiliki hak didahulukan atas obyek Hak Tanggungan yang merupakan boedel pailit. Pembayaran piutang pemegang Hak Tanggungan lebih didahulukan dari pada piutang/tagihan pekerja.

(18)

in a company, a company the goes bankrupt or is liquidated based on legal provisions, the wages and other rights of employees become a debt which has to be paid beforehand. Besides employees, hyphothecation holders , who are mentioned in Article 21 of Law No. 4/1996 on Hyphotecation, have also to be paid beforehand on boedel bankruptcy. When the mortgagor goes bankrupt, the hyphotecation holders still have the authority to have their rights according to the legal provisions on hypothecation, including their right to execute/auction the object of hyphotecation and obtain the payoff of the loan from the auction. Article 55 of Law No.37/2004 on Bankruptcy and Postponement of the Obligation to Pay Debt states that the holders of the right of lien, fiduciary, mortgage, hypothecation, or other collaterals can execute the rights as if there were no bankruptcy which in practice, the payment for hypothecation holders on collaterals is postponed within 90 (ninety) days since the statement of bankruptcy is stated. The provision on the payment for the bankrupt employer’s debt to employees and to hypothecation holders beforehand has caused problems because when the employer goes bankrupt, the boedel bankruptcy is usually not sufficient to be paid the employees and hypothecation holders, so that there must be a creditor who will pay it beforehand. When a hypothecation holder exercises his right, the employees cannot get their rights for payment. This case usually causes problems because the great deal of employees always claim the right by doing demonstration in front of the Mortgage holder’s office, the Curator, the Court, the House of Representatives and other agencies. Therefore, the aim of the research was to analyze the right employees and hypothecation holders when the employer goes bankrupt and the regulation on the level creditors in order to determine which creditor has to be paid his loan beforehand.

The research used judicial normative and legal provisions approach. The data were gathered by using library research which comprised primary, secondary, and tertiary legal materials.

Based on the result of the research, it can be concluded that a Hypothecation holder in the state of bankruptcy, who is also called a separate creditor, has the right on the object of hypothecation which is boedel bankruptcy. The payment for the loan of hypothecation holder is paid before the emlpoyees’ loan/claim for payment

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam melaksanakan suatu usaha terdapat hubungan yang saling

membutuhkan antarapengusaha dengan pekerja, dalam hal ini pengusaha

membutuhkan pekerja untuk membantu atau melaksanakan pekerjaan dan melakukan

segala sesuatu yang terkait dengan usaha dari pengusaha sedangkan pekerja

membutuhkan pengusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan dengan melaksanakan

pekerjaan tersebut, pekerja dapat memperole upah guna memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Pengusaha dan buruh adalah teman seperjuangan dalam proses produksi yang

berarti bahwa baik pekerja maupun pengusaha wajib bekerja sama serta membantu

dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan

produksi.1

Agar usaha dari pengusaha dapat berjalan lancar dan dapat berkembang

sehingga bisa memberikan keuntungan yang maksimal kepada pengusaha sedangkan

pekerja mendapatkan upah yang dapat meningkatkan kesejahteraannya, diperlukan

adanya hubungan kerja sama yang baik dan saling mendukung antara pengusaha dan

pekerja.

1

(20)

Menurut Imam Soepomo, bahwa pada dasarnya hubungan kerja, yaitu

hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh

dengan majikan,dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada

majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya

untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.2Perjanjian kerja tersebut

memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana disebutkan

dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1

angka 14.

Dalam perkembangan selanjutnya tidak ada yang bisa memastikan bahwa

usaha dari pemilik usaha/pemberi kerja akan dapat bertahan seterusnya karena dalam

dunia usaha terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha, antara

lain keadaan ekonomi baik makro maupun mikro , konflik antara pemilik perusahaan

dan perusahaan mengalami permasalahan keuangan yang dapat mengakibatkan

perusahaan pailit.

Pengertian kepailitan disebutkan dalam Undang – undang nomor 37 tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya

dalam tesis ini disebut UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1 yaitu :

Sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya

dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur

dalam Undang – undang ini.

2Iman Soepomo,Pengantar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-13, Djambatan, Jakarta, 2003,

(21)

Pernyataan pailit ini dinyatakan berdasarkan putusan Majelis Hakim

Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum dan berlaku sejak saat putusan

tersebut diucapkan sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 1 angka 7

junctoPasal 24.

Menurut Pasal 29 UUK dan PKPU, suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang

diajukan terhadap debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban

dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan

diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitor.

Akibat hukum terhadap perjanjian kerja antara debitor pailit dengan pekerja

diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 39 yaitu :

(1) Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang – undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya.

(2) Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit

Penjelasan Pasal 39 tersebut adalah sebagai berikut :

Ayat (1) :

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang – perundangan di bidang ketenagakerjaan.

Ayat (2) :

(22)

Dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemutusan hubungan kerja pada

saat debitordinyatakan pailit dapat berasal dari inisiatif pekerja ataupun dari kurator

yang mengurus harta debitor pailit.3

Dalam Pasal 165 Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).4

Berdasarkan ketentuan di atas, pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan

pembayaran upah yang belum dibayarkan oleh pemberi kerja dan upah yang belum

dibayarkan tersebut merupakan hutang harta pailit yang pembayarannya dilaksanakan

setelah dilakukan pemberesan/penjualan harta pailit.

Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,Pasal

95 ayat (4) bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka upah dan hak – hak

lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Selain pekerja, ada pihak lain yang berhak terhadap harta pailit, antara lain

kreditur yang piutangnya dijamin dengan Hak Tanggungan.

Putusan pernyataan pailit oleh Hakim tidak mempunyai pengaruh terhadap

pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan,hipotek atau hak agunan

3Jono,Hukum Kepailitan,Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 118

4Lalu Husni,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja Grafindo

(23)

atas kebendaan lainnya dan hak retensi sebagaimana diatur di dalam Pasal 55 dan 61

UUK dan PKPU.5

Pasal 21 Undang – undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah yang selanjutnya dalam

tesis ini disebut Undang-undang Hak Tanggungan, memberikan jaminan terhadap

hak dari pemegang Hak Tanggungan apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan

pailit. Menurut Pasal 21 tersebut apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit,

pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang

diperolehnya menurut ketentuan Undang–undangHak Tanggungan. Dengan demikian

objek Hak Tanggungan tidak akan disatukan dengan harta kepailitan untuk dibagi

kepada kreditur – kreditur lain dari pemegang Hak Tanggungan.6

UUK dan PKPU Pasal 55 menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap

kreditur pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak

agunan ataskebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah – olah tidak terjadi

kepailitan.

Dengan demikian setiap kreditur pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak

Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi

haknya seolah olah tidak terjadi kepailitan. Hak kreditur untuk melaksanakan

eksekusi atas haknya dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90

5Sunarmi,Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sofmedia, Jakarta, 2010, hal. 113

6Sutan Remy Sjahdeni,Hak Tanggungan Asas – Asas, Ketentuan – Ketentuan Pokok dan

(24)

(sembilan pupuh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Jangka

waktu tersebut berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau

pada saat dimulainya keadaan insolvensi, sebagaiman diatur dalam UUK dan PKPU

Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 57 ayat (1).

Pasal 138 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa :

Kreditur yang piutangnya dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit dan dapat membuktikan bahwa sebagian piutang tersebut kemudian tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan, dapat meminta diberikan hak – hak yang dimiliki kreditur konkuren atas bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya.

Berdasarkan Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, Undang-undang Hak Tanggungan dan UUK dan PKPU terhadap

harta pailit, terdapat 2 (dua) pihak yang mempunyai kedudukan didahulukan untuk

mendapatkan pelunasan piutangnya yaitu pekerja dan kreditur pemegangHak Gadai,

Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya.

Permasalahan timbul dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi

untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Gadai,

Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya.

Untuk selanjutnya dalam tesis ini hanya akan dibahas tentang Hak Pekerja dan Hak

pemegang Hak Tanggungan terhadap boedel pailit.

Bahwa dengan adanya pengaturan didahulukan oleh Undang-undang untuk

mendapatkan pembayaran dari hasil penjualan boedel pailit terhadap hak pekerja dan

(25)

masing-masing pihak merasa mempunyai hak untuk mendapat pembayaran piutang

lebih dahulu dan keduanya sama-sama dinyatakan oleh Undang-undang mempunyai

hak didahulukan yaitu Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah dan Undang-undang

nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang.Mengingat jumlahnya yang banyak, pekerja selalu mengadakan penekanan

terhadap pemegang Hak Tanggungan, Kurator dan Pengadilan agar haknya dapat

dibayarkan lebih dahulu dengan melakukan demonstrasi yang dapat mengganggu

kelancaran operasional pemegang Hak Tanggungan, Kurator dan Pengadilan.

Sebagian besar pemegang Hak Tanggungan adalah Bank yang akan sangat dirugikan

apabila operasionalnya terganggu sebagai akibat adanya demonstrasi dimaksud

seperti pada saat demonstrasi berlangsung di kantor Bank, maka nasabah dari Bank

tersebut tidak dapat datang ke Bank untuk melakukan transaksi, merusak image Bank

karena Bank dianggap tidak peduli terhadap nasib pekerja, munculnya

ketidaknyamanan terhadap nasabah untuk bertransaksi dengan Bank yang

bersangkutan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa demonstrasi berikut

ini :

1. Demonstrasi yang dilakukan oleh ratusan aktivis dari Aliansi Perjuangan Buruh

(APB) Mojokerto di Bank Nasional Indonesia (BNI) 1946 Cabang Mojokerto

pada tanggal 1 Mei 2012 yang meminta agar BNI membayar pesangon pekerja

(26)

tanggal 29 Februari 2012 dan aset KKB sudah dijual oleh BNI. Pekerja meminta

BNI yang telah menjual aset KKB bertanggung jawab karena pekerja KKB tidak

mendapatkan haknya (pesangon). Demonstrasi juga dilakukan di Kantor Wali

Kota Mojokerto dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mojokerto.7

2. Ratusan pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

(FSPMI) melakukan demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Surabaya pada

tanggal 25 Juni 2009 menuntut kejelasan nasib mereka sehubungan dengan

perusahaan tempat mereka bekerja yaitu PT Metalindo Perwita yang mempunyai

pekerja sekitar 650 orang, telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga

Surabaya atas permohonan kreditur PT Metalindo Perwita yaitu CV Pratama

Multi Perkasa yang memiliki piutang Rp. 140.000.000,00 (seratus empat puluh

juta Rupiah). Selain itu, PT Metalindo Perwita juga berutang kepada Bank OCB

senilai Rp. 40.000.000.000,00(empat puluh milyar Rupiah) dan PT Nachindo

Tape Industry senilai Rp. 29.000.000,00 (dua puluh sembilan juta Rupiah).8

3. Ratusan buruh PT Robby Rajasa Jaya (RRJ) di Tangerang berunjuk rasa di

Kantor Dinas Ketenagakerjaan Tangerang pada tanggal 9 Maret 2012, menuntut

agar pihak perusahaan tempat mereka bekerja membayarkan pesangon kepada

buruh. RRJ tutup akibat pailit karena tidak mampu membayar upah buruh dan

7

Beritajatim.com, Di Mojokerto Buruh Demo Bank BNI,http://www.beritajatim.com/ detailnews.php/8/Peristiwa/2012-05-01/134157/Di_Mojokerto,_Buruh_Demo_Bank_BNI_46_, diakses tgl. 26 Januari 2013

8Kompas.com, Buruh Metalindo Demo PN Surabaya, http://properti.kompas.com/index.php/

(27)

hutang kepada Bank serta minimnya order terhadap produk yang dihasilkan oleh

perusahaan.9

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hak pekerja apabila pemberi kerja/pengusaha dinyatakan

pailit? ;

2. Bagaimana pengaturan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan apabila

debitordinyatakan pailit? ;

3. Dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk

pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan,

hutang kepada siapakah yang harus dibayarkan terlebuh dahulu? ;

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hak-hak pekerja yang harus dibayarkan apabila pemberi

kerja/pengusaha dinyatakan pailit;

2. Untuk mengetahui kedudukan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam

hal debitor dinyatakan pailit;

3. Untuk mengetahui piutang siapa yang harus didahulukan pembayarannya dalam

hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran

hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan.

9 Radar Tangerang,Buruh Garmen Demo Disnaker, http://satelitnews.co.id/?p=685, diakses

(28)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan tersebut dan

dengan tercapainya tujuan penulisan tesis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini untuk memberikan masukan terhadap

pengembangan Hukum Ketenagakerjaan, Hak Tanggungan dan Hukum

Kepailitan ;

2. Secara praktis, peneilitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para pekerja

dan kreditur pemegang Hak Tanggungan, sehingga azas keadilan dan kepastian

hukum dapat dicapai.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi dan penulusuran yang dilakukan terhadap hasil – hasil

penelitian yang dilakukan oleh penulis sebelumnya di Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara atau oleh orang lain, belum pernah dilakukan penelitian

sebelumnya dengan judul “Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Terhadap Boedel Pailit

yang SudahDibebani Hak Tanggungan”. Dengan demikian penelitian ini dapat

dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Menurut M. Solly Lubis, landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau

(29)

ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir

dalampenulisan.10

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto teori adalah suatu sistem yang

berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka

macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas

penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.11

Pentingnya kerangka teori dalam suatu penelitian menurut Ronny Hanitjio

disebabkan karena adanya hubungan timbal balik antara teori dengan

kegiatan-kegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data.12

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kerangka

teori merupakan kerangka pemikiran berupa teori, konsep, azas-azas,

pendapat-pendapat dari ilmuwan yang dinilai relevan dengan permasalahan yang diteliti yang

dapat membuat jelas permasalahan dan dapat digunakan untuk memecahkan

permasalahan yang diteliti.

Bahwa tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan

(rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).13Tujuan hukum menurut van Apeldoornadalah untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian dan

keadilan hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan

10M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu Hukum dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 11Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1998, hal. 3

12

Ronny Hanitjio, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 41.

13Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung

(30)

perimbangan antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap

orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.14

Menurut W. Friedman, untuk mewujudkan keadilan, suatu Undang-undang

haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat

perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi tersebut.15

Mengenai keadilan, Aristoteles berpendapat bahwa keadilan dipahami dalam

pengertian kesamaan.Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara

kesamaan numerik dan kesamaan proporsional.Kesamaan numerik mempersamakan

setiap manusia sebagai satu unit. Inilahyang sekarang biasa kita pahami tentang

kesamaan dan yang kita maksudkanketika kita mengatakan bahwa semua warga

negara adalah sama di depan hukum.Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa

yang menjadi haknya sesuaidengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya.16

Bahwa terhadap harta benda debitor yang telah dinyatakan pailit terdapat

beberapa pihak yang berhak untuk mendapatkan pembayaran didahulukan dari pihak

lainnya antara lainpekerja yang dinyatakan berhak oleh Pasal 95 ayat (4)

Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa upah dan hak-hak

lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

14R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 57

15W. Friedman,Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Krisis atas Teori-teori

Hukum, diterjemahkan dari buktu aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7

(31)

Selain pekerja, kreditur pemegang Hak Tanggungan juga dinyatakan berhak

untuk mendapatkan pembayaran yang didahulukan sebagaimana dinyatakan dalam :

a. Pasal 21 Undang-undang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa apabila pemberi

Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang

melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang

Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan

Tanah;

b. Pasal 55 UUK dan PKPU menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap

kreditur pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak

agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak

terjadi kepailitan.

Berdasarkan Undang – Undang tersebut di atas, pekerjadan kreditur

pemegang Hak Tanggungan memiliki hak didahulukan untuk mendapatkan

pembayaran atas hasil penjualan/lelang asetdebitor pailit. Permasalahan timbul

apabila aset/harta benda tidak cukup untuk membayar kewajiban/hutangnya kepada

pekerjadan kreditur pemegang Hak Tanggungan atau untuk membayar

hutang/kewajiban kepada salah satu saja (pekerja atau kreditur pemegang Hak

Tanggungan), hutang/kewajiban kepada siapa yang harus didahulukan

(32)

Adanya Undang-undang atau ketentuan yang saling bertentangan

menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga tujuan dari dibentuknya

Undang-undang atau ketentuan tersebut yaitu untuk mewujudkan kepastian hukum dan

keadilan bagi seluruh anggota mansyarakat tidak terwujud, karena itu diperlukan

sinkronisasi dan harmonisasi atas Undang-undang atau ketentuan yang saling

bertentangan tersebut.

Pemikiran harmonisasi bermula dari Rudolf Stammler yang mengemukakan

bahwakonsep dan prinsip-prinsip hukum yang adil mencakup “harmonisasi”

antaramaksud, tujuan dan kepentingan individu dengan maksud, tujuan dan

kepentingan masyarakat umum. Dengan kata lain, hukum akan tercipta baik apabila

terdapat keselarasan antara maksud, tujuan dan kepentingan penguasa (pemerintah)

dengan masyarakat.Di sisi lain, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen

Hukum dan Hak Azasi Manusia , memberikan pengertian harmonisasi hukum sebagai

kegiatan ilmiah untuk menuju proses perharmonisasian

(penyelarasan/kesesuaian/keseimbangan) hukum tertulis yang mengacu pada

nilai-nilai filosofis, sosiologis, ekonomis dan yuridis.17

Dalam hal ini diperlukan campur tangan Pemerintah untuk menyelesaikan

permasalahan sebagai akibat adanya beberapa peraturan perundang – undangan yang

saling bertentangan dalam pelaksanaannya.

2. Konsepsi

17

(33)

Yang dimaksud dengan konsep adalah kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal–hal yang khusus yang disebut dengan definisi

operasional.18Definisi operasional ini penting guna menghindari perbedaan

pengertian atau penafsiran dari suatu istilah yang dipergunakan.

Dalam penelitian ini diperlukan untuk mendefinisikan konsep sebagai berikut:

a. Pekerja, adalah :

Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk

lain;19

b. Pengusaha, adalah :20

1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri ;

2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri

sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ;

3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di

Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan 2)

yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia ;

c. Kepailitan, adalah :

Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;21

18Sumandi Suryabrata,Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3

19

(34)

d. Boedel pailit, adalah :

Harta kekayaan seseorang atau badan yang telah dinyatakan pailit dan dikuasai

oleh Kurator ;

e. Kreditur, adalah :

Orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang

dapat ditagih di muka pengadilan;22

f. Debitor, adalah :

Orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang

pelunasannyadapat ditagih di muka pengadilan;23

g. Hak Tanggungan, adalah :

Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur - kreditur lain.24

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka penelitian

bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta di lapangan

serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan

permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan

yang terjadi di lapangan.25

21UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1. 22

UUK dan PKPUPasal 1 angka 2.

23

UUK dan PKPUPasal 1 angka 3

24Undang – undang Hak Tanggungan, Pasal 1 angka 1.

(35)

Dalam penelitian ini akan dikaji dan dijelaskan serta dianalisa teori hukum

yang bersifat umum, peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang

berlaku dan berhubungan dengan hak-hak pekerja terhadap pengusaha baik

perseorangan maupun perusahaan yang sudah dinyatakan pailit, kepailitan dan

hak-hak kreditur terhadap agunan yang sudah diikat dengan Hak Tanggungan dalam hal

perusahaan/pengusaha dinyatakan pailit.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian atas aturan

perundang-undangan baik ditinjau dari sudut hirarki perundang-undangan (vertikal),

maupun hubungan harmoni diantara perundang-undangan (horizontal).26 Soerjono

Soekanto dan Sri Mamuji memberikan pengertian tentang penelitian hukum normatif

yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan

(data sekunder) yang mencakup penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika

hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah

hukum.27

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, dilakukan dengan studi pustaka

terhadap bahan hukum-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat,

berupa peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, antara lain :

1) Undang-Undang Dasar 1945 ;

26Fokky Fuad,Pemikiran Ulang Atas Metodologi Penelitian Hukum,

http://uai.ac.id/2011/04/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum diakses tgl.14 Januari 2012.

27Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tunjauan

(36)

2) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

3) Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial ;

4) Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang;

5) Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

6) Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;

7) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 18/PUU-VI/2008

tanggal 23 Oktober 2008;

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan jurnal ilmiah

dari kalangan hukum yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer

dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedi, majalah dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis ini yang dilakukan terhadap bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang disebutkan

(37)

Untuk mendukung data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini

dilakukan wawancara dengan Kurator, Balai Harta Peninggalan, Departemen Tenaga

Kerja dan Bank.

4. Analisis data

Seluruh data dan bahan hukum yang diperoleh, dianalisa secara kualitatif

dengan mempelajari seluruh data dan bahan hukum dengan memberikan telaah yang

berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan

kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri

dan dibantu dengan teori yang dikuasai.28 Setelah itu keseluruhan data tersebut akan

disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh

jawaban yang baik pula.29

Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang

merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

28

Mukti Ali et al, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT Pustaka Fajar, Yogyakarta, 2010, hal. 183.

29Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.

(38)

BAB II

KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN

A. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut peristiwa

pailit.Dalam Black’s Law Dictionary, pailit ataubankruptadalah :

“The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due.The term includes a person against whom an involuntary petition has beenfilled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged abankrupt”30

Berdasarkan pengertian bankrupt yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary diketahui bahwa pengertian pailit berkaitan dengan ketidakmampuan untuk

membayar dari seorang debitor atas hutang – hutangnya yang sudah jatuh tempo yang

diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya hutang meskipun telah ditagih dan

ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses pengajuan ke pengadilan, baik

atas permintaan debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih

krediturnya.31

Menurut Undang-undang nomor 37 UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1

bahwa:

30Henry Campbell Black,Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, St. Paul – Monessota,

USA, 1990.

(39)

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan

dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Dalam Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU tersebut ditegaskan bahwa kepailitan

adalah sita umum, karenanya Undang- undang Kepailitan menyaratkan bahwa untuk

mengajukan permohonan pailit harus memiliki dua atau lebih kreditur. Jadi apabila

hanya ada satu kreditur maka tidak dapat dinyatakan pailit dan apabila mau dilakukan

penyitaan terhadap harta debitormaka yang berlaku adalah sita individual.

Ketentuan Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU tersebut sejalan dengan Pasal1131

dan 1132 Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Pasal 1131 menyebutkan bahwa :

Segala kebendaan siberhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk

segala perikatan perseorangan.

Pasal 1132 menyebutkan bahwa :

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semuaorang yang

mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda - bendaitu dibagi-bagi menurut

keseimbangan, yaitu menurut besarkecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila

diantara para kredituritu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

kepailitan mempunyai unsur – unsur sebagai berikut :

1. Adanya sita atas semua kekayaan debitor;

(40)

3. Pengurusan dan pemberesan harta kekayaan yang disita tersebut dilakukan oleh

Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas ;

B. Syarat- syarat Debitor Dapat Dinyatakan Pailit

Untuk dapat dinyatakan pailit, sesuai Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU debitor

harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Mempunyai dua atau lebih kreditur ;

2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih;

Syarat – syarat agar debitor dapat dinyatakan pailit tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Mempunyai dua atau lebih kreditur

Persyaratan dua atau lebih Kreditur initerkait dengan filosofi hukum

kepailitan itu sendiri yaitu meletakkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor

dan mengatur bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitor

tersebut untuk membayar kewajiban debitor kepada semua krediturnya.

Pengertian kreditur dan debitor diatur dalam UUK dan PKPU, sebagai

berikut:

Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa :

Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau

Undang-Undang yang dapatditagih di muka pengadilan.

(41)

Yang dimaksud dengan "Kreditur" dalam ayat ini adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatismaupun kreditur preferen.Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka dapatmengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang merekamiliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing Kreditur adalah Kreditur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 angka 2.

Berdasarkan ketentuan tersebut dalam sindikasi kreditur, setiap kreditur dapat

mengajukan permohonan pailit.Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa :

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau

Undang-undang yang pelunasannyadapat ditagih di muka pengadilan.

2. Pengertian tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu

dan dapat ditagih.

Menurut Prajoto, Pengertian “tidak membayar” harus diartikan :32

a. Menolak untuk membayar ;

b. Cidera janji (wan prestasi) ;

c. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitor

tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya ;

d. Tidak diharuskan bahwa debitor tidak memiliki kemampuan untuk membayar

(onvermogen)dan memikul seluruh hutangnya ;

e. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai naar de letter, yaitu debitor pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti

membayar hutangnya.

32Prajoto, RUU Kepailitan Ditinjau dari Aspek Perbankan dalam Sunarmi, Hukum

(42)

Sejalan dengan pendapat Prajoto tersebut, Ricardo Simanjuntak menyatakan

bahwa yang dijadikan pertimbangan oleh Hakim pada Pengadilan Niaga untuk

menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan

debitoruntuk membayar hutang-hutangnya tetapi juga termasuk ketidakmauan

debitor tersebut untuk melunasi hutang-hutangnya seperti yang sudah

diperjanjikan.33

Jadi berdasarkan pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, debitor yang tidak

membayar lunas sedikitnya salah satu hutangnya yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih, dapat dinyatakan pailit tanpa memperhatikan apakah debitor

tersebut tidak mampu membayar hutang atau tidak mau membayar hutang.

Meskipun dalam penjelasan pasal 57 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan bahwa

yang disebut dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar, tetapi

tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian “tidak mampu membayar”

dimaksud. Dengan tidak disyaratkan bahwa untuk dapat dinyatakan pailit harus

dalam keadaan tidak mampu membayar (insolvent)maka tidak diwajibkan untuk melakukan insolvency testterhadap debitor yang akan dinyatakan pailit. Dalam hal ini terlihat bahwa UUK dan PKPU hanya melindungi kepentingan kreditur

yang mengakibatkan kreditur dapat dengan mudah mengajukan permohonan

pailit hanya dengan didasarkan pada hutang yang telah jatuh tempo dan dapat

33Ricardo Simanjuntak,Rancangan Perubahan Undang-undang Kepailitan Dalam Prespektif

(43)

ditagih sehingga banyak perusahaan di Indonesia yang dinyatakan pailit secara

hukum.34

Tidak adanya insolvency test dalam Hukum Kepailitan di Indonesia merupakan kelemahan sehingga debitor yang masih memiliki kekayaan yang

cukup untuk membayar hutang-hutangnya dapat dinyatakan pailit oleh

Pengadilan karena tidak membayar hutang. 35Dalam praktek bisnis, keadaan

berhenti membayar utang atau insolven merupakan hal yang biasa terjadi. Untuk

menilai keadaan finansial atau tingkat solvabilitas seorang debitor atau suatu

badan hukum (legal entity) ada beberapa pendekatan ilmu ekonomi yang lazim digunakan, yaitu :36

a. Insolven berdasarkanCash Flow Test

Cash flow testmerupakan pendekatan klasik yang digunakan oleh peradilan di negara Civil Law untuk menentukan keadaan insolven.37Pendekatan cash flow test menilai keadaan insolven dari ada atau tidaknya ketersediaan dana segar atau cash money yang dimiliki debitor untuk membayar hutang yang sudah jatuh tempo. Debitor yang berhenti membayar hutang dikarenakan

34Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Edisi 2, PT

Sofmedia, Jakarta, 2010, hal. 316 dan 326

35

Sunarmi,loc. cit, hal.33

36Elyta Ras Ginting, Hakekat Kepailitan dan Keadaan Insolven Menurut UU No.37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dalam Alumni FH USU, Menuju Paradigma Baru dalam Perkembangan Hukum di Indonesia (Bunga Rampai Karya Tulis Alumni FH USU),Alumni FH USU, 2012, hal. 133 - 137

37J. Honsberger,The Failure to Pay One’s Debts Generally As They Become Due, American

(44)

ketiadaan uang tunai(cash) dinilai telah insolven.Cash flow test tidak mempertimbangkan keadaan lainnya, seperti aset non liquid yang dimiliki oleh debitor, seperti tanah, bangunan atau sumber dana dalam bentuk lain

yang tidak dapat langsung diuangkan seperti good willperusahaan danroyalty dari hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh debitor. Berdasarkan hal

tersebut keadaan insolven dikarenakan ketiadaan uang tunai yang tersedia

untuk membayar hutang kerap disebut sebagai keadaan insolven secara

temporer. Pada saat ini cash flow testuntuk menilai solvabilitas debitor sudah ditinggalkan karena dinilai tidak akurat menggambarkan keadaan finansial

debitor untuk memenuhi kewajibannya membayar hutang.

b. Insolven berdasarkanbalance sheet test

Pendekatan balance sheet test atau disebut juga liquidation value berfokus pada perbandingan antara aset yang dimiliki debitor dengan besarnya

kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor, karenanya debitor yang tidak

membayar hutang dianggap insolven jika seluruh kewajiban untuk membayar

(termasuk membayar biaya likuidasi) lebih besar jumlahnya dibanding dengan

seluruh asetnya. Dalam keadaan demikian debitor diperkirakan tidak akan

dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar seluruh hutangnya yang

sudah maupun yang belum jatuh tempo.

c. Insolven berdasarkangoing concern value

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAK) tahun 2001 merumuskan opini

(45)

memastikan bahwa perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan

hidupnya. Dengan demikian oponigoing concerndapat dijadikan acuan untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan karena opini going concern yang diberikan oleh akuntan publik mengindikasikan perusahaan masih dapat

meneruskan kelangsungan usahanya di masa yang akan datang, paling tidak

untuk setahun ke depan.

Menurut Revol dan Tamba, salah satu indikator yang umum digunakan oleh

seorang auditor memberikan penilaian bahwa suatu perusahaan tidak lagi

going concern adalah keadaan debt default yaitu debitor gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang pokok beserta bunganya yang sudah

jatuh tempo

Ketentuan mengenai insolven yang menjadi dasar dari pernyataan pailit oleh

Undang-undang Kepailitan, adalah sebagai berikut :

a. Menurut Faillissements Verordening(Undang-undang tentang Kepailitan) yang berlaku di Indonesia berdasarkan Staatsblad 1905:217 juncto Staatblad No. 1906:348 yang mulai berlaku tanggal 1 November 1906, Pasal 1 adalah

sebagai berikut :

Setiap pihak yang berhutang (debitor) yang berada dalam keadaan berhenti

membayar hutang-hutangnya, dengan putusan hakim, baik atas permintaan

sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih pihak berpiutang

(46)

Jadi debitor yang dapat diputus pailit adalah debitor yang berada dalam

keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya namun Undang-undang tidak

memberi penjelasan lebih lanjut tentang keadaan berhenti membayar

hutang-hutang dimaksud. Karena itu, dengan sendirinya ukuran atau kriteria debitor

yang berhenti membayar hutang dimaksud diserahkan kepada doktrin dan

hakim.38

b. Menurut Undang-undang nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, Pasal 1

angka (1):

Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

Perubahan redaksi dari berhenti membayar menjadi tidak membayar

terjadi karena pada masa krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada

tahun 1997. Pada masa krisis moneter tersebut sesungguhnyadebitor di

Indonesia berada dalam keadaan tidak mampu membayar hutang karena pada

saat itu mereka kekurangan dana segar, tetapi asetdebitormasih lebih besar

dibanding hutang. Apabila aset tersebut dijual maka hutang debitorakan

lunas, namun permasalahannya pada waktu itu tidak ada orang yang mau

38

(47)

membeli aset tersebut karena perekonomian Indonesia mengalami krisis

sehingga terjadi kesulitan keuangan.39

Adanya perubahan konsep “berhenti membayar hutang” yang

disebutkan dalam Pasal 1 Faillissements Verordeningmenjadi “tidak membayar hutang” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 4

Undang-undang nomor 4 Tahun 1998disebabkan nilai asetdebitor yang masih tinggi

dibanding hutangnya sehingga debitor tidak bisa dinyatakan pailit. Akhirnya

konsep “berhenti membayar ” diubah menjadi “tidak membayar ”40

c. Menurut Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) :

Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yangtelah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan

pailit dengan putusan Pengadilan, baik ataspermohonannya sendiri maupun

atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 merupakan

penyempurnaan dari Undang-undang nomor 4 Tahun 1998 yaitu dengan

penambahan kata “lunas” sehingga konsep hutang yang menjadi dasar untuk

pernyataan pailit menjadi “tidak membayar lunas”. Adanya penambahan kata

“lunas” ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang muncul dalam

(48)

praktek yaitu debitor yang membayar hutangnya tetapi tidak lunas maka

debitor tersebut tidak dapat dipailitkan.41

Yang dimaksud dengan hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

terdapat dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yaitu :

kewajiban untukmembayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah

diperjanjikan, karena percepatan waktupenagihannya sebagaimana diperjanjikan,

karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yangberwenang, maupun

karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Sedangkan yang dimaksud dengan hutang, dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6

UUK dan PKPU, yaitu :

kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam matauang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudianhari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi olehdebitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari hartakekayaan debitor.

Memperhatikan pengertian hutang yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 6

UUK dan PKPU tersebut dapat disimpulkan bahwa hutang yang dimaksud dalam

UUK dan PKPU adalah hutang dalam arti luas sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 1233 dan 1234 Kitab Undang – undang Hukum Perdata.

Pasal 1233Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan :

Tiap – tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang –

undang ;

41

(49)

Pasal 1234 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan :

Tiap – tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu

atau untuk tidak berbuat sesuatu

Pengertian hutang disini juga terkait dengan prinsip debt pooling dimana kepailitan adalah sarana untuk melakukan distribusi asetdebitor terhadap para

krediturnya dan kreditur dalam hal ini tidak berkaitan khusus dengan perjanjian

hutang piutang saja melainkan dalam konteks perikatan.42

Selain itu Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa :

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

keadaan yang terbukti secarasederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan

pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telahdipenuhi.

Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU disebutkan bahwa :

Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana" adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangidijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

Pasal 178 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan :

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian,

rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan

perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.

42M. Hadi Subhan,Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktek di Peradilan, Kencana,

(50)

C. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit Dan Dapat Dinyatakan Pailit Serta Akibat Pernyataan Pailit

1. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit disebutkan dalam

Pasal 2 UUK dan PKPU yaitu :

a. Debitor sendiri

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, debitor yang mempunyai

hutang kepada dua orang kreditur atau lebih dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih atas permintaan

sendiri dapat mengajukan permohonankepada Pengadilan Niaga untuk

dinyatakan pailit.43

Terhadap debitor yang terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan pailit

hanya dapat diajukan atas persetujuan suami/isterinya kecuali perkawinan

dimaksud tidak ada persatuan harta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat

(2) UUK dan PKPU;

b. Seorang atau beberapa orang kreditur

Hal ini masih terkait dengan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU dan kreditur

yang dimaksud disini adalah kreditur sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal

1 angka 2 yaitu orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang –

undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Pengertian kreditur ini lebih

43 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Edisi Revisi, Unit Penerbitan Universitas

(51)

dipertegas lagi dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa

kreditur yang dimaksud adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatis

maupun kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan

pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap

harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Bila mana terdapat sindikasi

kreditur maka masing – masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 2 ;

c. Kejaksaan untuk kepentingan umum

Menurut penjelasan Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU, Kejaksaan dapat

mengajukan permohonan pailit dengan alasan kepentingan umum dalam hal

persyaratan debitor untuk dapat dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU sudah terpenuhi dan tidak ada pihak yang

mengajukan permohonan pailit. Yang dimaksud dengan kepentingan umum

adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas,

misalnya :

1) Debitor melarikan diri ;

2) Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan ;

3) Debitor mempunyai hutang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan

usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat ;

4) Debitor mempunyai hutang yang berasal dari penghimpunan dana dari

(52)

5) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan

masalah hutang piutang yang telah jatuh waktu ; atau

6) Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum .

d. Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank

Penjelasan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa pengajuan

permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan

Bank Indonesia semata – mata didasarkan atas penilaian atas kondisi keuangan

dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu

dipertanggungjawabkan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan pencabutan

izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan

perundang-undangan.

Pengajuan permohonan pernyataan pailit bank perlu dibatasi dan hanya dapat

dilakukan melalui Bank Indonesia dengan pertimbangan agar bank tidak

senantiasa dibayang-bayangi pengajuan permohonan pernyataan pailit. Bila

kondisi ini terjadi jelas akan mengganggu kinerja perbankan nasional, yang

selanjutnya akan mengganggu perekonomian nasional karena bank merupakan

agent of modernization.44 e. Badan Pengawas Pasar Modal

Dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring

dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan

pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Hal

Referensi

Dokumen terkait

Guna mencapai hasil yang maksimal, maka tim konsultan menyusun jadwal pelaksanaan pekerjaan berdasarkan rencana kerja yang telah disusun oleh tim konsultan, sehingga

Berdasarkan latar belakang pada uraian sebelumnya maka dalam penelitian ini didapatkan permasalahan yang dirumuskan dalam perumusan masalah adalah bagaimana setting parameter

Jika terjadi penurunan janin selama kala I fase aktif dan memasuki fase pengeluaran, maka dapat dikatakan kemajuan persalinan cukup baik. Menurut friedmann,

Hasil penelitian Habib (2008) tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saeedi dan Ebrahimi (2010) yang melakukan penelitian terhadap

Dari hasil statistik interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman umur 4, 5, dan 6 mst, jumlah daun umur 3 mst, tetapi tidak berpengaruh

Peran guru PKn dalam sosialisasi pilitik adalah skor yang diperoleh melalui koesioner yang diajukan kepada para guru PKn di SMA Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali

Lembar Kerja Siswa (LKS) berorientasi lingkungan sekitar pada materi ekosistem ini melatihkan keterampilan proses dasar berupa mengamati lingkungan sekitar sekolah,

Kedalaman galian pipa dalam perencanaan SPALD-T dipengaruhi oleh kemiringan ( Slope ) pipa dan kemiringan ( Slope ) tanah. Hasil perhitungan galian pipa akan