• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Menguasai Tanah dalam UUPA

BAB I : PENDAHULUAN

4. Analisis Data

2.1. Hak Menguasai Tanah dalam UUPA

Sumber utama dalam pembangunan hukum tanah nasional adalah hukum adat. Hal ini tercermin dari rumusan pasal 5 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang UUPA yang menyatakan bahwa” Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini, dan dengan peraturan perundangan lainya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Menurut C.S.J. Maassen dan A.P.G Hens menjelaskan, yang dimaksud dengan hak ulayat adalah hak desa menurut adat dan kemauanya untuk menguasai tanah dan daerahnya buat kepentingan- kepentingan anggotanya atau untuk kepentingan orang lain (orang asing) dengan membayar kerugian kepada kepala desa, sedikit banyaknya turut campur terhadap pembukaan tanah itu dan turut bertanggung jawab terhadap perkara-perkara yang terjadi disitu dan belum dapat diselesaikan.23 Dalam perundang-undangan Indonesia, hal ini tidak diterangkan dengan tegas       

23

Dirman, “ Perundang-Undangan Agraria Di Seluruh Indonesia”, Jakarta, J.B. Wolters, 1958, h. 36 

mengenai hak tersebut sering dipergunakan istilah hak milik asli atau eigendom rechts dan juga disebut sebagai hak komunal.24

Hukum tanah Indonesia berdasarkan UUPA No. 5 tahun 1960 tersebut mengisyaratkan bagi pembuat undang-undang dalam membentuk hukum tanah nasional jangan sampai mengabaikan, melainkan harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Dalam kaitan ini penguasaan tanah yang terletak diwilayah hukum Indonesia menjadi hak dari bangsa Indonesia, bukan hanya hak pemiliknya saja. Siapapun yang mengaku dirinya sebagai warga Negara Indonesia berhak memperoleh hak milik atas tanah diseluruh wilayah republik Indonesia secara sah.25

Dalam rumusan pasal 1 UUPA Nomor 5 tahun 1960 menyatakan bahwa:26 1) seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan dari seluruh rakyat Indonesia yang

bersatu sebagai bangsa Indonesia.

2) seluruh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah republik Indonesia, sebagai karunia tuhan yang maha esa adalah

      

24

Ter Haar, “ Asas- Asas dan Susunan Hukum Adat”, Jakarta, Pradnya Paramita, 1985, h. 71 

25

Wiradi Gunawan, Reforma Agraria, Instits Press KPA dan Pustaka Pelajar,Yojakarta. 2000,h. 43 

bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia yang merupakan kekayaan nasional.

3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.

4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta berada dibawah air.

5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

Hal ini akan lebih jelas dapat dimengerti jika kita menelaah doktrin wawasan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan budaya, satu kesatuan sosial, satu kesatuan ekonomi, dan satu kesatuan hukum sebagaimana dirumuskan dalam GBHN 1978 bab II E butir 1. Adapun hubungan antara bangsa dan bumi, air serta ruang angkasa tersebut diatas tidak berarti, bahwa hak milik perseorangan atas bumi tidak dimungkinkan lagi. Diatas telah dikemukakan, bahwa hubungan itu adalah semacam hubungan hak ulayat, jadi bukan berarti hubungan hak milik.27

      

Dalam hubunganya dengan tanah, menurut alam pikiran hukum adat, tertanam keyakinan bahwa setiap kelompok masyarakat hukum adat pada dulunya jauh sebelum masuknya penjajah di Indonesia, kepulauan Indonesia telah dihuni oleh berbagai persekutuan hukum yang mempunyai warga yang teratur, mempunyai pemerintahan sendiri dan mempunyai harta materil dan immaterial.28 Persekutuan hukum ini juga dinamakan masyarakat hukum yaitu sekelompok manusia yang teratur dan bersifat tetap, mempunyai pemerintahan/ pimpinan serta mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang kelihatan dan benda yang tidak kelihatan. Palsafah hukum adat tersebut mengandung konsepsi hukum adat mengenai pertanahan yang kemudian diangkat menjadi konsepsi hukum tanah nasional.29

Dilain pihak dalam pasal 3 UUPA dengan tegas menyatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak serupa dari masyarakat-masyarakat hukum adat masih tetap diakui keberadaanya sepanjang kenyataanya masih ada. Dengan adanya pengakuan terhadap keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat, maka hal ini menimbulkan dilematis dalam penyelesaian sengketa, dimana dalam perkembanganya keberadaan hukum adat itu sendiri masih menimbulkan perbedaan persepsi dikalangan masyarakat adat dengan pihak-pihak lainya. Kenyataan ini dari sudut ilmu hukum dapat dikatakan bahwa UUPA No. 5 tahun 1960 mengandung 2(dua) sistem hukum yang berbeda yaitu sistem hukum nasional dan sistem hukum adat.30

Menurut hukum adat, tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, sedangkan dalam hukum tanah nasional,       

28

Soekanto, 1981, Menuju Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 67 

29

Iman Soetiknjo, 1988, materi Pokok Hukum Dan Politik Agrarian, Universitas Terbuka, Jakarta, h, 123 

semua tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia adalah tanah bersama seluruh rakyat indonesia yang bersatu menjadi satu. Jikalau dibandingkan dengan konsepsi hukum tanah barat dan tanah feodal, konsepsi hukum tanah nasional yang didasarkan pada hukum adat jelas merupakan konsepsi yang sesuai dengan palsafah dan budaya bangsa Indonesia. Konsepsi hukum tanah eropa yang didasarkan pada semangat individualisme dan liberalisme tentu tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia yang komunal dan religius.

Van Vollenhoven menyebutkan, manifestasi hak ulayat itu adalah31:

a. Persekutuan hukum dan para anggotanya secara bebas boleh mengerjakan tanah yang tanah yang belum dijamah orang lain untuk macam-macam keperluan, boleh membuka tanah dijadikan tanah pertanian, boleh mendirikan kampung, boleh mengambil hasil hutan. b. Orang luar, dalam arti orang yang bukan warga persekutuan hukum

yang bersangkutan boleh melakukan tindakan dalam sub 1 hanya dengan izin persekutuan, mereka akan melakukan tindak pidana jika tindakan-tindakan itu dilakuakan tanpa izin.

c. Orang luar, dan kadang-kadang para anggota persekutuan harus membayar sewa bumi, supaya diberi izin melakukan tindakan tersebut d. Persekutuan hukum tetap mempunyai hak pengawasan terhadap “

Cultivated Lands”

e. Persekutuan bertanggung jawab dalam hal tanah tidak dikerjakan f. Hak ulayat dapat diserahkan atau dilepaskan selamanya.

Usaha untuk mewujudkan keinginan ini dulunya hal yang pertama yang dilakukan adalah dengan mengganti asas” domeinverklaring” yang menjadi dasar       

31

Mahadi, “ Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Sejak RR Tahun 1854”, (Bandung:

pijakan kebijakan pemerintahan Hindia Belanda di bidang pertanahan, dengan asas” hak menguasai tanah oleh Negara” sebagaimana termuat dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Asas domeinverklaring`(pernyataan domein) termuat dalam pasal 1

“Agrarische Besluit”(S.1870-118) yang terjemahanya berbunyi” dengan tidak mengurangi berlakunya ketetentuan dalam ayat 2 dan 3 Agrarische Wet, maka tetap dipertahankan asas bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan bahwa tanah itu eigendomnya, adalah domein Negara.32

Dari ketentuan pasal 1 Agrarische Besluit tersebut dapat dirinci hal-hal sebagai berikut:

1) Penerapan asas domeinverklaring jangan sampai melanggar ketentuan pasal 2 dan 3 Agrarische Wet yaitu, pasal-pasal yang berisi perlindungan terhadap hak-hak rakyat indonesia asli atas tanah. Dengan demikian penerapan asas domeinverklaring tidak boleh merugikan rakyat Indonesia asli

2) Dalam pasal 1 Agrarische Besluit terdapat kata” tetap dipertahankan asas ” artinya, sebelum berlakunya Agrarische Besluit sudah ada peraturan yang memuat asas domeinverklaring yaitu termuat dalam pasal 520 BW yang berbunyi sebagai berikut:” pekarangan dan kebendaan tak bergerak lainya yang tak terpelihara dan tiada pemiliknya, seperti kebendaan mereka yang

      

32

Bahwa Peraturan Pertanahan pada masa kolonial tersebut, pada dasarnya adalah sangat merugikan rakyat indonesia 

meninggal dunia tanpa ahli waris atau yang warisanya telah ditinggalkan, adalah milik Negara”.

3) Pihak lain yang tidak dapat membuktikan bahwa tanah itu eigendomnya adalah tanah milik Negara. Yang dimaksud denga pihak lain adalah, selain Negara yaitu rakyat. Jadi, jika rakyat tidak dapat membuktikan bahwa sebidang tanah adalah hak eigendomnya, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara. Dalam ketentuan ini terdapat pembalikan beban pembuktian, karena menurut hukum acara perdata yang termuat pasal 163 HIR/ Pasal 283 RBg dan pasal 1865 yang terjemahanya menyatakan bahwa, setiap orang yang mendalilkan bahwa dia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa tersebut diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Hak milik dalam hukum adat adalah berlaku konsep ipso factor artinya hak milik terwujud karena seseorang secara defacto memang menguasai tanah yang bersangkutan. Sedangkan konsep hak milik menurut hukum barat dan juga yang dianut UUPA, adalah konsep ipso Jure dengan pembuktian milik tidak cukup dari penguasaan menurut kenyataanya saja melainkan bukti-bukti hukum sebagaimana dinyatakan dalam registrasinya.33

        

Walaupun ada perbedaan pendapat, namun dalam praktiknya yang sering diterapkan adalah penafsiran yang dibuat oleh pemerintah hindia belanda. sehingga tanah-tanah yang dipunyai rakyat Indonesia asli dengan hak milik dan tanah-tanah yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat dengan hak ulayat, adalah tanah domein Negara. Tanah yang dipunyai orang indonesia asli dengan hak milik hanya dihargai sebagai hak pakai turun-temurun, namun demikian hak-hak adat tersebut tetap dilindungi dan dihormati sehingga tidak boleh diambil oleh Gubernur Jenderal untuk diberikan kepada pengusaha dengan hak erfpacth. Dari asas domeinverklaring yang termuat dalam pasal 1 Agrarische Besluit (AB) tersebut dapat disimpulkan bahwa, hubungan hukum antara tanah dan Negara adalah hubungan kepemilikan, artinya Negara memiliki semua tanah yang bukan hak eigendom dan hak agrarische eigendom.

Dalam praktek fungsi domeinverklaring dalam perundang-undangan pertanahan pemerintah kolonial Belanda adalah :34

a) Sebagai landasan hukum bagi pemerintah yang mewakili Negara sebagai pemilik tanah, untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam KUHPdt, seperti hak erfacht, hak postal dan lain-lainnya. Dalam rangka domeinverklaring, pemberian tanah dengan hak eigendom dilakukan dengan cara pemindahan hak milik Negara kepada penerima tanah.

b) Bidang pembuktian pemilikan.

      

33

Soetandyo Wignjosoebroto “ Perbedaan Konsep Tentang Dasar Hak Penguasaan Atas Tanah Antara Apa Yang Dianut dalam Tradisi Pandangan Pribumi Dan Apa Yang Dianut Dalam

Hukum Positif Eropa”, Surabaya: Arena Hukum, No. 1, 1994, h. 39-43 

Pernyataan diatas, memberikan penjelasan bahwa Negara bertindak sebagai pemilik. Pemerintah memberikan hak-hak erfpacth atau persewaan tanah jangka panjang kepada perusahaan, dengan mengingkari hak-hak masyarakat adat yang ada diatas tanah menjadi objek persewaan tersebut.35

Kebijakan pemerintah Belanda dalam memperlakukan teori domeinverklaring

ini adalah, sangat merugikan rakyat karena domein diperlakukan di atas tanah rakyat dan memungkinkan tanah-tanah hak ulayat diberikan kepada orang asing dengan hak sewa(erfpacth). Dalam hal ini, perlu di jelaskan apa yang disebut dengan persewaan tanah (tenure), penyewa (tenant) dan pemilik tanah yang menyewakan (landowner)

khususnya yang muncul dalam sejarah persewaan dan penguasaan tanah.

Dalam teorinya Davis, bisa kita jelaskan bahwa sewa tanah merupakan jenis bentuk pemilikan tanah dengan tujuan tertentu. Persewaan tanah ini berarti penguasaan lahan perkebunan dan menjadi bagian dari pemilikan. Perbedaan yang mendasar antara persewaan dengan pemilikan adalah bahwa persewaan (tenure) yang dimaksudkan Davis merupakan pemetikan hasilnya dari kerja tertentu, sehingga tanah ini diterima dari pihak lain dalam bentuk pinjaman. Defenisi Davis ini bertolak dari sistem pemilikan tanah di Inggris yang menyebutkan bahwa hanya raja Inggris yang

      

35

Hak Erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk mengenyam, menikmati atas suatu benda yang tidak bergerak kepunyaan orang lain, dengan kewajiban membayar suatu pacht untuk tiap tahunya kepada yang mempunyainya baik berupa uang ataupun hasil pendapatanya. Lihat pasal 720 B.W  

menjadi pemilik tanah, dan semua mereka yang menguasai serta menggarap tanah itu adalah penyewa atau peminjamtanah.36

Defenisi Davis di atas ini bisa dikembangkan dengan konsep tujuan persewaan yang muncul atas penguasaan tanah. Hal ini dinyatakan oleh A.W. Simpson yang mengatakan bahwa persewaan tanah ini berasal dari pemilik tanah.37 Pemilik tanah yang diakui menurut hukun adat Eropa adalah raja. Raja akan membagi-bagikan tanah tersebut kepada para bangsawan dalam bentuk suatu struktur hirarkis, dengan tujuan dua hal yaitu menyerahkan sebagian hasilnya sebagai upeti kepadanya dan memelihara para bangsawan dan keluarganya dengan sisa hasil itu sebagai imbalan atas kepatuhan dan kesetiaannya kepadanya. Tentu saja bangsawan tidak menggarap sendiri tanah itu, namun membagi-bagikan tanah itu kepada kelompok penggarap tanah. Para penggarap tanah itu juga mengalami kewajiban yang sama sebagai suatu bentuk pengabdian, dan mereka juga dianggap sebagai penyewa tanah itu. Konsep persewaan dan penguasaan tanah tersebut di atas telah menunjukkan kepada kita bahwa sumber dari kepemilikan tanah terletak pada pusat kekuasaan, dalam hal ini raja. Dengan demikan raja menjadi satu-satunya pemilik tanah. Namun pada penggarapan dan pengolahan tanah-tanah itu, tentu saja raja tidak akan melakukannya sendiri.

      

36

Kenneth. P. Davis, “ Land Use”,( New York: Mc Graw – Hill Book Company, 1976), h. 13-14 

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, secara tegas menganti asas domeinverklaring yang termuat dalam pasal 1 AB dengan hak menguasai tanah oleh Negara. Selanjutnya pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dijabarkan dalam pasal 2 UUPA sebagaimana telah dijelaskan diatas. Alasan digantinya asas domein verklaring termuat dalam penjelasan umum No. II/2 UUPA yang berbunyi” asas domein yang digunakan sebagai dasar daripada perundang-undangan agraria yang berasal dari pemerintah jajahan tidak dikenal dalam hukum agraria yang baru. Asas domein adalah bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan asas daripada Negara yang merdeka dan modern. Berhubung dengan ini asas tersebut, yang dipertegas dalam berbagai pernyataan domein, yaitu misalnya dalam pasal 1 Agrarische Besluit (S.1870-188), S.1875-119a, ditinggalkan dan pernyataan domein ditinggalkan atau dicabut kembali. UUPA berpangkal pada pendirian bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak perlu dan tidaklah pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Negara lebih tepatnya dikatakan sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku badan penguasa. Dari sudut inilah harus dilihat arti ketentuan dalam pasal 2 ayat 1 yang menyatakan” bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara”. Dikuasai dalam hal ini bukan dalam arti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu untuk pada tingkatan yang tertinggi yaitu:

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaanya.

2) Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumi, air, dan ruang angkasa.

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

Wewenang yang dimiliki oleh Negara tersebut dipergunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemakmuran yang dicapai adalah kemakmuran untuk sebanyak mungkin orang tanpa melanggar hak orang lain.

A. Sodiki menyatakan bahwa”kemakmuran itu adalah terminologi ekonomi, suatu masyarakat dikatakan makmur apabila yang bersangkutan dapat memenuhi dan dipenuhi kebutuhanya baik fisik maupun non fisik secara terus-menerus. Indikasi terdapatnya kemakmuran apabila terpenuhi” basic needs” (sandang, pangan, papan, harga diri,kenyamanan, ketentraman hidup, aktualisasi diri), terjamin dan lapangan kerja(dalam arti luas), adanya pemerintah negara yang bersih, berwibawa dan efektif, serta dirasakanya hukum sebagai bagian penting dari kehidupan.38

Mewujudkan kemakmuran rakyat tersebut juga berarti mewujudkan kesejahteraan dalam masyarakat (kesejahteraan umum). Menurut Franz Magnis-       

38

A. Sodiki, 1994, Penataan Pemilikan Hak Atas Tanah Didaerah Perkebunan Kabupaten

Suseno menjelaskan pengertian kesejahteraan umum sebagai berikut yaitu kesejahteraan umum sebagai kesejahteraan yang harus diusahakan oleh Negara.39 harus dirumuskan sebagai kesejahteraan yang menunjang tercapainya kesejahteraan anggota-anggota masyarakat. Dengan demikian kesejahteraan umum dirumuskan sebagai jumlah syarat dan kondisi yang perlu tersedia agar anggota masyarakat dapat sejahtera. Kesejahteraan umum dapat dirumuskan sebagai keseluruhan prasyarat- prasyarat sosial yang akan memungkinkan atau mempermudah manusia untuk mengembangkan semua nilainya atau sebagai jumlah semua kondisi kehidupan sosial yang diperlukan agar masing-masing individu, keluarga-keluarga, dan kelompok masyarakat dapat mencapai keutuhan atau perkembangan mereka dengan lebih utuh dan cepat.

Bahwa dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan tanah Negara dibedakan menjadi Tiga, yaitu:

a) Penguasaan secara penuh yaitu, terhadap tanah-tanah yang tidak dipunyai dengan suatu hak oleh suatu subyek hukum. Tanah ini dinamakan tanah bebas/ tanah Negara atau tanah yang langsung dikuasai oleh Negara. Negara dapat memberikan tanah ini kepada suatu subyek hukum dengan suatu hak.

      

39

Franz Magnis-Suseno, 2001, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

b) Penguasaan secara terbatas/ tidak penuh yaitu, terhadap tanah-tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak oleh suatu subyek hukum. Tanah ini dinamakan tanah hak atau tanah yang dikuasai tidak langsung oleh Negara

c) Kekuasaan Negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh Negara terhadap tanah hak, dibatasi oleh isi dari hak itu. Artinya, kekuasaan Negara tersebut dibatasi oleh kekuasaan (wewenang) pemegang hak atas tanah yang diberikan oleh Negara untuk menggunakan haknya.

Menurut Boedi Harsono, bahwa hak bangsa adalah hak penguasaan tanah yang tertinggi disamping hak-hak penguasaan tanah lainya yang ada dibawahnya. Hak-hak penguasaan tanah itu tersusun dalam tata urutan(hierarki) sebagai berikut :40

1) Hak bangsa Indonesia (pasal 1)

2) Hak menguasai oleh Negara atas tanah (pasal 2) 3) Hak ulayat masyarakat hukum adat (pasal 3) 4) Hak-hak perorangan:

a) Hak-hak atas tanah (pasal 4)

1. Primer: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan yang diberikan oleh Negara, dan hak pakai yang diberikan oleh Negara (pasal 16)

      

2. Sekunder: hak guna bangunan dan hak pakai yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa (pasal 37, 41, dan 53)

b) Wakaf (pasal 49) c) Hak jaminan atas tanah

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, dapat dipahami bahwa hak masyarakat hukum adat selain mengandung hak bersama dan hak perseorangan yang meliputi aspek hukum perdata juga mengandung adanya kewajiban mengelola, mengatur tentang penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaanya yang dilakukan oleh kepala adat ataupun para tetua adat yang beraspekkan hukum publik.41 Maka dengan demikian hukum tanah adat akan meliputi ketentuan hukum perdata maupun administratif.

Satjipto Rahardjo merinci hak-hak yang dipunyai oleh pemegang hak milik sebagai berikut:42

1. Pemilik mempunyai hak untuk memiliki barangnya. Dia mungkin tidak memegang atau menguasai barang tersebut, oleh karena barang itu mungkin telah direbut daripadanya oleh orang lain. Sekalipun demikian, hak atas barang itu tetap ada pada pemegang hak semula

2. Pemilik biasanya mempunyai hak untuk menggunakan dan menikmati barang yang dimilikinya yang pada dasarnya merupakan kemerdekaan bagi pemilik untuk berbuat terhadap barangnya

3. Pemilik mempunyai hak untuk menghabiskan, merusak atau megalihkan barangnya. Pada orang yang menguasai suatu barang, hak untuk megalihkan       

41

Moh. Koesnoe,” Catatan- Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press, Surabaya, 1977, h. 34 

42 Satjipto Rahardjo,

itu tidak ada padanya karena azas memo dat quod non habet . si penguasa tidak mempunyai hak dan karenanya juga tidak dapat melakukan pengalihan hak kepada orang lain.

4. Pemilik mempunyai ciri tidak mengenal jangka waktu. Ciri ini sekali lagi membedakannya dari penguasaan, oleh karena yang disebut terakhir terbuka untuk penentuan statusnya lebih lanjut di kemudian hari. Pemilikan secara teoritis berlaku untuk selamanya.

5. Pemilikan mempunyai ciri yang bersifat sisa. Seorang pemilik tanah bisa menyewakan tanahnya kepada A, memberikan hak untuk melintasi tanahnya kepada B dan kepada C memberikan hak yang lain lagi, sedang ia tetap memiliki hak atas tanah itu yang terdiri dari sisanya sesudah hak-hak itu diberikan kepada mereka itu. Dibandingkan dengan pemilik hak untuk melintasi tanah itu, maka hak dari pemilik besifat tidak terbatas. Kita akan mengatakan, bahwa hak yang pertama bersifat menumpang pada hak pemilik yang asli dan keadaan ini disebut sebagai ius in re aliena.

Hal ini didukung oleh adanya beberapa persamaan antara konsep hak ulayat dengan konsep hak menguasai tanah oleh Negara, yaitu :

1) Baik hak ulayat maupun hak menguasai tanah oleh negara merupakan induk dari hak-hak atas tanah lainnya. Di atas tanah hak ulayat dapat muncul hak-hak perorangan atas tanah, demikian pula dengan hak menguasai tanah oleh negara dapat muncul hak-hak perorangan atas tanah.

2) Hak ulayat mempunyai kekuatan berlaku ke dalam yang sama dengan kewenangan negara yang bersumber pada hak menguasai oleh Negara atas tanah, yaitu :

a. Masyarakat hukum itu dalam arti anggota-anggotanya secara bersama- sama dapat memungut hasil dari tanah dan binatang-binatang serta

Dokumen terkait