• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Warga Negara Indonesia Dalam Perkawinan Campuran

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PERKAWINAN YANG TIDAK DISAHKAN DI KANTOR CATATAN SIPIL

4.1. Hak Warga Negara Indonesia Dalam Perkawinan Campuran

Rakyat merupakan kesatuan orang yang didasarkan atas adanya persamaan wilayah dan persamaan sosiologis, seperti persamaan nasib, persamaan sejarah dan persamaan keturunan dan dianggap sebagai unsur dasar suatu Negara, karena manusia itulah yang pertama-tama berkepentingan agar organisasi Negara berjalan.76 Suatu Negara akan terbentuk apabila telah memenuhi unsur-unsur terbentuknya Negara, antara lain:

a. Harus ada rakyat;

b. Harus ada daerah tertentu;

c. Harus ada pemerintah yang berdaulat;

d. Harus ada pengakuan Negara lain tentang kedaulatan Negara tersebut.77 Menurut Montevideo Convention on the Rights and Duties of States yang ditandatangani pada tahun 1933 disebutkan:

The State as a person of International Law should possess the following qualification:

a. A permanent population; b. A defined territory; c. A government; and

d. A capacity to enter into relations with other States.

76

M. Yahya Arwiyah, dkk, 2013, Regulasi Kewarganegaraan Indonesia, CV. Alfabeta, Bandung, hal. 1.

77Max Boli Sabon, 1992, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 15.

(Negara sebagai pribadi Hukum Internasional harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: (a) penduduk yang tetap; (b) wilayah tertentu; (c) pemerintah; dan (d) kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lain). Rakyat diposisikan sebagai unsur pertama yang harus dipenuhi dalam terbentuknya suatu Negara karena Negara terbentuk didasarkan atas adanya keinginan dari rakyat yang dilandasi atas persamaan-persamaan dan cita-cita yang luhur untuk bersatu. Rakyat bukan hanya pencetus cita-cita dan ide-ide tentang kesatuan melainkan pula pelaksana ide-ide tersebut sehingga apa yang dicita-citakan dapat terwujud, yakni terbentuknya suatu Negara.

Rakyat dalam suatu Negara dapat digolongkan menjadi penduduk dan warga Negara. Menurut Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disebut dengan penduduk adalah “Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. Orang asing apabila hendak memasuki wilayah suatu Negara maka harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Negara yang bersangkutan, entah orang asing tersebut akan tinggal untuk sementara waktu atau bertujuan menetap di wilayah Negara tersebut. Setiap orang asing harus menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Negara yang bersangkutan.

Orang asing yang telah menetap di wilayah suatu Negara dan menjadi penduduk memiliki hak yang serupa dengan warga Negara kecuali untuk hal-hal tertentu sebagai berikut:

b. Orang asing tidak memiliki hak untuk dipilih dalam suatu pemilihan umum;

c. Orang asing tidak dapat melamar untuk pekerjaan yang melibatkan keamanan Negara;

d. Orang asing tidak mendapatkan passport Negara yang ditinggali; e. Orang asing tidak memiliki akses Negara perlindungan konsuler;

f. Orang asing dimungkinkan untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan setelah jangka waktu tertentu tinggal.78

Perbedaan pokok antara warga Negara dan orang asing dalam suatu Negara, ialah mengenai hak-hak politik atau berusaha yang hanya dikhususkan kepada warga Negara. Orang asing tidak diperkenankan turut serta di dalam kegiatan politik Negara. Apabila ia hendak berusaha dalam bidang ekonomi, diharuskan mendapat izin usaha dari pemerintah Negara bersangkutan untuk bidang yang tidak dikecualikan untuk orang asing.79 Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak warga Negara di Negara tempat orang asing tersebut tinggal. Misalnya saja dalam bidang perekonomian, Indonesia dikenal memiliki beraneka ragam sumber daya alam yang apabila dikelola akan menghasilkan keuntungan bagi Negara dan rakyat Indonesia. Apabila orang asing diijinkan untuk berinvestasi dan mengadakan bisnis di Indonesia secara terbuka, maka kegiatan eksploitasi sumber daya alam tidak akan terelakkan. Hal ini tentu akan sangat merugikan, tidak hanya Negara tetapi juga seluruh rakyat Indonesia karena hasil

78M. Yahya Arwiyah, dkk, op.cit, hal. 3.

79B.P. Paulus, 1983, Kewarganegaraan RI Ditinjau Dari UUD 1945 Khususnya Kewarganegaraan Peranakan Tionghoa, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 52.

sumber daya alam yang seharusnya dapat digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, justru sepenuhnya dikuasai oleh orang asing demi kepentingan pribadinya.

Istilah penduduk sering diartikan sama dengan istilah warga Negara, padahal kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, warga Negara adalah penduduk sebuah Negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari Negara itu.80 Warga Negara dapat diartikan pula sebagai pendukung atau anggota suatu Negara.81 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menentukan pengertian warga negara sebagai “warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.” Dengan demikian, tidak setiap orang dapat menjadi warga negara suatu negara, melainkan hanya bagi yang menenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan negara yang bersangkutan. Misalnya untuk menjadi warga negara Republik Indonesia, maka harus memenuhi syarat yang ditentukan di dalam UU Kewarganegaraan Republik Indonesia. Hal itu secara tegas ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, bahwa “Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

80

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op.cit, hal. 1125. 81

Kurniatmanto Sutoprawiro, 1993, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 1.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menyatakan bahwa warga Negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah tertentu, dalam hubungannya dengan Negara tersebut.82 Sedangkan Kartasaputra menyatakan bahwa warga Negara adalah sebagai orang-orang yang berada dalam wilayah Negara itu yang benar-benar tunduk dan menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar Negara tersebut. Sedang orang-orang lainnya yang bertempat tinggal di wilayah Negara yang bersangkutan tetapi tidak tunduk kepada Undang-Undang Dasarnya-nya adalah bukan rakyat dari Negara itu.83

Istilah penduduk berbeda obyeknya dengan warga negara. Warga negara suatu negara tidak selalu menjadi penduduk negara yang bersangkutan; sebaliknya, penduduk suatu negara belum tentu sebagai warga negara dari negara yang bersangkutan. Penduduk Indonesia terdiri dari warga negara Indonesia dan orang asing. Seorang tenaga kerja yang berkewarganegaraan Indonesia bekerja di Malaysia, ia sebagai warga negara Indonesia, namun bukan penduduk Indonesia, melainkan menjadi penduduk Malaysia. Sebaliknya, seorang warga negara Belanda yang bertempat tinggal dan menetap di Indonesia merupakan penduduk Indonesia, akan tetapi tetap sebagai warga negara Belanda. Pembagian penduduk atas warga negara dan orang asing sangat penting karena berimplikasi yuridis yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajibannya.

Penentuan seseorang sebagai Warga Negara Indonesia dapat ditentukan melalui beberapa asas seperti yang tercantum dalam bagian Penjelasan

82

Moh.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Sastra Hudaya, Jakarta, hal. 1.

83Kartasaputra, 1987, Sistimatika Hukum Tata Negara, Bina Aksara, Jakarta, hal.1.

Undan No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagai berikut:

1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.

2. Asas ius soli (law of the oil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menentukan bahwa “Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara”. Seseorang baik itu bangsa Indonesia asli maupun bangsa lain dapat menjadi Warga Negara Indonesia asalkan mereka memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur untuk dapat menjadi seorang Warga Negara Indonesia. Bagi bangsa Indonesia asli, status kewarganegaraannya dapat ditentukan melalui asas-asas yang telah disebutkan di atas.

Setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya, untuk itulah warga Negara juga dikatakan sebagai pendukung hak dan kewajiban suatu Negara. Hak dan kewajiban ini timbul dikarenakan adanya hubungan hukum antara Negara dengan warga Negara. Tidak hanya warga Negara yang memiliki hak dan kewajiban, melainkan Negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya. Perlindungan yang diberikan oleh Negara kepada

warga Negara diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut:

a. Negara menjamin bahwa setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan {Pasal 27 ayat (1)};

b. Negara menjamin setiap warga Negara untuk menikmati kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28);

c. Negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing {Pasal 29 ayat (2)};

d. Negara melindungi, mengayomi dan menjaga keamanan rakyat melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 30); e. Negara memberi perlindungan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar

(Pasal 34).

Setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa terkecuali. Persamaan tersebut harus dijunjung tinggi guna menghindari adanya kecemburuan sosial yang terjadi di masyarakat dan mempunyai dampak negatif yang akan muncul dikemudian hari. Hak setiap warga Negara adalah hak mutlak yang dilakukan oleh seorang warga Negara yang baik yang bisa memajukan suatu

Negara dengan hal-hal positif. Hak tersebut juga harus dilaksanakan dengan sesuai peraturan hukum yang berlaku disuatu Negara.84

Hak dan kewajiban memiliki hubungan timbal balik antara satu sama lainnya dengan demikian warga Negara memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sebelum mereka menerima haknya sebagai warga Negara. Kewajiban-kewajiban sebagai seorang warga Negara diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia yakni di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diantaranya:

a. Setiap warga Negara wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan (Pasal 27);

b. Setiap warga Negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara (Pasal 27);

c. Setiap warga Negara wajib menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) orang lain (Pasal 28);

d. Setiap warga Negara wajib tunduk pada pembatasan undang-undang dalam menjalankan hak dan kebebasannya (Pasal 28);

e. Setiap warga Negara wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara (Pasal 30);

f. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar yang dibiayai oleh Pemerintah (Pasal 31).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia tidak hanya mengatur mengenai

84Anonim, 4 Maret 2012, Hak Sebagai Warga Negara Indonesia,

kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap warga Negara, melainkan pula mengatur mengenai hak-hak yang dimiliki oleh setiap warga Negara. Hak-hak yang diatur tidak hanya mengenai hak yang timbul akibat adanya hubungan hukum antara Negara dengan warga Negara melainkan pula terdapat pengaturan mengenai hak paling mendasar yang dimiliki manusia sejak ia dilahirkan, yaitu Hak Asas Manusia (HAM).

Hakikat keberadaan dan dasar Hak Asasi Manusia semata-mata untuk kepentingan manusia sendiri, artinya setiap manusia atau individu dapat menikmati Hak Asasi Manusianya. Manusia merupakan satu pribadi utuh dan dalam masyarakat tidak larut atau tidak hilang jati diri atau kepribadiannya sebagai manusia, ia mempunyai hak atas dirinya sendiri lepas dari orang lain. Dengan demikian, setiap individu tetap mempunyai Hak Asasi Manusia tanpa terkecuali.85 Hak Asasi Manusia merupakan hak paling hakiki yang dimiliki oleh setiap manusia tanpa memandang golongan, ras, suku bangsa, agama. Masing-masing individu atau manusia memiliki Hak Asasi Manusia yang sama dan harus dijunjung tinggi tanpa adanya diskriminasi antara satu dengan yang lainnya.

Permasalahan terkait Hak Asasi Manusia menjadi isu penting di seluruh dunia. Setiap Negara yang ada di 5 (lima) benua mempunyai permasalahan tersendiri terkait dengan Hak Asasi Manusia. Oleh karena Hak Asasi Manusia dianggap sangat penting, maka segala jenis pelanggaran terkait Hak Asasi Manusia akan menjadi sorotan dan mendapat penanganan yang sangat tegas. Permasalahan terkait Hak Asasi Manusia telah ada sejak beberapa abad yang lalu,

85

A. Masyhur Effendi, 1994, Dimensi Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 47.

yakni pada tahun 1215 di Inggris. Pada saat itu, kekuasaan raja sangat absolut dimana raja sebagai pembuat hukum justru tidak terikat oleh hukum, sehingga kekuasaan raja menjadi tidak terbatas dan sewenang-wenang. Hal ini membawa dampak yang sangat buruk bagi kelangsungan rakyat sehingga dengan kesewenang-wenangan tersebut telah melanggar hak-hak yang dimiliki rakyat. Rakyat tidak diberi kesempatan untuk menikmati Hak Asasi Manusianya secara bebas dan tanpa batas. Kondisi ini kemudian berujung pada lahirnya Magna

Charta.86

Setelah lahirnya Magna Charta dan masih berlokasi di Inggris, lahirlah Habeas Corpus pada tahun 1679. Dokumen ini lahir karena adanya reaksi keras

dari rakyat Inggris atas kesewenang-wenangan militer Inggris yang melakukan penangkapan warga yang kemudian mengakibatkan rakyat melakukan tekanan terhadap Parlemen agar memberikan kepada warga yang rentan terhadap kesewenang-wenangan tersebut. Pada tahun 1688, tidak lama berselang setalah lahirnya Habeas Corpus tercetuslah Bill of Rights yang beberapa pokok pikirannya sangat mempengaruhi perundang-undangan modern Inggris dan juga kemudian berpengaruh pada semua konstitusi modern di dunia. Dokumen ini menjamin beberapa hak sipil dan hak politik yang tidak dapat diubah pada rakyat Inggris. Satu abad kemudian di Prancis lahirlah La declaration des droits de

l’Homme et du Citoyen atau Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warga Negara yang

dalam bagian pembukaannya ditegaskan dengan penuh keyakinan bahwa semua kesengsaraan dan penderitaan di dunia ini terjadi hanya karena pengabaian dan

86

Anonim, 14 Juli 2010, Sejarah Hak Asasi Manusia,

penghinaan terhadap hak-hak kodrati manusia. Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia bisa ditarik dalam rentang perjalanan bangsa-bangsa yang sudah berabad-abad lamanya, namun untuk konteks internasional sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia yang mempunyai efek paling meluas dimulai dengan

Universal Declaration of Human Rights atau Pernyataan Sedunia Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan oleh Sidang Umum PBB 10 Desember 1948.87

Hak Asasi Manusia juga menjadi permasalahan yang menjadi sorotan di Indonesia. Pemikiran tentang Hak Asasi Manusia telah muncul sejak awal pergerakan kemerdekaan dan sampai saat ini telah mendapat pengakuan dalam bentk hukum tertulis yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Tonggak utama pengaturan Hak Asasi Manusia terdapat pada konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pada awalnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya memuat enam pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia, namun kemudian mengalami perubahan-perubahan yang sangat signifikan yang kemudian dituangkan dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada bulan Agustus tahun 2000. Sebelum Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dan diundangkan, sudah terdapat beberapa peraturan

87

Marianus Kleden, 2009, Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Komunal: Kajian Atas Konsep HAM Dalam Teks-teks Adat Lamaholot Dan Relevansinya Terhadap HAM Dalam UUD 1945, Cetakan Kedua, Lamalera, Yogyakarta, hal. 48-63.

undangan yang menjadi awal pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia dan menjadi pemicu terjadinya Perubahan tersebut. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.88 Meskipun telah terdapat pengaturan secara khusus mengenai Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, namun dengan adanya Perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan konstitusi Negara Republik Indonesia diharapkan akan semakin memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia karena Hak Asasi Manusia akan menjadi hak yang dilindungi secara konstitusional sehingga semakin memberi kepastian hukum apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia tersebut.

Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia mengadaptasi pengaturan-pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia yang terdapat dalam Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memuat definisi Hak Asasi Manusia, namun definisi tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni:

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh

88

Bagir Manan, 2001, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia, PT. Alumni, Bandung, hal. 81.

negara hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari 11 Bab dan 106 Pasal. Keseluruhan pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut mengatur seluruh hak paling mendasar yang dimiliki oleh manusia diantaranya:

a. Hak untuk hidup (Pasal 9);

b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10); c. Hak mengembangkan diri (Pasal 11 sampai dengan Pasal 16); d. Hak memperoleh keadilan (Pasal 17 sampai dengan Pasal 19); e. Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 20 sampai dengan Pasal 27); f. Hak atas rasa aman (Pasal 28 sampai dengan Pasal 35);

g. Hak atas kesejahteraan (Pasal 36 sampai dengan Pasal 42);

h. Hak turut serta dalam pemerintahan (Pasal 43 sampai dengan Pasal 44); i. Hak wanita (Pasal 45 sampai dengan Pasal 51);

j. Hak anak (Pasal 52 sampai dengan Pasal 66).

Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia dapat ditemukan pada Bab XA mulai dari Pasal 28A sampai dengan 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak-hak tersebut antara lain:

a. Hak untuk hidup (Pasal 28A);

b. Hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 28B); c. Hak untuk mengembangkan diri (Pasal 28C);

d. Hak atas rasa aman, hak untuk turut serta dalam pemerintahan, hak untuk dapat bekerja dan hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28D);

e. Hak atas kebebasan pribadi (Pasal 28E);

f. Hak untuk dapat berkomunikasi dan memperoleh informasi (Pasal 28F); g. Hak atas perlindungan, hak untuk bebas dari penyiksaan (Pasal 28G); h. Hak atas kesejahteraan (Pasal 28H);

i. Hak atas keadilan (Pasal 28I);

Uraian hak-hak yang disebutkan di atas, baik yang terdapat dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia maupun dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 masing-masing mengatur mengenai hak fundamental yang dimiliki Warga Negara Indonesia. Hak-hak Warga Negara Indonesia yang berkaitan satu sama lain dan akan dibahas dalam penelitian ini adalah hak untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan serta hak atas kesejahteraan.

Pada Pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”. Dengan demikian, melangsungkan perkawinan sejatinya merupakan hak asasi bagi setiap manusia dan setiap Warga Negara Indonesia diberikan kebebasan untuk menjalankan haknya tersebut. Kebebasan untuk menjalankan hak tersebut dalam hal ini diartikan sebagai kebebasan yang bertanggung jawab, dimana setiap Warga Negara Indonesia harus menghormati hak-hak warga lain dan dalam menjalankan haknya tersebut tidak boleh melanggar hak yang dimiliki warga lain. Warga Negara Indonesia berhak untuk melangsungkan perkawinan sepanjang

dilangsungkan secara sah yang berarti bahwa perkawinan tersebut harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Ketentuan tersebut di atas tidak memberikan batasan dari segi kewarganegaraan para pihak yang akan melangsungkan perkawinan sehingga dapat dikatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk melangsungkan perkawinan baik itu dengan sesama Warga Negara Indonesia maupun dengan Warga Negara Asing. Perkawinan yang dilangsungkan antara sesama Warga Negara Indonesia tidak akan berdampak pada status kewarganegaraan masing-masing pihak sehingga tidak akan mempengaruhi hak-haknya sebagai Warga Negara Indonesia, namun tidak demikian dengan perkawinan yang dilangsungkan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa perkawinan yang dilangsungkan antara 2 (dua) orang yang berbeda kewarganegaraan disebut dengan Perkawinan Campuran. Perkawinan Campuran akan berdampak pada status kewarganegaraan masing-masing pihak dalam perkawinan tersebut. Hal ini tentu akan berpengaruh pula terhadap hak-hak pihak yang berkewarganegaraan Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 58 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa:

Bagi orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan Perkawinan Campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.

Cara-cara kehilangan atau memperoleh kewarganegaraan akibat Perkawinan Campuran yang dimaksudkan dalam pasal tersebut di atas dapat ditemukan dalam

Pasal 26 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagai berikut:

(1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum Negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.

(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga