• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Hakikat Pembelajaran Sastra

Materi atau bahan pelajaran merupakan salah satu komponen penting selain komponen pengajar dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran bisa disebut interaktif edukatif yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah dicanangkan untuk satu tujuan tertentu, setidaknya tercapai tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam satuan

pembelajaran.27 Pelajaran-pelajaran yang dirancang tentunya memiliki peranan yang sangat penting bagi terlaksananya tujuan pendidikan. Tujuan dari pembelajaran tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan kognitif, tujuan afektif, dan tujuan psikomotorik. Ada banyak materi pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah pembelajaran sastra. Kaitannya dengan pembelajaran, sastra memiliki konstribusi yang sangat besar dalam dunia pendidikan khususnya bagi pembelajaran sastra di sekolah. Sebagaimana yang disebutkan dalam kurikulum 1994 dan Garis-garis Besar Program Pengajaran bahasa Indonesian tentang pembelajaran sastra tertera bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Berdasarkan pedoman tersebut, jelas sekali bahwa pembelajaran sastra memiliki tujuan yang jelas, secara tidak langsung melalui pembelajaran sastra. Peserta didik dituntut untuk mengapresiasikan karya sastra yang dibaca dan dipelajarinya. Mengapresiasi berarti menilai dan memaknai dari karya sastra itu sendiri, mengungkapkan nilai dan pesan apa yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya. Oemarjati mengungkapkan bahwa:

Mengapresiasikan sastra berarti menanggapi sastra dengan kemampuan afektif yang disatu pihat peka terhadap nilai-nilai yang dikandung sastra yang bersangkutan baik yang tersurat maupun tersirat dan kerangka tematik yang mendasarinya. Di lain pihak kepekaan tanggapan tersebut berupaya memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks persoalan. Dengan demikian pembelajaran di sekolah dilakukan dengan metode yang tepat mengacu kepada kemampuan afektif siswa, sehingga menjadi apresiatif.28

27

Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 202.

28Boen, S Oemarjati, “PembinaanApresiasi Sastra dalam Proses Belajar-Mengajar” dalam Bambang Kaswanti Purwa (ed), “Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa: Pembahasan Pembelajaran”,

Karya sastra mengandung unsur pendidikan dan pengajaran. Pengajaran tersebut berkaitan dengan pembelajaran sastra di sekolah yang mempunyai intruksional khusus bagi pendidikan. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004, yaitu 1) Agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan kemampuan berbahasa; 2) peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektuan manusia Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya sastra yang baik selalu mengandung sesuatu yang patut direnungkan. Hasil perenungan itu pada akhirnya dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dan menumbuhkan semacam emosi dan dorongan positif terhadap perkembangan pengetahuan manusia itu sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Horace bahwa fungsi karya sastra sebagai dulce

et utile, yaitu sebagai penghibur sekaligus berguna.29 Pengertian ini menunjukan

bahwa fungsi karya sastra bukan hanya untuk mengibur, tetapi juga karya sastra dapat mengajarkan sesuatu yang berguna.

Seperti kita ketahui ada empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mengikutsertakan sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa melatih keterampilan membaca, dan mungkin ditambah sedikit kemampuan menyimak, berbicara, dan menulis yang saling berhubungan satu sama lain.

Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman, atu lewat pita rekaman. Siswa dapat melatih kemampuan bicara dengan ikut berperan dalam suatu lakon drama. Siswa juga dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau pun prosa cerita, dan karena sastra itu

29 Achadiati Ikram, dkk, “Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan Aksara”,

menarik, siswa dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasilnya sebagai latihan keterampilan menulis.30

Dengan demikian, kehadiran sastra dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Karena dengan pembelajaran sastra siswa dapat menemukan fakta-fakta yang berisikan pengetahuan. Fakta-fakta yang ditemukan itu dapat berupa nilai-nilai kemanusiaan seperti, nilai moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai religius. Bahkan dapat lebih dari itu, dengan pembelajaran sastra, siswa dapat melatih kemampuan dalam menganalisis dan merealisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra, yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif, dan yang bersifat sosial.31 Dalam pelaksanaan pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan kemampuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Sesuai dengan amanat Kurikulum 2004, pembelajaran sastra hendaknya digunakan peserta didik sebagai salah satu kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai peserta didik melalui pengalaman belajar. Dalam kurikulum 2004 kecakapan hidup ini disebut sebagai Standar Kompetensi Lintas Kurikulum. Kecakapan hidup dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis. Kelima jenis kecakapan itu adalah:

1. Kecakapan mengenal diri (self awarenesses) atau kecakapan personal 2. Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)

3. Kecakapan sosial (social skill)

4. Kecakapan akademik (academic skill) 5. Kecakapan vokasional (cocasional skill)32

30

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), Cet VIII, h. 17.

31

Ibid., h. 19.

32

Mengacu pada amanat kurikulum di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra memiliki peranan yang sangat besar terhadap pembentukan siswa, karena dengan pembelajaran sastra siswa dituntut mengapresiasikan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra yang telah dipelajarinya. Dan nilai-nilai-nilai-nilai kemanusiaan tersebut ditanamkan dalam diri siswa sehingga dapat mempengaruhi daya imajinasi, pola pikir, emosional, kreatifitas, dan intelektual siswa.

Banyak jenis karya sastra yang dapat diapresiasikan oleh siswa untuk pembelajara, salah satunya adalah novel. Novel biasanya sering dipilih untuk diapresiasi karena novel adalah jenis karya sastra yang menceritakan kehidupan seorang manusia. Dalam novel terdapat konflik permasalahan yang terkadang terjadi pula dalam kehidupan nyata yang menjadikan cerita itu tidak terlihat monoton. Cerita itu disampaikan oleh penulis dengan menggunakan bahasa yang sehari-hari. Selain itu dalam sebuah novel juga biasanya terdapat nila-nilai kemanusiaan yang bisa direnungkan pada kehidupan sehari-hari. Begitulah sastra dengan hasil karyanya, dapat memberikan sisi positif bagi kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan.

Dokumen terkait