• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS

C. Analisis Ketidakadilan Gender Pada Perempuan yang Terdapat dalam

2. Subordinasi Terhadap Perempuan

Subordinasi adalah suatu sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau irasional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin.16 Konsep subordinasi pada perempuan dalam PBS berbeda dengan konsep subordinasi pada perempuan dalam GJ. Dalam PBS subordinasi terlihat dalam lingkup rumah tangga yaitu melalui pendidikan yaitu dengan memprioritaskan anak laki-laki untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi dibandingkan perempuan, ini disebabkan adanya anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan menjadi ibu rumah tangga yang kerjaannya hanya untuk mengurusi urusan rumah tangga. Dalam PBS tokoh utama tidak diizinkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan kedua saudara laki-lakinya boleh. Tapi walaupun demikian Abidah tetap menggambarkan tokoh utama yang memiliki pintar. Tokoh utama yang diceritakan menikah ketika ia baru lulus Sekolah Dasar karena perjodohan, tetap melanjutkan sekolahnya setelah ia menikah. “Maka, sekalipun sudah hampir dua minggu aku absen dari panggilan guru,, kupaksakan diri ini untuk kembali ke sekolah Tsanawiyah. Dengan penuh keyakinan bahwa segalanya akan berubah

ketika lautan ilmu itu telah berkumpul di sini, dalam otakku.”(PBS. h. 98)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama tidak ingin putus sekolah lantaran ia sudah menikah. Ia tetap melanjutkan sekolahnya sampai akhirnya Aliyah (setara dengan SMA). Saat Aliyah ia bercerai dengan Samsudin dengan alasan karena selama ini Samsudin selalu berbuat kasar dan tak henti-hentinya menyakitinya. Terlihat bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam PBS tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolahnya dan hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Pemikiran yang seperti inilah yang coba disingkirkan dengan

16

penggambaran tokoh Annisa yang teguh kukuh tak menyerah untuk terus bersekolah.

Peranan orang tua yang seharusnya bisa melindungi hak-hak anak, baik itu anak laki-laki ataupun perempuan, dan memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, tidak memaksakan kehendak orang tua terutama dalam pernikahan dan pemilihan jodoh. Anak perempuan memiliki kebebasan sendiri menentukan pasangan hidupnya, dan orang tua hanya cukup memberikan nasihat dan pertimbangannya. Semua hal itu tidak terlihat dalam novel ini yang hampir semua tokoh perempuannya tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi, dan pemaksaan pernikahan yang dilakukan oleh orang tua tokoh utama.

Dua tahun kemudian dalam novel yang berjudul Geni Jora karya Abidah El Khalieqy terlihat penggambaran yang berbeda mengenai pendidikan untuk perempuan. Dalam GJ dijelaskan bahwa pendidikan bagi wanita pun penting. Ini ditunjukkan dari keadaan Kejora yang sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk menuntut ilmu meskipun ia adalah seorang perempuan. Berbeda dengan PBS yang hampir semua tokoh perempuannya tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih tinggi. Dalam GJ tokoh perempuan di sini mendapatkan dukungan untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih tinggi, seperti pada kutipan berikut:

“Kami mau les, Om.” Aku menjawab “Mau les? Les apa?”

“Les bahasa Arab.”

“Masa? Kalian mau jadi TKW?”

Idih! Om norak. Kami sih mau masuk pesantren, bukan jadi TKW

Om.”

“Oh...begitu. hebat, dong. Ngomong-ngomong bukannya kalian

selama ini juga tinggal di pesantren?”(GJ. h. 105)

Kutipan di atas menyatakan bahwa dari kecil Kejora dan Lola sudah dipersiapkan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Bahkan

sampai mengikuti les agar bisa diterima di sekolah yang diinginkan. Walaupun biasanya mereka tidak pernah diijinkan untuk keluar dari rumah tapi untuk menuntut ilmu mereka diijinkan untuk membuka gerbang rumahnya. Penggambaran perempuan yang sulit mendapatkan pendidikan yang diperlihatkan dengan sangat jelas di PBS tidak terlihat dalam novel GJ. Selain itu, melalui tokoh Omi (ibunda Zakky) dijelaskan bahwa perempuan pun mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Abidah juga memberikan pandangannya tentang pendidikan dalam tradisi Syi’i, yaitu pendidikan bagi perempuan lebih penting

daripada pendidikan bagi laki-laki, seperti pada kutipan berikut: “Akan sangat berbeda jika sudah membicarakan masalah pendidikan. Omi Ida banyak dipengaruhi pernikahan Fathimiyah yang justru tidak mengkoloni Turki. Dalam tradisi Syi‟I, pendidikn untuk perempuan bagi

perempuan lebih utama dibandingkan pendidikan bagi laki-laki. (GJ. h.

189) Kutipan tersebut terlihat bahwa Abidah menambahkan pandangan tentang kebudayaan yang mengutamakan pendidikan untuk perempuan dibandingkan laki-laki melalui tokoh Omi Ida yang merupakan ibu dari Zakky. Melalui tokoh Omi Ida, Abidah ingin menyampaikan pandanganya bahwa pendidikan juga sangat penting bagi kaum perempuan.

Pemilihan Negara Timur Tengah sebagai tempat untuk melanjutkan sekolah karena Negara-negara di Timur Tengah dapat dijadikan sebagai simbol kebebasan. Seperti kutipan berikut.

Di sini kutemukan orang Afrika bergandengan tangan dengan orang Prancis. Orang Prancis bermain football bersama orang Arab dan orang Yahudi menjual taring macan pada orang Herber. Sementara orang Herber berdesak-desakan memotong permadani Tazenakht dengan permata asli untuk ditawarkan kepada orang Afrika. Berduyun-duyun manusia dari berbagai ras yang berkulit hitam, berkulit cokelat, dan berkulit putih, meramaikan kebidupan dan membentuk kebudayaan Maroko. (GJ. h. 12—13)

Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dalam menggambarkan Subordinasi pada perempuan dalam PBS dan GJ. Dalam PBS, digambarkan bahwa pendidikan bagi perempuan tidaklah penting, oleh karena itu tokoh-tokoh perempuan dalam PBS tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Sedngkan dalam GJ tokoh-tokoh perempuannya dapat melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan ke luar negeri. Selain itu dalam PBS tokoh utamanya dipaksa untuk menerima perjodohan oleh orang tuanya yang berujung pada perceraian. Sedangkan dalam GJ tokoh utamanya diberi kebebasan untuk memilih dan menentukan pendamping hidupnya.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan saat menggambarkan subordinasi pada perempuan kedua novelnya, yaitu

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora. Dalam PBS Abidah selalu

mengangkat isu subordinasi yaitu mengenai pendidikan yang tidak terlalu penting bagi perempuan. Akan tetapi pada GJ, Abidah tida menyinggung subordinasi mengenai pendidikan. Karena semua tokoh perempuan dalam GJ berpendidikan tinggi.

Dokumen terkait