• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketidakadilan Gender Pada Perempuan Dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Dan Geni Jora Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra Di Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketidakadilan Gender Pada Perempuan Dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Dan Geni Jora Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra Di Sekolah"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ila Nurlaila

109013000041

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M. Hum.

Gender merupakan konsep kultural yang dibangun oleh masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan adanya kesulitan pergerakan bagi perempuan untuk menembus perubahan pandangan terhadap gender karena hal ini dibangun oleh sekelompok masyarakat. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana struktur yang membangun novel Perempuan Berkalung Sorban

dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy? 2) Bagaimana ketidakadilan pada

perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketidakadilan pada perempuan dalam novel Perempuan BerkalungSorban dan Geni Jora.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Subjek penelitian ini adalah ketidakadilan terhadap perempuan dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora, dan sebagai objek penelitian adalah novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora. Teknik pengumpulan data pada

penelitian ini menggunakan metode penentuan unit analysis, pencatatan data dan analisis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, tampak ketidakadilan gender yang terjadi pada perempuan dalam novel “Perempuan Berkalung Sorban” dan “Geni Jora” meliputi lima aspek, yaitu, . 1) Marginalisasi terhadap perempuan. 2) Subordinasi terhadap perempuan. 3) Stereotip terhadap perempuan. 4) Violence (kekerasan) yang terjadi pada perempuan. 5) Beban kerja terhadap perempuan. Sikap-sikap yang ditunjukan oleh tokoh utama dan nilai-nilai yang terkandung dalam kedua novel tersebut dapat dijadikan pembelajaran sastra.

(6)

ii

ILA NURLAILA, 109013000041, " Gender Inequalities toward Women in

“Perempuan Berkalung Sorban” and “Geni Jora” novel and its Implications for

Literature Learning at School". Indonesian Language and Literature Departement, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic of Syarif Hidayatullah Jakarta. Advisor: Rosida Erowati, M.Hum.

Gender is a cultural concept which is built by the society. This caused movement difficulty to break gender point of view because this concept is built by certain society. Mirroring that concept, this research focuses on problem; 1) how is the structure of Perempuan Berkalung Sorban by Abidah El Khalieqy novel is? 2) how does the author face the gender inequalities in Perempuan Berkalung Sorban

and Geni Jora novel by Abidah El Khalieqy? The aim of this study is to know the

author’s attitude of inequitable gender in Perempuan Berkalung Sorban and Geni Jora novel.

The method used in this study is content analysis method. The subject of this study, gender inequalities toward women of the Perempuan Berkalun Sorban and

Geni Jora novel by Abidah El Khalieqy, and as the object research is Perempuan

Berkalung Sorban and Geni Jora novel. Data collection in this study using the

method of determining the unit of analysis, data recording, and analysis.

Based on the research, gender inequalities toward women includes five aspects: 1) The marginalization toward women. 2) The subordinate toward women. 3) The stereotype toward women. 4) The violence toward women. 5) The force labor toward women. These atittudes showed by main character a moral values inside both novel. These attitudes are valued for literature.

(7)

iii

Hidayah-Nya, serta kesehatan jasmani dan rohani kepada penulis sehingga diberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Ketidakadilan Gender dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Solawat Serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad Saw, dan kesejahteraan semoga selalu menyertai keluarga Beliau, para sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang mengarapkan syafa’at darinya.

Penulis menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak nasihat, saran, bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’I, MA., P.h.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah mempermudah dan melancarkan penyelesaian skripsi ini; 2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z. A., M. Pd., selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan Ilmu, bimbingan, dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini;

3. Rosida Erowati, M. Hum., selaku dosen Pembimbing skripsi yang telah sedia meluangkan waktunya, sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmunya kepada penulis. Hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

(8)

iv

6. Ucapan teristimewa ditujukan kepada kedua orang tua penulis, yaitu Drs. Zaenal Abidin S. Pd. I. dan Komariyah A.Z. S.Pd. I. yang telah merawat, membimbing, dan tak henti-hentinya memberikan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ucapan teristimewa juga ditujukan kepada kakak terbaik penulis, Eva

Rifa’atul Mahmudah, S. Pd. yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, yaitu Dessy Triwulansari Sudrajat, S. Pd., Dian Ahati Mulyani, AMG., Puri Restiana Dewi, S.IP., Riska Rosiana Sularno, AMGK., Ratu Dewi Fauziah, Amd. Kep., Qaulfillah Medina Nurdin, Emma Purnama Sari S. Pd., Wulan Alfitiana S. Pd., Nurul Mardiah S. Pd., Irina Widya Ningsih S. Pd., Nuraida Marliani Sari S. Pd.. Terimakasih atas semua dukungan dan motivasi yang telah kalian berikan selama ini, kalian adalah sahabat terbaik penulis.

9. Teman-teman penulis, Harmella S. Pd., Ummul Kulsum S. Pd., Ina Rofiatul Husna S. Pd., Inayah, Anis Novita S. Pd., Santi Novianti S. Pd., Helrahmi Yusman S. Th. Q., Siti Nurfitriani, S. Pd., Slamet Yahya Sri Abdullah S. Pd. I., Mutia Mutmainah S. Pd., Rhani Az-Zhara, Sonya Maryana.

10.Teman-teman satu perjuangan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sasra Indonesia angkatan 2009 khususnya kelas A yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(9)

v sastra Indonesia.

Jakarta, 2 Mei 2014

(10)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT………. ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C.Batasan Masalah ... 4

D.Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G.Metodologi Penelitian ... 6

A. BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A.Hakikat Gender ... 9

B. Hakikat Novel ... 12

C.Unsur Intrinsik Novel ... 13

D.Hakikat Pembelajaran Sastra... 19

E. Penelitian yang Relevan ... 23

BAB III BIOGRAFI PENGARANG ... 27

B. Biografi Abidah El Khalieqy ... 27

1. Abidah dan Kultur Pesantren ... 30

2. Konsep Dasar Pembuatan Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora ... 31

C. Sinopsis Perempuan Berkalung Sorban ... 33

D. Sinopsis Geni Jora ... 34

BAB IV HASIL ANALISIS ... 37

A. Unsur Intrinsik Perempuan Berkalung Sorban ... 37

(11)

vii

5. Sudut Pandang ... 53

B. Struktur Geni Jora ... 54

1. Tema ... 55

2. Tokoh dan Penokohan ... 56

3. Alur ... 66

4. Latar ... 68

5. Sudut Pandang ... 71

C. Analisis Ketidakadilan Gender Pada Perempuan yang Terdapat dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora ... 72

1. Marginalisasi Terhadap Perempuan ... 74

2. Subordinasi Terhadap Perempuan ... 80

3. Stereotip Terhadap Perempuan ... 83

4. Kekerasan Terhadap Perempuan ... 87

5. Beban Kerja Terhadap Perempuan ... 92

D. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 97

BAB V PENUTUP ... 100

A. Simpulan ... 100

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama berabad-abad manusia telah membuat gambaran tentang perempuan dengan cara pandang yang ambigu. Perempuan dipuja sekaligus direndahkan. Ia dianggap sebagai keindahan bagaikan bunga yang baru saja mekar, lalu kemudian dicampakkan begitu saja setelah layu. Tubuh perempuan identik dengan pesona dan kesenangan, tetapi dalam waktu yang bersamaan ia dieksploitasi demi hasrat dan keuntungan. Masyarakat muslim memuji perempuan, dalam hadis yang mengatakan bahwa “Surga di bawah

kaki ibu” dan pada saat lain, ketika ia menjadi seorang istri, ia harus tunduk sepenuhnya kepada suami, tak boleh keluar rumah sepanjang suami tak mengijinkan. Dalam pandangan masyarakat yang kolot perempuan selalu dianggap nomor dua dibanding laki-laki. Perempuan hanyalah makhluk lemah yang tidak berdaya, yang bisanya hanya menangis. Perempuan tugasnya hanyalah memasak di dapur, mengurus anak, melayani suami dan patuh terhadap suami. Perempuan dianggap tidak mampu melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Perempuan juga tidak harus memperoleh pendidikan yang tinggi, cukup mampu baca tulis saja.

Banyak perempuan yang rela menerima kodratnya dan menjalani keadaan hidup dengan pasrah mengabdi pada kaum laki-laki. Namun, tidak sedikit pula perempuan yang merasakan ketidakadilan pada dirinya dan ingin terlepas dari anggapan bahwa perempuan itu makhluk lemah yang tidak bisa apa-apa. Anggapan terhadap perbedaan gender inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidakadilan gender. Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan gender

(gender inequalities). Namun, yang menjadi masalah adalah ternyata

(13)

perbedaan gender ini telah menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan.1

Islam sebagai agama, pada hakikatnya terlihat pada aspek nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Salah satu bentuk elaborasi dari nilai-nilai kemanusiaan itu adalah pengakuan tulus terhadap kesamaan dan kesatuan manusia.2 Islam menghapuskan sekat-sekat diskriminasi dan subordinasi. Atas dasar keadilan dan kesetaraan semua dipersaudarakan dalam Islam.3 Namun kenyataannya posisi perempuan masih dalam posisi subordinasi dari laki-laki. Dipinggirkan, dan mendapat diskriminasi dalam berbagai kesempatan dan dalam berbagai sektor kehidupan.

Dalam aspek pendidikan perempuan merupakan salah satu pihak yang paling sedikit tersentuh dalam pembaharuan pemikiran Islam. Hal ini terbukti menurut intelektual Palestina D. Ghada Karni sebagaimana dikutip oleh Faridi yang mengatakan bahwa di sektor pendidikan perempuan jauh ketinggalan, baik dari tingkat kebutaaksaraan terlebih partisipasinya pada lembaga pendidikan formal. Dalam kebutaaksaraan kondisi Somalia merupakan Negara terparah karena 80 persen perempuan buta huruf, di Irak dan Libia, tingkat kebutaaksaraan mencapai 51 persen, di Kwait 33 persen.4 Dari data tersebut terlihat bahwa pada kenyataan dalam dunia pendidikan perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki.

Dalam lingkungan keluarga perempuan sering mendapat kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga yang lain seperti suami. Jumlah kekerasan yang terjadi pada perempuan di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Data kekerasan yang terjadi pada perempuan di Indonesia adalah sebagai berikut: pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus kekerasan pada

1

Riant Nugroho, Gender dan Stratedi Pengarus-Utamaannya di Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008), h. 9

Asnal Mala, Perspektif Gender dalam Pendidikan Pesantren,

(14)

perempuan, tahun 2002 sebanyak 5.163 kasus, tahun 2003 sebanyak 7.787 kasus, tahun 2004 sebanyak 14.040 kasus, tahun 2005 sebanyak 20.391 kasus, tahun 2006 sebanyak 22.512 kasus, dan pada tahun 2007 sebanyak 25.522 kasus.5 Dilihat dari data tersebut, kekerasan yang terjadi pada perempuan terus meningkat setiap tahunnya.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap persoalan-persoalan yang terjadi pada perempuan, Abidah El Khalieqy mengajak pembaca untuk mengetahui secara lebih detail permasalahan yang sering terjadi pada perempuan terkait dengan ketidakadilan gender yang biasa dialami perempuan. Penggambaran Abidah tentang sosok perempuan Islam berbeda dengan sosok perempuan Islam yang biasa diceritakan pada novel-novel yang bernuansa Islam lainnya seperti Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Dalam karyanya, Abidah menunjukkan sosok perempuan yang sangat berani untuk menuntut kebebasan dari patriarki dan juga mengkritisi dunia laki-laki yang tergambarkan pada novelnya yang berjudul Perempuan Berkalung Sorban (2001) dan Geni Jora (2003).

Perempuan Berkalung Sorban merupakan novel yang pernah mendapatkan

protes dan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Dua tahun kemudian Abidah menulis novel yang berjudul Geni Jora. Geni Jora merupakan novel Abidah yang mendapatkan juara kedua dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta. Permasalahan yang cukup kompleks mengenai kedudukan wanita dalam Islam, keluarga dan masyarakat juga terlihat dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban. Sebagai karya yang berbicara mengenai

agama dan moral, Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora merupakan salah satu yang dianjurkan untuk dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran sastra.

Sebagai lembaga pendidikan, sekolah bertugas memberikan pembelajaran moral, agama, dan sosial kepada para siswanya. Pembelajaran

5

(15)

ini bisa dilakukan dengan memberikan pembinaan melalui karya sastra. Pada hakikatnya, Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora merupakan buku yang berisi cerita yang baik dan menarik yang turut memberikan pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan watak, prilaku, dan kepribadian anak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat skripsi yang berjudul “Ketidakadilan Gender Pada Perempuan dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Novel Geni Jora serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”

B. Identifiksi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy sangat menarik untuk dikaji, sehingga perlunya pemahaman lebih mendalam mengenai novel tersebut.

2. Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy

menggambarkan perjuangan perempuan untuk mendapatkan kebebasan dari budaya patriarki. Oleh karena itu, hampir semua bagian mengungkapkan perjuangan perempuan untuk bebas dari budaya patriarki.

3. Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora karya Abidah El Khalieqy

relevan dengan dunia pendidikan, sehingga dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah ini diharapkan agar pembahasan dalam penelitian tidak meluas. Adapun pembatasan masalahdalam penelitian ini yaitu, analisis ketidakadilan gender pada perempuan yang terdapat dalam novel Perempuan

(16)

D. Rumusan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini menjadi jelas dan terarah, perlu adanya perumusan masalah. Perumusan masalah dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana struktur yang membangun novel Perempuan Berkalung

Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy?

2. Bagaimana ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan struktur novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni

Jora karya Abidah El Khalieqy

2. Mendeskripsikan ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel

Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya. Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagi pembaca umum, diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel Indonesia, dan juga diharapkan dapat mempermudah pemahaman makna novel dan dunia pemikiran yang melatarbelakanginya.

(17)

G. Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan September 2013 sampai April 2014. Penelitian ini tidak terkait dengan tempat tertentu karena bersifat kepustakaan.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat. Metode penelitian berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami.6 Metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis isi (content analysis) yang sering kali digunakan untuk mengkaji pesan-pesan. Metode analisis ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen. Dokumen yang dimaksudkan di sini adalah novel Perempuan

Berkalung Sorban (PBS) dan Geni Jora (GJ) karya Abidah El Khalieqy.

Sedangkan pendekatan kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivis (seperti makna jamak dari pengalaman individual, makna yang secara sosial dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori atau pola. Pendekatan ini juga menggunakan strategi penelitian seperti naratif. Peneliti mengumpulkan data penting secara terbuka terutama dimaksudkan untuk mengembangkan tema-tema dari data.7 Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Ini dikarenakan penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari hasil statistik atau bentuk hitungan.

6

Nyoman, Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 34.

7

(18)

Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.8

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dan objek penelitian adalah tempat memperoleh data. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian data adalah ketidakadilan gender dalam novel PBS dan GJ karya Abidah El-Khalieqy. Sedangkan objek yang digunakan pada penelitian ini adalah novel PBS dan novel GJ karya Abidah El Kahlieqy.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka. Teknik pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Dalam pengumpulan data ini peneliti menyimak novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy secara cermat dan teliti. Setelah itu peneliti mencatat data-data yang yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam novel GJ yaitu: 1. Membaca cermat novel GJ dan novel PBS karya Abidah El Khalieqy, 2. Mencatat kalimat yang menggambarkan adanya ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam novel GJ karya dan PBS Abidah El Khalieqy, 3. Menganalisis ketidakadilan gender terhadap perempuan dalam novel GJdan novel PBSkarya Abidah El Khalieqy.

5. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode yang memberikan perhatian terhdap data alamiah, data yang berhubungan dengan

8

(19)

konteks keberadaannya.9 Sesuai dengan namanya yaitu metode kualitatif, memperlihatkan nilai-nilai dan sumber datanya merupakan karya, naskah, dan penelitiannya sebagai data formal adalah kata, kalimat, dan wacana.

Dalam pendekatan kualitatif semua permasalahan yang ada dalam sastra dapat dianalisis dengan sebaik-baiknya. Terdapat lima ciri utama penelitian kualitatif, diantaranya:

a. Latar alamiah (natural setting) sebagai sumber data, dan peneliti merupakan instrument kunci, maksudnya dalam penelitian kualitatif berasumsi bahwa perilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh latar situasi dan budaya di mana perilaku itu muncul.

b. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang berarti data terurai dalam bentuk data-data atau gambar-gambar, bukn dalam bentuk angka-angka. c. Lebih mengutamakan proses bukan hasil. Dalam hal ini analisis data

cenderung induktif. Dalam penelitian ini, peneliti mengkontruksi konsep secara lebih jelas di tengah kegiatan penelitian setelah mengumpulkan berbagai data fenomena dan memeriksa bagian-bagiannya.

d. Makna merupakan sesuatu yang esensial bagi pendekatan kualitatif. Dengan demikian peneliti akan memberikan makna terhadap fenomena yang ditelitinya.10

Berdasarkan uraian di atas maka, peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif karena sesuai dengan objek yang akan diteliti.

9

Nyoman, Kutha Ratna., op. cit. h. 47

10

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakikat Gender

Gender adalah berbagai atribut dan tingkah laku yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki dan dibentuk oleh budaya.1 Dalam Womens Studies

Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang

berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik mental emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.2 Oakley dalam Riant Nugroho mengartikan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun pada kebudayaan manusia. Gender merupakan behavioral defferences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Caplan dalam Riant Nugroho mengemukakan bahwa behavioral defferences (perbedaan perilaku) antara perempuan dan laki-laki bukanlah sekedar biologis, namun melalui proses sosial dan kultural. Sementara itu, Kantor Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dalam Riant Nugraha mengartikan bahwa gender adalah peran-peran sosial yang dikontruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya (laki-laki dan perempuan).3

1

Edriana Noerdin, Potret Kemiskinan Perempuan. (Jakarta, Women Research Institute, 2006) h. 1

2

Siti Musdah Mulya, op. cit. h. 55

3

Riant Nugroho, op.cit., h. 3

(21)

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah pembeda antara perempuan dengan laki-laki baik itu mengenai hak, kewajiban, tanggung jawab, dan peran yang dapat dibentuk dan diubah oleh kultur budaya, tradisi, pemahaman agama, dan status sosial masyarakat setempat. Gender yang berlaku dalam suatu masyarakat ditentukan oleh pandangan masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu gender berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) merupakan ketentuan Tuhan yang mutlak sedangkan gender terwujud dari ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh manusia bukan oleh Tuhan.

1. Perbedaan Gender

Gender differences (perbedaan gender) sebenarnya bukan suatu masalah

sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities (ketidakadilan gender). Namun, yang menjadi masalah adalah ternyata perbedaan gender ini telah menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan.

Di masyarakat, laki-laki selalu digambarkan dengan sifat-sifat maskulin, seperti perkasa, berani, rasional, keras dan tegar. Sebaliknya perempuan digambarkan dengan sifat-sifat feminis, seperti lembut, pemalu, penakut, emosional, rapuh dan penyayang.4 Feminisitas dan maskulinitas ini telah dianggap sebagai kodrat yang sudah tertanamkan dari lahir.

2. Ketidakadilan Gender

Gender inequalities (ketidakadilan gender) merupakan sistem dan struktur

di mana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut dengan demikian agar dapat memahami perbedaan yang menyebabkan

4

(22)

ketidakadilan, maka dapat dilihat dari berbagai manifestasinya, yaitu sebagai berikut: 5

a. Marginalisasi

Bentuk marginalisasi yang biasa terjadi pada perempuan adalah yang disebabkan oleh gender defferences (perbedaan gender). Gender defferences sebagai akibat dari beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu, serta marginalisme dari proses marginalisasi kaum perempuan. Bentuk marginalisasi terhadap kaum perempuan dapat terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur, dan bahkan negara.

b. Subordinasi

Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum perempuan, sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau irasional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin merupakan bentuk dari subordinasi yang dimaksud.

c. Stereotip

Pelebelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin tertentu, secara umum dinamakan stereotip. Akibat dari stereotip ini biasanya timbul diskriminasi dan berbagai ketidakadilan. Salah satu bentuk stereotip ini adalah bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali stereotip yang terjadi di masyarakat yang dilekatkan kepada umumnya kaum perempuan, sehingga berakibat menyulitkan, membatasi, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan.

d. Violence

Violence (kekerasan) merupakan assoult (invasi) atau serangan terhadap

fisik maupun intregitas mental psikologis seseorang yang dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat dari perbedaan

5

(23)

gender. Violence terhadap perempuan banyak sekali terjadi karena stereotip gender. Gender violence pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Violence yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender—relalite violence.

e. Beban Kerja

Peran gender perempuan dalam anggapan masyarakat luas adalah mengelola rumah tangga sehingga banyak perempuan yang menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih berat dibanding kaum laki-laki. Kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala keluarga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.6

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidakadilan gender yang terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, dan beban kerja pada umumnya telah terjadi pada berbagai kalangan masyarakat. Semua perwujudan ketidakadilan gender ini saling terkait satu sama lain. Perwujudan ketidakadlinan gender itu tersosialisasikan kepada perempuan dan laki-laki dan pada akhirnya laki-laki dan perempuan menjadi terbiasa dan menganggap bahwa peran gender itu merupakan suatu kodrat yang harus dijalani.

B. Hakikat Novel

Kata novel berasal dari kata latin novellas yang diturunkan pula dari kata

novies yang berarti baru. Dikatakan baru karena kalau dibandingkan dengan

jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka novel ini muncul kemudian.7 Pengertian novel menurut Sudjiman adalah prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian

6

Riant Nugroho, op.cit., h. 9.

7

(24)

peristiwa dan latar secara tersusun.8 Sedangkan menurut Wellek dan Warren, novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis. Romansa, yang ditulis dalam bahasa yang agung dan dipindah, menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin terjadi.9

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya sastra fiksi yang di dalamnya memaparkan pengalaman pengarang dengan mencantumkan tokoh, watak, latar, sudut pandang, alur, tema, amanat, dan lain-lain.

C. Unsur Intrinsik Novel

Novel memiliki struktur yang kompleks dan biasanya dibangun dari unsur-unsur yang dapat didiskusikan. Salah satunya adalah unsur-unsur intrinsik novel. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ini secara faktual dijumpai pembaca pada saat membaca karya sastra. Kepaduan antara unsur intrinsik inilah yang membuat suatu novel dapat terwujud.

Unsur intrinsik novel terdiri dari tema, alur, penokohan, latar dan sudut pandang.

1. Tema

Pembahasan mengenai makna yang terdapat di dalam sebuah karya sastra (novel) merupakan pembahasan mengenai tema. Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra.10 Tema berarti kandungan umum dari isi yang ada di dalam karya sastra tersebut atau juga disebut dengan ide dari cerita yang dimaksud.

8

Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1998), h. 53

9

Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 282.

10

(25)

Istilah tema menurut Scharbach dalam Aminuddin berasal dari bahasa latin

yang berarti “tempat meletakkan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya.11

Staton dalam Nurgiantoro mengartikan tema sebagai “makna sebuah

cerita yang secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan cara

yang sederhana”.12

Karena sastra adalah refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan bisa bermacam-macam. Tema bisa berupa permasalahan moral etika, sosial, agama, budaya yang berhubungan erat dengan kehidupan. 2. Alur (Plot)

Menurut Abrams dalam Wahyudi Siswanto alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.13 Selain itu, alur adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga. Dan demikian selanjutnya hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadinya peristiwa pertama.14

Ada berbagai pendapat tentang tahapan-tahapan peristiwa dalam suatu peristiwa. Aminudin dalam Wahyudi Siswanto membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. Pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita rekaan atau drama yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang

11

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Sastra, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), h. 91.

12

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,2009), h. 70

13

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, ( Jakarta: PT Grasindo, 2008 ), h.159.

14

(26)

dikenalkan dari tokoh ini misalnya, nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya. Konflik atau tikaian adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau kekuatan di dalam cerita rekaan atau drama. Komplikasi atau rumitan adalah bagian tengah alur rekaan atau drama yang mengembangkan tikaian. Klimaks adalah bagian alur cerita rekaan atau drama yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca. Leraian adalah bagian struktur alur yang sesudah tercapai klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian. Selesaian adalah tahap akhir suatu cerita atau drama. Dalam tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan; rahasia dibuka.15

Berdasarkan beberapa pendapat tentang alur yang telah dikemukakan di atas alur merupakan rangkaian peristiwa yang di dalamnya terdapat pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan akhirnya cerita itu mencapai penyelesaian bagaimana cerita itu dapat terselesaikan.

3. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dan penokohan adalah salah satu unsur yang terpenting dalam suatu cerita. Kehadiran tokoh ikut menentukan apakah ia mempunyai peran baik atau buruk, yaitu sebagai tokoh yang dipuja atau dipuji (protagonis) atau sebagai tokoh yang menghalangi tujuan tokoh protagonis (antagonis).

Di dalam sebuah karya fiksi, istilah tokoh merujuk pada pelaku yang ada dalam cerita tersebut. Istilah tokoh dalam sebuah cerita, menunjuk pada penempatan atau pelukisan gambaran tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu. Tokoh cerita adalah orang orang yang ditampilkan dalam karya sastra yang sifatnya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

15

(27)

diekspresikan dalam ucapan dan tindakan.16 Dari penjelasan Abrams

tersebut, sudah jelas bahwa pengertian “Tokoh” mengacu pada orangnya

(pelaku cerita).

Istilah penokohan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengertian tokoh. Nurgiyantoro mengatakan bahwa penokohan menyangkut masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam cerita sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas bagi pembaca.17 Dengan demikian Nurgiyantoro berpendapat bahwa penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh, cerita, bagaimana perwatakan, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga mampu memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu:18 a. Tokoh protagonis

Altenberhand dan Lewis dalam Burhan Nurgiyantoro mengemukakan bahwa tokoh protagonis sebagai tokoh yang kita kagumi, tokoh yang berpendirian pada norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita.

b. Tokoh antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Biasanya berbanding terbalik dengan tokoh protagonis secara langsung maupun tidak langsung.

16

M.H. Abrams, A Glosaary Literary Terms, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1981), h. 20.

17

Burhan Nuriyantoro. Op. cit ., h. 166.

18

(28)

4. Latar

Latar adalah segala keterangan, petunjuk atau pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.19Nurgiyantoro mengatakan bahwa latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas yang sangat penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu, yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi.20 Rusnaya mengatakan bahwa latar berfungsi untuk menunjukkan tempat kejadian dan untuk memberikan kemiripan kenyataan dalam hal menimbulkan kesungguhan.21 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat, waktu atau suasana yang memperjelas kondisi peristiwa-peristiwa yang ada dalam sebuah karya sastra.

Stanton dalam Nurgiyantoro mengelompokan latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam fakta (cerita), sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi dan dapat diimajenasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita fiksi. Ketiga hal inilah yang secara kongkret dan langsung membentuk cerita: tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab-akibat dan itu perlu pijakan, di mana dan kapan.”22

Secara garis besar, latar dalam fisik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis latar, diantaranya adalah:

a. Latar tempat

Gambaran tentang peristiwa atau cerita dalam fiksi terjadi. Gambaran latar tempat itu ada yang sangat luas ada pula yang sangat sempit. Tempat itu bisa terdiri atas negara, kota, kampung atau desa, pelosok, pantai, hutan, rumah, kapal laut, mobil, kereta, di udara, di darat.

19

Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1991), h.30.

20

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., h. 217.

21

Yus Rusyana, Metode Pengajaran Sastra, (Bandung: Gunung Larang, 1982), h. 48.

22

(29)

b. Latar waktu

Unsur yang menggambarkan kapan, masa dan saat tertentu terjadinya peristiwa dalam karya fiksi itu. Faktor waktu ini ada hubungannya dengan tempat, gambaran suatu tempat pada waktu, masa, zaman, atau musim tertentu. Latar waktu mempunyai kaitan erat dengan sejarah. Latar waktu juga bisa dihubungkan dengan yang berlaku setiap hari, yaitu malam, siang, tengah hari, pagi, sore dan lain sebagainya.23

Adapun fungsi latar adalah memberikan informasi sebagaimana adanya, selain itu latar berfungsi sebagai pemerjelas konflik, pemerjelas tokoh, dan adanya latar juga berfungsi sebagai simbol yang menunjukkan keadaan atau jati diri tokoh. Menurut Panuti Sudjiman latar berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh.24

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar merupakan landasan berlangsungnya berbagai peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Latar memberikan landasan berpijak secara konkret dan jelas. Hal itu akan memberikan kesan realis kepada pembaca, bahwa cerita yang dikisahkan seolah-olah ada dan sungguh-sungguh terjadi.

5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita.25 Sudut pandang (point of view) dapat dipahami sebagai cara sebuah cerita dikisahkan. Menurut Robert Stanton dalam Adib Sofia dan Sugihastuti mengartikan sudut pandang sebagai posisi yang merupakan dasar berpijak kita untuk melihat secara hati-hati agar ceritanya memiliki hasil yang sangat memadai.26

23

Tuloli. Teori Fiksi. (Gorontalo, BMT Nurul Jannah. 2000), h. 155

24

Sudjiman, op. cit., h. 46.

25

Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h.69.

26

(30)

Secara garis besar sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang bersangkutan dan hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.

Pada sudut pandang yang menggunakan orang pertama, pengarang memakai istilah “aku” dalam ceritanya, ia menjadi tokoh utama. Dalam hal ini narator ikut terlibat dalam cerita. Narator masuk ke dalam cerita menjadi

tokoh “aku”, yaitu tokoh yang menceritakan kesadaran dirinya sendiri, serta

segala peristiwa atau tindakan yang diketahui, didengar, dilihat, dialami, dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain, kepada pembaca. Pembaca hanya menerima apa yang diceritakan oleh tokoh aku.

Adapun sudut pandang orang ketiga, narator menjadi seorang yang berada di luar cerita. Pengarang menampilkan tokoh-tokoh dengan menyebutkan nama, atau menggunakan kata ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya tokoh utama, terus menerus tersebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti. Hal ini akan memudahkan pembaca dalam mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.

Dilihat dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah cara pengarang menentukan posisinya dalam suatu karyanya sastra. Dan caranya pun bermacam-macam, hal tersebut disesuaikan dengan penceritaan dan peristiwa yang akan diciptakan oleh pengarang.

D. Hakikat Pembelajaran Sastra

(31)

pembelajaran.27 Pelajaran-pelajaran yang dirancang tentunya memiliki peranan yang sangat penting bagi terlaksananya tujuan pendidikan. Tujuan dari pembelajaran tersebut terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan kognitif, tujuan afektif, dan tujuan psikomotorik. Ada banyak materi pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah pembelajaran sastra. Kaitannya dengan pembelajaran, sastra memiliki konstribusi yang sangat besar dalam dunia pendidikan khususnya bagi pembelajaran sastra di sekolah. Sebagaimana yang disebutkan dalam kurikulum 1994 dan Garis-garis Besar Program Pengajaran bahasa Indonesian tentang pembelajaran sastra tertera bahwa pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Berdasarkan pedoman tersebut, jelas sekali bahwa pembelajaran sastra memiliki tujuan yang jelas, secara tidak langsung melalui pembelajaran sastra. Peserta didik dituntut untuk mengapresiasikan karya sastra yang dibaca dan dipelajarinya. Mengapresiasi berarti menilai dan memaknai dari karya sastra itu sendiri, mengungkapkan nilai dan pesan apa yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya. Oemarjati mengungkapkan bahwa:

Mengapresiasikan sastra berarti menanggapi sastra dengan kemampuan afektif yang disatu pihat peka terhadap nilai-nilai yang dikandung sastra yang bersangkutan baik yang tersurat maupun tersirat dan kerangka tematik yang mendasarinya. Di lain pihak kepekaan tanggapan tersebut berupaya memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks persoalan. Dengan demikian pembelajaran di sekolah dilakukan dengan metode yang tepat mengacu kepada kemampuan afektif siswa, sehingga menjadi apresiatif.28

27

Iskandarwassid, dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 202.

28Boen, S Oemarjati, “

PembinaanApresiasi Sastra dalam Proses Belajar-Mengajar” dalam

Bambang Kaswanti Purwa (ed), “Bulir-Bulir Sastra dan Bahasa: Pembahasan Pembelajaran”,

(32)

Karya sastra mengandung unsur pendidikan dan pengajaran. Pengajaran tersebut berkaitan dengan pembelajaran sastra di sekolah yang mempunyai intruksional khusus bagi pendidikan. Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam kurikulum 2004, yaitu 1) Agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan kemampuan berbahasa; 2) peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektuan manusia Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya sastra yang baik selalu mengandung sesuatu yang patut direnungkan. Hasil perenungan itu pada akhirnya dapat memperkaya pengetahuan intelektual pembaca dan menumbuhkan semacam emosi dan dorongan positif terhadap perkembangan pengetahuan manusia itu sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Horace bahwa fungsi karya sastra sebagai dulce

et utile, yaitu sebagai penghibur sekaligus berguna.29 Pengertian ini menunjukan

bahwa fungsi karya sastra bukan hanya untuk mengibur, tetapi juga karya sastra dapat mengajarkan sesuatu yang berguna.

Seperti kita ketahui ada empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Mengikutsertakan sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa melatih keterampilan membaca, dan mungkin ditambah sedikit kemampuan menyimak, berbicara, dan menulis yang saling berhubungan satu sama lain.

Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman, atu lewat pita rekaman. Siswa dapat melatih kemampuan bicara dengan ikut berperan dalam suatu lakon drama. Siswa juga dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan membacakan puisi atau pun prosa cerita, dan karena sastra itu

29 Achadiati Ikram, dkk, “

Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan Aksara”,

(33)

menarik, siswa dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasilnya sebagai latihan keterampilan menulis.30

Dengan demikian, kehadiran sastra dalam pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Karena dengan pembelajaran sastra siswa dapat menemukan fakta-fakta yang berisikan pengetahuan. Fakta-fakta yang ditemukan itu dapat berupa nilai-nilai kemanusiaan seperti, nilai moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai budaya, dan nilai religius. Bahkan dapat lebih dari itu, dengan pembelajaran sastra, siswa dapat melatih kemampuan dalam menganalisis dan merealisasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra, yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif, dan yang bersifat sosial.31 Dalam pelaksanaan pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan kemampuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Sesuai dengan amanat Kurikulum 2004, pembelajaran sastra hendaknya digunakan peserta didik sebagai salah satu kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai peserta didik melalui pengalaman belajar. Dalam kurikulum 2004 kecakapan hidup ini disebut sebagai Standar Kompetensi Lintas Kurikulum. Kecakapan hidup dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis. Kelima jenis kecakapan itu adalah:

1. Kecakapan mengenal diri (self awarenesses) atau kecakapan personal 2. Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)

3. Kecakapan sosial (social skill)

4. Kecakapan akademik (academic skill) 5. Kecakapan vokasional (cocasional skill)32

30

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), Cet VIII, h. 17.

31

Ibid., h. 19.

32

(34)

Mengacu pada amanat kurikulum di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra memiliki peranan yang sangat besar terhadap pembentukan siswa, karena dengan pembelajaran sastra siswa dituntut mengapresiasikan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra yang telah dipelajarinya. Dan nilai-nilai-nilai-nilai kemanusiaan tersebut ditanamkan dalam diri siswa sehingga dapat mempengaruhi daya imajinasi, pola pikir, emosional, kreatifitas, dan intelektual siswa.

Banyak jenis karya sastra yang dapat diapresiasikan oleh siswa untuk pembelajara, salah satunya adalah novel. Novel biasanya sering dipilih untuk diapresiasi karena novel adalah jenis karya sastra yang menceritakan kehidupan seorang manusia. Dalam novel terdapat konflik permasalahan yang terkadang terjadi pula dalam kehidupan nyata yang menjadikan cerita itu tidak terlihat monoton. Cerita itu disampaikan oleh penulis dengan menggunakan bahasa yang sehari-hari. Selain itu dalam sebuah novel juga biasanya terdapat nila-nilai kemanusiaan yang bisa direnungkan pada kehidupan sehari-hari. Begitulah sastra dengan hasil karyanya, dapat memberikan sisi positif bagi kehidupan, terutama dalam dunia pendidikan.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Penulis melakukan tinjauan di internet dan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam hal ini penulis tidak menemuka judul skripsi yang sama dengan yang penulis kaji. Pada bagian ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

(35)

Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Aspek sosial budaya pesantren dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy yaitu: (a) Kedudukan Pondok Pesantren dalam Novel Geni Jora , (b) Kedudukan Kyai sebagai Pembawa Nilai Sosial Budaya dalam Novel Geni Jora , (c) Masjid dan Masyarakat Pesantren dalam Novel Geni Jora , (d) Santri, Kyai, dan Pondok Pesantren dalam Novel Geni Jora (2) Tanggapan pembaca terhadap novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy adalah selain menceritakan tentang feminisme, novel ini juga banyak mengandung nilai- nilai agama khususnya agama islam karena dalam novel ini settingnya ada di Pesantren.

Persamaan penelitian Ana Fitria Vivi Suhartina dengan penelitian ini terletak pada pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Abidah El Khaieqy. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek kajiannya. Peneliti Ana Fitria Vivi Suhartina mengkaji tentang kehidupan pesantren yang ada dalam novel Geni Jora. Sedangkan di sini penulis mengkaji tentang ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Perempuan

Berkalung Sorban dan Geni Jora.

Kedua, skripsi dengan judul ”Novel Menebus Impian Karya Abidah El

Khalieqy Kajian Feminisme dan Nilai Pendidikan”. Penelitian ini dilakukan oleh

(36)

novel Menebus Impian antara lain: nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan nilai budaya/adat. Hasil penelitian ini merupakan model kajian secara feminisme yang dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran apresiasi sastra, khususnya apresiasi prosa fiksi.

Persamaan penelitian Primasari Wahyuni dengan penelitian ini terletak pada pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Abidah El Khaieqy. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek kajiannya. Peneliti Ngismatul Marfuah meneliti nilai pendidikan yang ada dalam novel Menembus Impian. Sedangkan di sini penulis mengkaji tentang ketidakadilan gender pada perempuan dalam novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora.

Ketiga, skripsi dengan judul “Aspek Sosial dalam novel Menembus Impian

Karya Abidah El Khalieqy dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA”.

Penelitian ini dilakukan oleh Ngismatul Marfuah mahasiswi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo pada tahun 2013. Penelitian dibatasi pada aspek sosial yang ada dalam novel Menembus Impian karya Abidah El Khalieqy. Hasil penelitian ini adalah: (1) aspek-aspek sosial dalam novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy, meliputi (a) aspek cinta kasih terdiri dari cinta kasih antara Nur Kemalajati kepada Emak, cinta kasih Emak kepada Nur Kemalajati, dan cinta kasih Nur Kemalajati kepada Dian Septiaji, (b) aspek agama ditunjukkan dengan ketaatan dalam menjalankan perintah agama, (c) aspek ekonomi ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkat perekonomian, (d) aspek pendidikan terdiri dari pendidikan formal dan non-formal. (2) hubungan aspek-aspek sosial dalam novel Menebus Impian antara lain: (a) hubungan aspek cinta kasih dengan aspek pendidikan, (b) aspek cinta kasih dengan ekonomi, (c) aspek ekonomi dengan aspek pendidikan. (3) novel Menebus Impian karya Abidah El Khalieqy dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di kelas XI SMA.

(37)

Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek kajiannya. Peneliti Ngismatul Marfuah meneliti aspek sosial yang ada dalam novel Menembus

Impian. Sedangkan di sini penulis mengkaji tentang ketidakadilan gender pada

(38)

BAB III

BIOGRAFI PENULIS, SINOPSIS PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN DAN GENI JORA

A. Biografi Abidah El-Khalieqy

Abidah Al-Khalieqy lahir Jombang, Jawa Timur 1 Maret 1965 dan dikenal sebagai perempuan penyair kontemporer Indonesia. Setamat Madrasah Ibtidaiyah, melanjutkan sekolah selama 6 tahun di Pondok Pesantren PERSIS, Bangil, Pasuruan, SMA Muhammadiyah, Jakarta Utara, Madrasah Aliyah

Negeri, Klaten, dan Fakultas Syari’ah (Hukum) IAIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta. Pembina Seni dan Sastra pada IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pendiri Sudi Apresiasi Sastra (SAS) Yogyakarta tahun 1987, Pengurus Lingkar Penyair Yogyakarta (1987-1990).1

Di pesantren Persis, ia mulai menulis puisi dan cerpen dengan nama Idasmara Prameswari, Ida Arek Ronopati, atau Ida Bani Kadir. Memperoleh ijazah persamaan dari Madrasah Aliyah Muhammadiyah Klaten, dan menjadi juara Penulisan Puisi Remaja Se-Jawa Tengah (1984). Alumni Fakultas Syariah

IAIN Sunan Kalijaga ini menulis tesis “Komoditas Nilai Fisik Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam” (1989). Pernah aktif dalam Forum Pengadilan Puisi

Yogyakarta (1986-1988). Kelompok Diskusi Perempuan Internasional (KDPI) Yogyakarta, 1988-1990). Menjadi peserta dalam pertemuan APWLD (Asian

Pacific Forum on Women, Law and Development, 1989).2

1

Abidah El Khalieqy, Geni Jora, (Bandung: Qanita, 2009), h. 270.

2

Abidah El Khalieqy, Mikraj Odyssey, (Bandung: Qanita, 2009), h. 163.

(39)

Karya-karya kesustraannya diikutkan dalam berbagai buku antologi bersama seperti: ASEANO: An Antology of Poems Southeast Asia (1996), Cyber Album Indonesia – Australia (1998), Force Majeure (2007), Rainbow:

Indonesian Womens Poet (2008), Word Without Borders (2009), E-books

Library For Diffabel (2007) dan lebih dari 15 buku sastra lainnya.3

Sebagian karya-karya kesusastraannya terhimpun dalam antalogi Ibuku Laut Berkobar (1998) dan Percintaan dan Kemabukan. Sedangkan puisi-puisinya tentang perempuan dan aborsi diterjemahkan oleh Geo Fax dan dirilis dalam bentuk Cyberalbum. Selain tertuang dalam dua antologi di atas, serta novel Atas Singgasana, karya-karya Abidah juga terdapat dalam ASEANO : Anthology of

Poems Shout East Asia, Antologi-antologi dan leksikon sastra modern Indonesia.

Karya-karyanya banyak juga dipublikasikan melalui media massa baik lokal maupun nasional. Sebagai seorang penyair yang kreatif pada 1994 hingga 2000, Abidah diundang Dewan Kesenian Jakarta untuk membaca karya puisinya di Taman Ismail Marzuki dan membacakan puisi-puisinya di sekretariat ASEAN. Selain membaca puisi-puisinya juga menjadi pembicara pada Forum Penyair Abad 21 di TIM, menjadi pembicara dalam Program Sastrawan Bicara, Siswa Bertanya (2000).

Abidah tercatat pernah mewakili Indonesia dalam ASEAN Writer‟s

Conference Workshop Poetry di Manila Pilipina pada tahun 1995 dan menjadi

pendamping dalam Bengkel Kerja Penulisan Kreatif Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) pada tahun 1997. Selain itu, Abidah pun pernah mendapat penghargaan Seni di bidang Sastra dari Pemerintah DIY.

Abidah juga pernah mengikuti Konferensi Perempuan Islam se-Asia Pasifik dan Timur-Tengah pada tahun 1999, International Literary Festival

3

(40)

Biennale pada tahun 2007, Jakarta International Litelary Festival pada tahun 2008, Aceh International Litelary Festival pada tahun 2009.

Berikut ini merupakan buku-buku karya Abidah El Khalieqy yang sudah diterbitkan:

1. Ibuku Laut Berkobar (1997)

2. Menari Di Atas Gunting (2001)

3. Perempuan Berkalung Sorban (2001, Sudah difilmkan dan dicetak lebih dari

50.000 ex)

4. Atas Singgasana (2002, menjadi bacaan di SMA seluruh Indonesia, dan

dicetak oleh Diknas Lebih dari 30.000 ex.)

5. Geni Jora (2004, juara kedua dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian

Jakarta)

6. Mahabbah Rindu (2007)

7. Nirzona (2008)

8. Mikraj Odyssey (2009)

9. Menembus Impian (2010, sudah difilmkan)

10.Lampuki (2011), dan

11.Mataraisa (2012)

(41)

1. Abidah dan Kultur Pesantren.

Sejak kecil Abidah hidup di tengah keluarga santri. Kognisi sosial kaum santrilah yang membentuk kepribadian dan pemikirannya. Abidah adalah salah satu produk masyarakat santri yang bersentuhan dengan dunia modern. Jombang, kota kelahirannya di mana ia melalui masa kecilnya adalah salah satu pusat pesantren besar di Indonesia, yang tertua adalah

Pesantren Gedang, yang didirikan oleh kakek Kyai Hasyim Asy’ari,

kemudian Pesantren Tambak Beras, Sambong, Sukopuro, Paculgung, Watugajah dan masih ada sekitar 15 lebih pesantren kecil yang di wilayah Jombang.

Masyarakat santri adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai ciri unik dan khusus. Mereka mempunyai sebuah tradisi intelektual yang diwarisi dari generasi ke generasi. (Sachiko:2000). Tradisi tersebut dipelihara dan dikembangkan di pondok-pondok pesantren, yakni tradisi keilmuwan keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab salaf yang amat kuat mereka pegang. Istilah-istilah seperti NU, Bahtsul Masail, Kyai, Gus, mazhab Syafi‟i, Tareqat, Manaqib,Dhiba‟, Sholawat, Tahfidz Qur‟an,

Rebana, adalah istilah-istilah yang diasosioriskan pada masyarakat unik ini.

Tokoh–tokoh seperti Gus Dur, Gus Mus, Emha, Nurkholis Majid, hampir semua masyarakat Indonesia tahu bahwa mereka berasal dari dan tergolong sebagai kaum santri. Kantong-kantong wilayah santri yang terkenal adalah Banten-Jawa Barat, Sarang-Rembang-Lasem-Jateng Jateng, Lirboyo-Kediri, Tebu Ireng-Tambak Beras-Jombang, Tremas-Pacitan Jatim. Tetapi saat ini hampir di seluruh pelosok pulau Jawa terdapat pondok pesantren baik kecil maupun besar. Hal ini tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh santri dalam berdakwah dan menyebarkan ajaran pesantren.

Kultur pesantren adalah kultur yang khas. Cliffort Geertz menggambarkan bahwa santri adalah bagian dari masyarakat Jawa

(42)

segi-segi Islam dalam sinkretisme, pada umumnya berhubungan dengan unsur pedagang dan petani. Abangan mewakili sikap yang menitik beratkan segi-segi sinkretisme Jawa yang menyeluruh, secara luas berhubungan dengan unsur-unsur mistik kerakyatan. Dan priyayi menitik beratkan pada segi-segi Hinduisme dan berhubungan dengan unsur-unsur birokrasi.”

Karena pada umumnya pusat-pusat pesantren ada di daerah pedesaan, kehidupan sehari-hari kaum santri lebih akrab dengan kehidupan masyarakat desa dari pada kota, kehidupan mereka yang sebenarnya kurang terekspos ke luar wilayah mereka. Tetapi ketika perkembangan zaman semakin pesat, benturan-benturan dengan dunia luar mulai mereka rasakan. Bahkan kini pun banyak pesantren-pesantren besar eksis di tengah-tengah masyarakat kota.4

2. Konsep Dasar Pembuatan Novel Perempuan Berkalung Sorban dan Geni Jora

Menurut Abidah persoalan perempuan itu tidak lekang oleh zaman. Sejak Adam sampai Muhammad, sejak zaman Muhammad sampai sekarang, persoalan perempuan dengan berbagai macam sisinya masih saja aktual untuk dibicarakan. Itu sebabnya perempuan disebut-sebut dalam Al-Quran dan Hadist sebagai bagian dari masalah kehidupan dunia selain kekuasaan dan harta. Dalam sejarahnya sampai kini, persoalan perempuan timbul lebih disebabkan oleh sumber-sumber tiranik yang bergerak melalui sistem patriarki. Oleh pikiran dan konstruksi budaya kaum lelaki. 5

Bagi Abidah sebagai penulis, yang menjadi konsep dasar pembuatan novel Perempuan Berkalung Sorban adalah sebagai pengingat dan motivasi bagi kaum laki-laki dan perempuan, khususnya kaum muslimah untuk

4

Fatichatus Sarifah, Biografi Abidah El Khalieqy, Artikel diakses di http://www.solopos.com/2012/07/06/abidah-el-khalieqy-menulis-adalah-panggilan-hidup-199603 pada tanggal 26 Agustus 2013, pukul 07.08 WIB

5

(43)

melakukan perubahan sosial dan budaya yang didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan YME. Sehingga tidak ada seorang pun dari mereka yang dapat merandahkan bahkan menindas sesamanya. Selain itu juga sebagai penyemangat bagi kaum perempuan agar bisa lebih berani mengkritisi terhadap ajaran-ajaran Islam (khususnya hadits-hadits misoginis) yang disalahgunakan atau dijadikan alasan untuk merendahkan kaum perempuan. Maka untuk dapat melakukan itu perempuan harus memiliki pengetahuan yang memadai, dan membangun sikap yang mandiri.

Hampir di setiap tulisannya, Abidah sebagai pengarang novel selalu menggambarkan sosok perempuan yang kuat, cerdas, dan pandai. Hal ini merupakan sebuah harapan dari Abidah agar menjadi inspirasi bagi pembacanya, terutama bagi generasi perempuan saat ini dan masa yang akan datang. Dan itu merupakan bagian yang penting dari proses kreasi hasil karyanya.

Secara ideal perempuan menginginkan keadilan sosial dan persamaan pada segala aspek kehidupannya, seperti dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Tapi itu semua seakan sulit terwujud karena pada kenyataannya masih banyak keluarga muslim yang melihat perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga. Menurut Abidah kondisi perempuan di Indonesia masih sangat termarginalkan. Abidah ingin mencari akar permasalahannya dan ia beritakan ke publik melalui novel. Walaupun selama ini permasalahan perempuan sudah banyak ditulis, mulai dari masalah penderitaan mereka sampai keterpinggiran mereka. Tetapi Abidah merasa perlu membahas bagaimana solusi ke depannya untuk menyikapi kondisi tersebut. Oleh karena itu lahirlah novel Perempuan Berkalung

(44)

B. Sinopsis Perempuan Berkalung Sorban

Seorang gadis kecil bernama Anisa hidup di lingkungan pesantren sebagai putri seorang kiai. Anisa adalah anak yang lincah dan cerdas, namun posisinya sebagai perempuan menjadikannya tidak bebas berkreasi. Anisa selalu merasa keluarganya dan adat sangat tidak adil. Ia dilarang berkuda, berbicara saat makan, berpendapat, dan bergurau bersama, sementara kedua kakak laki-lakinya diizinkan melakukan hal tersebut. Ia juga harus rajin belajar dan bangun pagi, sementara kakaknya boleh bermalas-malasan sesuka hati, semua itu hanya karena ia seorang perempuan. Anisa tidak pernah tinggal diam atas prlakuan itu, ia selalu berontak. Anisa mempunyai seorang saudara sekaligus sebagai satu-satunya sahabat yang selalu memahaminya, Lek Khudori, begitu panggil Anisa. Namun, kedekatan mereka harus terenggang ketika Khudori harus melanjutkan studinya ke Kairo, dan hanya suratlah penyambung bisu hubungan keduanya.

Setelah lulus sekolah dasar, Anisa dipaksa menikah dengan putra seorang kiyai, dialah Samsudin. Samsudin selalu melakukan kekerasan dalam rumah tangga, selalu membentak, memukul, memaksa, bahkan dalam berhubungan suami-istri Samssudin sering meminta yang tidak wajar. Suatu ketika, Anisa didatangi seorang janda yang tengah hamil tua, dia mengaku bahwa anak tersebut adalah buah hatinya bersama Samsudin. Kemudian Anisa harus bersedia dipoligami. Merasa senasib mendapat perlakuan kurang baik dari Syamsudin, Anisa dan mbak Kalsum, si istri muda, sepakat untuk saling bantu. Mbak Kalsum juga sering belajar mengaji pada Anisa.

(45)

Anisa. Mereka kemudian melanjutkan hidup masing-masing sambil menunggu masa idah Anisa dan restu dari orang tuanya.

Anisa melanjutkan studinya, ia kuliah di Yogjakarta. Di sana ia mengikuti organisasi yang mengurusi hak-hak perempuan. Ia juga aktif dalam duni tulis-menulis. Di tengah-tengah kesibukan yang ia nikmati, Khudori kembali datang dan meminangnya. Kali ini Khudori sudah mendapat restu dari orang tua Nisa. Mereka pun menikah. Kehidupan rumah tangga mereka sangat damai. Khudori sering membantu Anisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Walaupun kadang terjadi masalah, keduanya bisa mengatasi itu dengan baik. Kebahagiaan mereka bertambah lengkap setelah cukup lama menunggu dengan sabar untuk mendaptkan momongan. Anisa melahirkan seorang bayi yang kemudian diberi nama Mahbub yang berarti cinta kasih.

Suatu hari Anisa dan Khudori menghadiri sebuah undangan pernikahan teman lamanya di kampung kelahirannya. Di situ, mereka bertemu kembali dengan Syamsudin. Dari matanya, nampak kebencian dan keirian Syamsudin pada Khudori. Kemudian Syamsudin meninggalkan tempat itu. Tak jauh dari pertemuan itu, Anisa mendapat kabar bahwa Khudori mengalami kecelakaan dan tidak dapat diselamatkan lagi. Tuduhan Anisa selalu mengarah pada satu nama: Syamsudin. Namun, bagaimanapun juga ia tak punya bukti yang nyata. Akhirnya ia harus menjalani hidup ini tanpa Khudori dan membesarkan Mahbub seorang diri.

C. Sinopsis Geni Jora

(46)

Kejora terlahir dari seorang ibu berstatus istri kedua, Kejora beserta ketiga saudaranya tumbuh di dalam rumah besar dengan tiga dinding tinggi tebal mengurung mereka seperti sebuah harem, hanya bagian pintu pagar saja yang agak terbuka memperlihatkan dunia luar. Ibu tirinya, istri pertama ayahnya, tinggal di dalam harem itu juga.

Rumahnya dengan rumah mereka beradu punggung, hanya dipisahkan oleh sebuah halaman seluas lapangan bulutangkis. Kejora kecil hanya dibolehkan ke luar halaman untuk sekolah dan les bahasa Arab. Sementara, adik lelakinya, Prahara, boleh bermain sepuasnya di luar rumah dari pagi hingga petang. Ini membuat Kejora kesal karena merasa dibeda-bedakan.

Ketika Kejora dan Lola (nama panggilan Bianglala) menginjak remaja, mereka menyukai pemuda yang berada di sebelah rumah. Setiap pagi, kedua gadis cilik itu memanjat pohon yang banyak tumbuh di halaman rumah mereka, demi mengintip pemuda tetangga keturunan Arab bernama Ali Baidawi alias Alec Baldwin, jogging. Memanjat pohon dan mengintip Alec Baldwin adalah bentuk perlawanan terhadap perlakuan diskriminasi orang tua mereka.

Rumah tangga orang tuanya benar-benar sebuah lembaga patriarkhi yang memberi tempat utama bagi lelaki. Sementara perempuan seperti dirinya, ibunya, ibu tirinya, dan Lola, hanya berada di urutan kedua. Selalu ke dua, meski ia jauh lebih cerdas dari adik lelakinya itu. Neneknya, oleh sebab lama berada di bawah dominasi para lelaki, akhirnya justru menjadi salah satu agen patriarkhi di rumah tersebut. Kesemua ini membuat Kejora tumbuh dengan sebuah "dendam" di hati. Dendam kepada penguasaan para lelaki.

(47)

gambaran seorang santri ideal tersebut. Ia yang berpikiran moderat kerap kali mendebat para ustadznya terutama untuk hal-hal yang dirasa mengganggu logikanya.

Dalam pesantren ini ia menemukan kejanggalan-kejanggan seperti ada persaingan akademis yang berbuah kecemburuan, ada geng-gengan yang saling bermusuhan, sampai dengan skandal asmara sejenis alias lesbianisme. Tak terhindarkan memang, mengingat sehari-hari yang mereka temui dan gauli adalah kaum sejenis. Sudah tentu, lesbian merupakan sesuatu yang haram di pesantren tersebut dan pelakunya pasti diganjar hukuman rotan.

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN USIA DAN LAMA WAKTU EVALUASI DENGAN HASIL KOREKSI JANGKA PENDEK PADA BLOUNT’S D ISEASE YANG DILAKUKAN OSTEOTOMI KOREKSI DI RS ORTHOPAEDI

Hasil penelitian menunjukkan kesulitan yang dialami oleh guru biologi kelas XI dalam pemahaman struktur kurikulum adalah memahami penjabaran struktur kurikulum,

Pengumpulan data yang digunakan adalah Kuesioner untuk mendapatkan data tingkat kejenuhan belajar mahasiswa kerjasama Kabupaten Landak dan penyelesaian Tugas Akhir di Fakultas

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kedisiplinan siswa kelas III dalam pembelajaran pendidikan jasmani melalui permainan tradisional di

Alat penangkapan ikan ini telah mengalami perubahan pertama kali oleh pemikiran nelayan yang berasal dari Lampes Cirebon, Provinsi Jawa Barat yang selanjutnya dikembangkan

Metode yang digunakan adalah metode sejarah yakni Heuristik (pengumpulan sumber), Kritik Sumber (intern dan ekstern), Interpretasi sejarah, dan tahap akhir dalam

Deputi Pengembangan Bahan Pustaka dan Layanan Informasi adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Perpustakaan Nasional yang berada di bawah dan bertanggung

PDRB atas dasar harga konstan pada suatu triwulan atau suatu tahun dibandingkan dengan triwulan yang sama atau tahun sebelumnya..  Investasi dalam Produk Domestik