BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Deskripsi Teoritis
2. Hakikat Pendidikan Nilai
23
Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri sesorang.24 Pendidikan tidak hanya mau mengembangkan ilmu, kerampilan, teknologi, tetapi juga ingin mengembangkan aspek-aspek lainnya seperti kepribadian, etik, moral dan lain-lain
Dari sudut yang sempit, pendidikan nilai boleh ditakrifkan sebagai usaha yang eksplisit, sadar dan berpandukan kurikulum yang khusus untuk mengajar nilai. Pengajaran tersebut bertujuan untuk mengembangkan nilai yang sudah dimiliki oleh pelajar dan nilai lain yang dikenal pasti sebagai penting oleh pakar pendidik, dan membantu pelajar untuk membentuk kecenderungan bertindak sejajar dengan nilai yang mereka miliki.
Dari sudut yang luas pula, pendidikan nilai merupakan satu konsep payung yang membabitkan pengalaman kurikulum biasa dan berbagai manifestasi kurikulum tersebut seperti pendidikan perwatakan, pendidikan moral, pendidikan keamanan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sivik, pendidikan seks, pendidikan hak asasi manusia, pendidikan agama, perkembangan sosial, latihan nilai. 25
. Proses pendidikan nilai merupakan suatu proses yang terjadi dalam interaksi terus-menerus antara subyek-subyek pendidikan, baik peserta didik dengan pendidik, maupun antara peserta didik sendiri. Dalam proses ini anak didik dibantu mengadakan refleksi atas pengalaman-pengalaman hidup mereka.26Pendidikan nilai adalah upaya untuk mengembangkan potensi terdidik agar dirinya dapat menemukan nilai dalam arti memilah dan memilih, mengenal, menumbuhkan, memupuk, mengembangkan apa yang seharusnya ia hargai dan yang seharusnya tidak ia hargai.27
Tujuan pendidikan nilai secara global adalah mencapai manusia yang seutuhnya; menjadi manusia purnawan, jika menggunakan bahasa Driyarkara. Pendidikan nilai hendak mencapai manusia yang sehat; mencapai pribadi yang terintegrasi jika menggunakan bahasa Philomena Agudo. Integrasi pribadi memadukan semua bakat dan kemampuan daya manusia dalam kesatuan utuh
24 Kaswardi,
op. cit, h. 3 25
Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”,
International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya. p. 17
26
Kaswardi, op. cit, h. 75 27
Sa’dun Akbar, ”Pelakonan sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan Nilai”, dalam Jurnal Pendidikan Nilai Tahun I, No. 2, Mei 1996, h. 70
menyeluruh. Pembawaan fisik, emosi, budi, dan rohani diselaraskan menjadi kesatuan harmonis.28
Pendidikan nilai bertujuan untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Dalam pembinaan akhlak, perhatian yang cukup besar hendaklah dberikan terhadap pendidikan akhlak anak-anak.29
Menurut Kaswardi terdapat 3 model pelaksanaan pendidikan nilai yang dianjurkan yaitu:30
1) Model pewarisan melalui pengajaran langsung atau semacam indoktrinasi. Kepada anak didik nilai disampaikan atau ditanamkan, bahkan sering dipompakan dengan pengulangan-pengulangan, latihan,dan pemaksaan secara mekanistik.
2) Model pengembangan kesadaran nilai yang disebut model penerangan nilai. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran nilai tidak bias diajarkan secara indoktrinasi. Nilai barulah nilai bila diketemukan oleh anak didik dan dialaminya sendiri.
3) Pengembangan nilai etika swatata. Anak didik tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang secara kualitatif berbeda satu sama lain.
b. Landasan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Sains
Implementasi pendidikan nilai dalam pembelajaran sains memiliki landasan yang fundamental, yaitu: 1) Landasan filosofis, 2) Landasan agama, dan 3) Landasan sosio-kultural.31
1. Landasan Filosofis
Indonesia memiliki falsafah Pancasila sebagai landasan idealnya, sehingga sistem pendidikan yang terselenggarakan harus berlandaskan
28
Krisnamukti, “Dari Non Vitae sed Scholae Discimus Menuju Non Scholae sed Vitae Discimus”, diambil dari www.krisnaster.blogspot.com, 1 Maret 2008.
29
“Pendidikan Nilai”, diambil dari http://diaz2000.multiply.com, 4 Maret 2008. 30
Kaswardi, op. cit, h. 77-78 31
nilai-nilai dalam Pancasila, yaitu sebagai berikut kelima sila dalam Pancasila.
Pendidikan yang berlandaskan sila Ketuhanan YME, berarti dalam penyelenggaraan pendidikannya harus mengandung atau bermuatan nilai religius atau keagamaan. Pendidikan yang berlandaskan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, berarti dalam penyelenggaraanya harus mengandung muatan nilai intelektual, nilai sosial dan nilai pendidikan kemanusiaan yang adil dan beradab pula. Pendidikan yang berlandaskan sila persatuan Indonesia, maka dalam penyelenggaraanya harus dapat menanamkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Pendidikan yang berlandaskan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, maka dalam penyelenggaraan pendidikan yang berpedoman kepada kedua sila tersebut harus dapat menanamkan nilai-nilai sosial-politik yang berlaku dalam negara Indonesia.
2. Landasan Agama
Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga bangsa Indonesia harus beragama, walaupun agama yang dianutnya berbeda-beda. Hal ini akan menjadi suatu keyakinan bahwa setiap individu menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan (Agama) yang mendambakan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Setiap pemeluk agama akan meyakini bahwa sumber kebenaran utama dalam hidup adalah ajaran agamanya. Setiap ajaran Agama melarang pemeluknya berbuat jahat, dan selalu mengajurkan berbuat baik, yang berbeda adalah dalam hal syariat ibadahnya atau kegiatan ritual Agamanya.
3. Landasan Kultural (Budaya Bangsa)
Bangsa Indonesia memiliki budaya atau adat-istiadat atai nilai-nilai luhur bangsa walaupun berbeda-beda memiliki kesamaan norma seperti sikap bergotong-royong, saling menghargai dan menghormati. Nilai-nilai luhur budaya ini harus dilestarikan sebagai khas bangsa timur yang memiliki tata sopan santun dalam hidup, bagaimana pergaulan anak dengan orangtuanya, hubungan antar sesamanya, maupun antar suku
bangsa yang kesemuanya menjunjung tinggi semangat “Bhineka Tunggal Ika”, walaupun berbeda-beda tetap satu satu sebagai bangsa Indonesia.
c. Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan Sains
Pendidikan nilai merupakan upaya eksplisit untuk mengajarkan nilai-nilai dan atau menilai-nilai. Superka, Ahrens dan Hedstrom (1976) menyatakan ada lima pendekatan dasar dalam pendidikan nilai-nilai: 32
1) Penanaman (inculcation). Sebagian besar pendidik yang memandang pendidikan nilai-nilai dari perspektif sosial atau cultural melihat nilai-nilai sebagai penerimaan standar atau aturan perilaku. Siswa menghubungkan nilai-nilai ini dengan sistem nilainya sendiri.
2) Perkembangan moral (moral development). Perspektif perkembangan moral yakni pemikiran moral berkembang dalam tahap-tahap melalui urutan spesifik. Pendekatan ini terutama berfokus pada nilai-nilai moral seperti: kejujuran, keadilan, persamaan dan martabat manusia, sendangkan nilai-nilai lain tidak dipertimbangkan.
3) Analisis (analysis). Pendekatanini menekankan pada pemikiran dan penalaran social (rational thingking and reasoning). Tujuan dari pendekatan anilisis ini untuk membantu siswa menggunakan pemikiran logis dan langkah-langkah penelitian ilmiah berkenaan dengan isu-isu nilai.
4) Klarifikasi nilai (value clarification). Fokus sentralnya adalah membantu siswa menggunakan pemikiran rasional maupun kesadaran emosionalnya untuk menguji pola-pola perilaku personal dan mengklarifikasi dan mengaktualisasikan nilai-nilainya.
5) Action learning. Nilai mencakup proses implementasi disamping pengembangan. Pendekatan ini terkait dengan upaya pendidik studi sosial yang menekankan pada pengalaman kerja yang didasarkan pada kemasyarakatan ketimbang pengalaman kerja ruang kelas.
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Metode yang digunakan dalam pendekatan penanaman nilai antara
32
lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.33
Strategi penanaman nilai dikenal sebagai strategi yang paling tua dalam pendidikan nilai. Cara yang sering digunakan dalam strategi ini adalah ceramah, teknik penguatan cerita, bernyanyi, atau permainan. Penggunaan strategi ini akan lebih efektif jika didahului oleh proses klarifikasi nilai secara bermakna.34
Salah satu model pengembangan kesadaran nilai yang kita kenal ialah model pewarisan lewat pengajaran langsung, atau semacam indoktrinasi. Kepada anak didik nilai-nilai disampaikan atau ditanamkan, bahkan sering dipompakan dengan pengulangan-pengulangan, latihan, dan pemaksaan secara mekanistik. Pengaruh yang negatif atau merugikan anak harus dicegah dari lingkungan anak. Di sini nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat dimengerti lebih sebagai kebajikan-kebajikan, seperti ketertiban, kejujuran, kesederhanaan, dan sebagainya, atau sebagai tindakan sosial yang positif.35
Menurut Nik Azis Pa, pendukung pendekatan pemupukan (penerapan) nilai membuat andaian bahwa terdapat satu set mutlak atau sejagat yang disetujui oleh masyarakat, dan nilai tersebut tidak berubah dan dapat digunakan dengan sewajarnya dalam semua keadaan. Pendekatan ini menganggap bahwa nilai sejagat berasal dari Tuhan atau terbit dari hukum alam semula jadi. Peranan guru adalah untuk memindahkan nilai sejagat ke dalam diri para pelajar dan memastikan mereka bertingkah laku selaras dengan nilai tersebut. Peranan pelajar pula adalah untuk menerima nilai sejagat yang diajar oleh guru tanpa perbincangan.36
Menurut Rohaida, salah satu pendekatan untuk perkembangan nilai adalah dengan menanamkan nilai kepada siswa secara langsung, yang artinya guru memperkenalkan pemberian pertimbangan nilai dan berusaha untuk memasukannya ke dalam diri siswa. Nilai merupakan konsep yang sederhana dari bagaimana seharusnya suatu hal dan nilai-nilai tersebut mengakui seluruh
33 Trimo
, “Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan”, diambil dari Suciptoardi.wordpress.com, 20 Juni 2008.
34
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 183 35
Kaswardi, dkk., loc. cit, h. 77 36
Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”,
International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya, p. 21
pertimbangan nilai yang kita buat dan kita terima atau kita tolak. Salah satu cara untuk menyakinkan siswa agar menerima pertimbangan nilai kita adalah dengan pemberian pendapat yang sama dengan pendapat kita kepada siswa. Dengan kata lain, mengubah keyakinan agar dapat mengubah sikap mereka, yang terkandung dalam nilai-nilai tersebut.37
Pendekatan penanaman nilai adalah pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut Superka et al. (1976), tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.38
Tujuan penanaman nilai kedalam pelajaran IPA, adalah karena sebagai instrumen kunci untuk memajukan ekonomi dan teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia, IPA tidak dapat diajarkan tanpa berpedoman pada nilai. Inti dari efektivitas pendidikan IPA sebenarnya tidak hanya membekali siswa dengan ilmu pengetahuan tapi juga menunjukkan masalah ilmiah secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks masyarakat. Isi dari bahan yang ada harus diajarkan seperti dengan cara mereka mendapatkan sesuatu yang berhubungan untuk mendiskusikan, mengembangkan dan memperkuat nilai.39