• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan Penanaman Nilai Terhadap Sikap Siswa SMA Tentang Nilai-Nilai Sains

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan Penanaman Nilai Terhadap Sikap Siswa SMA Tentang Nilai-Nilai Sains"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN PENANAMAN NILAI TERHADAP

SIKAP SISWA SMA TENTANG NILAI-NILAI SAINS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Priyo Agung N NIM: 104016200450

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH PENDEKATAN PENANAMAN NILAI TERHADAP

SIKAP SISWA SMA TENTANG NILAI-NILAI SAINS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Priyo Agung N NIM: 104016200450

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul:“Pengaruh Pendekatan Penanaman Nilai terhadap Sikap Siswa SMA tentang Nilai-nilai Sains” disusun oleh Priyo Agung N, NIM: 104016200450, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 11 Juni 2009 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd) pada jurusan Pendidikan IPA Program Studi Pendidikan Kimia.

Jakarta, 15 Juni 2009 Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Jurusan Pendidikan IPA Tanggal Tanda Tangan

Baiq Hana Susanti, M.Sc ... ... NIP : 150 299 475

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA

Nengsih Juanengsih, M.Pd ... ... NIP : 19790510 200604 2 001

Penguji I

Drs. Zamris Habib, M.Si ... ... NIP : 130 695 192

Penguji II

Tonih Feronika, M.Pd ... ... NIP : 19760107 200501 1 007

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(4)

ABSTRACT Priyo Agung N

Science Education Department, Chemist Education Study Program, Teaching and Education Faculty

Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta

(5)

ABSTRAK Priyo Agung N

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pendekatan Penanaman Nilai terhadap Sikap Siswa SMA tentang Nilai-Nilai Sains”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia dengan menerapkan pendekatan penanaman nilai terhadap sikap siswa SMA tentang nilai-nilai sains. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 58 Jakarta yang berjumlah 30 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre eksperimen dengan desain One-Group Pretest-Postest. Pengumpulan data dilakukan dengan tes pengetahuan kognitif dan angket pernyataan sikap. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor sikap siswa sebelum diberikan perlakuan sebesar 94,067 sedangkan rata-rata setelah diberikan perlakuan sebesar 122,13. Selain itu rata-rata skor tes kognitif siswa sebelum diberikan perlakuan sebesar 26,13 sedangkan rata-rata setelah diberikan perlakuan sebesar 75,33. Selanjutnya hasil uji “t” didapatkan harga thitung = 9,9 dan ttabel = 1,699. Maka, terdapat pengaruh positif pendekatan penanaman nilai terhadap sikap siswa tentang nilai-nilai sains pada konsep “Redoks”. Selain itu, persentase sikap siswa menunjukkan peningkatan sikap siswa tentang nilai-nilai sains. Pada indikator pengetahuan tentang peristiwa di alam yang melibatkan reaksi redoks peningkatan yang terjadi sebesar 24,47 %, kesadaran bahwa Tuhan pengatur segala urusan sebesar 19,79 %, kesadaran bahwa Ilmu pengetahuan berhubungan dengan keimanan sebesar 21,25 %, kesadaran tentang kekuasan dan kebesaran Tuhan sebesar 10,83 %, kesadaran bahwa dalam hidup ini harus bekerjasama dan tolong-menolong dalam kebaikan sebesar 19,91 %, kesadaran bahwa manusia diberikan potensi dan kemampuan yang berbeda-beda sebesar 16,66 %, kesadaran bahwa konsep redoks memiliki nilai ekonomis yang tinggi sebesar 30,84 %, kesadaran menghargai keragaman budaya Indonesia sebesar 22,92 %, pengetahuan bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki manfaat dan kegunaan bagi makhluk hidup sebesar 17,85 %.

KATA PENGANTAR

(6)

tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan syariatnya hingga hari kiamat nanti.

Alhamdulillah, saya ucapkan karena akhirnya skripsi dengan judul “Pengaruh Pendekatan Penanaman Nilai terhadap Sikap Siswa SMA tentang Nilai-Nilai Sains” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus selaku Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc Selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia yang telah memajukan Program Studi Pendidikan Kimia menjadi lebih baik.

4. Ibu Dra. Hj. Nelmi, M.M selaku Kepala SMAN 58 Jakarta atas kesempatan Penelitian yang diberikan.

5. Ibu Dewi Murniati, M. Si selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Jaenudin, M. Si selaku Wakil Kepala SMAN 58 sekaligus guru kimia kelas X yang bersedia memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian. 7. Rekan-rekan mahasiswa/i Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program

Studi Pendidikan Kimia, khususnya angkatan tahun 2004 yang memberikan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat terbaikku: Abdul, Aep, Ikhwan, Sadar, Astri dan Erni yang senantiasa memberikan bantuan berupa moril maupun materil demi terselesaikannya skripsi ini.

9. Ayah dan Ibunda tercinta serta seluruh keluarga yang telah berjasa membantu penulis baik moril maupun materi serta bersabar menanti kelulusan ananda. 10.Semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan di dalam skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pertolongannya agar penulis dapat menjadi lebih baik lagi.

Jakarta, Mei 2009

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI……… ... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 7

A. Deskripsi Teoritis... 7

1. Hakikat Nilai... 7

2. Hakikat Pendidikan Nilai... 17

3. Metode dalam Pendidikan Nilai... 23

4. Pengertian Sikap dan Pembentukannya ... 24

5. Pengertian Reaksi Redoks ... 28

6. Nilai-nilai Sains dalam Konsep Redoks ... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir... 35

D. Perumusan Hipotesis... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 37

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 37

B. Metode Penelitian ... 37

C. Subyek Penelitian... 37

D. Prosedur Penelitian ... 37

(9)

1. Validitas Instrumen Penelitian... 40

F. Hipotesis Statistik ... 40

G. Teknik Analisis Data... 40

1. Analisis Data Kuantitatif ... 40

2. Analisis Data Kualitatif ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

A. Deskripsi Data ... 44

1. Hasil Pre Angket Sikap Siswa tentang Nilai-nilai Sains... 44

2. Hasil Post Angket Sikap Siswa tentang Nilai-nilai Sains ... 45

B. Analisis Data... 46

1. Analisis Data Kuantitatif. ... 46

a...Uji Normalitas... 46

b...Uji Homogenitas ... 47

c...Pengujian Hipotesis ... 47

2. Analisis Data Kualitatif ... 48

C. Interpretasi Data... 53

D. Pembahasan ... 55

E. Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 63

A. Kesimpulan... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA... 64

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Pre Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai Sains ... 44

Tabel 4.2 Distribusi Post Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai Sains .. 45

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pre dan Post Angket Sikap Siswa ... 46

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas... 47

Tabel 4.5 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Hasil Pre dan Post Angket... 48

Tabel 4.6 Persentase Pre Angket Sikap Siswa ... 49

Tabel 4. 7 Persentase Pos Angket Sikap Siswa ... 50

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Histogram Distribusi Pre Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai Sains ... 44 Gambar 4.2. Histogram Distribusi Post Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai

Sains ... 45 Gambar 4.3 Grafik Persentase Rata-rata Sikap Siswa Pre Angket dan Post

(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Instrumen Pembelajaran

a. Silabus ... 67

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 68

c. Analisis Materi dengan Pendekatan Penanaman Nilai... 78

Lampiran 2. Instrumen Pengumpul Data a. Kisi-kisi Instrumen Pernyataan Sikap ... 84

b. Format Instrumen Pernyataan Sikap ... 85

Lampiran 3. Pengolahan Data a. Data Skor pre Angket Sikap Siswa ... 87

b. Data Skor post Angket Sikap Siswa... 90

c. Uji Normalitas pre Angket Sikap Siswa ... 93

d. Uji Normalitas post Angket Sikap Siswa ... 94

e. Uji Homogenitas Varians ... 95

f. Uji Hipotesis Penelitian ... 97

g. Rekapitulasi Persentase pre Angket Sikap Siswa ... 96

h. Rekapitulasi Persentase post Angket Sikap Siswa... 102

Lampiran 4. Surat Pernyataan Karya Ilmiah ... 106

Lampiran 5. Lembar Uji Referensi ... 107

Lampiran 7. Surat Bimbingan Skripsi ... 111

Lampiran 8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 112

Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian... 113

Lampiran 10. Surat Keterangan Lulus Uji Komprehensif... 114

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampai saat ini, kemajuan pendidikan di Indonesia hanya dapat menghasilkan manusia yang cerdas saja, yang dibuktikan dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada di Indonesia.Tetapi di sisi lainnya terjadi pergeseran nilai, sikap, dan moral yang tidak lagi menghargai martabat manusia lainnnya.

Banyak orang untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya dengan jalan pintas yang merugikan orang lain, dan tidak menghargai orang lain. Ini berarti dalam pengembangan pendidikan ada sesuatu yang salah, yaitu hanya menekankan pendidikan yang bersifat kognitif dan psikomotor semata, dan kurang mengembangkan pendidikan afektif yang menyebabkan hilangnya sistem nilai dalam pendidikan.

Adanya pergeseran dan perubahan-perubahan sistem-sistem nilai maupun nilai-nilai sendiri dalam masyarakat dewasa ini mungkin disebabkan karena:1

1) Kemajuan-kemajuan dalam kondisi hidup kita, sehingga kita lebih mempunyai kemampuan dan kebebasan bertindak, baik ini dibawa oleh pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi serta industrialisasi di kota besar.

2) Perubahan suasana di dalam masyarakat sendiri dari sifat yang tertutup kearah sifat yang terbuka, karena perkembangan dan perluasan jaringan komunikasi.

3) Perubahan perkembangan, hukum-hukum, adat kebiasaan serta cara berpikir tradisional kepada yang baru, yang lebih sesuai dengan tantangan dan situasi baru dalam masyarakat sekarang.

Perubahan-perubahan tersebut mudah membawa krisis, bila terjadi dengan pesat. Akibatnya, timbullah berbagai ketegangan, gangguan dan dapat kehilangan keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak hanya kebiasaan dan tingkah laku berubah, tetapi juga norma-norma atau nilai-nilai yang mendasarinya mengalami perubahan.

Sikap dan perilaku seseorang yang sudah dewasa sebenarnya berawal dari proses belajar di sekolah. Seorang siswa akan dengan mudah mengikuti dan

1

(14)

mengaplikasikan apa yang di ajarkan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Jika selama di sekolah siswa hanya diajarkan materi keilmuan saja, maka perilaku yang terbentuk akan lebih dipengaruhi oleh lingkungan sekitar siswa. Jika lingkungan sekitar tidak mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan, maka sikap dan perilaku yang terbentuk akan menjadi tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang seharusnya ada dalam diri siswa tersebut.

Hal ini karena bagi para pendidik, mengajar hanya diartikan sebagai transfer of knowledge, dan subyek belajar hanya membutuhkan pengetahuan saja. Padahal tujuan belajar secara esensial, disamping untuk mendapatkan pengetahuan, juga keterampilan dan untuk pembinaan sikap mental. Dengan demikian tidak cukup kalau hanya dilakukan proses pengajaran transfer of knowledge saja.2

Pendidikan merupakan dasar yang penting bagi kemajuan suatu bangsa, karena dengan pendidikan suatu bangsa akan mencapai kemajuan baik dalam pengembangan sumber daya manusia maupun pada pengelolaan sumber daya alam. Fungsi pendidikan adalah membimbing siswa kea rah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah suatu usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan tersebut.

Mengutip isi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, (Depdiknas, 2003: 5)3

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional di atas, peserta didik diharapkan dapat menjadi manusia yang utuh berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pembelajaran sebagai salah satu upaya mewujudkan tujuan pendidikan maka orientasi kerjanya tidak hanya terfokus pada aspek transfer ilmu pengetahuan saja tetapi juga menyangkut aspek normatif dan nilai-nilai, sehingga pembelajaran yang dilaksanakan tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional

2

Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 1986) h. 53 3

(15)

tersebut. Pembelajaran dengan menerapkan pendidikan nilai bertujuan agar manusia memiliki nilai-nilai yang seharusnya dimiliki selama proses belajar.

Sekolah sebagai salah satu lembaga yang menangani pendidikan, bertugas mengembangkan dan menumbuhkan daya penilaian yang benar, meneruskan warisan budaya manusia, dan menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai tersebut. Di samping tugas pokoknya mempersiapkan anak didik untuk menghadapi kemajuan jaman dengan bekal ilmu pengetahuan akademik.

Pembelajaran IPA di sekolah dikenal sebagai mata pelajaran sains atau lebih khusus dengan sebutan Biologi, Fisika, dan Kimia. Pemberian mata pelajaran IPA atau pendidikan IPA di sekolah bertujuan agar siswa memahami/ menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya.4 Dalam pembelajaran ini sarat dengan konsep-konsep abstrak, oleh karena itu dalam mengajarkannya selain teori harus disertai pula dengan visualisasinya agar siswa dapat memahami bagaimana gambaran konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya.

Ciri menonjol pendidikan IPA di Indonesia, ialah adanya nilai-nilai agama yang masuk ke dalam kurikulum. Melalui pendidikan IPA kita mendorong anak didik untuk dapat meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan YME, pencipta alam dan seisinya. Dimensi pendidikan IPA sekurang-kurangnya mengandung unsur atau nilai-nilai sosial budaya, etika moral, dan agama.

Pada kenyataannya, pembelajaran IPA di sekolah tidak memasukkan nilai-nilai sains di dalamnya. Yang terjadi adalah adanya dikotomi antara sains dengan ilmu agama yang memandang bahwa urusan dunia ilmu itu berbeda dengan urusan agama. Dengan demikian, pendidik tidak memiliki kewajiban untuk menanamkan nilai agama atau akhlak kepada siswa. Selain itu, nilai-nilai sains lain seperti nilai praktis, nilai intelektual dan nilai sosial sangat jarang ditemukan pada pembelajaran IPA di sekolah.

Strategi pengajaran yang digunakan para pendidik hanya bertujuan untuk mendapatkan hasil belajar kognitif siswa saja, tanpa melibatkan aspek afektif atau sikap serta nilai-nilai yang seharusnya juga menjadi perhatian yang serius dalam pencapaian hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Dengan

4

(16)

keadaan tersebut, pendidikan di Indonesia tidak akan mampu membangun kesadaran dan penghayatan terhadap sistem nilai dan moral yang terkandung dalam bahan ajar, sehingga sikap siswa tidak akan selaras dengan nilai-nilai yang diharapkan.

Sikap seseorang dapat di rubah dengan pemberian informasi serta komunikasi sosial yang dibangun antar siswa dengan guru dan antar siswa itu sendiri. Komunikasi sosial mempunyai peranan penting karena hal itu merupakan cara yang paling efektif bagi perubahan sikap seseorang. Bentuk komunikasi sosial dalam pembelajaran yaitu dengan pemberian informasi dari guru yang menyebabkan perubahan sikap siswa tentang nilai-nilai sains.

Peran guru sebagai pendidik sangat penting, oleh sebab itu guru harus menggunakan pendekatan dan metode pengajaran yang tepat untuk mencapai hasil belajar anak didik yang optimal. Pendekatan penanaman nilai dalam pendidikan nilai merupakan pendekatan yang tepat dalam mentransformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan IPA khususnya Kimia.

Materi Redoks adalah salah satu konsep dalam kimia yang dapat memberikan pemahaman tentang nilai-nilai sains yang terkandung dalam pembelajaran Kimia. Berkaitan dengan hal tersebut, kiranya perlu dilakukan penelitian tentang penerapan pendidikan nilai dalam pembelajaran Kimia pada konsep Redoks. Dengan adanya penelitian ini diharapkan siswa dapat menyadari dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran Kimia sehingga nilai-nilai tersebut tertanam dalam diri siswa dan siswa lebih tertarik lagi untuk mempelajari pelajaran Kimia di sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah yang dikemukakan di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain:

1) Adanya pergeseran dan perubahan-perubahan nilai-nilai sendiri dalam diri siswa, dimana perubahan tersebut membawa siswa kepada kebiasaan dan tingkah laku yang tidak selaras dengan nilai-nilai yang ada.

(17)

3) Strategi pengajaran yang digunakan pendidik belum banyak memasukkan nilai-nilai khususnya dalam pembelajaran IPA, sehingga belum dapat mencapai hasil belajar afektif yang maksimal.

C. Pembatasan Masalah

Supaya penelitian ini tidak terlalu luas, masalah yang diteliti dibatasi sebagai berikut:

1. Subyek yang diteliti adalah siswa kelas X SMA

2. Hasil belajar yang diukur adalah sikap siswa yang sampai pada tahap tanggapan (responding).

3. Konsep yang menjadi bahan penelitian adalah konsep Redoks, karena konsep tersebut dianggap relevan untuk dapat memberikan penanaman tentang nilai-nilai sains.

4. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penanaman nilai.

5. Nilai-nilai sains yang ingin diteliti mencakup nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, dan nilai religius

D. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut: “Apakah pendekatan penanaman nilai berpengaruh positif terhadap sikap siswa SMA tentang nilai-nilai sains pada konsep Redoks?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh pendekatan penanaman nilai terhadap sikap siswa SMA tentang nilai-nilai sains .

F. Manfaat Penelitian

(18)
(19)

BAB II KAJIAN TEORITIS

G. Deskripsi Teoritis 1. Hakikat Nilai

a. Pengertian Nilai

Pengertian nilai menurut Milton Roceach dan James Bank dalam Kartawisastra (1980:1) adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, di mana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercaya.5 Pengertian ini menunjukkan bahwa nilai itu merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang telah berhubungan dengan manusia yang memberikan nilai tersebut.

Menurut Gordon Allport (1964) bahwa nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Dalam pendidikan tentu saja pilihan yang diharapkan adalah nilai-nilai yang sesuai dengan tuntutan yang ada, baik yang berlaku dalam masyarakat maupun ajaran agama. Oleh karena itu dari sudut pandang sosiologi, pengertian nilai adalah patokan normative yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif. 6

Nilai adalah sesuatu yang menimbulkan minat atau obyek dari sesuatu minat. Dan lebih tegas lagi, Joseph dan Ronald L. Warren menyatakan bahwa: nilai itu merupakan suatu kemampuan atau kepastian yang memuaskan setiap keinginan manusia, yang dinyatakan sebagai cirri suatu benda, buah pikiran atau isi dari sesuatu pengalaman. Hal ini diperkuat juga oleh The Liang Gie dalam bukunya Garis Besar Etetik, bahwa: di dalam filsafat, nilai dipandang sebagai pengalaman dimana fakta yang nampak, menggejala untuk menimbulkan penghargaan dan perhatian bagi subyek yang melihatnya.7

Nilai secara umum disepakati sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita (Curriculum Corpotaion 1994). Apakah kita menyadari hal itu atau tidak, apakah dengan tujuan mengambil nilai tertentu saja,

5

Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), cet. I, h. 16 6

Suroso Adi, Manajemen Alam: Sumber Pendidikan Nilai, (Bandung: Mughni Sejahtera, 2006), h. 46 7

(20)

perwujudan nilai dapat dicerminkan dalam tindakan kita secara menetap.8 Bertens mengungkapkan bahwa nilai adalah sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik (Adimassana; 2001).9

Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko dan Bagong suyanto mengatakan nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.10 Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan.

Nilai bukan saja melibatkan aspek kepercayaan tetapi juga aspek pemahaman, perasaan, dan tingkah laku manusia. Definisi bagi istilah nilai adalah sejumlah hal yang dianggap penting, berharga, berguna atau mustahak. Secara lebih abstrak nilai seringkali merujuk pada prinsip, standar, atau pegangan yang melibatkan hal yang dianggap penting atau berharga.11 Berdasarkan definisi Brian V. Hill, nilai adalah memberikan prioritas bagi individu dan masyarakat terhadap keyakinan tertentu, pengalaman, dan tujuan, dalam menyimpulkan bagaimana masa depan mereka, dan apa saja yang mereka miliki.12

Kohlberg mengklasifikasikan nilai menjadi dua, yaitu nilai obyektif dan nilai subyektif. Nilai obyektif atau nilai universal yaitu nilai yang bersifat intrinsik, yakni nilai hakiki yang berlaku sepanjang masa secara universal. Termasuk dalam nilai universal ini antara lain hakikat kebenaran, keindahan dan keadilan. Adapun nilai subyektif yaitu nilai yang sudah memiliki warna,

8

Thomas W. Nielsen, “Value Education through Thinking, Feeling and Doing”, in Sosial Educator, Vol.23, No.2, August 2005.

9 Krisnamukti, “Dari Non Vitae sed Scholae Discimus Menuju Non Scholae sed Vitae Discimus”, Diambil dari www.krisnaster.blogspot.com, 1 Maret 2008.

10

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 35.

11

Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan” ,

International Seminar on Development of Values in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, Universiti of Malaya, p. 4.

12

(21)

isi dan corak tertentu sesuai dengan waktu, tempat dan budaya kelompok masyarakat tertentu.13

Khoiron Rosyadi mengutip pendapat Hoffmeister mengatakan bahwa nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran.14 Nilai dirasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan sampai pada suatu tingkat dimana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan mereka daripada mengorbankan diri.

Nilai-nilai didefinisikan sebagai suatu ide yang relatif konstan tentang suatu perilaku. Nilai-nilai menunjuk pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan. Kegiatan menilai dipandang sebagai suatu tindakan membuat membuat pertimbangan nilai, ekspresi perasaan atau penerimaan dan ketaatan pada seperangkat prinsip-prinsip.15

Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap dari keadaan obyektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau diwahyukan Allah SWT yang pada gilirannya merupakan sentimen (perasaan umum), kejadian umum, identitas umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum.16

M. Djunaidi Ghoni mengutip pendapat Loris C. Kattsoff dalam bukunya yang berjudul “Element Of Phylosophy”, yang menyimpulkan bahwa nilai itu mempunyai 4 macam arti, antara lain: 17

a. Bernilai, artinya berguna

b. Merupakan nilai, artinya baik atau benar atau indah

13 Sulaiman Zein, “Metode Penanaman Nilai Moral untuk Anak Usia Dini”, Diambil dari smpnbilahhulu.wordpress.com, 23 Februari 2008.

14

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet. I, h. 115 15

Sutarno, “Nilai dan Pendekatan Nilai”, dari Jurnal Pendidikan Nilai, Th. 6, No. 1 Pebruari 2000, h. 53

16

Abu Ahmadi dan Noor Salami, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksasra, 2004), Cet. IV, h. 202

17

(22)

c. Mengandung nilai, artinya merupakan obyek atau keinginan atau sifat yang menimbulkan sikap setuju serta predikat.

d. Memberi nilai, artinya bahwa sesuatu itu diinginkan atau menunjukkan nilai.

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai adalah keyakinan dan perasaan yang dimiliki seseorang dalam menentukan tingkat kebaikan, harga, dan keindahan terhadap sesuatu yang dilihat dan dipikirkan yang kemudian menyebabkan tindakan atau sikap yang mencerminkan keyakinannya tersebut. Nilai-nilai ini dikembangkan untuk memberikan filter dalam menghubungkan pikiran dan perasaan dengan tindakan disamping mencakup mengenai sistem pengaturannya.

Istilah nilai dikelompokkan dalam berbagai kategori yang berbeda seperti nilai kerohanian, moral, sosial, etika, estetika ekonomi, budaya, intelektual, persekitaran, undang-undang, ideologi, profesionalisme, kepemimpinan pribadi, prodiktivitas dan agama. Nilai etika merujuk nilai yang digunakan untuk membedakan antara baik dengan jahat, betul dengan salah, dan moral dan tak bermoral. Seterusnya, nilai moral merujuk tindakan atau nilai yang mempunyai implikasi langsung kepada kebajikan dan hak orang lain atau kepada isu keadilan dan persamaan18

Nilai mendasari sikap dan tindakan seseorang, karena nilai dapat dijadikan patokan dan prinsip-prinsip sebagai kriteria dalam menjalani kehidupannya. Nilai merupakan suatu gagasan atau konsep yang dijadikan acuan atau patokan dan motivasi dalam menentukan suatu hal atau tindakan yang hasilnya bergunan atau tidak bergunan, dan dipegangnya dalam waktu yang relative lama sehingga menjadi stabil, serta dinyatakan secara konsisten menjadi milik kepribadiannya. Oleh karena itu pendidikan nilai memiliki sasaran mengubah sikap, tindakan, dan kepribadian seseorang dari hal-hal yang tidak benar menjadi benar adanya, dari hal-hal yang buruk menjadi baik adanya, dan sifat-sifat lainnya kea rah positif atau kebaikan.

b. Jenis-jenis Nilai 18

Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”,

(23)

Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut:19

1) Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.

2) Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat nilai-nilai penting bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum. 3) Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai kejiwaan yang tidak

sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam itu ialah: keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4) Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas nilai dari suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi.

Khoiron Rosyadimengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut:

1) Nilai sosial adalah interaksi antar pribadi dan manusia berkisar sekitar baik-buruk, pantas-tidak pantas, semestinya-tidak semestinya, sopan-santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyarakat yang dituntut pada setiap anggota masayarakat disebut susila atau moral.

2) Nilai ekonomi adalah hubungan manusia dengan benda. Benda diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut nilai guna.

3) Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan. Nilai politik menyangkut nilai kekuasaan.

4) Nilai pengetahuan menyangkut nilai kebenaran.

5) Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan secara estetika.

6) Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan nilai-nilai itu sendiri.

7) Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan (nilai kepercayaan, ibadat, ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal) yang terbagi dalam baik dan buruk.

19

(24)

Menurut Sumaji, dkk, dimensi pendidikan IPA sekurang-kurangnya mengandung unsur atau nilai sosial budaya, etika moral, dan agama.20

1) Dimensi Sosial Budaya

Pendidikan IPA, selain harus semakin terkait dengan berbagai permasalahan nyata yang ada di lapangan, juga harus mampu mengantisipasi masa depan yang senantiasa berubah dan berkembang.

Keeton (Djohar, 1989) menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat perkembangan IPTEK akan memberi umpan balik kepada perkembangan budaya manusia, dan dalam kenyataannya evolusi kultural manusia melaju lebih cepat daripada evolusi biologisnya. Dengan demikian, pendidikan IPA diharapkan mampu menyatukan sains dan ilmuwan dalam evolusi kebudayaan itu. Artinya, kepuasan intelek manusia dalam mengembangkan IPTEK seharusnya dipadukan dengan kepuasan akan maknanya bagi kesejahteraan masyarakat luas.

2) Dimensi Etika Moral dan Agama

Dari sudut pandang ontology, IPA yang kita pelajari memperagakan berbagai fenomena alam yang indah mempesona, yaitu keragaman, keserupaan, keteraturan, kelestarian nisbi, dan kejadian-kejadian yang bersifat probabilistik, sehingga manusia meras tertarik kepada alam semesta dan kemudian mengagungkan penciptanya. Inilah nilai religius (agama) yang disumbangkan pendidikan IPA kepada anak didik.

Ilmuwan juga harus mampu menilai antara yang baik dan buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan ia untuk menentukan sikap, termasuk pula dalam menangani bioteknologi yang sedang berkembang pesat. Kekuasaan sains yang besar ini mengharuskan ilmuwan mempunyai landasan etike-moral dan agama yang kuat. Di sinilah pendidikan IPA memegang peranan yang amat strategis.

Menurut pendapat Einstein, bahwa sains mengandung lima nilai, yaitu: nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, nilai pendidikan,

20

(25)

dan nilai religius.21 Pencapaian penguasaan pengetahuan dan keterampilan hanyalah tujuan sementara dan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan lain dari pendidikan sains Kimia maupun tujuan pendidikan.

1) Nilai Sosial-ekonomi

Nilai sosial berorientasi kepada berbagai bentuk hubungan sosial, sikap bertanggungjawab terhadap kelompok, kasih sayang, sikap loyal dan bersedia berkorban dan berpartisipasi di dalam kehidupan sosial. Sikap sosial akan muncul pada diri seseorang, jika ia merasakan kebutuhan pentingnya orang lain terhadap keberadaan dirinya. Dengan kata lain nilai sosial terbentuk oleh rasa saling membutuhkan satu sama lain.

Nilai ekonomi dari sains walaupun tidak secara langsung dinyatakan dengan tegas, namun temuan dari sains dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Karakteristik nilai ini adalah menjada kesinambungan hidup, baik individu maupun kelompok yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk produksi dan pekerjaan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain nilai ekonomi sains mengutamakan segi kegunaan dan manfaatnya bagi kehidupan manusia.

2) Nilai Religius/ Agama

Nilai religius berorientasi kepada nilai keimanan sebagai dasar segala pemikiran dan tindakan yang berhubungan kepada kesadaran akan kekuasaan Tuhan YME dengan segala sifat asmaul husna lainnya. Menurut pandangan Einstein bahwa nilai religius sains adalah nilai yang dapat membangkitkan kesadaran akan keberadaan Tuhan di alam sebagai Sang Maha Pencipta dan sifat-sifat Tuhan lainnya.

Di sekolah, nilai-nilai keagamaan yang harus ditanamkan oleh guru seyogyanya diintegrasikan dalam kegiatan belajar-mengajar dari pembukaan sampai penutup. Apabila nilai-nilai tersebut telah tertanam kuat pada diri anak maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan memiliki kemampuan untuk mencegah dan menangkal serta membentengi mereka dari berbagai pengaruh negatif. Sebaliknya jika nilai-nilai

21

(26)

keagamaan itu tidak ditanamkan secara maksimal maka yang akan muncul adalah perilaku-perilaku kurang baik dan cenderung menyimpang dari aturan agama.22

3) Nilai Intelektual

Adalah kandungan nilai yang mengajarkan kecerdasan seseorang dalam menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu dengan tidak mempercayai tahayul atau kebenaran mitos, tetapi agar lebih kritis, analitis, dan kreatif terhadap pemecahan suatu masalah yang lebih efektif dan efisien.Kemajuan sains dapat dicapai apabila setiap saintis dapat mengembangkan nilai intelektual dari sains itu secara terus-menerus. Dengan mengembangkan nilai intelektual suatu bahan ajar sains dapat dianalisis suatu kelemahan dan kelebihannya untuk peningkatan bahan ajar tersebut.

4) Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan mencakup banyak hal, antara lain sikap mencintai kebenaran, sikap tidak buruk sangka, sikap murah hati dan tidak sombong, sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain, sikap tidak mudah putus asa, sikap teliti dan hati-hati, sikap untuk mengembangkan rasa ingin tahu. Menurut Einstein, nilai pendidikan sains adalah kandungan nilai yang dapat memberi inspirasi atau idea untuk pemenuhan kebutuhan manusia dengan belajar dari prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang berlaku dalam sains. Dengan demikian, nilai pendidikan ini bukan hanya menyangkut pendidikan mental sebagaimana disebutkan di atas, tetapi juga mencakup pendidikan teknik, pendidikan seni, dan pendidikan lainnya yang sifatnya meniru dari hukum alam menjadi hasil karya manusia.

5) Nilai praktis

22

(27)

Nilai kemanfaatan dari suatu bahan ajar adalah dikaitkan dengan segi-segi praktis bagi kehidupan manusia. Bahan ajar dalam Biologi contohnya, banyak berkaitan dengan masalah kehidupan manusia, sehingga tidak disangsikan lagi memiliki banyak nilai kemanfaatannya.

Penilaian terhadap suatu nilai bergantung pada penangkapan atau keyakinan seseorang atas kebenaran yang diperoleh dari objek atau fenomena yang diamatinya atau dipelajarinya. Aspek penilaian terhadap suatu nilai, Krathwohl et.al (1964) dan Bloom et.al (1980) membaginya ke dalam tiga tingkatan, yaitu:23

1) Penerimaan suatu nilai (Acceptance of value)

Pada tingkatan penerimaan ini, penekanannya mengarah kepada asal-usul keberhasilan suatu objek, fenomena, dan perilaku yang diamatinya seperti: kepercayaan menjadi teman baik atau anggota kelompoknya. Dalam hal ini, sesuatu dipandang bernilai apabila seseorang setelah mengamatinya, dan mempelajarinya, kemudian ia bersikap meneriman atau menyetujui terhadap makna kandungan nilai-nilainya.

2) Pemilihan terhadap nilai (Preferensi for value)

Pada tingkatan pemilihan nilai ini, seseorang berusaha menginginkan dan mengikuti nilai yang dianutnya untuk dapat melaksanakan nilai-nilai tersebut seperti: ia dapat mengungkapkan pandangan dan argumentasi dari suatu nilai objek yang dipelajarinya.

3) Keterikatan atau komitmen kepada nilai (Commitment)

Tingkatan yang menunjukkan tampilan perilaku dari suatu nilai yang dipegangnya dan kemungkinan memperluas pengembangan dirinya terhadap nilai tersebut dan juga terhadap orang lain, seperti: ia dapat mengungkapkan prinsip-prinsip dalam hidupnya dan kehidupannya di masyarakat, berupa kepatuhannya terhadap sesuatu yang dianggapnya baik.

2. Hakikat Pendidikan Nilai a. Pengertian Pendidikan Nilai

23

(28)

Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri sesorang.24 Pendidikan tidak hanya mau mengembangkan ilmu, kerampilan, teknologi, tetapi juga ingin mengembangkan aspek-aspek lainnya seperti kepribadian, etik, moral dan lain-lain

Dari sudut yang sempit, pendidikan nilai boleh ditakrifkan sebagai usaha yang eksplisit, sadar dan berpandukan kurikulum yang khusus untuk mengajar nilai. Pengajaran tersebut bertujuan untuk mengembangkan nilai yang sudah dimiliki oleh pelajar dan nilai lain yang dikenal pasti sebagai penting oleh pakar pendidik, dan membantu pelajar untuk membentuk kecenderungan bertindak sejajar dengan nilai yang mereka miliki.

Dari sudut yang luas pula, pendidikan nilai merupakan satu konsep payung yang membabitkan pengalaman kurikulum biasa dan berbagai manifestasi kurikulum tersebut seperti pendidikan perwatakan, pendidikan moral, pendidikan keamanan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sivik, pendidikan seks, pendidikan hak asasi manusia, pendidikan agama, perkembangan sosial, latihan nilai. 25

. Proses pendidikan nilai merupakan suatu proses yang terjadi dalam interaksi terus-menerus antara subyek-subyek pendidikan, baik peserta didik dengan pendidik, maupun antara peserta didik sendiri. Dalam proses ini anak didik dibantu mengadakan refleksi atas pengalaman-pengalaman hidup mereka.26Pendidikan nilai adalah upaya untuk mengembangkan potensi terdidik agar dirinya dapat menemukan nilai dalam arti memilah dan memilih, mengenal, menumbuhkan, memupuk, mengembangkan apa yang seharusnya ia hargai dan yang seharusnya tidak ia hargai.27

Tujuan pendidikan nilai secara global adalah mencapai manusia yang seutuhnya; menjadi manusia purnawan, jika menggunakan bahasa Driyarkara. Pendidikan nilai hendak mencapai manusia yang sehat; mencapai pribadi yang terintegrasi jika menggunakan bahasa Philomena Agudo. Integrasi pribadi memadukan semua bakat dan kemampuan daya manusia dalam kesatuan utuh

24 Kaswardi,

op. cit, h. 3 25

Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”,

International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya. p. 17

26

Kaswardi, op. cit, h. 75 27

(29)

menyeluruh. Pembawaan fisik, emosi, budi, dan rohani diselaraskan menjadi kesatuan harmonis.28

Pendidikan nilai bertujuan untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Dalam pembinaan akhlak, perhatian yang cukup besar hendaklah dberikan terhadap pendidikan akhlak anak-anak.29

Menurut Kaswardi terdapat 3 model pelaksanaan pendidikan nilai yang dianjurkan yaitu:30

1) Model pewarisan melalui pengajaran langsung atau semacam indoktrinasi. Kepada anak didik nilai disampaikan atau ditanamkan, bahkan sering dipompakan dengan pengulangan-pengulangan, latihan,dan pemaksaan secara mekanistik.

2) Model pengembangan kesadaran nilai yang disebut model penerangan nilai. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran nilai tidak bias diajarkan secara indoktrinasi. Nilai barulah nilai bila diketemukan oleh anak didik dan dialaminya sendiri.

3) Pengembangan nilai etika swatata. Anak didik tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang secara kualitatif berbeda satu sama lain.

b. Landasan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Sains

Implementasi pendidikan nilai dalam pembelajaran sains memiliki landasan yang fundamental, yaitu: 1) Landasan filosofis, 2) Landasan agama, dan 3) Landasan sosio-kultural.31

1. Landasan Filosofis

Indonesia memiliki falsafah Pancasila sebagai landasan idealnya, sehingga sistem pendidikan yang terselenggarakan harus berlandaskan

28

Krisnamukti, “Dari Non Vitae sed Scholae Discimus Menuju Non Scholae sed Vitae Discimus”, diambil dari www.krisnaster.blogspot.com, 1 Maret 2008.

29

“Pendidikan Nilai”, diambil dari http://diaz2000.multiply.com, 4 Maret 2008. 30

Kaswardi, op. cit, h. 77-78 31

(30)

nilai-nilai dalam Pancasila, yaitu sebagai berikut kelima sila dalam Pancasila.

Pendidikan yang berlandaskan sila Ketuhanan YME, berarti dalam penyelenggaraan pendidikannya harus mengandung atau bermuatan nilai religius atau keagamaan. Pendidikan yang berlandaskan sila kemanusiaan yang adil dan beradab, berarti dalam penyelenggaraanya harus mengandung muatan nilai intelektual, nilai sosial dan nilai pendidikan kemanusiaan yang adil dan beradab pula. Pendidikan yang berlandaskan sila persatuan Indonesia, maka dalam penyelenggaraanya harus dapat menanamkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa.

Pendidikan yang berlandaskan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, maka dalam penyelenggaraan pendidikan yang berpedoman kepada kedua sila tersebut harus dapat menanamkan nilai-nilai sosial-politik yang berlaku dalam negara Indonesia.

2. Landasan Agama

Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga bangsa Indonesia harus beragama, walaupun agama yang dianutnya berbeda-beda. Hal ini akan menjadi suatu keyakinan bahwa setiap individu menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan (Agama) yang mendambakan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Setiap pemeluk agama akan meyakini bahwa sumber kebenaran utama dalam hidup adalah ajaran agamanya. Setiap ajaran Agama melarang pemeluknya berbuat jahat, dan selalu mengajurkan berbuat baik, yang berbeda adalah dalam hal syariat ibadahnya atau kegiatan ritual Agamanya.

3. Landasan Kultural (Budaya Bangsa)

(31)

bangsa yang kesemuanya menjunjung tinggi semangat “Bhineka Tunggal Ika”, walaupun berbeda-beda tetap satu satu sebagai bangsa Indonesia.

c. Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan Sains

Pendidikan nilai merupakan upaya eksplisit untuk mengajarkan nilai-nilai dan atau menilai-nilai. Superka, Ahrens dan Hedstrom (1976) menyatakan ada lima pendekatan dasar dalam pendidikan nilai-nilai: 32

1) Penanaman (inculcation). Sebagian besar pendidik yang memandang pendidikan nilai-nilai dari perspektif sosial atau cultural melihat nilai-nilai sebagai penerimaan standar atau aturan perilaku. Siswa menghubungkan nilai-nilai ini dengan sistem nilainya sendiri.

2) Perkembangan moral (moral development). Perspektif perkembangan moral yakni pemikiran moral berkembang dalam tahap-tahap melalui urutan spesifik. Pendekatan ini terutama berfokus pada nilai-nilai moral seperti: kejujuran, keadilan, persamaan dan martabat manusia, sendangkan nilai-nilai lain tidak dipertimbangkan.

3) Analisis (analysis). Pendekatanini menekankan pada pemikiran dan penalaran social (rational thingking and reasoning). Tujuan dari pendekatan anilisis ini untuk membantu siswa menggunakan pemikiran logis dan langkah-langkah penelitian ilmiah berkenaan dengan isu-isu nilai.

4) Klarifikasi nilai (value clarification). Fokus sentralnya adalah membantu siswa menggunakan pemikiran rasional maupun kesadaran emosionalnya untuk menguji pola-pola perilaku personal dan mengklarifikasi dan mengaktualisasikan nilai-nilainya.

5) Action learning. Nilai mencakup proses implementasi disamping pengembangan. Pendekatan ini terkait dengan upaya pendidik studi sosial yang menekankan pada pengalaman kerja yang didasarkan pada kemasyarakatan ketimbang pengalaman kerja ruang kelas.

Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Metode yang digunakan dalam pendekatan penanaman nilai antara

32

(32)

lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.33

Strategi penanaman nilai dikenal sebagai strategi yang paling tua dalam pendidikan nilai. Cara yang sering digunakan dalam strategi ini adalah ceramah, teknik penguatan cerita, bernyanyi, atau permainan. Penggunaan strategi ini akan lebih efektif jika didahului oleh proses klarifikasi nilai secara bermakna.34

Salah satu model pengembangan kesadaran nilai yang kita kenal ialah model pewarisan lewat pengajaran langsung, atau semacam indoktrinasi. Kepada anak didik nilai-nilai disampaikan atau ditanamkan, bahkan sering dipompakan dengan pengulangan-pengulangan, latihan, dan pemaksaan secara mekanistik. Pengaruh yang negatif atau merugikan anak harus dicegah dari lingkungan anak. Di sini nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat dimengerti lebih sebagai kebajikan-kebajikan, seperti ketertiban, kejujuran, kesederhanaan, dan sebagainya, atau sebagai tindakan sosial yang positif.35

Menurut Nik Azis Pa, pendukung pendekatan pemupukan (penerapan) nilai membuat andaian bahwa terdapat satu set mutlak atau sejagat yang disetujui oleh masyarakat, dan nilai tersebut tidak berubah dan dapat digunakan dengan sewajarnya dalam semua keadaan. Pendekatan ini menganggap bahwa nilai sejagat berasal dari Tuhan atau terbit dari hukum alam semula jadi. Peranan guru adalah untuk memindahkan nilai sejagat ke dalam diri para pelajar dan memastikan mereka bertingkah laku selaras dengan nilai tersebut. Peranan pelajar pula adalah untuk menerima nilai sejagat yang diajar oleh guru tanpa perbincangan.36

Menurut Rohaida, salah satu pendekatan untuk perkembangan nilai adalah dengan menanamkan nilai kepada siswa secara langsung, yang artinya guru memperkenalkan pemberian pertimbangan nilai dan berusaha untuk memasukannya ke dalam diri siswa. Nilai merupakan konsep yang sederhana dari bagaimana seharusnya suatu hal dan nilai-nilai tersebut mengakui seluruh

33 Trimo

, “Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan”, diambil dari Suciptoardi.wordpress.com, 20 Juni 2008.

34

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 183 35

Kaswardi, dkk., loc. cit, h. 77 36

Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”,

(33)

pertimbangan nilai yang kita buat dan kita terima atau kita tolak. Salah satu cara untuk menyakinkan siswa agar menerima pertimbangan nilai kita adalah dengan pemberian pendapat yang sama dengan pendapat kita kepada siswa. Dengan kata lain, mengubah keyakinan agar dapat mengubah sikap mereka, yang terkandung dalam nilai-nilai tersebut.37

Pendekatan penanaman nilai adalah pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut Superka et al. (1976), tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.38

Tujuan penanaman nilai kedalam pelajaran IPA, adalah karena sebagai instrumen kunci untuk memajukan ekonomi dan teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia, IPA tidak dapat diajarkan tanpa berpedoman pada nilai. Inti dari efektivitas pendidikan IPA sebenarnya tidak hanya membekali siswa dengan ilmu pengetahuan tapi juga menunjukkan masalah ilmiah secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks masyarakat. Isi dari bahan yang ada harus diajarkan seperti dengan cara mereka mendapatkan sesuatu yang berhubungan untuk mendiskusikan, mengembangkan dan memperkuat nilai.39

3. Metode dalam Pendidikan Nilai

Dalam pembelajaran yang menerapkan pendidikan nilai, metode mempunyai peranan penting. Metode di sini adalah bagaimana cara menyajikan materi ajar agar dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa secara jelas. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode ceramah bermakna. Ciri dari metode ceramah bermakna yaitu guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir. Selain itu guru harus mempersiapkan pertanyaan yang akan diajukan dan juga mempertimbangkan dimana pertanyaan itu harus digunakan.40

37 Rohaida Moh. Saat, “The Role of Values in Science Education: Implication to Teacher Training”,

International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya. p. 6

38

Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta,2008), h. 61 39

Siow Heng Loke, “Values in Assesment in Science Education”, International Seminar on

Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya, p. 10

40

(34)

Dengan menggunakan metode ceramah bermakna, diharapkan pemahaman konsep siswa dapat lebih baik daripada hanya membaca dari buku ajar saja. Selain itu dapat meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai sains yang terkandung dalam pelajaran kimia yang akan diberikan.

4. Pengertian Sikap dan Pembentukannya

Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Mengutip dari Bruno (1987), Muhibbin Syah menjelaskan bahwa sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang lain atau berang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap sebagai suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu.41

Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang baik atau tidak baik.42 Menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1990), sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain.43

Sikap diasumsikan sebagai pola mengadakan respons yang dimiliki, lebih tepat dipelajari seseorang. Sikap seseorang dapat diperoleh dan menghasilkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan.44 W.J. Thomas dalam Abu Ahmadi (1985), memberi batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial.45

Dari definisi tentang sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu kesediaan untuk bereaksi dan melakukan tindakan yang merupakan reaksi terhadap sesuatu atau objek tertentu yang berasal dari dalam maupun luar dirinya.

41

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), h. 120

42

W.S Winkel, op.cit, h. 72 43

Ratna Wilis Dahar, op. cit, h. 140 44

Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1982), h. 55 45

(35)

Sikap terhadap objek, gagasan, atau orang tertentu merupakan orientasi yang bersifat menetap dengan komponen-komponen sebagai berikut:46

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki seseorang mengenai objek sikap tertentu, fakta, pengetahuan, dan keyakinan tentang objek. b. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi seseorang terhadap objek, terutama penilaian.

c. Komponen Perilaku

Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek.

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan factor internal, tetapi tidak semua factor internal adalah sikap. Adapun cirri-ciri sikap adalah sebagai berikut:47

a. Sikap itu dipelajari (learnabilty)

Sikap merupakan hasil belajar. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

b. Memiliki kestabilan (stability)

Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil melalui pengalaman.

c. Personal-sosietal significancy

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi.

d. Berisi kognisi dan affeksi

Komponen kognisi daripada sikap adalah berisi informasi yang factual, misalnya: obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

e. Approach-Avoidance directionality

46

David o. Sears, et. al., Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga, 1999), h. 138 47

(36)

Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu obyek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseoran memiliki sikap yang unfavorable, mereka akan menghindarinya.

Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya. Karena itulah sikap selalu berubah-ubah dan dapat dipelajari. Sikap tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan suatu obyek.

Proses pembentukan sikap berdasarkan teori insentif adalah proses menimbang baik-buruknya berbagai kemungkinan posisi dan kemudian mengambil alternatif yang terbaik. Salah satu versi terkenal dari pendekatan insentif terhadap sikap adalah teori respons kognitif (Green-wald, 1968; Petty, 1981). Teori ini mengasumsikan bahwa seseorang memberi respons terhadap suatu komunikasi dengan beberapa pikiran positif atau negatif, dan bahwa pikiran-pikiran ini sebaliknya menentukan apakah orang akan mengubah sikapnya sebagai akibat komunikasi atau tidak.48

Berdasarkan teori insentif tersebut, sikap tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbentuk akibat dari adanya interaksi serta komunikasi antar sesama manusia terhadap obyek tertentu. Interaksi tersebut akan mengubah sikap seseorang ke arah yang dia sukai.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap yang secara garis besar dibagi dua, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan sendiri, seperti selektifitas. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor-faktor pembentukan sikap yang terdapat dari luar diri seseorang, diantaranya: 49

a. Sifat obyek yang dijadikan sasaran sikap. b. Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap.

c. Sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut. d. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap. e. Situasi pada saat sikap itu dibentuk.

Bahan pelajaran, media dan sumber yang dipelajari oleh siswa, kesemuanya akan membentuk sikap siswa, sehingga guru harus bisa menyeleksi dan mengolah bahan dan sumber belajar siswa sehingga dapat mencapai hasil

48

David o. Sears, et. al., op. cit, h. 144 49

(37)

belajar yang optimal. Sikap siswa yang positif sama dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Selain itu interaksi yang terjadi dalam proses belajar mengajar bisa membentuk sikap siswa.Hal ini dalam pendidikan dikenal sebagai bentuk kerjasama antar siswa maupun kerjasama antar siswa dengan guru, dimana siswa merupakan afiliasi dari kelompok belajar di dalam kelas.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam pembentukan sikap terdapat faktor intern dan ekstern yang mempengaruhinya. Pada kenyataannya faktor ekstern memiliki peranan yang lebih besar dalam mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. Hal ini karena manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesamanya sehingga dari interaksi tersebut akan membentuk sikap ke arah yang dia sukai.

5. Pengertian Reaksi Redoks

Reaksi redoks banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, tetapi mungkin kita belum mengetahuinya. Kita sering melihat besi yang berkarat atau melihat peristiwa pembakaran. Peristiwa tersebut merupakan proses oksidasi. Cara kerja aki atau batu baterai juga dengan reaksi redoks. Keduanya merupakan contoh benda yang pemakaiannya menggunakan prinsip redoks.

Reaksi oksidasi-reduksi yang dikenal dengan reaksi redoks diawali dengan mengaitkan reaksi suatu zat dengan oksigen. Konsep redoks kemudian berkembang menjadi reaksi yang melibatkan elektron (menangkap dan melepaskan elektron). Seiring berjalannya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, konsep redoks berkembang menjadi suatu reaksi yang mengalami perubahan bilangan oksidasi.

Reaksi redoks merupakan dua reaksi yang tidak dapat dipisahkan. Hal itu disebabkan reaksi reduksi dan oksidasi merupakan reaksi yang berlangsung secara bersamaan dalam suatu reaksi. Pada umumnya jika pada suatu reaksi terjadi reaksi reduksi maka secara bersamaan terjadi reaksi oksidasi, atau disingkat reaksi redoks.

Perkembangan reaksi redoks dibagi menjadi tiga tahap, diantaranya adalah:

(38)

Dahulu, pengertian reaksi oksidasi hanya terbatas pada reaksi suatu zat dengan oksigen. Secara harfiah kata ”oksidasi” berarti ”pengoksigenan”.

Contoh dari reaksi redoks:

Reaksi pembakaran metana (CH4) yang disertai dengan penangkapan oksigen, disebut reaksi oksidasi. Terjadinya perkaratan besi (penangkapan oksigen oleh serbuk besi) disebur reaksi oksidasi.

2) Konsep reaksi redoks dihubungkan dengan pertukaran elektron

Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan suatu penemuan baru bahwa reaksi oksidasi dan reduksi tidak hanya reaksi-reaksi yang melibatkan oksigen, tetapi ditemukan juga reaksi redoks yang melibatkan elektron atau berdasarkan elektronegativitas, baik menangkap atau melepaskan elektron. Dengan kata lain reaksi dapat berlangsung dengan menangkap atau melepaskan elektron berdasarkan harga elektronegatifitas unsur-unsurnya.

Contoh 1:

Contoh 2:

Pada persamaan reaksi di atas, jika ditinjau dari konsep reaksi redoks berdasarkan penggabungan dan pelepasan oksigen persamaan reaksi pada contoh 1 termasuk reaksi oksidasi, tetapi persamaan reaksi pada contoh 2 tidak termasuk reaksi oksidasi. Padahal, magnesium (Mg) dalam kedua reaksi tersebut mengalami hal yang sama yaitu melepas dua elektron. Jadi, pengertian oksidasi reduksi yang dikaitkan dengan oksigen terlalu sempit sehingga perlu definisi yang lebih luas. Oleh karena itu para ahli meninjau dari ikatan kimianya, yaitu berdasarkan serah terima elektron.

Konsep redoks berdasarkan pelepasan dan penerimaan elektron ini dapat diterapkan untuk reaksi-reaksi yang tidak melibatkan oksigen. Reaksi oksidasi berkaitan dengan lepasnya elektron suatu zat, sedangkan reaksi reduksi berkaitan dengan penerimaan elektron oleh suatu zat. Dengan demikian, semua proses kimia

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O

(39)

yang disertai pelepasan dan penerimaan elektron termasuk ke dalam reaksi oksidasi dan reduksi.

3) Konsep reaksi redoks dihubungkan dengan bilangan oksidasi (biloks)

Konsep reaksi redoks berdasarkan pada penangkapan dan pelepasan elektron tidak cukup untuk menjelaskan reaksi reduksi oksidasi yang ada. Itu disebabkan kebanyakan dalam reaksi tidak jelas apakah terjadi perpindahan elektron atau tidak, seperti pada reaksi di bawah ini:

Reaksi antara gas hidrogen (H2) dan gas klor (Cl2) tidak melibatkan elektron, tetapi terjadi berdasarkan adanya ikatan kovalen dua unsur yang bereaksi. Dari sini muncullah konsep reaksi redoks ketiga yang dihubungkan dengan biloks, karena pada kenyataannya tidaklah cukup menjelaskan konsep redoks dengan teori yang ada.

Konsep reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi pada reaksi tersebut dikenal dengan reaksi redoks berdasarkan konsep bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi didefinisikan sebagai muatan imajiner suatu atom dalam senyawa jika didistribusikan elektron di sekitar atom tersebut yang diperhitungkan berdasarkan nilai elektronegativitas. Secara sederhana, bilangan oksidasi diartikan sebagai muatan yang seolah-olah dimiliki oleh suatu atom. Bilangan oksidasi disingkat biloks.

6. Nilai-nilai Sains dalam Konsep Redoks

Konsep Redoks adalah salah satu konsep dalam kimia yang dapat memberikan pemahaman tentang nilai-nilai sains yang terkandung dalam pembelajaran Kimia. Nilai-nilai sains tersebut mencakup nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, dan nilai religius.

1) Nilai Praktis

Nilai kemanfaatan dari suatu bahan ajar adalah dikaitkan dengan segi-segi praktis bagi kehidupan manusia. Sains berkembang pesat dikarenakan banyaknya nilai praktis (manfaat) bagi manusia. Nilai-nilai praktis inilah yang biasanya diajarkan guru dalam memotivasi belajar siswa. Nilai-nilai praktis tersebut

H2 + Cl2 2 HCl

(40)

diketahui siswa setelah melalui proses pembelajaran yang mengkaitkan materi yang diajarkan dengan manfaat dari mempelajari materi tersebut.

Berkaitan dengan manfaat sains tersebut, reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari terjadi pada penggunaan bensin atau solar pada kendaraan bermotor. Pada peristiwa tersebut terjadi reaksi pembakaran karbon yang terkandung dalam bensin oleh oksigen yang selanjutnya dihasilkan karbondioksida. Selain itu reaksi redoks juga terjadi pada fotosintesis tumbuhan, dan pada waktu isi ulang air aki .Reaksi redoks juga terjadi pada kembang api yang meledak. Nyala kembang api yang berwarna-warni ditimbulkan oleh reaksi oksidasi yang berlangsung cepat.

Penerapan konsep redoks juga terjadi pada perlindungan katodik pada besi. Untuk mencegah korosi pada pipa yang ditanam dalam tanah dapat dilakukan perlindungan katodik. Pipa besi dihubungkan dengan magnesium, sehingga pipa besi bertindak sebagai katoda (pengoksidasi) dan magnesium sebagai anoda (pereduksi). Dalam hal ini magnesium akan teroksidasi (berkarat) sedangkan besi tidak. Untuk mencegah perkaratan, dapat juga dilakukan pengecatan pada benda yang terbuat dari besi untuk menghindari reaksi antara besi dengan oksigen dan uap air.

2) Nilai Intelektual

Nilai intelektual adalah kandungan nilai yang mengajarkan kecerdasan seseorang dalam menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu dengan tidak mempercayai tahayul atau kebenaran mitos, tetapi agar lebih kritis, analitis, dan kreatif terhadap pemecahan suatu masalah. Nilai intelektual dalam diri siswa dapat dilihat dari wawasannya tentang konsep redoks secara luas dan mendalam.

Contoh nilai intelektual yang terdapat dalam konsep redoks adalah pada peristiwa oksidasi pada saat perkaratan besi. Besi mudah bereaksi dengan oksigen dan uap air menghasilkan senyawa yang mengandung oksigen (Fe2O3. 2 H2O) yang disebut karat. Reaksi oksidasi terjadi pada saat kita melakukan respirasi, dimana glukosa dalam karbohidrat yang kita dapat dari makanan dioksidasi oleh oksigen sehingga menghasilkan energi serta karbondioksida.

(41)

dalamnya untuk menghambat terjadinya reaksi oksidasi yang dapat merusak makanan.

3) Nilai Religius

Nilai religius adalah nilai yang dapat membangkitkan kesadaran akan keberadaan Tuhan di alam sebagai Sang Maha Pencipta dan sifat-sifat Tuhan lainnya. Dalam pencarian hukum alam akan ditemukan bahwa sesuatu itu ada dengan sendirinya yang ilmu pengetahuan sulit untuk menjelaskannya seperti masalah energi, masalah hidup, bentuk atom, dan lainnya. Kegiatan-kegiatan menemukan hukum alam pada dasarnya menemukan adanya Sang Pencipta yang mengendalikan berbagai peristiwa di alam. Para ilmuan tidak akan tertaik menemukan hukum-hukum alam, jika mereka tidak menyadari akan adanya aturan alam ini.

Berbagai tanda alam ditunjukkan dalam Al Quran, seperti: “ Dia yang menurunkan air dari langit (awan), kemudian Kami tumbuhkan dengan air itu bermacam-macam tumbuhan, kemudian Kami keluarkan daripadanya daun-daun yang menghijau, Kami keluarkan daripadanya biji-bijian yang bersusun-susun dari mayang pohon kurma. (Kami keluarkan) buah kurma dengan tangkainya yang berdekatan dan lagi (Kami tumbuhkan) kebun-kebun dari pokok-pokok anggur,zaitun dan delima, yang seupa dan tak serupa. Kamu perhatikanlah buahnya, bila ia berbuah dan buahnya yang telah masak. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tanda-tanda bagi kaum yang mau beriman.“ (Q.S Al An’am: 99)

Nilai religius terdapat dalam konsep redoks secara eksplisit yang dapat kita kaji pada setiap reaksi redoks. Seluruh kejadian di alam ini sudah diatur oleh Tuhan sehingga berjalan dengan semestinya dan menurut ukurannya masing-masing. Contoh yang dapat kita ambil adalah pada reaksi fotosintesis. Pada reaksi tersebut, Tuhan telah mengatur agar tumbuhan hijau dapat melakukan proses fotosintesis tanpa melalui proses berpikir terlebih dahulu.

Gambar

Tabel 4.1. Distribusi Pre Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai Sains ...
Gambar 4.1. Histogram Distribusi Pre Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai Sains
Tabel 4.1. Distribusi Pre Angket Sikap Siswa tentang
Tabel 4.2 Distribusi Post Angket Sikap Siswa tentang Nilai-Nilai Sains
+7

Referensi

Dokumen terkait

Many urban areas especially in developing countries including Indonesia face a massive urbanisation and insufficient urban infrastructures to accommodate needs of urban

Artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan penurunan kecemasan pada lanjut usia saat hospitalisasi di Ruang Pratama dan Pratiwi Rumah Sakit Ciremai

Berbeda sebagai seseorang pribadi tidak menyangkutkan jabatan Notaris tersebut dipailitkan maka akibat hukum yang timbul adalah sebagaimana diatur di dalam UUK Nomor 37 Tahun

• Kemudian, guru meminta setiap kelompok untuk memerankan percakapan yang telah disusun dan berisi ungkapan kalimat pujian tentang pemandangan alam di luar kelas.. •

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan spesies avifauna pada lokasi Mampie dan Garassi yang memiliki variasi tutupan lahan dan berada

Mitra Niaga Corporation tentang rekrutmen tenaga kerja lulusan SMA/SMK, kedudukan tenaga kerja dalam perjanjian kerjasama dan kendala yang terjadi dalam pelaksanaan rekrutmen

Orang tua yang bekerja sebagai swasta memiliki status ekonomi yang lebih baik sehingga lebih mudah dalam memfasilitasi anak dalam proses perkembangan khususnya

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081,