• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Deskripsi Teoritis

3. Hakikat Penguasaan Konsep a.Pengertian Konsep a.Pengertian Konsep

Konsep menurut Sutarto adalah kategori yang diberikan pada stimulus - stimulus lingkungan oleh karena itu dalam pengkonsepan selalu ada kejadian (sebagai stimulus) dalam penyajian verbal, yang sering disebut dengan gambaran mental, dengan ini pengonsepan adalah hal yang tidak mudah.27

Dengan demikian dapat dipahami bahwa Biologi merupakan ilmu yang tidak dapat dianggap mudah dan untuk mempermudah penguasaannya perlu berpijak pada cara bagaimana mempermudah dalam menguasai konsep-konsep yang ada dalam Biologi tersebut.

Carin mengemukakan bahwa konsep adalah gagasan yang digeneralisasikan dari pengalaman-pengalaman tertentu yang relevan. Atas gagasan Bruner tentang belajar konsep, Joyce mengemukakan bahwa fokus dari belajar konsep adalah pada bagaimana subjek secara bertahap memperoleh dan menggunakan informasi tentang suatu

konsep melalui pengkategorisasian (Categorizing), yaitu

mengidentifikasi dan menempatkan objek-objek atau kejadian-kejadian ke dalam kelas-kelas berdasarkan kriteria tertentu.28

Berdasarkan aktivitas pengkategorisasian ini akan terjadi pembentukan konsep, dan perolehan konsep.

27

Sutarto, Buku Ajar Fisika (BAF) dengan Tugas Analisis Foto Kejadian Fisika (AFKF) Sebagai Alat Bantu Penguasaan Konsep Fisika, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Mei, 2005), No.054, h. 327

28

Konsep menurut Betty Marisi Tunip adalah kategori pengalaman yang dirumuskan dalam bentuk ungkapan yang berisi atribut dan label. Atribut ialah karakteristik pembeda yang dapat dipakai untuk menentukan apakah sesuatu merupakan contoh bukan contoh suatu konsep.29

Kemampuan memberikan contoh yang memiliki semua ciri pembeda suatu konsep disebut contoh positif, sedangkan yang tidak sesuai dengan ciri pembeda disebut contoh negatif. Pernyataan yang tidak memuat semua ciri pembeda suatu konsep dianggap salah. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa atribut adalah kata kunci dalam pengertian suatu konsep.

Dalam pendidikan sains, konsep (pengetahuan dasar) adalah faktor yang mempengaruhi belajar, seperti dikatakan oleh Clipton dan Slowaczek sebagaimana dikutip Muhibin Syah bahwa kemampuan seseorang untuk memahami dan mengingat informasi penting bergantung pada apa yang mereka telah ketahui dan bagaimana pengetahuan tersebut diatur.30

Manurut Betty Marisi Tunip dilihat dari pengertian tentang konsep, sebenarnya pengajaran IPA, pada tahapan tertentu merupakan pembentukan, penarikan (generate) dan pengakumulasian konsep. Kegiatan ini merupakan kegiatan intelek manusia. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fakta atau apa saja yang dialami dimana hasil pengamatan di proses dengan persepsi (perception), penalaran inductif (inductive reasoning) dan kepenemuan (inventiveness).31

Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep adalah kategori pengalaman yang diawali dari pengamatan terhadap fakta yang dirumuskan dalam bentuk ungkapan kemudian diproses dengan persepsi, penalaran induktif, dan kepenemuan.

29

Betty Marisi Tunip, Penguasaan Konsep IPA dan Pajanannya dalam Interaksi Kelas di SD Negeri Kotamadya Medan, Jurnal Pendidikan, (Medan, 2000), h.173

30

Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), cet.3, h.23 31

b. Perolehan Konsep

Menurut Ausubel, konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep (Concept Formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep menurut Gagne. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah.

Formasi konsep merupakan proses induktif. Pembentukan konsep mengikuti pola contoh / aturan atau pola “ eg-rule ” ( eg = example = contoh ).32

Pada aturan ini anak yang belajar dihadapkan pada sejumlah contoh-contoh dan non contoh dari konsep tertentu. Melalui proses diskriminasi dan abtraksi, ia menetapkan suatu aturan yang menentukan kriteria untuk konsep itu.

Untuk memperoleh konsep-konsep melalui proses asimilasi, orang yang belajar harus sudah memperoleh definisi formal dari konsep-konsep itu. Sesudah definisi dari konsep disajikan, konsep itu dapat diilustrasikan dengan memberikan contoh-contoh atau deskripsi-deskripsi verbal dari contoh-contoh. Ini biasanya disebut belajar konsep sebagai aturan / contoh, atau “ rule-eg ”.33

Walaupun kedua bentuk belajar konsep ini efektif, pembentukan konsep lebih memakan waktu daripada asimilasi konsep.

c. Analisis Konsep

Volker seperti dikutip Betty Marisi Tunip merekomendasikan analisis konsep yang dikembangkan oleh Klausmeir- Frayer sebagai analisis konsep yang baik mengukur penguasaan konsep. Analisis yang dilakukan oleh Klausmeir – Frayer mengungkapkan bahwa konsep memiliki delapan dimensi yang berbeda-beda, yaitu : (1) nama konsep,

32

Teori-teori Belajar, (Erlangga : Bandung, 2000), h. 81-82 33

(2) atribut kriteria , (3) atribut tidak relevan, (4) contoh konsep, (5) bukan contoh, (6) definisi konsep, (7) koordinat konsep, (8) subordinat konsep.34

Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Untuk melakukan analisisi konsep, guru hendaknya memperhatikan hal-hal di bawah ini :

1) Nama konsep

Siswa dapat membentuk konsep-konsep tanpa memberi nama pada konsep – konsep itu, terutama pada tingkat kongkret dan tingkat identitas.

2) Atribut-atribut kriteria dan variabel konsep

Atribut – atribut criteria dari suatu konsep adalah cirri-ciri konsep yang perlu untuk membedakan contoh-contoh dan noncontoh-contoh, dan untuk menentukan apakah suatu objek baru merupakan suatu contoh dari konsep.

Atribut-atribut variabel konsep adalah ciri-ciri yang mungkin berbeda diantara contoh-contoh tanpa mempengaruhi inklusi dalam kategori konsep itu. Guru-guru dapat mengubah-ubah atribut-atribut ini dalam contoh-contoh yang digunakan dalam mengajar. 3) Definisi konsep

Kemampuan untuk menyatakan suatu definisi dari suatu konsep dapat digunakan sebagai suatu kriteria bahwa siswa telah belajar konsep itu.

4) Contoh-contoh dan noncontoh-contoh

Dengan membuat daftar dari atribut-atribut dari suatu konsep pengembangan konsep-konsep dan nonkonsep-konsep dapat diperlancar.

34

5) Hubungan konsep pada konsep-konsep lain

Untuk sebagian besar konsep-konsep itu, kita dapat mengembangkan suatu hierarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang memperhatikan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep lain.

d. Tingkat-tingkat Pencapaian Konsep

Klausmeier seperti dikutip Sutarto menghipotesiskan, bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep, yaitu :

1. Tingkat konkret. Seseorang telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu telah mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya. Selanjutnya ia harus menyajikan benda itu sebagai suatu gambaran mental, dan menyimpan gambaran mental itu. 2. Tingkat Identitas. Pada tingkat ini individu telah dapat merespon

rangsangan baru berdasarkan konsep-konsep rangsangan sejenis yang telah dikenal sebelumnya.

3. Tingkat klasifikatoris. Pada tingkat ini individu akan tampak telah dapat mengenal kesetaraan dua atau lebih rangsangan yang berbeda dari kelas yang sama, walaupun pada saat itu belum dapat menentukan kriteria atribut atau menentukan nama konsep rangsangan tersebut.

4. Tingkat formal. Pada tingkat ini individu sudah memiliki kemampuan untuk menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep suatu rangsangan, dengan demikian pada tingkat ini mereka mampu mengkonsep, mendeskriminasi, memberi nama atribut – atribut dan mengevaluasi rangsangan.35

Klausmeier menerapkan tingkatan-tingkatan ini hanya pada konsep-konsep yang mempunyai lebih dari satu contoh, yang

35

mempunyai contoh-contoh yang dapat diamati, atau wakil-wakil dari contoh-contoh, dan konsep-konsep lain yang mungkin mempunyai hanya sebagian dari kualitas-kualitas ini, jadi mungkin konsep-konsep itu mengikuti pola pencapaian yang berbeda,. Tetapi, konsep-konsep yang diajarkan di sekolah pada umumnya memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Klausmeir.

e. Penguasaan Konsep

Menurut definisi konseptual, penguasaan konsep IPA adalah kemampuan guru untuk mengatasi konsep-konsep dasar IPA pada ranah kognitif sesuai dengan klasifikasi Bloom yaitu :

1. Tingkat pengetahuan ( knowledge )

Pada level ini menuntut siswa untuk mengingat ( recall ) informasi yang telah diterima sebelumnya.

2. Tingkat pemahaman ( comprehension )

Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.

3. Tingkat penerapan ( application )

Kemampuan untuk menggunakan / menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

4. Tingkat analisis ( analysis )

Kemampuan untuk mengidentifikasikan, memisahkan dan membedakan komponen-komponen / elemen, suatu fakta, konsep, pendapat asumsi, hipotesis / kesimplan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi.

5. Tingkat sintesis (synthesis )

Kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

6. Tingkat evaluasi (evaluation )

Mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu.36

Definisi operasional penguasaan konsep IPA adalah yang diukur melalui penguasaan kurikulum konsep IPA sesuai tingkatannya.

Penguasaan konsep merupakan penguasaan terhadap abstraksi yang memiliki satu kelas atau objek-objek kejadian atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Menurut Piaget pertumbuhan intelektual manusia terjadi karena adanya proses kontinu yang menunjukkan equilibrium, sehingga akan tercapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi

Jadi penguasaan konsep meliputi keseluruhan suatu materi karena satu dengan yang lainnya saling berhubungan.