• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Pola Asuh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Konseptual

2.1.1 Hakikat Pola Asuh

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata “pola” berarti model, sistem, cara kerja, dan bentuk yang tetap. Sedangkan kata “asuh” dpaat berarti menjaga (merawat dan mendidik) atau membimbing. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan pengasuhan. Pengasuhan orang tua atau yang dikenal dengan pola asuh orang tua. Menurut Casmini, yaitu bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan. Pada masa ini orang tua, keluarga dan lingkungan mempunyai peran yang sangat besar dalam perkembangan anak sehingga dapat menjalani proses perkembangan dengan baik.

Karena perkembangan anak berlangsung secara bertahap dan memiliki alur kecepatan perkembangan yang berbeda, maka pengasuhan anak perlu disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak itu sendiri (Gazali, 2007).

Keluarga ialah lingkungan sosial awal bagi seorang anak. Ikatan antara anak dengan orang tuanya ialah ikatan timbal balik dimana ada interaksi di dalamnya. Tiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anaknya.

Keinginan ini setelah itu akan menjadikan pola asuh yang digunakan orang tua terhadap anak. Pola asuh menurut Joni (2015: 43) pada dasarnya dapat diartikan sebagai seluruh cara perilaku orang tua yang diterapkan pada anak.

Pola pengasuhan juga dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya karena segala sesuatu yang ada dalam keluarga baik yang berupa benda-benda dan orang-orang serta peraturan-peraturan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga itu sangat berpengaruh dan menentukan corak perkembangan anak serta

pendidikan orang tua Gazali (2007). Menurut Idrus (2012:145) pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Etikawati (2019: 3) memaparkan bahwa pola asuh atau pengasuhan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan orang tua untuk mencapai perkembangan yang diharapkan pada anak

Menurut Sugianto (2010), pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang digunakan untuk berhubungan dengan ana- anak. Masing-masing pola asuh orang tua yang ada akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Orang tua merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitari anak sekaligus menjadi figur dan idola mereka. Model perilaku orang tua itu secara langsung maupun tidak langsung akan dipelajari dan akan ditiru oleh anak. Anak meniru bagaimana orang tua bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan kritikan satu sama lain, menaggapi, dan memecahkan masalah, serta mengungkapkan perasaan dan emosinya. Pola motivasi belajar akan menjadi stabil sehingga anak tersebut dapat belajar dengan baik. Sedangkan menurut Poewadarminta (1985:63) pola asuh terdiri dari dua istilah yaitu pola adalah model dan istilah asuh diartikan asuh diartikan menjaga, merawat dan mendidik anak atau diartikan memimpin, membina, melatih anak supaya bisa mandiri dan berdiri sendiri.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua menstimulasi anaknya dengan cara mengubah tingkah lakunya, pengetahuannya sehingga memungkinkan anak mendapatkan dorongan belajar bagi anak dalam memotivasi dirinya menjadi lebih baik, karena bagaimanapun tingkah laku orang tua sangat mempengarui tumbuh kembang anak.

2.1.1.1 Jenis - Jenis Pola Asuh Orang Tua

Menurut Bumrind (dalam Santrock 2002:257-258) ada empat macam bentuk pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permitif, dan pola asuh penelantaran sebagai berikut:

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ini adalah suatu jenis pola asuh yang menentu agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri. Anak dijadikan sebagai miniatur hidup dalam pencapaian misi hidupnya. Menurut Adek (2008), pola asuh otoriter akan menghasilakan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.

Fitriani (2015: 107) memaparkan bahwa pola asuh otoriter adalah setiap orang tua dalam mendidik anak mengharuskan setiap anak patuh tunduk terhadap setiap kehendak orang tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menanyakan segala sesuatu yang menyangkut tentang tugas, kewajiban dan hak yang diberikan kepada dirinya. Joni (2015: 44) menjelaskan bahwa pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak bersifat memaksa, keras dan kaku dimana orangtua membuat aturan yang harus dipatuhi anak tanpa memperhatikan perasaan anak, orangtua akan marah dan emosi jika anak tidak melakukan apa yang diperintahkan

Hal ini sependapat dengan pendapat Yusuf ( 2006 ) menjelaskan bahwa sikap otoriter orang tua akan berpengaruh pada profil perilaku anak. Perilaku anak yang mendapatkan pengasuhan otoriter cenderung bersikap mudah tersinggung, penakut, pemurung , tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas dan tidak bersahabat. Perlakuan rejection (penolakan) dengan bersikap masa bodoh, menerapkan aturan kaku, kurang memperhatiakan kesejahteraan anak, mendominasi anak maka akan berakibat anak menjadi agresif (mudah marah, tidak patuh, keras kepala), submissive (mudah tersinggung, pemalu, penakut, suka mengasingkan diri), sulit bergaul, pendiam. Peraturan yang kaku dan memberi hukuman berakibat pada profil anak yang implusif (selalu menuruti kata hati), tidak dapat mengambil keputusan, sikap bermusuhan dan agresif.

Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh otoriter merupakan pola asuh dimana orang tua memegang semua kendali secara keseluruhan dalam arti memaksa tanpa adanya kebebasan untuk anak dalam menyampaikan pendapat. Berkaitan dengan hal tersebut pola asuh yang positif mampu memberikan dorongan belajar bagi anak.

2) Pola Asuh Demokratis

Menurut Bety (2012), pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan mencukupinya dengan pertimbangan faktor kepentingan dan kebutuhan.

Pola asuh ini orang tua juga memberikan sedikit kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang di inginkan yang terbaik bagi dirinya, anak diperhatikan dan di dengarkan saat anak berbicara, dan bila berpendapat orang tua memberikan kesempatan untuk mendengarkan pendapatnya, di libatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut kehidupan anak itu sendiri. Anak diberikan kesempatan mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit berlatih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Pola asuh demokratis ini memiliki dampak yang baik untuk kepribadian anak. Dampaknya adalah anak akan mandiri, mempunyai kontrol, percaya diri, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, kooperatif dengan orang dewasa, patuh, dan berorientasi pada prestasi.

Shapiro (1999:28) mengemukakan “Dalam hal belajar orang tua demokratis menghargai kemandirian, memberikan dorongan dan pujian.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pola asuh demokratis identik denagn penanaman nilai-nilai demokrasi yang menghargai dan menghormati hak-hak anak, mengutamanakan diskusi daripada intruksi, kebebasan berpendapat dan

selalu memotivasi anak untuk menajdi yang lebih baik lagi. Cristiany (2014: 11) memaparkan bahwa pola asuh orang tua demokratis adalah pola komunikasi timbal balik, hangat dan memberikan kebebasan pribadi untuk beraktualisasi diri. Orang tua memberikan arahan, penjelasan, alasan dan batasan-batasan dalam mengendalikan tindakan-tindakan yang dilakukan. Pratiwi (2020 :25) juga menjelaskan bahwa orang tua demokratis adalah orang tua yang memiliki karakteristik pengasuhan pada anak dengan memebrikan keleluasaan pada anak untuk berkembang, namun terdapat aturan yang tidak boleh dilanggar oleh anak,orang tua yang memiliki pola asuh demokratis mampu bekerja sama dengan anak.

Berdasarkan pendapat dari beebrapa ahli, peneliti menyimpulkan bahwa pola asuh demokratis adalah pola asuh yang diberikan orang tua dimana anak diberikan kesempatan/ kebebasan untuk menentukan pilihannya dan tidak sepenuhnya juga orang tua mengambil keputusan tentang anaknya. Pola asuh ini mengutamakan nilai demokrasi, diskusi, dan musyawarah dalam keluarga.

3) Pola Asuh Permisif

Suteja (2017: 7) menjelaskan pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan yang ditandai dengan sikap orang tua yang cenderung melepaskan anak. Artinya, kontrol orang tua terhadap perkembangan anak sangat rendah. Pola asuh ini memperlihatkan bahwa orang tua cenderung memberikan banyak kebebasan kepada anaknya dan kurang memberikan kontrol. Orang tua banyak bersikap membiarkan apa saja yang dilakukan anak. Orang tua bersikap damai dan selalu menyerah pada anak, untuk menghindari pertentangan.

Shapiro (1999:127-128) mengemukakan bahwa “orang tua permitif berusaha menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi cenderung sangat pasif ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidak patuhan”. Orang orang permitif tidak begitu menuntut juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan

kecendurungan alamiahnya. Sedangkan Covey (1997:45) menyatakan bahwa “orang tua yang menerapkan pola asuh permitif ini cenderung ingin selalu disukai dan anak tumbuh dewasa tanpa penegrtian mendalam mengenai standar dan harapan, tanpa komitmen pribadi untuk disiplin dan bertanggung jawab.

Berdasarkan beberapa para ahli, peneliti penyimpulkan bahwa pola asuh permitif merupakan dimana orang tua menginginkan hal yang paling baik untuk anaknya tapi cenderung memberikan kebebasan anak dalam menentukan pilihannya.

4) Pola Asuh Penelantaran

Pola asuh penelantaran merupakan pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, orang tua pada pola asuh ini mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari anak- anaknya. Dimana orang tua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup. Sedangkan yang dimaksud dengan pola asuh orang tua permitif dimana pada pola asuh orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak mereka. Orang tua cenderung membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja, sehingga anak-anak tidak dapat mengendalikan perilakunya serta tidak mampu untuk menaruh hormat pada orang lain.

Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh penelantaran adalah bentuk pengasuhan orang tua terhadap anak yang bisa dimaknai orang tua dalam memberikan pengasuhan tidak terlibat sama sekali dalam kehidupan anak. Orang tua cenderung membiarkaan anak tanpa memikirkan masa depan anak itu sendiri yang dapat memberikan dampak negatif bagi seorang anak.

Sugihartono dkk (2007:31) merumuskan 3 macam pola asuh orang tua yakni;

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menenkankan

pada pengawasan orang tua agar si anak tersebut taat dan patuh pada apa yang dikatakan orang tua. pada pola asuh otoriter ini orang tua bersikap tegas, jika anak melakukan kesalahan langsung dihukum dan mengekang keingingan anak. Sehingga pada pola asuh otoriter ini anak tidak dapat megembangkan kreatifitasnya.

2) Pola Asuh Permitif

Pola asuh permitif merupakan suatu bentuk pola asuh dimana orang tua memberi kebebeasan kepada anak untuk mengatur dirinya sendiri tetapi anak tidak dituntun tanggung jawab dan orang tua disini tidak banyak mengontrol tingkah laku anak. Dan dapat dikatakan orang tua tidak tahu bagaimana pergaulan si anak dengan teman-temannya.

3) Pola Asuh Autoritatif

Pola asuh autoritatif adalah suatu bentuk pola asuh orang tua yang didalam pola asuh tersebut ada hak serta kewajiban dari orang tua dan anak itu sendiri, dimana didalamnya orang tua saling melengkapi satu sama lain. Anak diajarkan untuk bertanggung jawab sehingga orang tua dapat memberi kebebasan dan kepercayaan kepada anak.

Berdasarkan pada uraian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa terdapat tiga jenis pola asuh yaitu, pola asuh otoriter, pola asuh permitif, dan pola asuh demokratif. Pola asuh yang terbaik adalah pola asuh demokratif karena anak akan menjadi mandiri dan bertanggung jawab. Sedangkan pola asuh otoriter rmenjadikan anak agresif dan pola asuh permisif menjadikan anak manja.

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Pola asuh orang tua sangat mempengaruhi dalam pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Tridoannto (2002:24) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh yakni:

1) Usia orang tua

Rentang usia adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan.

Apabila terlalu muda atau tua mungkin tidak dapat menjalankan peran

tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik atau psikososial.

2) Keterlibatan orang tua

Kedekatan hubungan ibu dan anak sama pentingnya dengan ayah walaupun secara kodrat akan ada perbedaan. Di dalam rumah tangga ayah dapat melibatkan dirinya melalui peran pengasuhan kepada anaknya.

Seorang ayah tidak saja bertanggung jawab dalam memberikan nafkah, tetapi dapat pula bekerja sama dengan ibu dalam melakukan perawatan kepada anak.

3) Pendidikan orang tua

Orang tua yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yang berpendidikan rendah sangat berbeda dalam mengasuh anak. Karena orang tua yang berpendidikan tinggi lebih tau cara mengasuh anak dengan baik.

4) Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

Orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan pengasuhan dan lebih rileks.

Menurut Darsono (dalam Nurmala 2014:4) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar sebagai berikut:

1) Cita-cita atau apresiasi siswa

Timbulnya cita-cita dan spresiasi diartikan sebagai target yang ingin dicapai. Target ini digunakan untuk mendorong dan memotivasi sesorang untuk melakukan tindakan untuk mencapai target.

2) Kemampuan siswa

Keinginan mendorong anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan.

Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa, misalnya penghematan, perhatian, ingatan, daya fikir, fantasi.

3) Kondisi siswa

Kondisi ini berkaitan dengan kondisi fisik, dan kondisi psikologis.

Seorang siswa yang kondisi jasmani dan rohani yang terganggu, akan mengganggu perhatian belajar siswa, begitu juga sebaliknya.

4) Kondisi lingkungan siswa

Kondisi lingkungan datang dari luar diri siswa, kondisi lingkungan yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya dengan lingkungan yang aman, tentram, tertib, dan indah, amka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.

5) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Unsur-unsur dinamis adalah unsur yang muncul dalam belajar dan keberadaannya tidak stabil, kadang bisa bersifat kuat dan kadang tidak ada sama sekali untuk kondisi-kondisi yang sifatnya kondisional seperti kondisi emosional siswa, gairah belajar, situasi belajar, dan keadaan dalam rumah.

6) Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Upaya yang dimaksud disini adalah membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi, cara penyampaiannya, menarik perhatian siswa, maka diharapkan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa.

Menurut Manurung (2015:53) beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pola pengasuhan orang tua adalah:

1) Latar belakang pola pengasuhan orang tua

Para orang tua belajar dari metode pola pengasuhan yang pernah didapat dari orang tua mereka sendiri.

2) Tingkat pendidikan orang tua

Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi berbeda pola pengasuhannya dengan orang tua yang hanya memiliki tinggat pendidikan yang rendah.

3) Status ekonomi serat pekerjaan orang tua

Orang tua yang cenderung sibuk dalam urusan pekerjaannya terkadang menjadi kurang memperhatikan keadaan anak-anaknya. Keadaan ini mengakibatkan fungsi atau peran menjadi orang tua diserahkan kepada pembatu jika ada, yang pada akhirnya pola pengasuhan yang diterapkan sesuai dengan pengasuhan yang diterapkan oleh pembantu.

Menurut Soekamto (2014:43) secara garis besar menyebutkan bahwa “ada

dua faktor yang mempengaruhi dalam pengasuhan seseorang yaitu faktor eskternal dan faktor internal”. Faktor eksternal adalah lingkungan sosial dan lingkungan fisik serta lingkungan kerja orang tua, sedangkan faktor internal adalah model pola pengasuhan yang pernah didapat sebelummnya. Secara lebih lanjut pembahasan faktor-faktor yang ikut berpengaruh dalam pola pengasuhan orang tua adalah:

1) Lingkungan sosial dan fisik dimana keluarga itu tinggal

Pola pengasuhan suatu keluarga turut dipengaruhi oleh tempat dimana keluarga itu tinggal. Apabila suatu keluarga tinggal di lingkungan yang otoritas penduduknya berpendidikan rendah serta tingkat sopan santun yang rendah, maka anak mereka dengan mudah menjadi ikut terpenagruh.

Model pola pengasuhan yang didapat oleh orang tua sebelumnya Kebanyakan dari orang tua menerapkan pola pengasuhan kepada anak berdasarkan pola pengasuhan yang mereka dapatkan sebelumnya. Hal ini diperkuat apabila mereka memandang pola asuh yang pernah mereka dapatkan dipandang berhasil.

2) Lingkungan kerja orang tua

Orang tua yang terlalu sibuk bekerja cenderung menyerahkan pengasuh anak mereka kepada orang terdekat atau bahkan kepada baby sister. Oleh karena itu pola pengasuhan yang didapat oleh anak juga sesuai dengan orang yang mengasuh anak tersebut.

Berdasarkan pada pendapat beberapa ahli diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu adnaya hal-hal yang bersifat eksternal dan internal. Hal itu dapat menentukan pola asuh terhadap anak-anak untuk mencapai tujuan agar sesuai dengan norma yang berlaku, usia tua atau mudanya orang tua mungkin tidak dapat menajalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan fisik ataupun psikososial, pendidikan orang tua yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yang berpendidikan rendah sangat berbeda dalam mengasuh anak. Orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan pengasuhan dan lebih rileks.

Dokumen terkait