• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat Psikologi Sastra a. Pengertian Psikologi Sastra

Dalam dokumen HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE (Halaman 34-48)

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Hakikat Novel

2. Hakikat Psikologi Sastra a. Pengertian Psikologi Sastra

Secara etimologis kata psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Kartono (1996) mengutarakan bahwa “psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia” (hlm: 1). Pada dasarnya psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia. Melalui tingkah laku dapat diketahui arti sebenarnya dari wujud kehidupan manusia dalam konteksnya. Jadi bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan jiwa manusia secara alamiah dan mendalam untuk memahami dan menemukan arti sebenarnya dari kehidupan manusia. Dalam penerapannya, aktivitas kejiwaan hanya dapat dilihat dari tingkah laku manusia dan psikologi dalam memperhatikan dan menerima manusia dengan baik.

Dalam perkembangannya psikologi terus memperluas jangkauannya sehingga memunculkan cabang-cabang psikologi. Hubungan antara psikologi dan sastra berdampak positif pada kedua cabang ilmu tersebut. Psikologi mendapat manfaat memahami manusia secara lebih mendalam, lebih jujur, tidak hanya

commit to user

sebatas khayalan belaka, tetapi juga berusaha memuliakan dan membahagiakan manusia. Sedangkan menurut Jatman sastra sebagai bidang kesenian memiliki manfaat sebagai penafsir, mengungkapkan gerak jiwa manusia, dan konflik batinnya secara lebih tuntas (1985). Keterkaitan karya sastra dan psikologi secara tidak langsung dan fungsional. Menurut Sangidu psikologi sastra adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh-tokoh faktual (2004). Secara tidak langsung psikologi dan sastra mempelajari kehidupan manusia, sedangkan secara fungsional psikologi dan sastra mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan sastra bersifat imajinatif. Jadi, arah pendekatan psikologi sastra diperlukan untuk membahas peristiwa kehidupan manusia dengan berbagai fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak melalui perilaku tokoh-tokoh dalam karya sastra. Karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar. Antara sadar dan tidak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah cipta rasa.

Psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh para tokoh. Hal ini menyebabkan untuk melakukan penjelajahan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk beluk manusia yang beraneka ragam. Dengan kata lain, psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang menganggap bahwa sastra memuat unsur-unsur psikologis. Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh Endraswara psikologi sastra adalah “kajian sastra yang memandang karya sebagai kreativitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya” (2003: 96).

Banyak pengertian definisi mengenai psikologi yang dikemukakan oleh para ahli. Woodworth dan Marquis (1957) berpendapat bahwa psikologi itu

commit to user

mempelajari aktivitas-aktivitas individu. Pengertian aktivitas dalam arti luas, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosional, karena manusia senantiasa berpikir dan memperlihatkan perilaku yang beragam sehingga manusia tidak terlepas dari adanya keadaan kejiwaan (Walgito, 1989: 8). Seperti yang dikemukakan oleh Al Ghraibeh, yaitu pernyataan dari masalah didefinisikan dengan mengungkapkan belahan dominan dari otak dan hubungannya dengan kecerdasan ganda. Hubungan ini menambahkan perubahan yang signifikan untuk bidang psikologi (2012).

Psikologi ditafsirkan sebagai lingkup gerak jiwa, konflik batin tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra secara tuntas. Pengetahuan psikologi dapat

dijadikan sebagai alat bantu dalam menelusuri sebuah karya sastra secara tuntas. Sesuai dengan hakikat karya sastra memberikan pemahaman kepada masyarakat secara tidak langsung melalui pemahaman tokoh-tokohnya. Tugas psikologi adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri dari unsur-unsur struktural yang sangat erat hubungannya dengan proses-proses pancaindera. Sebagai disiplin ilmu, pada dasarnya psikologi sastra dibedakan menjadi tiga pendekatan, yaitu 1) pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra, 2) pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra, 3) pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya.

Psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi semakin hidup. Sentuhan emosi melalui dialog atau pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekuatan dan kejernihan batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang akan menyebabkan keaslian karya. Psikologi sastra bertujuan mengetahui sejauh mana perilaku maupun sifat-sifat yang terdapat dalam sebuah cerita karya sastra melalui tampilan tokoh-tokohnya.

commit to user

Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia yang diterapkan dalam suatu karya sastra melalui tokoh-tokohnya. Hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra.” Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan psikologi sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Wahyuni yaitu “Psikologi sastra adalah analisis teks. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin” (2011: 1).

Penerapan teori hukum-hukum psikologi pada karya sastra tersebut, terutama mengenai kondisi jiwa tokoh-tokoh fiksi dengan segala perilakunya sampai pada konflik-konflik yang ditimbulkan, sehingga untuk dapat mengungkapkannya secara lebih mendalam memerlukan bantuan ilmu psikologi. Baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia. Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Tuhan yang nyata. Namun, sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan. Meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajiner, pencipta sering memanfaatkan hukum-hukum psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh-tokohnya.

Terdapat beberapa peristiwa kejiwaan yang dapat memengaruhi individu dalam mengambil keputusan sesuai dengan hati individu itu sendiri sehingga keputusan bermacam-macam, hal tersebut perlu dipahami sebelum penelitian ini melangkah pada teori sistem kepribadian Sigmund Freud. Hal tersebut antara lain:

1) Motif

Motif berarti suatu kekuatan yang ada dalam diri individu yang membuat individu itu berbuat atau bertindak, kekuatan itu tertuju kepada suatu tujuan

commit to user

tertentu. Ada perbuatan yang tidak didorong oleh motif tersebut biasanya perbuatan yang dilakukan secara spontan.

2) Persepsi

Persepsi merupakan suatu peristiwa kejiwaan yang berhubungan dengan aktivitas kognitif, aktivitas lain yang berhubungan antara lain belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Persepsi menjadikan manusia mengenali dirinya sendiri dan keadaan sekitarnya, persepsi didahului karena adanya stimulus yang mempengaruhi otak dan menjadikan individu menyadari adanya stimulus tersebut. Kesadaran akan adanya stimulus itulah yang disebut persepsi. Perasaan, pengalaman dan kemampuan berpikir ikut berperan dalam menerima persepsi.

Berkaitan dengan pengertian persepsi di atas, Westen mengatakan yang jelas tugas persepsi yang sederhana bahkan dapat dipengaruhi oleh kendala afektif dan motivasi. Menurut teori psikoanalitik, hal ini terjadi dengan sebagian kognitif "keputusan", karena manusia cenderung memiliki perasaan tentang sebagian besar orang dan benda-benda yang mereka bersentuhan. Membuat hal-hal lebih rumit, bagaimanapun, adalah kenyataan bahwa perasaan dan motif sering berjalan ke arah yang bertentangan. Dengan demikian, seseorang bisa inginkan dan takut hal yang sama, yang mengarah pada konflik. Dari perspektif perkembangan, konflik hampir dibangun ke dalam eksistensi manusia (1998).

Persepsi merupakan keadaan kesatuan yang bulat dari individu yang bersangkutan, maka apa yang ada dalam individu, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif dalam persepsi individu, karena dalam persepsi terjadi suatu aktivitas yang terintegrasi maka seluruh aspek individu seperti perasan, pengalaman, kemampuan berpikir dan lain-lain ikut berperan dalam menerima persepsi. Tugas persepsi dapat dipengaruhi oleh kendala afektif dan motivasi. Hal ini terjadi dengan sebagian kognitif keputusan karena manusia memiliki perasaan. Seseorang bisa merasakan perasaan takut yang mengarah pada konflik. Dari perspektif perkembangan, konflik hampir dibangun ke dalam eksistensi manusia. Persepsi merupakan hal yang sifatnya individual karena tidak setiap orang memiliki aspek-aspek psikologis yang sama.

commit to user 3) Respon

Respon adalah tanggapan terhadap adanya rangsangan. Tidak semua rangsangan mendapat respon dari individu, hanya beberapa rangsangan yang akan mendapatkan respon, rangsangan yang menarik individu yang akan diberi respon. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilih dan diterima individu, individu menyadari dan memberikan respons sebagai akibat terhadap stimulus tersebut.

4) Perasaan dan Emosi

Perasaan dan emosi diartikan sebagai suatu keadaan dari individu pada suatu waktu, perasaan disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat dari adanya peristiwa-peristiwa yang datang dari luar, peristiwa-peristiwa tersebut biasanya menimbulkan kegoncangan pada individu yang bersangkutan. Reaksi dari masing-masing individu terhadap keadaan itu tidak sama antara satu dengan yang lain.

Berkaitan dengan pengertian perasaan dan emosi, Salmanpour dan Issazadegan, mengemukakan bahwa manusia memiliki perasaan negatif dan emosi seperti rasa takut, kesedihan, gairah, kemarahan dan rasa bersalah membentuk dasar dari ketidakstabilan emosional. Orang yang secara emosional tidak stabil adalah lebih mungkin untuk memiliki keyakinan irasional dan memiliki energi lebih sedikit untuk mengontrol impuls dan menunjukkan tingkat kepatuhan yang lebih lemah dengan orang lain dan lingkungan. Di sisi lain temuan penelitian menunjukkan bahwa antara lima dimensi faktor kepribadian kecuali neuroticim, kepribadian dimensi lain keramahan, kesadaran, keterbukaan dan keterbukaan memiliki korelasi signifikan dengan orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik, bahwa hubungan yang paling adalah antara kesadaran dengan orientasi religiusitas intrinsik . Secara emosional dianggap sebagai individu stabil, mereka biasanya tidak nyaman, memiliki mood yang mudah menguap dan tidak dapat dengan mudah menghadapi situasi sulit. Cara evaluasi individu dari faktor mengancam, self-emosional-kontrol dalam menghadapi situasi dan dampak pada konsekuensi dari faktor stres dengan penafsiran tertentu bahwa agama meninggalkan bagi individu. Ini adalah cara untuk mengakhiri ketakutan dan kecemasan atau kekacauan batin (2012).

commit to user

Di saat keadaan perasaan telah melampaui batas hingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu mungkin hal ini akan menyangkut soal emosi. Memiliki perasaan negatif dan emosi seperti rasa takut, sedih, marah dan rasa bersalah menjadi dasar ketidakstabilan emosional. Emosional dianggap sebagai individu stabil, mereka biasanya tidak nyaman, memiliki suasana hati yang stabil dan tidak dapat dengan mudah menghadapi situasi sulit. Cara evaluasi individu dari faktor mengancam, diri emosional-kontrol dalam menangani situasi. Ini adalah cara untuk mengakhiri ketakutan dan kecemasan atau kekacauan batin. Dalam emosi, pribadi seseorang telah berpengaruh sehingga seseorang tersebut kurang dapat menguasai diri lagi, hal-hal yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh seseorang tersebut apabila seseorang telah emosi, hal-hal yang tidak bisa dapat menjadi bisa dan mungkin dapat dilakukannya.

Sastra dan psikologi merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan orang lain. Yang membedakan antar psikologi dan sastra adalah di dalam psikologi gejala-gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra gejala-gejala tersebut bersifat imajinatif. Menurut Semi psikologi sastra adalah suatu disiplin yang mengandung suatu karya sastra yang memuat peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh yang imajiner yang ada di dalam atau mungkin diperankan oleh tokoh-tokoh faktual (Sangidu, 2004: 30). Hal ini, merangsang untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang beraneka ragam. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Hubungan antara psikologi dengan sastra adalah bahwa disatu pihak karya sastra dianggap hasil aktivitas dan ekspresi manusia. Di pihak lain, psikologi sendiri dapat membantu pengarang dalam mengenalkan kepekaan dan memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum pernah dikaji sebelumnya. Hasil yang bisa diperoleh adalah kebenaran yang mempunyai nilai-nilai artistik yang menambah koherensi dan kompleksitas karya sastra tersebut. Sastra dan psikologi mempunyai hubungan fungsional, yaitu sama-sama untuk mempelajari

commit to user

keadaan kejiwaan orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hardjana bahwa orang dapat mengamati tingkah laku tokoh dalam sebuah roman atau drama dengan memanfaatkan pengetahuan psikologi. Andai tingkah laku tokoh sesuai dengan yang diketahuinya tentang jiwa manusia, maka dia telah berhasil menggunakan teori psikologi modern untuk menjelaskan dan menafsirkan karya sastra (1994).

Pribadi manusia itu dapat berubah karena dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam atau faktor pembawaan, ialah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak sejak lahir ikut menentukan pribadi seseorang, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat jasmani. Kejiwaan yang berwujud pikiran, perasaan, kemauan, ingatan. Sedangkan faktor lingkungan, ialah segala sesuatu yang ada diluar manusia terutama di lingkungan. Faktor-faktor tersebut akan terus berkembang dan hasil perkembangannya dipergunakan untuk mengembangkan pribadi itu lebih lanjut. Oleh karena itu menurut Sujanto pribadi setiap individu memiliki sifat unik karena tidak ada individu yang memiliki pribadi yang identik dengan pribadi yang lain (2001).

b. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Psikoanalisis berkaitan erat dengan kesusasteraan. Pada umumnya penerapan psikoanalisis dalam karya sastra dilakukan dengan merekonstruksi sebuah cerita, menelusuri segala fenomena ke sumbernya, melihat bagaimana satu masalah membawa kepada masalah lainnya. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara psikologis. Tokoh-tokoh tersebut pada umumnya merupakan imajinasi atau khayalan pengarang yang berada dalam kondisi jiwa yang sehat maupun terganggu, lalu dituangkan menjadi sebuah karya yang indah.

Seorang pakar psikologi secara rinci merumuskan pengertian psikoanalisis. Seperti yang dikemukakan oleh Freud (1994), psikoanalisis merupakan konsepsi dinamis yang mereduksikan kehidupan jiwa menjadi saling berpengaruh antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Energi psikis terjadi karena adanya pengaruh kekuatan pendorong maupun penahan yang menunjukkan suatu

commit to user

dinamika, suatu kepribadian, suatu kepentingan dan berbagai tingkah laku manusia. Jika terjadi pertentangan antara kedua kekuatan tersebut berarti menunjukkan adanya konflik dalam kehidupan jiwa seseorang yang akhirnya dapat menimbulkan perilaku-perilaku tertentu(Suryabrata, 2007: 124).

Teori psikoanalisis Freud dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu aspek struktur kepribadian, aspek dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Struktur kepribadian merupakan uraian sistem-sistem psikologis dalam diri manusia. Dinamika kepribadian merupakan cara kerja dan saling pengaruh antara ketiga sistem dalam struktur kepribadian untuk mengurai ketegangan. Sedangkan perkembangan kepribadian secara sederhana dapat dimengerti sebagai aplikasi ketiga sistem tersebut dan peranannya dalam hidup manusia. Uraian tentang hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Struktur Kepribadian

Menurut Sigmund Freud ada tiga sistem dalam diri manusia yang menandai hidup psikis dan merupakan sumber dari proses kejiwaan manusia, yaitu id, ego, super ego. Sistem tersebut dalam struktur kepribadian fungsinya untuk mengurai ketegangan dan perkembangan kepribadian secara sederhana dapat dimengerti sebagai aplikasi sistem-sistem tersebut dan peranannya dalam hidup manusia. Aspek struktur kepribadian melalui the id, the ego, dan super ego. The id/Das Es (aspek biologis) merupakan sistem kepribadian yang asli dan sumber dari semua energi dan dorongan. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk insting-insting. Id tidak memandang benar atau tidaknya pemikiran terhadap suatu perbuatan. Jadi, id tidak memandang pada segala hal yang bersifat objektif, melainkan lebih ke hal-hal yang bersifat subjektif dalam sebuah kenyataan. Id bermanfaat sebagai prinsip kesenangan yang bertujuan untuk membebaskan seseorang dari konflik, sehingga id dominan untuk meredakan ketegangan yang terjadi dalam diri manusia.

The Ego/Das Ich (aspek psikologi) merupakan pelaksana dari kepribadian. Peran ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dengan keadaan lingkungan. Ego dalam diri manusia menghasilkan kenyataan dengan

commit to user

rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui pikiran dan akal tersebut. Dalam hal ini ego bertindak sebagai sarana pemikiran yang mengontrol keberadaan id dan super ego. Dalam berfungsinya ego berpegang pada prinsip kenyataan atau realitas. Perbedaan antara das Es dan das Ich yaitu jika das Es hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin) maka das Ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar atau dunia realitas.

Dalam berfungsinya seringkali ego harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara id dan super ego. Sebagai aspek eksekutif kepribadian, ego mempergunakan energi psikis yang dikuasai untuk mengintegrasikan ketiga aspek kepribadian, agar timbul keselarasan batin sehingga hubungan antara pribadi dengan dunia luar dapat berlangsung dengan baik dan efektif. Namun, jika ego lemah maka tidak dapat mempergunakan energi psikis dengan baik, maka akan timbul konflik internal atau konflik batin yang diekspresikan dalam bentuk tingkah laku.

Terkait dengan konflik, ego merupakan pelaksana dari ketegangan pada diri manusia. Ego mengikuti prinsip kenyataan dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang bisa mengatasi ketegangan. Prinsip kenyataan sesungguhnya menanyakan apakah pengalaman benar atau salah. sedangkan proses sekunder adalah berpikir realistis. Dengan proses sekunder, ego menyusun rencana untuk mengatasi ketegangan dan kemudian menguji rencana ini, biasanya melalui suatu tindakan untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak. Untuk melakukan peranannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi kognitif dan intelektual. Sebagai bagian jiwa yang berhubungan dengan dunia luar, ego menjadi bagian kepribadian yang mengambil keputusan atau eksekutif kepribadian karena ego mengontrol ke arah tindakan.

The Super Ego/Das Ueber Ich (aspek sosiologis) merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan latar belakang sosial dari kepribadian. Super ego adalah adalah suara hati atau bagian moral dari kepribadian. Dalam hal ini, super ego bersifat sebagai kontrol terhadap adanya dorongan-dorongan dari id dan ego pada

commit to user

diri manusia yang mengalami konflik. Super ego dapat juga dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Aktivitas super ego menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang dirasakan dalam emosi-emosi, seperti rasa bersalah, menyesal dan sikap observasi diri dan kritik diri (Suryabrata, 2007: 127-128).

Dalam diri manusia yang mempunyai jiwa yang sehat, ketiga sistem ini merupakan satu susunan yang saling berkaitan dan memungkinkan seorang individu dapat bergerak secara efisien. Sebaliknya, apabila ketiga sistem ini saling bertentangan satu sama lain, maka individu yang bersangkutan akan mengalami pertentangan dalam kepribadiannya, sehingga terbentuknya konflik dalam diri manusia karena tidak seimbangnya ketiga sistem tersebut.

Berkaitan dengan ketiga sistem kepribadian di atas, Freud mengemukakan gambaran ketiga sistem tersebut harus diingat bahwa id, ego, dan superego tidak dipandang sebagai yang menjalankan kepribadian. Ketiga sistem tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang mengikuti prinsip-prinsip sistem yang berbeda. Dalam keadaan biasa prinsip-prinsip-prinsip-prinsip yang berlainan ini tidak bentrok sama lain. Sebaliknya mereka bekerja sama seperti suatu tim yang diatur oleh ego. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai suatu kesatuan, bukan sebagai tiga komponen yang terpisah. Diandaikan id sebagai komponen fisiologis, ego sebagai komponen psikologis, dan superego sebagai komponen sosial kepribadian (2006).

Ketiga sistem kepribadian yang meliputi id, ego, dan super ego dapat menjalankan fungsinya dengan mendistribusikan dan mempergunakan energi psikis yang dikuasainya. Ketiga sistem ini merupakan satu susunan yang bersatu dan harmonis. Dengan bekerja sama secara teratur ketiga sistem tersebut bertujuan untuk memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok. Sebaliknya, jika ketiga sistem kepribadian ini bertentangan satu sama lain, maka orang yang bersangkutan dinamakan orang yang tidak dapat menyesuaikan diri, tidak puas dengan dirinya sendiri dan dengan dunia, dan efisiensinya menjadi kurang. Energi

Dalam dokumen HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE (Halaman 34-48)

Dokumen terkait