• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

NOVEL

HAFAL

(TI

FAKULTA

U

HAFALAN SHALAT DELISA

KARYA TER

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Oleh:

MIRANTI ANDANSARI

K1208103

LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli 2012

TERE LIYE

(2)

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Miranti Andansari

NIM : K1208103

Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul NOVEL HAFALAN SHALAT

DELISA KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA) ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi

yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 10 Juli 2012

Yang membuat pernyataan

(3)

commit to user

iii

NOVEL

HAFALAN SHALAT DELISA

KARYA TERE LIYE

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

Oleh:

MIRANTI ANDANSARI

K1208103

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(4)

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, 12 Juli 2012

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sumarwati, M. Pd. Dr. Nugraheni Eko W., M. Hum.

(5)

commit to user

v

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Selasa

Tanggal : 31 Juli 2012

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum.

Sekretaris :Budi Waluyo, S.S., M. Pd.

Anggota I : Dra. Sumarwati, M. Pd.

Anggota II : Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S., M.Hum.

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

a.n. Dekan,

Pembantu Dekan I,

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si.

(6)

commit to user

vi

MOTTO

1. Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles)

2. Kemenangan yang seindah–indahnya dan sesukar–sukarnya yang boleh direbut

oleh manusia ialah menundukan diri sendiri (Ibu Kartini)

3. Niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al – Mujadalah, ayat 11)

4. Pengalaman adalah guru yang terbaik tetapi buanglah pengalaman buruk yang

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:

1. Ibu, Bapak dan Dek Fahmi

Ibu, yang selalu memotivasiku supaya mempunyai masa depan yang lebih

baik, selalu mendoakan yang terbaik untukku. Takkan mampu tangan ini untuk

menuliskan ucapan terima kasih kepadamu Ibu, karena begitu banyak jasamu

kepadaku. Bapak, yang selalu keras mengajarkan disiplin kepadaku. Terima kasih

Bapak, yang selalu bekerja keras untukku. Serta adikku Fahmi yang kusayangi. Kamu membuatku bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Arifin E. N

Terima kasih karena senantiasa memberikan semangat dan motivasi di setiap

langkah yang aku tempuh. Terima kasih telah mengajarkanku untuk bersikap lebih

dewasa. Selalu ada di saat aku membutuhkanmu. Selalu berada di sisiku, baik di

saat aku senang ataupun sedih.

3. Nafi W. S dan Fitri W

Terima kasih kepada sahabat-sahabatku yang selalu mengingatkan,

memotivasi, dan sering memberikan solusi dalam setiap permasalahan. Sahabat

seperjuangan dalam menempuh pendidikan di kampus tercinta. Suka dan duka

perkuliahan pernah kita alami bersama. Terima kasih atas kerja samanya.

(8)

commit to user

viii

ABSTRAK

Miranti Andansari. NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE

LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA). Skripsi. Surakarta: Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juli, 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan struktur dan (2) konflik batin para tokoh dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekriptif kualitatif dengan pendekatan psikologi sastra. Sumber data penelitian ini adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen yang berupa novel Hafalan Shalat Delisa. Validitas data yang diperoleh melalui triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis).

Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa novel Hafalan Shalat Delisa bertema ketuhanan. Tokoh utamanya adalah Delisa dan tokoh tambahan yaitu Abi Usman, Ibu Guru Nur, Teuku Dien, Ustadz Rahman, Sersan Ahmed dan Prajurit Smith. Latar tempat terjadi di daerah Lhok Nga, Aceh. Latar waktu terjadi antara tahun 2004 sampai tahun 2005. Latar sosial tentang kehidupan keluarga Abi Usman yang sangat bersahaja dalam bertetangga. Alur dalam novel Hafalan Shalat Delisa adalah alur maju. Amanat dalam novel ini adalah kita seharusnya sebagai manusia harus tegar, ikhlas dan tulus dalam menghadapi semua musibah. Konflik batin yang dialami Delisa terjadi karena dia merindukan Ibu dan saudaranya serta ia mengalami kesulitan menghafal bacaan shalat. Abi Usman mengalami konflik batin karena pasca tsunami terjadi ia harus berperan ganda menjadi ayah sekaligus ibu, kakak-kakak serta sahabat bagi Delisa. Ibu Guru Nur mengalami konflik batin saat ia akan menyelamatkan Delisa. Ustadz Rahman mengalami konflik batin saat ia memutuskan untuk meninggalkan kota Lhok Nga. Sersan Ahmed dan Prajurit Smith mengalami tekanan dalam menghadapi tugasnya. Konflik antar tokoh terjadi karena Delisa kecewa terhadap Teuku Dien.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan

kenikmatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya

skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, dan pengarahan dari

berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah

memberikan izin untuk penulisan skripsi.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta, yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi.

3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi.

4. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing skripsi I, sekaligus sebagai

pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Nugraheni Eko W, S.S., M. Hum., selaku pembimbing skripsi II, yang

selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada

(10)

commit to user

x

7. Keluarga besar mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan

2008 yang menjadi teman seperjuangan penulis selama menempuh pendidikan

di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

mungkin disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, 10 Juli 2012

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGAJUAN ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori ... . 7

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berpikir ... 43

(12)

commit to user

xii

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 45

C. Data dan Sumber Data ... 46

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 46

E. Pengumpulan Data ... 46

F. Uji Validitas Data ... 47

G. Analisis Data ... 47

H. Prosedur Penelitian... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Struktur Novel Hafalan Shalat Delisa ... 50

B. Konflik Batin yang Dialami Tokoh ……….. ... 84

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A.Simpulan ... 103

B. Implikasi ……… ... 104

C. Saran ……… ... 106

DAFTAR PUSTAKA……… 107

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Situasi Konflik yang Ditimbulkan Manusia dalam Sastra……….. 40

2 Alur Kerangka Berpikir ……….. 44

3 Model Analisis Jalinan atau Mengalir ……….... 48

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Cover Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ... 110

2 Sinopsis Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ... 111

3 Profil Pengarang ………... .... 113

(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra tercipta karena adanya pengalaman batin pengarang berupa

peristiwa atau realitas sosial yang menarik. Pengalaman tersebut melahirkan

gagasan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Hal ini berarti sesuatu yang sifatnya imajinatif boleh jadi terjadi dalam kehidupan nyata. Orang lain

mungkin mengalami peristiwa yang sama, seperti tertuang dalam karya sastra

tersebut. Hal ini sejalan dengan pemikiran Pradopo (1997) yang mengemukakan

bahwa “karya sastra yang kian banyak memancarkan tingkatan pengalaman jiwa

dan merupakan keutuhan akan tinggi nilainya, ditambah lagi bila pengalaman itu

makin lengkap, karya sastra jadi semakin hidup, besar dan agung, jadi kian tinggi

mutunya” (hlm. 59).

Karya sastra selalu menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan

kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan tersebut mencakup hubungan antara

masyarakat dengan seseorang, antarmanusia, manusia dengan Tuhannya, dan

antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Karya sastra adalah pantulan

hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Sastra

menghadirkan gambaran kehidupan manusia. Dalam pengertian ini, kehidupan

mencakup hubungan antarmasyarakat dan individu, antarmanusia, dan

antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa sastra menghadirkan kompleksitas kehidupan manusia.

Keberadaan sastra yang demikian itu, membuka peluang kepada ilmu lain, seperti

sosiologi, antropologi, dan psikologi untuk ambil bagian dalam mengkajinya

sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu tersebut.

Hakikat dalam sebuah pembelajaran sastra adalah apresiasi sastra karena dalam apresiasi sastra siswa dapat bertemu secara langsung dengan karya sastra.

Siswa melaksanakan aktivitas membaca, menikmati, menghayati, memahami,

serta merespon karya sastra di hadapan khalayak. Di sana diciptakan iklim

(17)

commit to user

di dalamnya sehingga siswa menjadi tertarik mengikuti pembelajaran ini. Melalui

apresiasi sastra diharapkan siswa mampu mengapresiasi dan memberikan

penghargaan yang tulus terhadap karya sastra yang ada. Semua ini dapat dicapai

melalui pergulatan intens siswa dengan karya sastra yang didasari rasa suka serta

obsesi mendalam terhadapnya sehingga pada akhirnya siswa dapat merasakan

kenikmatan estetika dan keharuan akan maknanya. Hal inilah yang menjadi tujuan

akhir dalam pembelajaran bahasa, khususnya sastra di sekolah, yaitu menjadikan siswa paham dan mengerti apa itu sastra serta dapat mengaplikasikannya dalam

kehidupan bermasyarakat.

Pembelajaran sastra dalam prosesnya membutuhkan sebuah karya sastra

yang bermutu dan berkualitas. Suatu karangan dikatakan berkualitas manakala

karangan itu mengedepankan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, memikat,

menggugah, mewujudkan sebagai karya kreatif, mewujudkan diri sebagai

karangan bersifat imajinatif yang dituang dalam wacana naratif, puitik atau

dramatik. Karangan itu disampaikan dengan cara yang apik, indah, dan enak

dibaca.

Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya

fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif yang tidak jauh berbeda dengan

kehidupan manusia sebenarnya. Dalam novel biasanya dimungkinkan adanya

penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang sehingga tidak mengherankan

jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama. Novel

sebagai karya yang fiksional menggambarkan realitas kehidupan manusia dari

sudut pandang sastra. Kehidupan fiksional tidak akan lepas dari refleksi

fakta-fakta sosial sehari-hari. Fakta-fakta-fakta tersebut bisa jadi merupakan hal yang pernah

dilihat, dirasakan, dialami, dan dicita-citakan pengarang. Oleh karena itu,

idealisme dan cita-cita pengarang biasanya tergambar jelas dalam karyanya. Jadi,

novel merupakan perpaduan antara fakta imajinasi dan idealisme pengarangnya. Novel memotret kehidupan manusia yang di dalamnya berisi kesedihan,

kebahagiaan, tragedi, dan komedi. Di dalam konteks itulah, novel

menggambarkan banyak aspek kehidupan manusia. Semi (1993) menyatakan

(18)

commit to user

tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas” (hlm. 32). Novel juga mampu

memengaruhi cara pandang atau persepsi pembaca terhadap kehidupan. Oleh

karena itu, khazanah pengetahuan pembaca akan dipertajam dan diperluas dengan

membaca novel. Pembaca yang mengapresiasi novel akan mendapatkan banyak

pengalaman berharga tentang suatu kehidupan.

Dewasa ini novel bertema remaja, cinta, dan seks banyak bermunculan di

peredaran. Tema yang begitu menjual tapi kurang mendidik bagi pembaca pada umumnya. Namun dari sekian banyak itu, masih terdapat beberapa novel yang

berusaha untuk tidak tergoda dengan tema itu dan berusaha memberikan tema lain

yang dikemas secara apik sehingga menjadikan sebuah bacaan yang bermutu dan

berkualitas. Salah satu dari beberapa novel tersebut, terdapat sebuah novel yang

menjadikan pendidikan sebagai temanya. Memiliki gaya penceritaan yang apik

dan penggunaan sudut pandang serta setting yang terperinci yang menjadikannya

sebuah novel yang enak dan layak dibaca. Novel ini adalah Hafalan Shalat Delisa

karya Tere Liye.

Pada dasarnya, setiap manusia mempunyai karakter sendiri-sendiri dan

sifat manusia sebagai makhluk sosial, maka terjadilah interaksi

antarkarakter-karakter itu dalam sebuah komunitas tertentu. Interaksi antarantarkarakter-karakter-antarkarakter-karakter

tersebut sering menimbulkan persinggungan atau konflik. Konflik adalah suatu

konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan dan

proses-proses lain yang tidak disadari. Dalam karya sastra konflik batin sebagai

ketegangan atau pertentangan terjadi antara dua kekuatan, pertentangan yang

terdapat dalam diri satu tokoh maupun antara dua tokoh, bahkan antarkelompok.

Pergolakan yang diungkapkan pengarang melalui tokoh dalam karya sastra

merupakan salah satu bentuk pengungkapan dari proses kejiwaan manusia yang

termasuk dalam psikologi. Dalam karya sastra tersebut menampilkan aspek-aspek

kejiwaan sebagai daya tariknya. Aspek kejiwaan biasanya ditampilkan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut, sehingga untuk

mengetahui atau mempelajari tingkah laku tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra

(19)

commit to user

Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari

sudut psikologi. Pendekatan psikologi terhadap teks berlangsung secara deskriptif.

Psikologi sastra memandang karya sastra sebagai bentuk aktivitas kejiwaan,

pengarang dalam berkarya akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa. Psikologi

sastra memandang karya sastra sebagai bentuk pantulan kejiwaan. Penggunaan

kajian psikologi dalam melihat karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan

penafsiran karya sastra dari sisi lain. Konflik-konflik yang dialami tokoh dan cara-cara penyelesaiannya dapat menjadi petunjuk adanya unsur psikologi dalam

sebuah karya sastra. Konflik-konflik yang dialami tokoh dapat berupa konflik

tokoh dengan dirinya sendiri, lingkungan, maupun antar tokoh. Hardjana (1994)

berpendapat bahwa “orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam

sebuah roman atau drama dengan memanfaatkan pertolongan pengetahuan

psikologi” (hlm: 66).

Tokoh dengan konflik-konflik batin merupakan terjemahan perjalanan

manusia ketika mengalami dan bersentuhan dengan kenyataan,

peristiwa-peristiwa yang dihadapi dengan memasuki ruang dan seluk beluk nilai kehidupan

personal. Citra, cita-cita dan perasaan batin yang diungkapkan pengarang melalui

tokoh-tokohnya dapat mewakili keinginan manusia dan kebenaran, nilai-nilai

keagungan dan kritik terhadap kehidupan. Jadi, antara karya sastra dan psikologi

terdapat hubungan timbal balik, hubungan itu bukanlah hubungan kausal yang

sederhana namun merupakan hubungan yang dapat dipahami. Dari kenyataan di

atas, psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku dan kehidupan psikis

manusia dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam upaya pemahaman

karya sastra. Penelitian ini akan menganalisis karya sastra dengan pendekatan

psikologi sastra, pendekatan psikologi sastra bertolak dari pandangan bahwa suatu

karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi

kehidupan manusia, melalui penokohan yang ditampilkan oleh pengarang.

Pengarang menjadikan karya sastra sebagai objek dalam mengungkapkan

gejolak emosinya, seperti perasaan sedih, senang, kecewa dan sebagainya. Melalui

sebuah karya sastra, pembaca diajak masuk dalam pengalaman batin pengarang.

(20)

commit to user

dengan sebaik-baiknya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya keadaan

kejiwaan, karena manusia senantiasa berpikir dan memperlihatkan perilaku yang

beragam. Kondisi kejiwaan manusia kadangkala mengalami ketidaksesuaian

dengan situasi dan kondisi dalam kehidupan, karena manusia mempunyai alam

pikiran yang terus berkembang sejalan dengan aktivitas-aktivitas yang dijalani.

Ketidaksesuaian tersebut memicu konflik yang digambarkan melalui sikap,

tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan permasalahan. Konflik manusia terdiri dari konflik internal dan eksternal, sehingga konflik dalam kehidupan manusia

dapat disebabkan karena manusia itu sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Dipilihnya novel Hafalan Shalat Delisa sebagai objek dalam penelitian

ini, karena ditemukannya beberapa permasalahan yang dialami oleh tokoh yang

menimbulkan konflik batin. Emosi dibangun secara detail dan manusiawi di

dalam novel ini. Dalam sastra diartikan bahwa konflik merupakan ketegangan

atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama, yakni pertentangan antara

dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh,

dan sebagainya. Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye merupakan sebuah

karya sastra yang tidak cukup dinikmati saja, melainkan perlu mendapatkan

tanggapan ilmiah.

Berdasarkan penjelasan di atas, akan diteliti lebih lanjut tentang struktur

dan konflik batin para tokoh yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat

Delisa karya Tere Liye. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Novel Hafalan

Shalat Delisa karya Tere Liye (Tinjauan Psikologi Sastra).”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye? 2. Konflik batin apa sajakah yang dialami para tokoh dalam novel Hafalan

(21)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,

penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan:

1. Struktur novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.

2. Konflik batin para tokoh dalam novel Hafalan Shalat

Delisa karya Tere Liye.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi

analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian

novel Indonesia yang memanfatkan pendekatan Psikologi Sastra.

b.Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan atau

referensi dalam penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bahasa Indonesia

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi Guru Bahasa dan

Sastra Indonesia bahwa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye

baik digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran sesuai dengan

kurikulum yang berlaku.

b. Bagi Siswa

Siswa diharapkan dapat memahami dan menganalisis novel dalam

usaha meningkatkan daya apresiasi siswa terhadap sebuah novel,

terutama apresiasi mengenai novel dengan menggunakan pendekatan

psikologi sastra.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi

peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra dengan

(22)

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Novel

a. Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebut

sebagai fiksi. Brooks (1952) mendefinisikan fiksi adalah suatu istilah yang

dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis dari uraian

yang bersifat historis; dengan penunjukan khusus pada sastra (Tarigan, 1993:

120). Jadi karya fiksi memang bukan nyata, tetapi karya sastra juga bukan

kebohongan karena fiksi adalah suatu jenis karya sastra yang menekankan

kekuatan kesastraannya pada daya penceritaannya. Karya sastra bukan hanya

sebuah khayalan semata, tetapi juga merupakan sebuah refleksi dari suatu hal

yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin juga dialami oleh penulis.

Istilah novel berasal dari kata novella yang berasal dari bahasa Italia. Menurut Abrams (1981: 119), secara harfiah novella berarti sebagai sebuah

barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam

bentuk prosa (Nurgiyantoro, 2005: 9). Nurgiyantoro memaparkan bahwa “dewasa

ini istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah

Indonesia, novellet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya

cukupan, tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek” (2005:10) .

Senada dengan Nurgiyantoro, Tarigan mengatakan novel dikatakan baru karena

novel baru muncul kemudian dibandingkan dengan jenis-jenis lain seperti roman

atau puisi (1984).

Menurut Waluyo & Wardani “secara etimologis, kata “novel” berasal dari

novellus” yang berarti baru. Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya

sastra cerita fiksi yang paling baru” (2009: 8). Sedangkan menurut Robert Lindell

(1984) karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul

Pamella yang terbit pada tahun 1740 (Waluyo & Wardani, 2009: 8).

(23)

commit to user

Semi memaparkan bahwa “novel mengungkapkan suatu konsentrasi

kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas”

(1993: 32). Sedangkan Goldmann (1977) mengatakan bahwa bentuk novel

tampaknya merupakan transposisi ke dataran sastra kehidupan sehari-hari dalam

masyarakat individualistik yang diciptakan oleh produksi pasar (Faruk, 1999: 31).

Dalam hal ini novel lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih

mendalam dan disajikan dengan lebih halus. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa sebuah novel merupakan suatu hasil imajinasi penulis yang

menggambarkan refleksi kehidupan tokoh dan segala masalah yang menyertainya

secara utuh dengan berbagai nilai yang turut membangun kelengkapan sebuah

cerita. Nilai-nilai yang terkandung di dalam novel tersebut tidak dituangkan secara

eksplisit oleh penulisnya dan nilai tersebut pada akhirnya dapat diambil oleh

pembaca sebagai sebuah pelajaran yang mungkin bermanfaat untuk

kehidupannya.

Novel mengandung kata-kata yang jumlahnya berkisar antara 35.000 buah

sampai tak terbatas atau dengan kata lain jumlah minimum kata-katanya adalah

35.000 buah. Kalau kita asumsikan sehalaman kertas kuarto barisnya ke bawah

sejumlah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris itu terdiri dari 10 buah, maka

jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah (Tarigan, 1993).

Selanjutnya dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus terdiri

minimal lebih dari 100 halaman. Dengan kata lain, novel merupakan salah satu

bentuk fiksi dalam bentuk prosa yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak

terlalu panjang dan juga tidak terlalu pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal

yang berkaitan dengan isi cerita novel, antara lain: (1) perubahan nasib tokoh

cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; dan (3)

biasanya tokoh utama yang diceritakan tidak sampai mati.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar lantaran daya

komunitasnya yang luas pada masyarakat. Syarat utama novel harus menarik,

menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya. Novel

(24)

commit to user

isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Novel bagi novelis bukan hanya

sebagai alat hiburan semata, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan

meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik, buruk (moral) dalam kehidupan

ini, dan mengarahkan kepada pembaca tentang budi pekerti yang baik dan luhur.

Secara garis besar, novel merupakan sebuah karangan yang memaparkan

ide, gagasan atau khayalan dari penulisnya. Hal tersebut sejalan dengan definisi

novel yang terdapat di dalam The American College Dictionary (1960) novel adalah (1) cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif,

terutama dalam bentuk prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/

dongeng-dongeng; dan (3) sesuatu yang diadakan, dibuat-buat atau

diimajinasikan, suatu cerita yang disusun (Tarigan, 1993: 120).

Novel disajikan di tengah-tengah masyarakat, mempunyai fungsi dan

peran serta dengan memberikan kepuasan batin bagi pembacanya lewat nilai

pendidikan yang terdapat dalam isi cerita. Novel pada dasarnya adalah sebuah

cerita yang di dalamnya terkandung tujuan untuk memberikan hiburan kepada

pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Nurgiyantoro (2005) “membaca sebuah

karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan

batin” (hlm. 3). Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia

pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup yang

kompleks yang dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel

pengarang dapat menceritakan semua aspek kehidupan manusia secara mendalam

termasuk tentang berbagai perilaku manusia di dalamnya.

Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi

permasalahan hidup, novel juga dapat berfungsi untuk mempelajari kehidupan

manusia pada zaman tertentu. Senada dengan pendapat Wellek dan Warren

(1956: 212) yang mengatakan bahwa betapapun saratnya pengalaman dan

permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang

koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Nurgiyantoro, 2005: 3). Masih

menurut Nurgiyantoro (2005) yang menyatakan bahwa “novel dapat

(25)

commit to user

lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang

lebih kompleks” (hlm. 11). Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang

membangun novel itu.

Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldman (1977)

mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi

akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik

dalam sebuah dunia yang juga tergradasi (Faruk, 1999: 29). Nilai-nilai otentik yang dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel

yang dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak

tertuang secara eksplisit. Goldmann (1977) membedakan novel menjadi tiga jenis,

yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologis, dan novel pendidikan ( Faruk,

1999: 31).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan

bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang dibangun atas unsur-unsur

intrinsiknya yang mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih

mendalam dan halus yang berbentuk lebih panjang dan muncul paling akhir jika

dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain, misalnya, roman dan cerpen.

b. Unsur Pembangun Novel

Sebuah novel dibangun atas kerangka-kerangka yang saling terpadu.

Unsur- unsur yang terbangun dalam novel banyak sekali dirumuskan oleh para

ahli, namun pada intinya ada dua unsur pembangun novel yakni unsur intrinsik

dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2005) adalah “unsur

yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah

unsur- unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra” (hlm: 23).

Unsur dalam sebuah karya sastra baik itu intrinsik maupun ekstrinsik

dalam novel, cerpen, puisi, dan drama adalah suatu keharusan untuk dimasukan dalam karya-karya tersebut. Novel sebagai karya fiksi dibangun melalui beberapa

(26)

commit to user Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah:

1). Tema

Definisi tema menurut Stanton dan Kenney (1966) adalah makna yang

dikandung oleh sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005: 67). Makna yang dimaksud

dapat berupa makna pokok (tema pokok) novel dan makna khusus (sub-sub tema

atau tema-tema tambahan). Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita

sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan fiksi yang diciptakannya. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi sengaja tidak

disembunyikan karena hal inilah yang justru ditawarkan kepada pembaca. Namun

demikian tema adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan

secara otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.

Senada dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro mengatakan bahwa tema

adalah inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita semua

berpusat pada tema (2005). Selain itu tema juga disebut ide, gagasan, pandangan

hidup pengarang yang melatar belakangi penciptaan karya sastra. Tema sebagai

makna yang dikandung oleh cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum yang

menunjang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai

struktur semampis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan.

Hartoko dan Rahmanto (1986) mengatakan tema merupakan gagasan dasar

umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks

sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau

perbedaan-perbedaan (Nurgiyantoro, 2005: 68).

Waluyo dan Wardani (2009) mengatakan “untuk membedakan tema

dengan amanat cerita adalah bahwa tema bersifat obyektif, lugas dan khusus

sedangkan amanat cerita bersifat subyektif, kias dan umum” (hlm. 11). Obyektif

artinya semua pembaca diharapkan menafsirkan tema suatu cerita dengan tafsiran

yang sama. Amanat dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh pembaca. Masih menurut Waluyo dan Wardani (2009) tema cerita dapat diklasifikasikan menjadi

lima jenis, yaitu: (1) tema yang bersifat fisik; (2) tema organik; (3) tema sosial;

(27)

commit to user

Tema-tema tersebut disaring dari beberapa motif yang menentukan

hadirnya beragam peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema

adalah ide atau gagasan yang terkandung dalam sebuah karya sastra yang diambil

dari khasanah kehidupan yang ada.

2). Penokohan/perwatakan

Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam

karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah

jalinan cerita dan konflik yang padu.

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tokoh dalam suatu cerita rekaan

merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di dalam sebuah karya

sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di antara beberapa tokoh

tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh utama. Tokoh utama ialah

tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra.

Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini

tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan.

Penokohan merupakan hal yang penting dalam sebuah cerita karena tanpa

tokoh yang diceritakan sebuah cerita tidak akan berjalan. Ia tidak akan menjadi

cerita melainkan hanya deskripsi atau narasi. Menurut Suharianto (1982:31)

mendefinisikan penokohan adalah penggambaran para tokoh cerita, baik keadaan

lahir maupun batinnya yang meliputi sifat, sikap, tingkah laku, pandangan hidup,

keyakinan, adat istiadat, dan lain sebagainya (Sangidu, 2004: 132). Lalu menurut

Esten (1986) “masalah penokohan adalah masalah bagaimana cara pengarang

menampilkan tokoh-tokoh: bagaimana membangun dan mengembangkan watak

tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah karya sastra” (hlm: 40). Nurgiyantoro

(2005) “penokohan dan karakterisasi - sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan - menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu

dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita” (hlm: 165). Definisi penokohan

(28)

commit to user

yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro,

2005: 165). Pendapat senada, Waluyo dan Wardani (2009) menyatakan bahwa

“bagian cerita cerita fiksi ini membicarakan tokoh-tokoh cerita (penokohan) dan

watak tokoh-tokoh itu (perwatakan). Keduanya memilki hubungan yang sangat

erat. Tokoh-tokoh itu memiliki watak yang menyebabkan terjadi konflik dan

konflik itulah yang kemudian menghasilkan cerita” (hlm: 27).

Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam

karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah

jalinan cerita dan konflik yang padu. Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra.

Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan

cerita. Di dalam sebuah karya sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di

antara beberapa tokoh tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh

utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan

dalam karya sastra.

Sedangkan menurut Abrams (1981: 20) pengertian tokoh cerita adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan

(Nurgiyantoro, 2005: 165).

Pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro tokoh dibedakan menjadi dua

jenis yaitu dalam sebuah cerita, masing-masing tokoh memiliki peranan yang

berbeda. Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi

dua, yaitu 1) tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau paling

sering diceritakan, dan 2) tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali

atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita (2005).

Masih menurut Nurgiyantoro bahwa tokoh cerita dapat dibedakan antara tokoh sederhana dan tokoh kompleks (2005). Tokoh sederhana adalah tokoh yang

dalam penampilannya hanya menampilkan sifat atau watak tertentu saja

sedangkan tokoh komplek atau bulat adalah tokoh yang memiliki berbagai sifat

(29)

commit to user

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

penokohan adalah cara pandang pengarang untuk menggambarkan karakter tokoh

dalam sebuah cerita yang dapat berfungsi untuk menyampaikan amanat, plot, serta

tema yang ada dalam cerita tersebut.

3). Latar/setting

Semi berpendapat bahwa latar/setting merupakan “lingkungan terjadinya

peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu dalam cerita” (1993: 46). Artinya bahwa latar itu meliputi tempat maupun waktu terjadinya peristiwa.

Menurut Abrams (1981) latar/setting disebut juga sebagai landas tumpu,

mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2005: 216). Senada

dengan Abrams, Stanton (1965) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan

kejadian atau dunia dekat tempat kejadian itu berlangsung (Waluyo, 2002: 198).

Pendapat lain, Hudson (1965: 18) menambahkan bahwa latar atau setting

adalah keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan dan

pandangan hidup tokoh (Waluyo & Wardani 2009: 34). Latar tidak hanya

menunjukkan tempat dalam waktu tertentu tetapi juga ada beberapa hal lainnya.

Latar meliputi penggambaran lokasi geografis termasuk topografi pemandangan,

sampai pada rincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan, atau kesibukan

sehari-hari tokoh-tokoh, waktu terjadinya peristiwa, lingkungan agama, moral,

emosional para tokoh dan sejarah tentang peristiwa dalam sebuah cerita.

Masih menurut Waluyo dan Wardani (2009) “setting adalah tempat

kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek

sosiologis, dan aspek psikis” (hlm:34). Pendapat Waluyo dan Wardani didukung

dengan pendapat Nurgiyantoro yang membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur

pokok . Adapun penjelasan mengenai tiga unsur pokok tersebut sebagai berikut :

a) Latar tempat

Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang

digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota, instansi atau

(30)

commit to user

dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar

tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.

b) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar yang

diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan waktu

lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam. Penekanan ini

dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya, maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.

c) Latar sosial

Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi

masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,

cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual (2005: 227).

Fungsi latar menurut Waluyo dan Wardani (2009) “berkaitan erat dengan

unsur-unsur fiksi yang lain, terutama penokohan dan perwatakan” (hlm. 28).

Fungsi latar adalah untuk: (1) mempertegas watak pelaku, (2) memberikan

tekanan pada tema cerita, (3) memperjelas tema yang disampalkan, (4) metafora

bagi situasi psikis pelaku, (5) sebagai pemberi atmosfir (kesan), dan (6)

memperkuat posisi plot (hlm: 35).

Menurut Nurgiyantoro “latar sebagai salah satu unsur cerita fiksi yang

harus mampu memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas” (2005: 216).

Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca sehingga

menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca

menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga

pembaca merasa lebih akrab dengan cerita yang ada.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa latar atau

setting adalah lingkungan atau tempat terjadinya suatu peristiwa dalam cerita yang meliputi tempat, waktu, maupun sosial yang menentukan watak atau karakter dari

(31)

commit to user 4). Alur atau plot

Menurut Lukman Ali (1968: 120) menyatakan bahwa plot merupakan

sambung-sinambungnya cerita berdasarkan hubungan sebab-akibat dan

menjelaskan mengapa sesuatu terjadi (Waluyo dan Wardani, 2009: 14). Plot tidak

hanya sekedar menyangkut peristiwa, namun juga cara pengarang dalam

mengurutkan peristiwa-peristiwa, motif dan konsekuensi serta hubungan antara

peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Waluyo dan Wardani (2009) “rangkaian kejadian yang menjalin

plot meliputi: (1) eksposisi; (2) inciting moment; (3) ricing action; (4)

complication; (5) climax; (6) falling action; dan (7) denouement (penyelesaian)”

(hlm: 15). Eksposisi berarti pemaparan awal dalam cerita. Inciting moment berarti

peristiwa mulai terjadi problem-problem yang ditampilkan oleh pengarang untuk

kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Ricing action berarti penanjakan

konflik dan selanjutnya terus terjadi peningkatan konflik. Complication artinya

konflik yang semakin ruwet. Climax berarti cerita mencapai puncak dari

keseluruhan cerita itu dan semua kisah atau peristiwa sebelumnya ditahan untuk

menonjolkan saat klimaks tersebut. Falling action berarti konflik yang dibangun

cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya. Denouement berarti

penyelesaiandari semua problem yang ada.

Pendapat lain, alur dikatakan oleh Nurgiyantoro terbagi ke dalam beberapa

jenis perbedaan yang berdasarkan pada kriteria urutan waktu, kriteria jumlah,

kriteria kepadatan (2005: 153).

a) Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu.

Urutan waktu di sini adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan dalam fiksi tersebut secara teoritis. Urutan waktu dibagi menjadi dua

golongan.

(1) Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah dengan jalur yang lurus maju atau lebih dikenal dengan alur progresif.

(2) Tidak Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah menggunakan alur mundur,

(32)

commit to user b) Berdasarkan Kriteria Jumlah

Berdasarkan jumlah adalah banyaknya jalur alur dalam karya fiksi. Ada

kemungkinan karya fiksi hanya terdiri atas:

(1) Satu jalur saja (alur tunggal)

Hanya menampilkan kisah tentang seorang tokoh saja, yang dikembangkan

hanya hal-hal yang berkaitan dengan sang tokoh.

(2) Lebih dari satu alur (sub-sub alur)

Pada kriteria ini sub-sub plot memiliki alur cerita lebih dari satu. Terdiri dari

alur utama dan alur pendukung (sub-sub alur).

c) Berdasarkan Kriteria Kepadatan

Kriteria kepadatan yang dimaksud adalah:

(1) Alur padat, yaitu alur yang dipaparkan secara tepat, peristiwa fungsional itu

terjadi susul-menyusul dengan rapat sehingga pembaca seolah-olah diharuskan

untuk terus-menerus mengikuti jalan cerita dan ketika salah satu bagian cerita

tersebut dihilangkan maka cerita tersebut tidak akan menjadi utuh.

(2) Alur longgar, yaitu cerita fiksi yang memiliki alur longgar. Pergeseran antara

cerita yang satu dengan cerita selanjutnya berlangsung lambat. Sekalipun alur

terbagi menjadi beberapa bagian, tidak tertutup kemungkinan jika dalam satu

karya terdapat berbagai kategori alur senyampang alur tersebut masih bersifat

padu, dan utuh sehingga cerita yang ditampilkan dapat dipahami secara

menyeluruh .

Berhubung adanya ketidakterikatan pada panjang cerita yang memberi

kebebasan kepada pengarang, novel umumnya memiliki lebih dari satu plot.

Terdiri dari satu plot utama dan sub-sub plot. Plot utama berisi konflik yang

menjadi inti persoalan, sedangkan sub-sub plot adalah berupa munculnya

konflik-konflik tambahan yang bersifat menopang, mempertegas, dan mengintensifkan

konflik utama untuk sampai ke klimaks. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah deretan atau urutan peristiwa yang diceritakan

(33)

commit to user 5). Amanat

Amanat adalah pesan moral yang ingin pengarang sampaikan kepada

pembacanya. Amanat ini bisa berupa pesan moral, ajakan (persuasi), provokasi,

atau lainnya. Tema dan pesan cerita adalah makna terdalam dari cerita itu sendiri.

Wujud amanat dapat berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan sebagai

petunjuk untuk memberikan nasihat dari tindakan tokoh cerita.

Amanat secara umum dapat dikatakan bentuk penyampaian nilai dalam fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005).

Pengarang dalam menyampaikannya tidak melakukannya secara serta merta,

tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang terkandung dalam

karya tersebut. Pembaca dapat merenungkannya dan menghayatinya secara

intensif. Amanat dalam sebuah karya sastra adalah bagian dari dialog dan

tindakan tokoh dalam menghadapi suatu masalah yang mungkin berbeda

antarmasing-masing tokoh. Di sinilah amanat tersebut mulai terlihat, bagaimana

amanat tersebut sampai di hati pembaca melalui kepandaian khusus pengarang

dalam menceritakannya. Pembaca dapat saja menyadari atau menolak

tindakan-tindakan tokoh dalam cerita tersebut demi terwujudnya amanat.

Dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan atau nilai yang ingin

disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra yang disampaikan

secara tersirat dan penafsirannya bersifat subyektif.

Selain unsur intrinsik, unsur pembangun dalam novel adalah unsur

ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra

itu tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme

karya sastra, atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang

mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra namun tidak ikut menjadi

bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh

terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

Namun menurut Wellek dan Warren (1956), walau membicarakan unsur

ekstrinsik tersebut cukup panjang, tampaknya memandang unsur itu sebagai

(34)

commit to user

Pemahaman unsur ekstrinsik terhadap suatu karya sastra, bagaimanapun akan

membantu dalam hal pemahaman makna karya itu, mengingat bahwa karya sastra

tak muncul dari situasi kekosongan budaya. Sebagaimana halnya unsur intrinsik,

unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Seperti yang dikatakan oleh

Wellek dan Warren (1956: 75-135) unsur ekstrinsik terdiri dari keadaan

subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan serta pandangan

hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya (Nurgiyantoro 2005: 24). Unsur ekstrinsik selanjutnya adalah psikologi, baik

berupa kreativitasnya pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip

psikologi dalam karya. Keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik,

dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra serta pandangan hidup

suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lain dan sebagainya.

2. Hakikat Psikologi Sastra

a. Pengertian Psikologi Sastra

Secara etimologis kata psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa

dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu

pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Kartono (1996)

mengutarakan bahwa “psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku

dan kehidupan psikis (jiwani) manusia” (hlm: 1). Pada dasarnya psikologi adalah

ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia.

Melalui tingkah laku dapat diketahui arti sebenarnya dari wujud kehidupan

manusia dalam konteksnya. Jadi bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari kehidupan jiwa manusia secara alamiah dan mendalam untuk

memahami dan menemukan arti sebenarnya dari kehidupan manusia. Dalam

penerapannya, aktivitas kejiwaan hanya dapat dilihat dari tingkah laku manusia

dan psikologi dalam memperhatikan dan menerima manusia dengan baik.

Dalam perkembangannya psikologi terus memperluas jangkauannya

sehingga memunculkan cabang-cabang psikologi. Hubungan antara psikologi dan

sastra berdampak positif pada kedua cabang ilmu tersebut. Psikologi mendapat

(35)

commit to user

sebatas khayalan belaka, tetapi juga berusaha memuliakan dan membahagiakan

manusia. Sedangkan menurut Jatman sastra sebagai bidang kesenian memiliki

manfaat sebagai penafsir, mengungkapkan gerak jiwa manusia, dan konflik

batinnya secara lebih tuntas (1985). Keterkaitan karya sastra dan psikologi secara

tidak langsung dan fungsional. Menurut Sangidu psikologi sastra adalah suatu

disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat

peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh-tokoh

faktual (2004). Secara tidak langsung psikologi dan sastra mempelajari kehidupan

manusia, sedangkan secara fungsional psikologi dan sastra mempelajari keadaan

kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan

sastra bersifat imajinatif. Jadi, arah pendekatan psikologi sastra diperlukan untuk

membahas peristiwa kehidupan manusia dengan berbagai fenomena-fenomena

kejiwaan yang tampak melalui perilaku tokoh-tokoh dalam karya sastra. Karya

sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang

berada pada situasi setengah sadar setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk

secara sadar. Antara sadar dan tidak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi

pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu

mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah cipta

rasa.

Psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra

sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang

diperankan oleh para tokoh. Hal ini menyebabkan untuk melakukan penjelajahan

ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk beluk

manusia yang beraneka ragam. Dengan kata lain, psikologi sastra adalah suatu

disiplin ilmu yang menganggap bahwa sastra memuat unsur-unsur psikologis.

Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh Endraswara psikologi sastra adalah “kajian sastra yang memandang karya sebagai kreativitas kejiwaan. Pengarang

akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya” (2003: 96).

Banyak pengertian definisi mengenai psikologi yang dikemukakan oleh

(36)

commit to user

mempelajari aktivitas-aktivitas individu. Pengertian aktivitas dalam arti luas, baik

aktivitas motorik, kognitif maupun emosional, karena manusia senantiasa berpikir

dan memperlihatkan perilaku yang beragam sehingga manusia tidak terlepas dari

adanya keadaan kejiwaan (Walgito, 1989: 8). Seperti yang dikemukakan oleh Al

Ghraibeh, yaitu pernyataan dari masalah didefinisikan dengan mengungkapkan

belahan dominan dari otak dan hubungannya dengan kecerdasan ganda.

Hubungan ini menambahkan perubahan yang signifikan untuk bidang psikologi (2012).

Psikologi ditafsirkan sebagai lingkup gerak jiwa, konflik batin

tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra secara tuntas. Pengetahuan psikologi dapat

dijadikan sebagai alat bantu dalam menelusuri sebuah karya sastra secara tuntas.

Sesuai dengan hakikat karya sastra memberikan pemahaman kepada masyarakat

secara tidak langsung melalui pemahaman tokoh-tokohnya. Tugas psikologi

adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri dari unsur-unsur

struktural yang sangat erat hubungannya dengan proses-proses pancaindera.

Sebagai disiplin ilmu, pada dasarnya psikologi sastra dibedakan menjadi tiga

pendekatan, yaitu 1) pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh

dalam karya sastra, 2) pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek

psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh

karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya

sastra, 3) pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis

ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis

sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya.

Psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis

juga aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya

tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh

sehingga karya menjadi semakin hidup. Sentuhan emosi melalui dialog atau pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekuatan dan kejernihan batin

pencipta. Kejujuran batin itulah yang akan menyebabkan keaslian karya. Psikologi

sastra bertujuan mengetahui sejauh mana perilaku maupun sifat-sifat yang

(37)

commit to user

Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi

kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia yang diterapkan dalam suatu karya

sastra melalui tokoh-tokohnya. Hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat

hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi

Sastra.” Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan

psikologi sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena

dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan

Wahyuni yaitu “Psikologi sastra adalah analisis teks. Artinya, psikologi turut

berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari

sudut kejiwaan karya sastra. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh,

maka akan dapat dianalisis konflik batin” (2011: 1).

Penerapan teori hukum-hukum psikologi pada karya sastra tersebut,

terutama mengenai kondisi jiwa tokoh-tokoh fiksi dengan segala perilakunya

sampai pada konflik-konflik yang ditimbulkan, sehingga untuk dapat

mengungkapkannya secara lebih mendalam memerlukan bantuan ilmu psikologi.

Baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia.

Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang,

sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Tuhan yang nyata.

Namun, sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan

kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan. Meskipun karya

sastra bersifat kreatif dan imajiner, pencipta sering memanfaatkan hukum-hukum

psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh-tokohnya.

Terdapat beberapa peristiwa kejiwaan yang dapat memengaruhi individu

dalam mengambil keputusan sesuai dengan hati individu itu sendiri sehingga

keputusan bermacam-macam, hal tersebut perlu dipahami sebelum penelitian ini

melangkah pada teori sistem kepribadian Sigmund Freud. Hal tersebut antara lain: 1) Motif

Motif berarti suatu kekuatan yang ada dalam diri individu yang membuat

(38)

commit to user

tertentu. Ada perbuatan yang tidak didorong oleh motif tersebut biasanya

perbuatan yang dilakukan secara spontan.

2) Persepsi

Persepsi merupakan suatu peristiwa kejiwaan yang berhubungan dengan

aktivitas kognitif, aktivitas lain yang berhubungan antara lain belajar, berpikir,

dan memecahkan masalah. Persepsi menjadikan manusia mengenali dirinya

sendiri dan keadaan sekitarnya, persepsi didahului karena adanya stimulus yang mempengaruhi otak dan menjadikan individu menyadari adanya stimulus tersebut.

Kesadaran akan adanya stimulus itulah yang disebut persepsi. Perasaan,

pengalaman dan kemampuan berpikir ikut berperan dalam menerima persepsi.

Berkaitan dengan pengertian persepsi di atas, Westen mengatakan yang

jelas tugas persepsi yang sederhana bahkan dapat dipengaruhi oleh kendala afektif

dan motivasi. Menurut teori psikoanalitik, hal ini terjadi dengan sebagian kognitif

"keputusan", karena manusia cenderung memiliki perasaan tentang sebagian besar

orang dan benda-benda yang mereka bersentuhan. Membuat hal-hal lebih rumit,

bagaimanapun, adalah kenyataan bahwa perasaan dan motif sering berjalan ke

arah yang bertentangan. Dengan demikian, seseorang bisa inginkan dan takut hal

yang sama, yang mengarah pada konflik. Dari perspektif perkembangan, konflik

hampir dibangun ke dalam eksistensi manusia (1998).

Persepsi merupakan keadaan kesatuan yang bulat dari individu yang

bersangkutan, maka apa yang ada dalam individu, pengalaman-pengalaman

individu akan ikut aktif dalam persepsi individu, karena dalam persepsi terjadi

suatu aktivitas yang terintegrasi maka seluruh aspek individu seperti perasan,

pengalaman, kemampuan berpikir dan lain-lain ikut berperan dalam menerima

persepsi. Tugas persepsi dapat dipengaruhi oleh kendala afektif dan motivasi. Hal

ini terjadi dengan sebagian kognitif keputusan karena manusia memiliki perasaan.

Seseorang bisa merasakan perasaan takut yang mengarah pada konflik. Dari perspektif perkembangan, konflik hampir dibangun ke dalam eksistensi manusia.

Persepsi merupakan hal yang sifatnya individual karena tidak setiap orang

(39)

commit to user 3) Respon

Respon adalah tanggapan terhadap adanya rangsangan. Tidak semua

rangsangan mendapat respon dari individu, hanya beberapa rangsangan yang akan

mendapatkan respon, rangsangan yang menarik individu yang akan diberi respon.

Sebagai akibat dari stimulus yang dipilih dan diterima individu, individu

menyadari dan memberikan respons sebagai akibat terhadap stimulus tersebut.

4) Perasaan dan Emosi

Perasaan dan emosi diartikan sebagai suatu keadaan dari individu pada suatu

waktu, perasaan disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat dari adanya

peristiwa-peristiwa yang datang dari luar, peristiwa-peristiwa tersebut biasanya

menimbulkan kegoncangan pada individu yang bersangkutan. Reaksi dari

masing-masing individu terhadap keadaan itu tidak sama antara satu dengan yang lain.

Berkaitan dengan pengertian perasaan dan emosi, Salmanpour dan

Issazadegan, mengemukakan bahwa manusia memiliki perasaan negatif dan emosi

seperti rasa takut, kesedihan, gairah, kemarahan dan rasa bersalah membentuk

dasar dari ketidakstabilan emosional. Orang yang secara emosional tidak stabil

adalah lebih mungkin untuk memiliki keyakinan irasional dan memiliki energi

lebih sedikit untuk mengontrol impuls dan menunjukkan tingkat kepatuhan yang

lebih lemah dengan orang lain dan lingkungan. Di sisi lain temuan penelitian

menunjukkan bahwa antara lima dimensi faktor kepribadian kecuali neuroticim,

kepribadian dimensi lain keramahan, kesadaran, keterbukaan dan keterbukaan

memiliki korelasi signifikan dengan orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik,

bahwa hubungan yang paling adalah antara kesadaran dengan orientasi religiusitas

intrinsik . Secara emosional dianggap sebagai individu stabil, mereka biasanya

tidak nyaman, memiliki mood yang mudah menguap dan tidak dapat dengan

mudah menghadapi situasi sulit. Cara evaluasi individu dari faktor mengancam,

self-emosional-kontrol dalam menghadapi situasi dan dampak pada konsekuensi dari faktor stres dengan penafsiran tertentu bahwa agama meninggalkan bagi

individu. Ini adalah cara untuk mengakhiri ketakutan dan kecemasan atau

(40)

commit to user

Di saat keadaan perasaan telah melampaui batas hingga untuk mengadakan

hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu mungkin hal ini akan

menyangkut soal emosi. Memiliki perasaan negatif dan emosi seperti rasa takut,

sedih, marah dan rasa bersalah menjadi dasar ketidakstabilan emosional.

Emosional dianggap sebagai individu stabil, mereka biasanya tidak nyaman,

memiliki suasana hati yang stabil dan tidak dapat dengan mudah menghadapi

situasi sulit. Cara evaluasi individu dari faktor mengancam, diri emosional-kontrol dalam menangani situasi. Ini adalah cara untuk mengakhiri ketakutan dan

kecemasan atau kekacauan batin. Dalam emosi, pribadi seseorang telah

berpengaruh sehingga seseorang tersebut kurang dapat menguasai diri lagi, hal-hal

yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh seseorang tersebut apabila seseorang

telah emosi, hal-hal yang tidak bisa dapat menjadi bisa dan mungkin dapat

dilakukannya.

Sastra dan psikologi merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan orang

lain. Yang membedakan antar psikologi dan sastra adalah di dalam psikologi

gejala-gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra gejala-gejala tersebut bersifat

imajinatif. Menurut Semi psikologi sastra adalah suatu disiplin yang mengandung

suatu karya sastra yang memuat peristiwa kehidupan manusia yang diperankan

oleh tokoh-tokoh yang imajiner yang ada di dalam atau mungkin diperankan oleh

tokoh-tokoh faktual (Sangidu, 2004: 30). Hal ini, merangsang untuk mengetahui

lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang beraneka ragam. Psikologi sastra

adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan.

Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam berkarya. Begitu pula

pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak lepas dari kejiwaan masing-masing.

Hubungan antara psikologi dengan sastra adalah bahwa disatu pihak karya

sastra dianggap hasil aktivitas dan ekspresi manusia. Di pihak lain, psikologi

sendiri dapat membantu pengarang dalam mengenalkan kepekaan dan memberi kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum pernah dikaji sebelumnya.

Hasil yang bisa diperoleh adalah kebenaran yang mempunyai nilai-nilai artistik

yang menambah koherensi dan kompleksitas karya sastra tersebut. Sastra dan

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1 Situasi Konflik yang Ditimbulkan Manusia Dalam Sastra
Gambar 2.2 Alur Kerangka Berpikir
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul ” Nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye : Tinjauan Sosiologi Sastra

Bab IV Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang Terdapat Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere-Liye, terdiri dari: Nilai pendidikan akhlak terhadap Allah, Nilai

Kutipan data di atas menunjukkan wujud nilai moral yang bisa diperoleh dari tokoh Fatimah yang terkait dengan kasih sayang anak kepada orang tua adalah bentuk

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Skripsi yang ditulis oleh Elma Alkausari dengan judul “Pesan Dakwah dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye (Analisis Isi Etnografi)” telah diajukan

Sebagai orang yang cerdas, tentu saja perintah kebersihan ini tidak hanya dilakukan ketika hendak melakukan shalat saja, akan tetapi perbuatan-perbuatan yang di

HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam Novel “Hafalan Shalat Delisa” karya Tere Liye ini, peneliti menemukan penggalan dialog yang menunjukkan citra perempuan dengan empat aspek, diantaranya:

SIMPULAN Dari penelitian tersebut dismpulkanbahwa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere-Liye merupakan karya sastra yang sarat dengan kandungan nilai religius yaitu aspek pendidikan