• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA

A. Pengadilan Niaga

3. Hakim Pengadilan Niaga

Hakim Pengadilan Niaga diangkat berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung. Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim sebagaimana dimaksud pada Pasal 302 ayat (2), adalah :

a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum;

b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah-masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan;

c. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan       

49

d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada pengadilan.

Dengan tetap memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada Pasal 302 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan Keputusan Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung dapat diangkat seseorang yang ahli, sebagai hakim Ad-hoc, baik pada tingkat pertama, Kasasi, maupun pada Peninjauan Kembali (Pasal 302 UUK- PKPU).

Dalam hal pemeriksaan perkara Kepailitan, ada 2 jenis hakim yang dapat memeriksa perkara Kepailitan yaitu :

1. Hakim Tetap. 2. Hakim Ad-Hoc.50 ad 1. Hakim Tetap

Hakim Tetap, yaitu para hakim yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung untuk menjadi Hakim Pengadilan Niaga. Landasan hukumnya dapat merujuk pada Pasal 302 ayat (1), dan pasal 302 ayat (2) UUK- PKPU.

ad 2. Hakim Ad-hoc

Untuk mengembalikan kepercayaan kreditur asing dalam proses penyelesaian utang-piutang swasta, selain direvisinya Fv, dan dibentuknya Pengadilan Niaga, juga di introdusir hakim Ad-hoc untuk dapat menjadi bagian dari majelis hakim yang memeriksa suatu perkara di Pengadilan Niaga.

      

50

Ide awal keterlibatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga didasarkan pada penilaian atau asumsi beberapa pihak bahwa pengetahuan “Hakim Karir” cenderung bersifat umum (generalis) sehingga dalam menyelesaikan perkara-perkara pada lingkup Niaga diperlukan hakim dengan keahlian khusus, di luar dari “Hakim Karir” yang juga telah melalui tahapan pendidikan untuk menjadi “Hakim Niaga”.51

Pengangkatan hakim Ad-hoc dalam Kepailitan ditentukan dalam UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU No. 37 Tahun 2004. Selama berlakunya UU No.4 Tahun 1998 yang kemudian disempurnakan oleh UU No.37 tahun 2004, pengangkatan hakim Ad-hoc di Pengadilan Niaga telah dilakukan 2 (dua) kali, yakni melalui 2 (dua) buah Keppres. Pertama, Keppres No. 71/M/1999 tertanggal 27 Februari 1999 berisi pengangkatan 4 (empat) orang hakim ad-hoc untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Kedua, Keppres No.108/M/2000, berisikan Pengangkatan 9 (sembilan) hakim Ad-hoc. Penempatan hakim Ad-hoc dalam majelis hakim adalah berdasarkan penunjukan dari hakim Ketua Pengadilan Niaga dalam Pengadilan Niaga yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu adanya permohonan dari salah satu pihak yang berperkara (Pemohon Pailit).

Konsekuensi dari sifat fakultatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 283 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1998, maka bila tidak ada permintaan dari pihak tersebut, maka hakim Ad-hoc tersebut tidak bertugas. Kondisi inilah yang antara lain mengakibatkan sistem hakim Ad-hoc tidak bekerja.

      

51

Sesuai dengan ketentuan Pasal 303 ayat (3), maka persyaratan pengangkatan seorang sebagai hakim Ad-hoc yang membedakan dengan hakim Pengadilan Niaga lain adalah hakim ad-hoc tersebut haruslah seorang “ahli”.

Jadi berdasarkan usulan dengan “hakim Niaga”dari Ketua Mahkamah Agung melalui Keppres maka di Pengadilan Niaga dapat diangkat seorang yang ahli sebagai hakim Ad-hoc. Tentunya, beberapa persyaratan yang sama dengan “hakim Niaga” atau “hakim karir” seperti mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang masalah yang menjadi lingkup kewenangan Pengadilan Niaga, dan persyaratan lain, harus tetap dipenuhi.52

Paulus Efendi Lotulung menyebutkan beberapa kemungkinan pengangkatan hakim Ad-hoc (sebagai hakim pengawas atau hakim majelis) adalah:

1. Atas permohonan para pihak, baik langsung maupun dengan penetapan Ketua Pengadilan Niaga yang selayaknya diberikan jika wajar (should not be reasonably).

2. Hanya dengan penetapan Ketua Pengadilan Niaga atas kewenanganya sendiri.53

Tentunya pilihan pertama lebih dapat diterima, karena cukup terdapat check

and balance. Biaya atau imbalan bagi hakim Ad-hoc tersebut, jika perlu tambahan

dapat diambil dari harta Pailit.

Dalam Pasal 304 UUK-PKPU menentukan bahwa :       

52

Ibid, hlm.235-236.

53

Perkara yang pada waktu UU ini berlaku:

a. Sudah diperiksa dan diputus tetapi belum dilaksanakan atau sudah diperiksa tetapi belum diputus maka diselesaikan berdasarkan peraturan perundang- undangan di bidang Kepailitan sebelum berlakunya UU ini;

b. Sudah diajukan tetapi belum diperiksa, diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam UU ini;

Pasal 305 UUK-PKPU menentukan bahwa :

“ Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari UU tentang Kepailitan (Faillissements-verordening, Stbld 1905:217 jo Stbld 1906: 348) yang diubah dengan Perpu No.1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi UU berdasarkan UU No.4 Tahun 1998 pada saat UU diundangkan masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan UU ini.

Berlakunya UUK-PKPU No.37 tahun 2004 mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi ( Faillissements-verordening Staatblad 1905:217 jo Staablad 1906:348 ) dan UU No.4 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU Tentang Kepailitan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 307 UUK-PKPU yang menyatakan :

“ Pada saat UU ini mulai berlaku, UU Tentang Kepailitan (Fv dan UU No.4 Tahun 1998) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Selain Hakim tetap dan Hakim Ad-hoc di atas ada 1 hakim lagi yang berperan dalam perkara Kepailitan yakni Hakim Pengawas. Hakim pengawas ini berperan

yang diangkat oleh Pengadilan. Dahulu untuk hakim pengawas tersebut disebut sebagai hakim komisaris, tetapi jika ada keberatan terhadap hakim pengawas dapat ditempuh prosedur keberatan. Dan Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit.54

Secara umum, tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit, seperti yang disebutkan dalam Pasal 65 UUK-PKPU, yang intinya sama dengan ketentuan Pasal 63 Fv yang tidak diubah dan dicabut oleh UU No.4 Tahun 1998.

Dokumen terkait