• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA

B. Kompetensi Pengadilan Niaga

Menurut UUK-PKPU, pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara permohonan Kepailitan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum si debitur.55 Dan apabila debitur adalah badan Hukum maka merujuk pada kedudukan hukum yang terdapat pada anggaran dasarnya (Pasal 3 ayat (5)

Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan Pailit

      

54

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan;Perusahaan; dan Asuransi,

(Bandung:Alumni,2007), hlm.56.

55

adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor.56

Bila dalam hal Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan.57

Dalam hal Debitur tidak berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat si debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia.58

Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.59

Yang dimaksud pengadilan menurut UUK-PKPU ini adalah Pengadilan Niaga yang merupakan pengkhususan Pengadilan di bidang Perniagaan yang dibentuk dalam lingkup Peradilan Umum.60

Pengadilan Niaga yang pertama kali di dirikan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pembentukan Pengadilan Niaga dilakukan secara bertahap dengan keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya yang di perlukan. Sebelum Pengadilan Niaga terbentuk, semua perkara yang menjadi lingkup       

56

Lihat di Pasal 3 ayat 2 UUK-PKPU

57

Lihat di Pasal 3 ayat 3 UUK-PKPU

58

Lihat di Pasal 3 ayat 4 UUK-PKPU

59

Lihat di Pasal 3 ayat 5 UUK-PKPU

60

kewenangan Pengadilan Niaga diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hal ini berdasarkan pasal 281 ayat (1) PERPU No.1 Tahun 1998 jo.UU No.1 tahun 1998 kemudian dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup Pengadilan Niaga sebagaimana dalam bagian ketentuan Penutup Bab VII Pasal 306 UUK-PKPU tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang bunyinya adalah sebagai berikut :

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga.

Pengadilan Niaga pertama kali dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mana Pengadilan Niaga tersebut berwenang untuk menerima permohonan Kepailitan dan PKPU yang meliputi lingkup di seluruh wilayah Indonesia dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diberikan yurisdiksi terbatas yaitu untuk memeriksa permohonan Pailit.61 Namun dengan lahirnya UUK-PKPU maka pengaturan kewenangan Pengadilan Niaga harus mengacu pada UUK-PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 306 UUK-PKPU yaitu :

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan ketentuan Pasal 281 ayat 1 PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.4 Tahun 1998, dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup tugas Pengadilan Niaga.

      

61

Pada tahap permulaan pembentukan Pengadilan Niaga, kewenangan mengadili (Kompetensi Absolut) hanyalah meliputi pemeriksaan dan pemutusan perkara permohonan Kepailitan dan PKPU saja, dan untuk pertama kali Pengadilan Niaga dibentuk pada tanggal 20 Agustus 1998 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Untuk menjalankan proses pemeriksaan perkara Kepailitan Pasal 301 UUK- PKPU menentukan :

(1) Pengadilan memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama dengan majelis hakim;

(2) Dalam hal menyangkut perkara lain di bidang perniagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 300 ayat 1, Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan jenis dan nilai perkara yang pada tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal.

(3) Dalam menjalankan tugasnya, hakim Pengadilan dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti dan juru sita.

Permasalahan lain yang muncul berkaitan dengan penyelesaian perkara Kepailitan adalah tentang kewenangan Pengadilan antara Pengadilan Niaga dan Pengadilan Negeri. Berdasarkan cetak biru Pengadilan Niaga, maka terungkap bahwa sebenarnya proses kepailitan di Pengadilan Niaga tidak efektif. Hal ini terjadi karena sering kali ada perkara-perkara Kepailitan yang ternyata menimbulkan persinggungan antara Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Niaga.62

      

62

Persinggungan yang terjadi, misalnya saja ada perusahaan yang sudah dinyatakan Pailit dan seharusnya berdasarkan UUK-PKPU dikelola oleh kurator, ternyata masih bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Hal ini dianggap aneh karena seharusnya, perkara tersebut menjadi kompetensi pengadilan Niaga dan bukan Pengadilan Negeri. 63

Untuk mencegah terjadi persinggungan perlu ada mekanismenya. Pasalnya, selama ini bila ada perkara-perkara Kepailitan dan HAKI yang diajukan ke Pengadilan Negeri tidak ada mekanisme pencegahannya, Karena berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan tidak ada dasar hukumnya.

Selain menangani perkara kepailitan dan PKPU serta perkara-perkara di bidang perniagaan lainnya, Pengadilan berwenang menangani perkara pernyataan permohonan Pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 303 UUK-PKPU yang menentukan bahwa :

Pengadilan berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan Pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula Arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU ini.

Penjelasan Pasal 303 kembali menegaskan tentang kewenangan Pengadilan Niaga terhadap perjanjian yang memuat klausula Arbitrase yaitu bahwa ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa Pengadilan Niaga       

63

tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari para pihak, sekalipun perjanjian utang piutang yang mereka buat memuat klausula Arbitrase.

Pada tanggal 18 Agustus 1999, keluarlah Keppres No.97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri semarang.

Keppres No.97 Tahun 1999 dibuat bertujuan untuk :

a. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 281 ayat (2) Undang-undang tentang Kepailitan (Staatsblad Tahun 1905 No. 217 juncto Staatsblad Tahun 1906 No. 348), yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1998, sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang no. 4 Tahun 1998;

b. Untuk meningkatkan pemerataan dan mempermudah masyarakat baik secara perorangan atau badan usaha dalam menyelesaikan sengketa di bidang perniagaan secara adil, cepat, terbuka dan efektif, dipandang perlu membentuk Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri di kota-kota besar pusat perdagangan;64

Dengan didasari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Presiden RI tentang Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang;

      

64

Dalam Pasal 2 Keppres No.97 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang menentukan tentang wilayah hukum Pengadilan Niaga yang meliputi :

(1) Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.

(2) Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi Wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.65

(3) Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur.

(4) Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan tentang sengketa yang menjadi kewenangan Pengadilan Niaga meliputi :

(1) Sengketa di bidang Perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan-Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diperiksa tetapi belum diputus       

65

oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

(2) Sengketa di bidang perniagaan yang termasuk lingkup kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 pada saat Keputusan Presiden ini ditetapkan telah diajukan tetapi belum diperiksa oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dilimpahkan kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang sesuai dengan daerah hukum masing-masing Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Khusus untuk Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Pasal 5 menentukan tentang daerah hukumnya , yakni pada saat berlakunya Keputusan Presiden ini, maka daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat.

Menurut Sutan Remy, pembentukan Pengadilan Niaga dalam mengadili perkara-perkara Perniagaan, didasarkan pada pertimbangan kecepatan dan efektifitas, perkara-perkara Kepailitan. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang tidak puas terhadap putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Kepailitan adalah langsung Kasasi ke Mahkamah Agung tanpa upaya banding melalui Pengadilan

Tinggi. Dengan demikian, perkara Kepailitan akan berjalan lebih cepat bila dibanding dengan pemeriksaan biasa di Pengadilan Negeri.66

Putusan perkara permohonan kepailitan akan lebih efektif oleh karena menurut Undang-undang kepailitan putusan perkara permohonan Kepailitan tersebut bersifat serta merta artinya, kurator telah dapat menjual harta Pailit meskipun pernyataan putusan pernyataan Pailit tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap, karena terhadap putusan itu diajukan upaya hukum kasasi.67

Dengan demikian, terbentuknya Pengadilan Niaga sebagai instrumen penunjang reformasi hukum Kepailitan merupakan langkah yang dapat dikatakan fenomenal. Pembentukan Pengadilan Niaga tidak hanya memberikan Jalan bagi proses reformasi hukum Kepailitan itu sendiri, tetapi memiliki efek lebih jauh yaitu melapangkan jalan bagi reformasi Peradilan dalam bidang perekonomian lainya68, tanpa mengesampingkan asas yang ada dalam Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang antara lain :

1. Asas Keseimbangan

Merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu, di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang

      

66

Sutan Remy Syahdeny, Hukum Kepailitan; Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, (Jakarta: Grafity, 1992), hlm.149.

67

Elijana.S ,Penyelesaian Utang-Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung:Penerbit Alumni,2001),hlm.15-16.

68

dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.

2. Asas Kelangsungan Usaha

Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.

3. Asas Keadilan

Bahwa ketentuan mengenai Kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak memperdulikan Kreditor lainya.

4. Asas Integrasi

Bahwa sistem hukum Formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

Dokumen terkait