• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHAP-TAHAP ATAU TATA CARA PERNIKAHAN PADA JAMAAH SALAFIYYAH

IV.2. Adab-adab dan Tata Cara Penyelenggaraan Pernikahan

IV.2.4. Hal-hal Yang Dilarang Keras Dalam Penyelenggaraan Pesta

Pada penyelenggaraan pesta pernikahan ada beberapa hal yang dilarang keras dilakukan menurut jamaah salafiyyah. Di antara hal-hal yang dilarang keras yang menurut mereka sebagai suatu kemungkaran dan kemaksiatan di dalam penyelenggaraan pesta adalah;

1. Bercampur Baur Antara Laki-laki Dan Perempuan

Dalam penyelenggraan pesta hal yang paling dilarang keras bagi jamaah salafiyyah adalah bercampur baurnya laki-laki dan perempuan dalam satu tempat dan duduk-duduk bersama untuk menikmati makanan. Hal ini disebut dengan istilah ikhtilath. Telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya bahwa jamaah salafiyyah sangat membenci hal ini. Untuk mencegah terjadinya ikhtilath, penyelenggara pesta menyiapkan dua tempat terpisah bagi tamu laki-laki dan bagi tamu perempuan yang datang. Pemisahan tempat duduk dan makan itu juga terdapat pembatas yang dapat berupa kain besar, terpal atau tenda, dan bisa juga tembok. Gunanya adalah untuk mencegah laki-laki dan perempuan saling melihat. Biasanya pihak penyelenggara pesta baik dari mempelai laki-laki dan perempuan meminta bantuan kepada teman-teman mereka untuk membentuk semacam

panitia kecil pengatur dan pengarah tamu yang datang agar duduk di tempat sesuai dengan jenis kelaminnya.

Wiyono (45 tahun) yang penulis wawancarai mengakui bahwa dirinya bingung dengan penyelenggaraan pesta dengan memisahkan duduk antara laki-laki dan perempuan. Sebagai orang awam dirinya sangat heran dengan bentuk penyelenggaraan pesta seperti itu karena sulit berkomunikasi dengan isterinya yang duduk di tempat komunitas perempuan untuk memberitahukan ajakan pulang ke rumah.

“…saya bingung dengan pesta kayak gini. Baru kali ini saya tau ada yang buat pesta kayak gini. Memang sih bagus kayaknya dengan alasan syariat, tapi kan sebagai orang awam yang gak ngerti apa-apa saya kan bingung. Coba lah kayak mana saya mau bilangin untuk pulang sama isteri saya yang ada di sebelah. Kalo saya nyelonong untuk ngasih tau kan gak boleh dan malu lagi…”

2. Dilarang Menyandingkan Mempelai Laki-laki Dan Mempelai Perempuan

Termasuk hal yang dilarang dalam penyelenggaraan pesta adalah menyandingkan mempelai laki-laki dan mempelai perempuan di pelaminan. Alasannya adalah bahwa jika mempelai laki-laki dan perempuan disandingkan di pelaminan maka sudah tentu seperti dipertunjukkan di depan umum atau semacam di pamerkan agar dapat dilihat orang-orang atau para tamu undangan. Hal seperti ini akan menyebabkan bebasnya orang-orang memandang mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Apalagi tentu saja kebanyakan pada umumnya jika kedua mempelai disandingkan di pelaminan akan mengenakan pakaian-pakaian yang bagus dan berhias agar kedua mempelai tampil menarik di depan umum. Hal inilah yang sangat dilarang pada jamaah salafiyyah karena orang-orang bebas

memandang mempelai laki-laki maupun mempelai perempuan yang sudah berhias dan berdandan agar tampil menarik.

Oleh karena itu, di setiap pengadaan penyelenggaraan pesta pada jamaah salafiyyah, tidak ditemukan adanya pelaminan untuk tempat duduk kedua mempelai. Mempelai laki-laki duduk dan melayani tamu atau para undangan di tempat berkumpulnya kalangan laki-laki, begitu juga mempelai perempuan duduk dan melayani tamu bersama kalangan perempuan.

3. Dilarang Memotret (Fotografi)

Pada jamaah salafiyyah, terdapat larangan untuk mengadakan acara foto bersama, mengambil foto atau gambar di dalam pesta, dan mendokumentasikan penyelenggaraan pesta. Walau dengan alasan sebagai bentuk kenang-kenangan, hal ini tetap dilarang. Menurut jamaah salafiyyah, memotret merupakan dosa besar yang pelakunya akan dapat ancaman siksa yang sangat keras di hari kiamat nanti. Alasannya adalah nabi melarang untuk menggambar atau melukis setiap makhluk yang bernyawa berdasarkan hadits nabi yang berbunyi “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksanya di hari kiamat nanti adalah para pelukis dan para perupa karena mereka membuat gambar-gambar makhluk yang bernyawa dan patung-patung, sehingga Allah murka dengan mereka dan memerintahkan mereka menghidupkan dan memeberikan nyawa kepada apa yang mereka buat. Dan tentu saja mereka tidak akan sanggup menghidupkannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut jamaah salafiyyah dari hadits nabi tersebut, foto-foto hasil kamera sama saja dengan gambar-gambar. Hanya saja bedanya pelukis atau pemahat membuat gambar dan patung dengan tangan kosong yang gambarnya mungkin tidak terlalu mirip dengan bentuk makhluk aslinya, sangat dilarang oleh nabi. Pada saat ini untuk menggambar makhluk telah menggunakan alat canggih yang hasilnya sempurna dan mirip dengan makhluk aslinya. Oleh karena itu, perbuatan seperti ini sangat dilarang menurut jamaah salafiyyah. Bahkan penulis tidak diperkenankan untuk mengambil foto untuk dokumentasi laporan penelitian walaupun hanya dengan menggunakan telepon genggam yang memiliki kamera. 4. Dilarang Bernyanyi Dan Memainkan Alat-alat Musik

Termasuk yang paling dilarang dalam penyelenggaraan pesta adalah mengadakan hiburan dengan bernyanyi dengan musik atau juga menyediakan alat-alat musik untuk dimainkan. Bagi jamaah salafiyyah nyanyian, bermain dan mendengarkan musik, menari atau berjoget adalah perbuatan dosa besar yang dilarang dalam ajaran Islam. Menurut mereka nabi telah melarang keras orang-orang yang memainkan alat-alat musik dan mendengarkannya. Bahkan nabi telah memberitahukan dalam haditsnya tentang salah satu tanda dekatnya hari kiamat adalah orang-orang sudah menghalalkan nyanyian dan alat-alat musik yang menyebabkan siksa dan murka oleh Allah walaupun masih di dunia. Hadits nabi yang menjadi larangan bagi jamaah salafiyyah tentang musik berbunyi “Akan muncul dari umatku orang-oarang yang menghalalkan zina, sutera, khamar, alat-alat musik dan mengundang biduanita untuk bernyanyi. Jika itu terjadi maka

bumi atau merubah sebahagian dari mereka menjadi kera dan babi sampai hari kiamat. Dan sesungguhnya Aku diutus oleh Allah sebagi rahmat bagi semesta alam. Allah memerintahkanku untuk menghancurkan alat-alat musik, seruling, berhala, salib, dan perkara-perkara jahiliyyah yang kesemuanya itu diharamkan.”(HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Ibnu Abi Dunya).

Menurut jamaah salafiyyah, dalil-dalil haramnya musik telah sangat jelas dan disertai dengan ancaman dari nabi. Para imam ahli fiqih yang empat madzhab menurut mereka juga semuanya sepakat akan haramnya bermain alat musik dan mendengarkannya. Sehingga dalam penyelenggaraan pesta pernikahan pada pengikut dakwah salafiyyah tidak diadakan hiburan yang menggunakan alat-alat musik dan nyanyi-nyanyian. Para tamu atau undangan hanya datang, duduk, dan menikmati hidangan yang telah disediakan.

Karena kerasnya larangan untuk tidak mendengar dan memainkan alat-alat musik, maka apabila mereka diundang dalam penyelenggaraan pesta yang disediakan hiburan dengan musik, mereka tidak akan menghadirinya. Menurut mereka memenuhi undangan pesta saudara sesama muslim adalah wajib jika tidak ada kemaksiatan dan kemungkaran pada pesta tersebut. Namun jika terdapat kemungkaran seperti adanya minum-minuman keras dan musik maka hukumnya menjadi haram, sehingga tidak boleh untuk dihadiri.

Ketika penulis sedang mengumpulkan data dan mendapatkan informasi bahwa ada seorang pengikut dakwah salafiyyah yang menikah dan menyelenggarakan pesta, maka penulis bersama-sama dengan rombongan jamaah salafiyyah menuju tempat pesta. Ketika sampai di tempat pesta untuk memenuhi

undangan, para tamu dari rombongan jamaah salafiyyah terkejut karena tuan rumah penyelenggara pesta mengadakan hiburan dengan alat-alat musik dan menyandingkan kedua mempelai di pelaminan, sehingga para tamu undangan beserta para ustadz salafiyyah tidak jadi menghadiri undangan tersebut dan kembali pulang ke rumah masing-masing. Padahal mereka semua sudah sampai di depan tempat parkir kendaraan yang menuju gerbang penerima tamu undangan.

Kejadian seperti itu dikarenakan mempelai laki-laki yang diketahui merupakan pengikut dakwah salafiyyah menikah dengan seorang perempuan yang bukan dari kalangan pengikut dakwah salafiyyah. Hal yang seperti itulah yang sangat dikhawatirkan oleh jamaah salafiyyah, yaitu bentuk pernikahan yang bersifat eksogami kelompok. Bentuk pernikahan yang bersifat eksogami kebanyakan menurut mereka akan menimbulkan banyak masalah karena perbedaan pemahaman bisa terjadi dalam penyelenggaraan akad nikah maupun dalam penyelenggaraan pesta.

Kiki (26 tahun) seorang pengikut dakwah salafiyyah yang menikah dengan perempuan yang bukan dari kalangan pengikut dakwah salafiyyah mengatakan bahwa dirinya sudah meminta agar keluarga mempelai perempuan tidak mengadakan pesta dengan besar dan mengadakan hiburan dengan musik dan menyandingkannya di pelaminan. Ia mengatakan bahwa dirinya terkejut ketika hari pelaksanaan pernikahan semuanya sudah tersedia dan keluarga mempelai perempuan tidak menyetujui alasannya karena alasan pernikahan putrid mereka yang pertama. Ia kemudian meminta maaf kepada para undangan dari teman

“…ana sebenarnya sudah bilang sama keluarga calon ana supaya gak ngadain pesta dengan besar. Gak usah pake-pake keyboard. Gak usah disandingkan di pelaminan. Dan harus buat pembatas duduk tamu laki-laki dan perempuan. Tapi pas hari H nya ana terkejut kok jadi kayak gini. Ya mau gimana lagi, sudah telanjur. Ana minta maaf pada ikhwa-ikhwa semua yang udah datang dan kecewa karena acara pestanya kayak gitu.”

Wira (22 tahun) seorang pengikut dakwah salafiyyah mengatakan bahwa dirinya mengetahui temannya menikah dengan perempuan yang bukan dari kalangan salafiyyah. Ia mengatakan bahwa temannya menyuruhnya agar menyebarkan undangan. Ia mengira bahwa pestanya tidak besar dan menggunakan musik sebagai hiburan. Ketika ia hadir dan mengetahui ada hiburan musiknya ia tidak masuk ke acara pesta karena takut dosa.

“…ana udah tau kalo si Kiki nikah dengan akhwat dari orang biasa. Ana disuruhnya nyebarin undangan pas lagi ada kajian. Ana pikir pestanya gak ada musik sama di sandingkan. Gak taunya kayak gini jadinya. Ana gak mau masuk karena pake musik-musik segala, kan jadi gak boleh mendatanginya. Gitulah jadinya kalo kita dapat orang yang awam, serba sulit kayak gitu.”

Pernikahan yang bersifat eksogami bagi jamaah salafiyyah tidak dilarang. Hanya saja kekhawatiran akan masalah yang timbul karena permasalahan perbedaan pemahaman tentang ajaran Islam yang menjadi alasan. Terbukti ketika ada pengikut dakwah salafiyyah yang menyelenggarakan pesta yang di dalamnya terdapat perilaku yang dilarang menurut mereka, maka mereka memboikot undangan tersebut dengan tidak menghadirinya.

5. Kedua Mempelai Dilarang Berhias Diri Dengan Apa-apa Yang Dilarang

Bagi jamaah salafiyyah terdapat beberapa larangan dalam berhias diri untuk kedua mempelai. Larangan berhias yang dimaksud mencakup merawat tubuh, berhias atau berdandan, dan melakukan sesuatu yang gunanya untuk membuat kedua mempelai agar kelihatan tampil menarik, yang semua cara dan ragamnya

dilarang dalam ajaran Islam menurut pemahaman jamaah salafiyyah. Baik untuk mempelai laki-laki maupun mempelai perempuan, terdapat hal-hal yang dilarang dalam berhias diri.

Bagi mempelai perempuan dilarang berhias diri atau merawat tubuh dengan cara mencabut alis atau mencukur alis mata, mentato, mengikir gigi, dan menyambung rambutnya dengan rambut palsu atau memakai wig, mencat kuku dan memanjangkannya, dan memakai parfum yang baunya dapat tercium oleh laki-laki yang bukan mahramnya. Alasan pelarangan semua itu adalah berdasarkan hadits nabi yang berbunyi “Allah melaknat orang yang mentato dan yang minta ditato, perempuan yang mencukur alis dan yang meminta alisnya dicukur, perempuan yang menyambung rambutnya dengan rambut palsu, perempuan yang mengikir giginya untuk kecantikan karena mereka mengubah ciptaan Allah.”(HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ahmad). Menurut jamaah salafiyyah, semua yang disebutkan di dalam hadits nabi tersebut haram dilakukan walaupun dengan tujuan mempercantik diri ataupun untuk menyenangkan suami.

Hal-hal yang dilarang bagi mempelai laki-laki dalam hal berhias diri adalah apa-apa yang termasuk larangan bagi perempuan, dilarang keras mencukur jenggotnya, juga dilarang keras qaza’ yaitu mencukur atau menggunting sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya. Alasan pelarangan mereka adalah berdasarkan hadits nabi yang berbunyi “Cukurlah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian, selisihilah orang majusidan orang-orang musyrik karena mereka

qaza’.”(HR. Bukhari, Mslim, dan Abu Dawud). Menurut jamaah salafiyyah, para imam ahli fiqh sepakat melarang laki-laki mencukur jenggotnya.

6. Dilarang Mengucapkan “Bir Rafaa’ Wal Baniin” (Semoga Rukun dan Banyak Anak)

Termasuk juga yang dilarang dalam penyelenggaraan pesta adalah ucapan semoga rukun dan banyak anak. Menurut jamaah salafiyyah perkataan tersebut merupakan perkataan yang dilarang nabi karena merupakan perkataan sisa-sisa jaman jahiliyyah. Kemudian nabi menggantinya dengan doa yang di pakai oleh jamaah salafiyyah hingga sekarang dalam memenuhi undangan untuk mendoakan pengantin. Alasan mereka berdasarkan hadits nabi “Janganlah mengatakan ‘semoga rukun dan banyak anak’, akan tetapi ucapkanlah ‘semoga Allah memberkahimu, memberkahi pernikahanmu, dan memberkahi kalian berdua.”(HR. Nasa’i dan Thabrani).

IV.3. Adab-adab Setelah Pernikahan (Peraturan Hidup Berumah Tangga)