• Tidak ada hasil yang ditemukan

V.1. Kesimpulan

Pernikahan adalah suatu hubungan antara satu manusia dengan manusia lainnya yang berlainan jenis melalui suatu ikatan yang disebut akad. Tanpa adanya ucapan akad sebagai pengikat maka pernikahan tidak dianggap sah.

Pernikahan yang berlangsung pada manusia atau individu dalam masyarakat tertentu, akan terus berlangsung dan berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu di

mempengaruhi dan membawa perubahan-perubahan terhdap individu itu sendiri, baik secara biologis, sosial budaya maupun kondisi jiwanya. Oleh karena itu, tiap tingkat pertumbuhan yang membawa setiap individu memasuki tingkat dan kehidupan sosial yang baru dan lebih merupakan saat-saat yang penuh tantangan di dalam kehidupannya.

Agama sebagai pegangan hidup yang mempengaruhi pola prilaku dan kepribadian individu juga mengatur masalah pernikahan. Berhubungan dengan masalah pernikahan juga banyak di singgung di dalam isi kitab suci. Hal ini mempertegas dan memperjelas bahwa segala macam segi kehidupan yang kompleks untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan manusia seluruhnya telah diterangkan dan diatur agama untuk pegangan dan pedoman hidup manusia termasuk juga di dalamnya tentang masalah pernikahan.

Dipandang dari sudut keagamaan, maka aturan agama dalam hal pernikahan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan jenis kelaminnya, terutama mengenai persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Di dalam norma agama ada aturan-aturan yang menyebabkan seorang laki-laki tidak dapat berhubungan intim dengan perempuan tertentu. Dengan adanya aturan pernikahan di dalam agama maka pernikahan juga memiliki fungsi lain yaitu memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan dari hasil pernikahan yaitu anak-anak. Pernikahan juga memenuhi akan kebutuhan manusia akan harta dan pengelolaannya.

Aktivitas keagamaan dapat terlihat dalam berbagai pola. Aktivitas tersebut dapat merupakan aktivitas individu maupun secara bersama-sama. Antropologi

juga mengkaji pola-pola keagamaan yang terbentuk dari kepercayaan sebagai sistem religi. Menurut Koentjaraningrat dalam (Emile Durkheim,1980;80-81) ada lima unsur pokok yang penting untuk di kedepankan yaitu :

1. Emosi Keagamaan, yang menyebabkan bahwa manusia mempunyai sikap serba religi, merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia.

2. Sistem Keyakinan, yaitu sistem keyakinan di dalam suatu religi yang berwujud pikiran dan gagasan manusia yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam ghaib, terjadinya alam dan dunia, zaman akhirat, wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, dan lain-lain.

3. Sistem Ritus dan Upacara, yaitu upacara dalam suatu religi yang berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan.

4. Peralatan, Ritus dan Upacara, yaitu yang biasa dipergunakan sebagai sarana dalam melaksanakan aktifitas dan tindakan manusia dalam pelaksanaan kebaktiannya terhadap Tuhan.

5. Umat beragama, yaitu kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan melaksanakan sistem ritus upacara.

Proses atau tahapan-tahapan dalam penyelenggaraan pernikahan pada jamaah salafiyyah tidak lepas dari faktor nilai pemahamann keagamaan. Aktivitas keagamaan pada jamaah salafiyyah dapat terlihat dari salah satu upacara bagian dari ritual keagamaan yaitu pernikahan. Proses pernikahan yang menurut mereka

harus dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan peraturan agama yang mereka pahami menunjukkan bahwa adanya sistem keyakinan yang kuat melandasi segala bentuk tindakan dan perilaku pengikut dakwah salafiyyah sehari-hari. Dengan adanya sistem keyakinan yang kuat dari jamaah salafiyyah mengenai pemahamannya terhadap agama Islam dalam mengenal Allah dan nabi Muhammad terwujud dalam pengamalan mereka terhadap ajaran agama yang sesuai dengan Qur’an dan sunnah. Dari sistem keyakinan ini akan muncul aktivitas-aktivitas mereka yang berbentuk tindakan yang ditujukan sebagai bagian dari bentuk ibadah atau bakti kepada Tuhan. Sehingga pernikahan menurut mereka dipandang sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah.

Karena tidak adanya ikatan khusus antara masing-masing pengikut dakwah salafiyyah secara keorganisasian yang bersifat mengatur perilaku bersama, maka yang timbul adalah perilaku yang menunjukkan prinsip sebagai seorang salafi. Melalui perilakunya dalam kehidupan sehari-hari yang mengikuti kehidupan praktek kaum salaf yaitu mengikuti Qur’an dan sunnah menurut pemahaman nabi dan para sahabatnya. Masing-masing individu dari pengikut dakawah salafiyyah akan berperilaku sesuai dengan perilaku yang dilakukan oleh nabi dan sahabatnya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembuktian dari pengakuan bahwa mereka seorang salafi. Di dalam hal ini tata cara penyelenggaraan pernikahan menurut Qur’an dan sunnah merupakan wujud dari sistem ritus atau upacara yang dilaksanakan jamaah salafiyyah dalam melaksanakan kebaktiannya kepada Tuhan. Hal itu termasuk salah satu tujuan pernikahan nenurut jamaah salafiyyah yaitu

melaksanakan perintah Allah dan menganggap pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah.

Dari uraian-uraian bab-bab terdahulu maka dapat disimpulkan bahwa proses pernikahan pada jamaah salafiyyah tidak lepas dari pengaruh sistem religi mereka yang dalam hal ini adalah ajaran agama Islam menurut pemahaman mereka. Mereka menolak segala bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang mereka pahami. Hal ini terbukti dengan adanya kewajiban yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan pernikahan dan adanya larangan-larangan untuk tidak dilakukan ketika penyelenggaraan pernikahan yang semuanya berasal dari ajaran agama Islam yang mereka pahami.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tata cara penyelenggaraan pernikahan pada jamaah salafiyyah baik dalam akad maupun peyelenggaraan pesta. .Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Pemahaman Nilai Keagamaan

Pada jamaah salafiyyah pemahaman ajaran agama Islam menjadi faktor utama dalam mempengaruhi penyelenggaraan akad nikan dan penyelenggaraan pesta. Nilai-nilai ajaran agama Islam yang dipahami oleh jamaah salafiyyah telah menuntun mereka untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan apa yang mereka pahami termasuk dalam penyelenggaraan pernikahan. Adanya adab-adab atau aturan-aturan yang mengatasnamakan sumber ajaran Islam menjadi alasan bagi mereka untuk melakukan sesuatu atau melarang melakukan sesuatu yang

2. Pendidikan Nilai-nilai Agama

Pendidikan dan pembinaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi adab-adab penyelenggaraan pernikahan. Pendidikan dan pembinaan di sini adalah pendidikan dan pembinaan dalam menjalankan perintah agama. Mereka lebih suka menyebutkan pendidikan agama dengan ilmu. Penyelenggaraan pernikahan pada pengikut jamaah salafiyyah tidak semata-mata hanya ikut-ikutan saja, melainkan peran ilmu yang telah mereka dapat melaului pembinaan oleh ustadz-ustadz dari kajian-kajian rutin yang diadakan.

V.2. Saran

1. Indonesia sebagai negara yang multikultural yang tidak hanya berbeda suku bangsa namun berbeda juga dalam ras dan agama, hendaknya menjadikan itu semua sebagai alat pemersatu bangsa bukan justru sebaliknya.

2. Perlu memperbanyak tulisan-tulisan tentang aliran-aliran keagamaan di Indonesia yang mendeskripsikan pola perilaku hidup para penganutnya seperti jamaah salafiyyah. Agar tulisan-tulisan tersebut dapat memperluas pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang adanya perbedaan-perbedaan di tengah-tengah kehidupan mereka untuk menimbulkan sikap saling menghormati dan menghargai.