• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHAP-TAHAP ATAU TATA CARA PERNIKAHAN PADA JAMAAH SALAFIYYAH

IV.1. Tahap-tahap Yang Dilakukan Sebelum Penyelenggaraan Pernikahan Tahap-tahap atau tata cara penyelenggaraan pernikahan merupakan bentuk

IV.1.2. Kriteria Perempuan Yang Dianjurkan Untuk Dijadikan Istri

Terdapat banyak kriteria yang dituntut dari diri seorang perempuan. Pada kalangan jamaah salafiyyah bukan berarti laki-laki tidak dituntut memiliki kriteria sebagai syarat agar dapat diterima oleh perempuan, tetapi mengingat laki-laki sebagai jenis manusia yang kodratnya memilih dan menentukan jodohnya sedangkan perempuan hanya dimintai persetujuannya menurut jamaah salafiyyah.

Bagi jamaah salafiyyah terdapat beberapa kriteria yang penting untuk menentukan dan memilih perempuan sebagai calon pendamping hidup laki-laki.

Di antara kriteria-kriteria dalam pemilihan jodoh tersebut adalah berhubungan dengan masalah keagamaan dari seorang perempuan tersebut. Beberapa kriteria-kriteria dalam memilih jodoh itu antara lain:

1. Perempuan Yang Taat Agama Dan Cinta Terhadap Agamanya

Bagi jamaah salafiyyah kriteria perempuan yang menjadi keharusan dan yang paling penting untuk laki-laki adalah perempuan yang taat terhadap ajaran agamanya dan sangat mencintai agamanya. Menurut mereka kalau perempuan sudah paham tentang ajaran agamanya maka urusan yang lainnya tidak perlu dikhawatirkan lagi karena agama telah menerangkan dan menjelaskan bagaimana kedudukan hukum seorang perempuan di dalam Islam, baik sebagai hamba Allah, sebagai istri, dan sebagai perempuan.

Alasan harus memiliki ilmu agama yang baik mereka pahami berdasarkan perintah Allah di dalam Qur’an dan hadits nabi yang berbunyi “perempuan itu dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlalah oleh kamu wanita karena taat agamanya, niscaya kamu beruntung dunia dan akhirat.”(HR. Bukhari dan Muslim). Menurut jamah salafiyyah perempuan yang taat agamanya adalah perempuan shalihah yang jika seseorang memilih jodoh karena itu ia akan beruntung di dunia dan di akhirat.

Salah satu ciri kriteria yang baik dari seorang perempuan yang cocok dijadikan sebagai istri menurut jamaah salafiyyah adalah perempuan yang tidak memakai parfum ketika keluar rumah. Pada jamaah salafiyyah, kalangan perempuan dilarang keras memakai parfum atau wewangian keluar rumah. Larangan yang terbilang keras itu menurut mereka berdasarkan syariat Islam yang mereka pahami berdasarkan hadits dari nabi “Perempuan mana saja yang memakai parfum lalu keluar rumah dan melintas di hadapan orang-orang dan mereka mencium aromanya, maka perempuan itu adalah seorang pelacur, tidak diterima shalatnya apabila ia keluar rumah memakai parfum menuju mesjid sampai ia mandi seperti mandi wajib.”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, dan Ad-Darimi).

Dengan alasan hadits nabi yang mengancam keras perempuan yang memakai parfum keluar rumah di atas, jamaah salafiyyah juga melarang keras dan mendidik kalangan perempuan untuk tidak memakai parfum, apalagi jika sampai aromanya tercium oleh kalangan laki-laki.

3. Perempuan Yang Selalu Memakai Jilbab Bila Keluar Rumah

Bagi jamaah salafiyyah kriteria yang sangat penting dalam memilih perempuan untuk dijadikan pasangan hidup adalah masalah pakaian, terutama jilbab atau kain penutup kepala yang dipereintahkan di dalam Islam. Berbagai model bentuk dan cara penggunaan jilbab pada saat ini yang dirancang untuk perempuan. Di antara model jilbab itu ada yang berupa seperti selendang dan dipaki untuk menutupi bagian rambut perempuan. Ada juga yang berupa kerudung

kerudung panjang sampai menutupi seluruh tubuh perempuan seperti mukena, yaitu pakaian salat untuk perempuan.

Pada jamaah salafiyyah aturan bagi perempuan untuk mengenakan jilbab sangat ditekankan. Bagi mereka aturan bentuk dan cara pemakaian jilbab harus sesuai dengan apa yang telah diajarkan nabi kepada perempuan-perempuan Islam di zamannya dahulu. Perempuan pengikut dakwah salafiyyah, memiliki ciri khas dalam mengenakan jilbab. Jilbab berwarna gelap seperti hitam dan menutupi seluruh bagian tubuh dari kepala sampai hampir ke kaki dan hanya tersisa muka dan telapak tangannya saja seperti mukena, sudah menjadi pakaian yang lazim dipakai perempuan pengikut dakwah salafiyyah. Menurut pemahaman mereka pakaian seperti itulah yang dikatakan jilbab yang diperintahkan Allah di dalam Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31.

Bahkan di kalangan pengikut dakwah salafiyyah bayak perempuannya juga mengenakan cadar pada jilbabnya. Walaupun sebenarnya di antara ulama mereka terjadi perbedaan pendapat dalam masalah memakai cadar akan kewajibannya. IV.1.3. Perkenalan Dengan Calon Istri (Ta’aruf) Dan Melihatnya (Nazhor)

Setelah mengetahui kriteria-kriteria perempuan yang akan dinikahinya melalui perantara. Seorang calon pengantin laki-laki kemudian memberikan keputusan dan menilai mana perempuan yang cocok untuknya dan dilanjutkan seterusnya ke arah yang lebih serius yaitu perkenalan atau diistilahkan dengan ta’aruf dan boleh melihat perempuan yang akan dinikahinya demgan tujuan penentuan untuk memantapkan diri ke tahapan selanjutnya yang lebih serius.

Biasanya perkenalan ini dilakukan setelah masing-masing pihak telah mendapatkan informasi mengenai jati diri calon pasangannya melalui perantara secara terbatas, kemudian mereka baru memutuskan untuk mengenali lebih jauh calon pasangannya dengan bertemu dan duduk bersama untuk merundingkan hal selanjutnya, apakah akan diteruskan atau tidak. Duduk bersama dan bertemu biasanya dilakukan tanpa berhadap-hadapan secara langsung dan berduaan saja. Masing-masing calon pasangan membawa mahramnya. Laki-laki biasanya mengajak ustadz dan orang tuanya dan perempuan biasanya didampingi ustadzah dan orang tuanya juga. Proses perkenalan biasanya disepakati dilakukan di mesjid, karena mesjid kebanyakan memiliki tirai sebagai pembatas antara laki-laki dan perempuan sebagai tempat salat. Pada proses perkenalan, yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan baik dari pihak calon laki-laki maupun dari pihak calon perempuan duduk terpisah dibatasi hijab atau tirai yang ada di mesjid.

Proses selanjutnya adalah masing-masing orang tua dari masing-masing calon pasangan mengungkapkan jati diri, sifat, kebiasaan baik atau buruk, kondisi fisik anak mereka seluruhnya tanpa ada yang disembunyikan sedikit pun apakah ia memiliki cacat atau tidak. Dengan begitu nantinya sudah jelas baik buruknya secara fisik maupun sifat pasangan masing-masing sudah dijelaskan agar jika hubungan terus dilanjutkan sampai menikah kemudian, pihak laki-laki tidak bisa menggugat dan protes kepada pihak perempuan tentang kekurangan yang tidak disukainya dari isterinya. Untuk itu dari proses perkenalan ini, orang tua dari pihak perempuan sejelas-jelasnya menerangkan kondisi anak perempuannya tanpa ada ditutup-tutupi.

Setelah menerangkan sifat dan kondisi masing-masing calon, selanjutnya akan diikuti dengan melihat secara langsung calon pasangan yaitu perempuan yang akan dinikahi tersebut. Proses melihat kondisi fisik perempuan yang akan dinikahi tersebut disebut nazhor. Nazhor menurut jamaah salafiyyah merupakan perintah nabi kepada orang-orang yang akan menikah. Biasanya yang diperbolehkan untuk dilihat dari perempuan yang akan dinikahi tersebut adalah sebatas wajah dan telapak tangannya saja, karena hal itu merupakan batas aurat perempuan yang boleh terlihat dan sesuai dengan tuntunan dan perintah nabi. Adakalanya dalam proses melihat perempuan yang akan dinikahi, perempuan tersebut yang memakai cadar harus melepas cadarnya. Kebanyakan calon laki-laki masih malu dan menundukkan pandangan saat melihat calon pasangannya. Menurut jamaah salafiyyah, dalam melihat hendaknya mencuri-curi pandangan dan sesekali melihat perempuan yang akan dinikahinya tersebut. Proses melihat memungkinkan dilakukan karena tirai yang membatasi proses perkenalan akan dibuka sebatas kedua calon dapat saling melihat dan berhadap-hadapan.

Dalam proses perkenalan dan melihat calon pasangan ini adakalanya calon laki-laki tidak sempat melihat, samar-samar dalam melihat, dan bahkan ada yang lupa dengan wajah calon pasangannya. Alasan mereka karena pada saat itu mereka malu untuk melihat, jadi lebih sering menundukkan pandangan karena belum terlalu terbiasa melihat perempuan asing yang bukan mahramnya. Kebiasaan menundukkan pandangan dan tidak boleh melihat perempuan yang bukan mahramnya menurut jamaah salafiyyah adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sebagimana perintah Al-Qur’an dan

dicontohkan nabi. Bahkan menurut jamaah salafiyyah nabi mengatakan ada dosa bagi seseorang yang melihat perempuan yang bukan mahramnya. Dalam proses perkenalan dan melihat pasangan ini selanjutnya akan ditentukan apakah masing-masing calon menerima kondisi pasangannya masing-masing-masing-masing baik secara fisik maupun secara mentalnya.

Adakalnya setelah melalui proses ini kedua calon berunding lagi dan meminta waktu beberapa hari untuk berfikir untuk melanjutkan ke arah yang lebih serius atau tidak. Masing-masing calon boleh membatalkan keinginannya untuk melanjutkan hubungan dengan kearah pernikahan dengan alasan ketidakcocokan setelah masa perkenalan ada yang kurang diinginkan dan tidak disetujui baik dari segi fisik maupun mentalnya. Jika dari proses perkenalan ternyata tidak ada kecocokan di antara keduanya dan calon perempuan tidak memberikan izin untuk dilamar, maka hubungan putus sampai di sini. Masing-masing pihak menjaga nama baik dan tidak menyebarkan aib dari calon pasangan yang telah diketahuinya seluruhnya. Tetapi apabila pada saat perkenalan kedua calon pasangan cocok dan si perempuan mau dan memberikan izin untuk dilamar, maka selanjutnya akan dibicarakan dan direncanakan proses pernikahannya.

Suherman (23 tahun) seorang pengikut dakwah salafiyyah bahwa ketika pada masa ta’aruf ia tidak melihat calon pasangannyan. Padahal ia sudah dua kali berta’aruf dengan dua orang perempuan. Kedua perempuan itu belum pernah dilihatnya karena malu untuk melihatnya. Ia mengatakan bahwa sebenarnya ia hampir jadi menikah dengan perempuan pertama bahkan sudah menentukan

minggu lagi pihak perempuan membatalkan pernikahan dan mengembalikan mahar yang telah diberikan daengan alasan walinya tidak menyetujui. Kemudian ia mengaku mendapat tawaran dari seorang ustadz untuk ta’aruf dengan seorang perempuan dan kemudian menikah pada tanggal yang telah ditetapkan oleh perempuan pertama yang ketika pelaksanaan nikahnya tinggal enam hari lagi.

“…Ana sebenarnya udah ta’aruf dengan seorang akhwat yang seharusnya menikah dengan dia hari ini tapi karena dia batalin peminangannya dan mengembalikan mahar yang udah ana kasih sama dia dengan alasan abangnya sebagai wali gak nerima ana. Katanya abangnya mau nikahkan dia dengan orang yang satu pengajian dengan abangnya. Padahal tanggal pernikahan ana yang udah ditetapkan tinggal satu minggu lagi. Untung ada ustadz yang nawari ana ta’aruf dengan akhwat yang sekarang ini ana nikahi. Terus ta’aruf sebentar dan ana gak sempat ngeliat calon isteri ana dari akhwat yang ta’aruf yang pertama sampek sekarang ini udah sah nikah pun ana belum juga tau muka isteri ana yang mana. Bayangkan aja dalam jarak satu minggu ana ta’aruf langsung dapat nikah untuk tanggal yang sama yang udah ditetapkan dengan akhwat yang pertama…”

IV.1.4. Penentuan Mas Kawin (Mahar) Dan Penetapan Hari Pernikahan