• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : ANALISIS HUKUM TERHADAP PERJANJIAN

D. Hal-hal yang timbul dalam perjanjian pemborongan

CV. Wira Andalan Mandiri

Perjanjian pemborongan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat pihak-pihak yang terkait didalamnya. Dengan kata lain pihak pemberi tugas dan pihak kontraktor harus menaati klausul-klausul yang ada dalam perjanjian pemborongan tersebut. Apabila pihak kontraktor wanprestasi dalam

222

Hasil Wawancara Tanggal 23 April 2016 dengan narasumber Tengku Syahmi Johan sebagai jabatan Direktur Produksi di PT Perkebunan Nusantara III (Persero)

223

melaksanakan, maka sebagai akibat dari wanprestasi tersebut pihak kontraktor dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian pemborongan. Rencana pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam perjanjian pemborongan tentu tidak selamanya dapat tercapai seperti yang direncanakan. Banyak hal yang dipengaruhi oleh kehendak manusia maupun diluar kehendak manusia yang mempengaruhi jalannya pelaksana perjanjian pemborongan yang dapat menyebabkan rencana tersebut terhambat atau bahkan kemungkinan rencana tersebut dibatalkan sama sekali. Maka akhirnya berkembanglah teori dan praktek hukum mengenai ketidakterlaksanaan perjanjian pemborongan dengan berbagai bentuk dan konsekuensinya. Berkaitan dengan itu terdapat dua macam hambatan dalam pelaksanan perjanjian pemboorngan yaitu hambatan oleh kelalaian manusia dan hambatanyang diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan manusia atau force mejeur. Hambatan yang diakibatkan kelalaian manusia antara lain wanprestasi pihak kontraktor. Wanprestasi tersebut terjadi karena pihak pemborong melaksanakan pekerjaan tidak sebagaimana mestinya, atau terlambat dalam penyerahan atau sama sekali tidak melaksanakan pekerjaan.224

Jika dalam jangka waktu pemeliharaan pihak kontraktor tidak melaksanakan pekerjaan pemeliharaan walaupun telah diberi peringatan tertulis oleh pihak pemberi tugas, maka pemberi tugas dapat pula menyerahkan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan tersebut kepada pihak ketiga.Namun apabila wanprestasi tersebut dikarenakan instruksi dalam bestek, tidak sesuai dengan apa yang ada dilapangan sehingga mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan

224

pembangunan proyek atau terdapat perubahan desain sesuai dengan keinginan pihak pemberi tugas, maka pihak kontraktor dapatmeminta toleransi kepada pihak pemberi tugas mengenai jangka waktu perpanjangan penyelesaian proyek tersebut. Mengenai hambatan pelaksanaan pembangunan proyek yang dikarenakanterjadinya keadaan memaksa atau overmacht, pemberi tugas biasanya memberikan toleransi kepada pihak kontraktor dan mendiskusikan kembali perjanjianpemborongan sehingga kerugian dapat ditanggung bersama.

Kendala-kendala yang ditemui selama pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu yang pertama berupa pembayaran yang menyimpang nomor rekening yang diajukan bukan merupakan rekening atas nama pihak CV. Wira Andalan Mandiri atau nomor rekening perubahan tersebut tidak tercantum dalam DRT. Apabila terjadi hal yang demikian, maka pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) hanya akan melakukan pembayarans etelah pihak CV. Wira Andalan Mandiri menyelesaikan permasalahan rekening tersebut dan memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Kendala yang kedua yaitu kesalahan atau kelalaian pihak CV. Wira Andalan Mandiri dalam melaksanakan pekerjaan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada alat-alat produksi atau property lainnya milik pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) atau mengakibatkan terganggunya atau terhalanginya pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) melakukan pekerjaan, atau berkurangnya manfaat/keuntungan yang seharusnya diperoleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) seandainya pihak CV. Wira Andalan Mandiri tidak lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Cara penyelesaian kendala-kendala yang timbul selama pelaksanaan perjanjian pemborongan membangun Tanaman

Ulang (TU) Karet Tahun 2015 ini dilakukan dengan musyawarah agar para pihak tidak ada yang merasa dirugikan.225

Akibat dari pemutusan secara sepihak, pihak CV. Wira Andalan Mandiri tidak diperkenankan untuk mengikuti pengadaan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) untuk jangka waktu tertentu sampai adanya pemberitahuan lebih lanjut dari pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Apabila pihak CV. Wira Andalan Mandiri melanggar satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian ini, maka keadaan tersebut sudah cukup bagi pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) untuk menyatakan bahwa pihak CV. Wira Andalan Mandiri tidak sanggup untuk melaksanakan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dan karenanya pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki hak untuk mengalihkan sebagian pekerjaan kepada pihak lain. Pihak kedua dikenakan ganti rugi dalam hal terjadi keadaan sebagai berikut:

Apabila pihak pemborong melakukan wanprestasi berupa melaksanakan pekerjaan tidak sesuai kontrak maka pemborong tersebut dapat dikenai sanksi yang biasanya berupa teguran dan peringatan-peringatan tertulis, apabila teguran dan peringatan-peringatan tertulis dua kali berturut-turut tidak diindahkan maka dilakukan penangguhan pembayaran dan pengulangan ataupenggantian pekerjaan baik sebagian atau seluruh pekerjaan. Apabila teguran dan peringatan tertulis tiga kali berturut-turut tidak jugadiindahkan maka dilakukan pemutusan perjanjian.

226

1. Apabila akibat kesalahan atau kelalaian pihak CV. Wira Andalan Mandiri dalam melaksanakan pekerjaan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada

225

Hasil Wawancara Tanggal 23 April 2016 dengan narasumber Tengku Syahmi Johan sebagai jabatan Direktur Produksi di PT Perkebunan Nusantara III (Persero)

226

Hasil Wawancara Tanggal 23 April 2016 dengan narasumber Tengku Syahmi Johan sebagai jabatan Direktur Produksi di PT Perkebunan Nusantara III (Persero)

alat-alat produksi atau property lainnya milik pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) atau mengakibatkan terganggunya atau terhalanginya pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) melakukan pekerjaan, atau berkurangnya manfaat/keuntungan yang seharusnya diperoleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) seandainya pihak CV. Wira Andalan Mandiri tidak lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

2. Terjadinya pemutusannya surat perjanjian secara sepihak

Besarnya ganti rugi secara wajar akan ditentukan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dengan memperhatikan kerugian nyata yang benar- benar dialami oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) termasuk tetapi tidak terbatas pada seluruh biaya yang dikeluarkan pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) akibat terjadinya kesalahan atau kelalaian pihak CV. Wira Andalan Mandiri, penggantian alat-alat yang rusak, penggantian alat-alat yang ruak, penggantian alat-alat yang tidak dapat berfungsi sama sekali, upah-upah perbaikan sampai alat tersebut berfungsi sebagaimana mestinya, kerugian pihak ketiga apabila ada dan apabila dipandang perlu oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ganti rugi dadpat dikenakan atas keuntungan yang seharusnya didapatkan oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) jika seandainya pihak CV. Wira Andalan Mandiri tidak melakukan kelalaian.

Para pihak dapat melakukan addendum atas surat perjanjaian ini, dalam hal terjadi keadaan-keadaan sebagai berikut:227

227

Hasil Wawancara Tanggal 23 April 2016 dengan narasumber Tengku Syahmi Johan sebagai jabatan Direktur Produksi di PT Perkebunan Nusantara III (Persero)

1. Terjadi kendala-kendala teknis yang diberitahukan terlebih dahulu oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

2. Terjadi penambahan atau pengurangan objek pekerjaan 3. Terjadi keadaan memaksa (force majeure)

4. Terjadi perubahan nomor rekening sepanjang rekening perubahan yang dimaksud tercantum dalam DRT

5. Keadaan-keadaan lain yang menurut pertimbangan pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) patut diberikan perubahan jangka waktu pekerjaan.

Selama ini perjanjian pemborongan bangunan pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) belum pernah terdapat kasus sampai ke pengadilan ataupun pemutusan perjanjian. Hal ini dikarenakan pihak pengguna jasa memberikan kesempatan terlebih dahulu pada pihak pemborong untuk memperbaiki dan atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang diisyaratkan dalam kontrak. Walaupun penyelesaian secara musyawarah sering digunakan, namun ada satu hal yang sulit untuk mewujudkan tercapainya musyawarah / mufakat dalam suatu sengketa. Hal tersebut adalah para pihak pada umumnya mengganggap remeh hal-hal yang kelihatannya sepele. Justru hal-hal yang dianggap sepele oleh satu pihak, malah dianggap hal yang sangat materiil oleh pihak lainnya. Selain itu hal-hal sepele itu apabila tidak segera diselesaikan akan berakibat padamembesarnya masalah tadi, sehingga terjadilah sengketa yang hampir tidakmungkin diselesaikan dengan musyawarah mufakat.228

228

Hasil Wawancara Tanggal 23 April 2016 dengan narasumber Tengku Syahmi Johan sebagai jabatan Direktur Produksi di PT Perkebunan Nusantara III (Persero)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa :

1. Penjanjian menurut Kitab Undang-undang hukum perdata telah diatur Pasal 1313 menyatakan suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1320 untuk syarat sahnya suatu perjanjian maka diperlukan syarat yakni kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya, cakap didalam membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Pasal 1338 menegaskan bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Perjanjian pemborongan dan pengaturannya Dalam Pasal 1601b KUHPerdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan yang bunyinya Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian yang mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617 KUHPerdata. Kemudian diatur pula dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perjanjian pemborongan pada KUH Perdata bersifat pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan perjanjian

pemborongan dalam KUH Perdata dapat digunakan oleh para pihak dalam perjanjian pemborongan atau para pihak dalam perjanjian pemborongan dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuan perjanjian pemborongan asalkan tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan seperti yang diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata.

3. Perjanjian pemborongan membangun tanaman ulang karet tahun 2015 antara PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) dan CV. Wira Andalan Mandiri diperoleh melalui proses pelelangan sederhana. Pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai pekerjaan telah menyelenggarakan pelelangan sederhana sesuai dengan berlaku di lingkungan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam surat keputuan direksi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Pihak CV. Wira Andalan Mandiri adalah salah satu peserta dan keluar sebagai pemenang dalam proses pelelangan sederhana yang diselenggarakan oleh Panitia Pengadaan barang/jasa perusahaan. Pihak CV. Wira Andalan Mandiri setuju mengikat diri dan menyanggupi untuk menerima dan melaksanakan pekerjaan dari pihak PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) sampai dengan selesai dan sesuai syarat dan ketentuan yang ditetapkan. Pihak CV. Wira Andalan Mandiri wajib memulai pelaksanaan pekerjaan pada hari yang sama dengan diterimanya surat perintah mulai kerja (SPMK). Cara pembayaran secara bertahap dan besarnya jumlah pembayaran untuk setiap tahap dibayarkan sesuai dengan realisasi pekerjaan yang diselesaikan oleh pihak CV. Wira Andalan Mandiri untuk tiap-tiap tahapan pekerjaan.

B. Saran

1. Pengaturan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan haruslah mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak boleh melenceng dari ketentuan tersebut agar memiliki kekuatan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan oleh para pihak.

2. Pelaksanaan perjanjian pemborongan kerja haruslah dilakukan dengan itikad baik dan saling percaya antara kedua belah pihak, sehingga hak dan kewajiban yang ada dapat dipertanggungjawabkan oleh kedua belah pihak sehingga tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

3. Hal-hal yang dapat menyebabkan keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan hendaknya dapat diantisipasi dan dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya pihak yang merasa dirugikan.

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Pengertian perjanjian

Istilah “perjanjian” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk pada perjanjian obligator, yaitu perjanjian yang menimbulkan perikatan. Sejak permulaan abad ke-18 dikenal pula perjanjian-perjanjian lainnya yang bukan semata-mata perjanjian yang menimbulkan perikatan, melainkan merupakan perjanjian-perjanjian yang sifat dan akibat hukumnya di bidang hukum keluarga, hukum kebendaan dan hukum pembuktian.14

Perjanjian adalah suatu perbuatan/tindakan hukum yang terbentuk dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari dua orang (pihak) atau lebih, dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari pihak yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan perundang-undangan.

15

Pasal 1313 KUHPerdata memberikan rumusan tentang “kontrak atau perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Subekti memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

14

Purwahid Patrik, Azas Itikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, (Semarang : Fakultas Hukum. UNDIP, 2001), hal 3

15

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2011), hal 3

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang.16

Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

17

Perikatan atau perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu.18

Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Jika diperhatikan, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari suatu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut yang merupakan perikatan yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, memang perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan.

16

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian ; Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Edisi 2, Cetakan 2, (Jakarta : Penerbit Prenada Media Group, 2011), hal 15-16

17

Ahmadi Miru, Hukum dan Kotrak Perancangan Kontrak, Cetakan ke-4, (Jakarta : Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal 2

18

H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2004), hal 196

B. Asas-asas dan syarat sahnya perjanjian

Asas-asas dalam hukum perjanjian yaitu: 1. Asas konsensualisme (Consensualisme)

Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapainya tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. Contohnya jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik notaris.19

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Kesepakatan antara para pihak, lahirnya kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau bisa juga disebut bahwa kontrak tersebut bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak.20

Asas konsensualime dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan syarat tertulis.

21

19

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 29

20

Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 3

21

Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal 13

Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi atas kepercayaan merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kata semua mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang – undang.22

Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) tertentu, maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.23

22

Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman dan Asas Kebebasan Berkontrak, (Bandung : CV Utama, 2003), hal.27

23

2. Asas kekuatan mengikat (verbindende kracht der overeenkomst)

Para pihak harus memenuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah dibuat. Dengan kata lain, asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu perjanjian akan mengakibatkan suatu perjanjian hukum dan karena itu para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual. Keterikatan suatu perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri.24 Para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan, terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga ada beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki yaitu kebiasaan dan kepatutan serta moral yang mengikat para pihak.25 Orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu.26 3. Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari hukum perjanjian dan tidak berdiri sendiri, hanya dapat ditentukan setelah kita memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan asas-asas hukum perjanjian yang lain, secara menyeluruh asas-asas ini merupakan pilar, tiang, pondasi dari hukum perjanjian. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya bebas menentukan apakah ia akan

24

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 30-31

25

Johanes Ibrahim, Op.Cit, hal 92

26

Wiryono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011), hal. 5

melakukan perjanjian atau tidak, bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian, bebas menentukan isi atau klausul perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian dan kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.27

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini merupakan konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontak tersebut.28 Pihak-pihak bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang- undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan.29

Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa“ dan dengan “siapa” perjanjian ini diadakan. Perjanjian yang dibuat sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mempunyai kekuatan mengikat. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian kebebasan adalah perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak asasi manusia.30

Asas kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak untuk membuat dan mengadakan perjanjian serta untuk menyusun dan membuat kesepakatan

27Ibid.

, hal 4

28

Munir Fuady, Op.Cit, hal 12

29

Herlien Budiono, Op.Cit, hal 31

30

Mariam Darus Badrulzman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2015), hal 12

atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.31

Adanya kebebasan untuk sepakat tentang apa saja dan dengan siapa saja merupakan hal yang sangat penting. Sebab itu pula, asas kebebasan berkontrak dicakupkan sebagai bagian dari hak-hak kebebasan manusia. Kebebasan berkontrak sebegitu pentingnya, baik bagi individu dalam konteks kemungkinan pengembangan diri dalam kehidupan pribadi maupun dalam lalu lintas kehidupan kemasyarakatan serta untuk menguasai atau memiliki harta kekayaannya.

Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum maupun kesusilaan.

32

4. Asas Keseimbangan (Evenwichtsbeginsel)

Asas keseimbangan adalah suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata yang mendasarkan pemikiran dan latar belakang di satu pihak dan cara pikir bangsa Indonesia pada lain pihak.33

Dokumen terkait