• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAM di Indonesia

BAB III : HUKUMAN PANCUNG DALAM PERPEKTIF HAM HAM

B. HAM di Indonesia

a. Muatan Dalam konstitusi

Berdasar sejarah sejak dari persiapan sampai berdiri dan pelaksanaan pemerintahan dapat ditegaskan bahwa Indonesia menganut sistem konstitusional sehingga masalah hak asasi manusia (HAM) menjadi hal yang sangat penting, sebab esensi konstitusionalisme itu sendiri pada dasarnya ada dua yakni, adanya perlindungan terhadap HAM dan adanya pembagian kekuasaan negara dengan sistem chek and balances agar pemerintahan dapat memberi perlindungan terhadap HAM.

Di dalam UUD 1945 ditemukan adanya rumusan-rumusan HAM yang baik di dalam Pembukaan maupun di dalam Batang Tubuhnya. Di alinea I Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga setiap penjajahan di atas dunia harus

49

dihapuskan dari muka bumi. Bunyi alinea pertama ini jelas merupakan pernyataan mendasar tentang penerimaan dan dukungan bangsa Indonesia atas prinsip perlindungan HAM. Jika dilihat dari tujuan dan dasar negara seperti yang dimuat di dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tampak juga bahwa Indonesia sangat menekankan pentingnya perlindungan HAM. Di dalam tujuan negara disebutkan bahwa negara harus melindungi HAM dengan memfungsikan dirinya sebagai pelindung bagi segenap bangsa bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia; sedangkan dasar negara Pancasila menekankan pentingnya perlindungan bagi kemerdekaan untuk beriman kepada Tuhan dan memeluk agama (Ketuhanan Yang Maha Esa), memperlakukan manusia secara adil dan beradab (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab), dan membangun keadilan sosial bagi rakyat (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).50

Di dalam batang Tubuh UUD 1945 terdapat sedikitnya lima butir yang diurai dalam empat pasak yang menggariskan tentang pengakuan dan perlindungan HAM, yaitu:51

(1) Kesamaan di depan hukum dan pemerintahan

Ketentuan ini dimuat di dalam pasal 27 ayat (1) yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini mengkritalisasikan pandangan bahwa tidak boleh ada diskriminasi terhadap warga negara dalam menegakkan hukum dan memberi kesempatan untuk aktif di dalam urusan pemerintahan dengan syarat-syarat yang berlaku bagi setiap orang.

(2) Pekerjaan dan penghidupan yang layak

50

Mahfuf MD, Dasar & Struktur Ketatangeraan Indonesia, Cet. Kedua, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 131-132.

51

Setiap warga negara juga harus mendapat kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan (sebagai makhluk yang bermatabat) dan tidak boleh ada pemerasan, eksploitasi, apa lagi perbudakan. Hal ini disebutkan di dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Perumusan yang seperti ini menimbulkan konssekuensi bahwa setiap warga negara bukan hanya diberi peluang untuk mendapat pekerjaan tetapi juga harus dengan ketentuan tentang upah yang menjamin dapat hidup layak.

(3) Berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat

UUD 1945 mengatur juga tentang perlindungan HAM yang menyangkut hak berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat seperti yang dituangkan di dalam pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal 28 ini secara tegas menyatakan bahwa warga negara mempunyai hak dan kebebasan untuk berkumpul atau berorganisasi dan mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun secara tertulis (seperti pers), namun dalam pelaksanaannya harus diatur dengan undang-undang.

(4) Kebebasan Beragama

Masalah kebebasan memeluk dan melaksanakan ajaran agama bagi warga negara diatur di dalam pasal 29 ayat (2) yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaanya itu”. Seperti diketahui kebebasan untuk memeluk agama ini merupakan hak yang sangat fundamental, ketentuan ini tercantum baik di dalam the

Four Freedom maupun di dalam Univeral Declaration of Human Rights yang

(5) Mendapat pengajaran

Setiap warga negara Indonesia juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya. Hal ini tertuang di dalam pasal 31 yang berbunyi Bahkan dijadikan“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Kata pengajaran di sini harus diartikan sebagai pendidikan yang merupakan istilah yang lebih luas dari sekedar pengajaran. Pengambilan arti pendidikan untuk istilah pengajaran ini telah dituangkan di dalam UU yang menjadi produk hukum pelaksanaannya yakni UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. Pelanggaran HAM

Meskipun di dalam UUD 1945 telah dicantumkan beberapa ketentuan mendasar mengenai pengakuan dan perlindungan HAM, bahkan dijadikan isi dari staatsfundamentalnorm (Pembukaan), namun dalam kenyataannya dalam sepanjang berlakunya UUD 1945 telah banyak terjadi pelanggaran HAM bahkan tidak sedikit di antaranya yang dilakukan secara massif oleh aparat pemerintah. Marilah kita bahas beberapa catatan sekilas tentang pelanggaran HAM ini.

Banyak sekali orang yang diduga melakukan tindak pidana ditangkap tanpa surat perintah untuk kemudian dianiaya di dalam tahanan dan dipaksa untuk mengakui perbuatannya dengan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan. Terhadap mereka yang ditahan ini pun seringkali tidak diberi kesempatan untuk mendapat bantuan hukum bahkan untuk bertemu dengan penasihat hukumnya saja kadangkala dipersulit. Azas praduga tidak bersalah diperlakukan secara tidak proporsional.

Adakalanya orang yang menurut rasa keadilan di dalam masyarakat harus ditahan tetapi kenyataannya tidak ditahan, sebaliknya orang yang menurut kewajaran tidak perlu ditahan tetapi kenyataannya ditahan. Tidak jaranng juga masyarakat melihat tertahan lamanya nasib suatu

perkara, apakah akan dilimpahkan ke pengadilan atau tidak, bahkan sering ditenggarai adanya permainan untuk meneruskan atau menghentikan proses suatu perkara pidana dengan pembayaran tertentu. Bagi mereka yang punya uang suatu kasus bisa dibeli agar tidak diteruskan ke pengadilan dengan kesimpulan tidak cukup bukti dan karenanya dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Adakalanya juga seseorang ditekan untuk membayar sejumlah uang agar tidak disidik lebih lanjut atau perkaranya diteruskan ke pengadilan. Bahkan orang yang mengadukan atau menyampaikan laporan terjadinya tindak pidana tidak jarang malahan dijadikan tersangka dan diperas dengan sejumlah uang agar tidak diproses lebih lanjut. Bagi yang sudah diproses di pengadilan juga dapat dinilai dengan sejumlah uang melalui tawar menawar. Semua ini jelas merupakan pelanggaran atas UU yang mengatur tentang proses hukum dalam memperlakukan kasus-kasus pidana seperti yang diatur di dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 maupun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Kekerasan politik juga terjadi dalam penggunaan hak berorganisasi (berserikat dan berkumpul) dan hak menyatakan pendapat melalui pers. Untuk berhimpun dalam organisasi politik masyarakat dibatasi dengan UU tentang Parpol dan Golkar yang secara pasti menetapkan hanya ada tiga partai politik (meskipun namanya parpol dan golkar tetapi semuanya adalah partai politik).

Dokumen terkait