• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel

Dalam dokumen Moch. Iqbal Sany F3309072 (Halaman 82-101)

BAB I PENDAHULUAN

B. PEMBAHASAN

2. Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel

Sebelum penulis membahas mengenai hambatan dalam sistem pemungutan kas pajak hotel, terlebih dahulu penulis membahas mengenai hambatan dalam pemungutan pajak secara umum baik pajak pusat maupun pajak daerah, seringkali terdapat kendala-kendala yang melemahkan dalam pemungutan pajak. Kendala-kendala tersebut antara lain:

a. Berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang yang sering kali tidak

commit to user

Melaksanakan tax reform lebih pelik dan makan waktu

dibandingkan dengan ketika merancang tax reform dalam undang- undang, apabila peraturan pelaksanaan yang dijadikan dasar dalam melaksanakan aturan hukum pajak tidak konsisten dengan undang- undang, tentu akan mengakibatkan kendala yang fatal dalam pemungutan pajak.

b. Kurangnya pembinaan antara pajak daerah dengan pajak nasional.

Pajak daerah dan pajak nasional merupakan satu sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat sehingga perlu dijaga agar kebijaksanaan perpajakan tersebut dapat memberikan beban yang adil. Sejalan dengan perpajakan nasional, maka pembinaan pajak daerah harus dilakukan secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan harus dilakukan secara terus menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajaknya supaya antara pajak pusat dan pajak daerah saling melengkapi.

c. Database yang masih jauh dari standar Internasional.

Kendala lain yang dihadapi aparatur pajak adalah database yang

masih jauh dari standar internasional. Padahal database sangat

menentukan untuk menguji kebenaran pembayaran pajak dengan sistem self-assessment. Persepsi masyarakat, bahwa banyak dana yang dikumpulkan oleh pemerintah digunakan secara boros atau dikorup, juga menimbulkan kendala untuk meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Berbagai pungutan resmi dan tidak resmi, baik di pusat maupun

commit to user

di daerah, yang membebani masyarakat juga menimbulkan hambatan untuk menaikkan penerimaan pajak.

d. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) terhadap kepatuhan

membayar pajak bagi penyelenggara negara.

Law enforcement merupakan pelaksanaan hukum oleh pejabat yang berwenang di bidang hukum, misalnya pelaksanaan hukum oleh polisi, jaksa, hakim dan sebagainya. Tidak kalah penting untuk disoroti pelaksanaan hukum di lingkungan birokrasi, khususnya badan pemerintahan di bidang perpajakan) dalam melakukan pemeriksaan terhadap para penyelenggara negara, ternyata belum ada gebrakannya.

Seharusnya bila dilakukan tentu membantu dalam mewujudkan good

goverment dalam bentuk pemerintahan yang bersih.

Penegakan hukum pajak dilakukan dalam bentuk penjatuhan sanksi terhadap pelanggar hukum pajak untuk melindungi kepentingan Negara untuk memperoleh pembiayaan dari sektor pajak mengingat hukum pajak tidak melindungi kepentingan wajib pajak tetapi bahkan melindungi sumber pendapatan Negara yang terokus pada pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk membayar lunas pajak yang terutang. Penegakan hukum di bidang perpajakan dapat dikatakan masih lemah, hal ini dapat dilihat dari banyaknya wajib pajak yang tidak membayar pajak, maraknya kejahatan korupsi di bidang perpajakan dan para penegak hukum yang tidak becus dalam menegakkan hukum. Kasus korupsi Gayus merupakan salah satu contoh lemahnya penegakan

commit to user

hukum di Indonesia, dengan adanya kasus korupsi tersebut berdampak negatif bagi pemungutan pajak di Indonesia, timbul anggapan bahwa membayar pajak nantinya tidak sampai ke negara tetapi hanya akan dikorupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti Gayus.

e. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat.

Dalam pemungutan pajak dituntut kesadaran warga negara untuk memenuhi kewajiban kenegaraan. Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak ke negara mengakibatkan timbulnya perlawanan atau terhadap pajak yang merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis pada DPPKA Kota Surakarta dalam pelaksanaan tugasnya masih menemui banyak hambatan. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari internal (dalam lingkungan DPPKA) maupun dari eksternal (luar lingkungan DPPKA).

a. Hambatan-hambatan internal

1) Keterlambatan penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah

(SKPD)

Ketidakjelasan data yang akan dimasukan ke dalam komputer menyebabkan SKPD tidak bisa dicetak sehingga terjadi

commit to user

keterlambatan penyampaian dan penandatanganan oleh Kepala DPPKA.

2) Sistem Komputerisasi Pendapatan Asli Daerah

Apabila tejadi kerusakan dalam sistem komputerisasi, penetapan pajak tidak dapat dilakukan.

3) Sanksi Administrasi

Sanksi yang diterapkan Pemerintah Kota Surakarta belum dilaksanakan secara utuh (kurang tegas) sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

4) Keterbatasan tenaga dan waktu bagi SDM untuk pengawsan

secara langsung di lapangan.

b. Hambatan-hambatan eksternal

1) Perlawanan pasif, masyarakat enggan (pasif) membayar pajak,

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu yang disebabkan:

a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b) Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami

masyarakat.

c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan

commit to user

d) Terlalu banyaknya biaya yang harus dikeluarkan terutama

untuk hotel-hotel melati.

e) Merasa tidak adanya timbal balik yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Surakarta terhadap para pengusaha hotel.

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar, bentuknya antara lain:

a) Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak

dengan tidak melanggar undang-undang.

Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam kerangka peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKPD keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang

b) Tax evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan

cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar Undang-Undang. Pengelakan pajak terjadi

commit to user

sebelum SKPD dikeluarkan. Hal ini merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari

penghasilannya. Penghindaran pajak dengan cara

menghilangkan data-data keuangan serta pengecilan omset, memperbesar biaya sehingga labanya menjadi kecil, Pengelakan seperti ini akan dikenakan dengan sanksi yang berat.

c) Melalaikan Pajak

Melalaikan pajak dilakukan dengan cara menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas yang harus terpenuhi. Melalaikan pajak terjadi setelah SKPD keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa dalam proses pemungutan pajak hotel masih mengalami hambatan yang cukup besar, sehingga mempengaruhi penerimaan kas pajak hotel. Hal ini dapat dilihat dari laporan penerimaan kas hotel di Surakarta yang dikelola oleh DPPKA kota Surakarta dari setiap bulannya yang cenderung menurun (bisa dilihat

commit to user

di lampiran). Akan tetapi kecenderungan penurunan ini tampak sekali pada penerimaan kas hotel kelas melati. Karena banyak sekali tindakan- tindakan pengelakan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Hotel Melati. Hal ini disebabkan karena Hotel Melati dalam penerimaan kas nya sangat tergantung dari sewa kamar saja tanpa fasilitas-fasilitas lain yang menunjang penerimaan kas hotel, tidak seperti hotel berbintang, selain sewa kamar juga banyak sekali fasilitas-failitas yang mereka tawarkan kepada masyarakat, sehingga mampu menambah pemasukan kas hotel.

3. Hambatan dalam Sistem Pembayaran Kas Pajak Hotel Bagi Wajib Pajak Hotel Kota Surakarta.

Dalam penulisan Tugas Akhir, penulis melakukan metode wawancara dengan cara observasi/wawancara secara langsung kepada Wajib Pajak Hotel di beberapa hotel di Kota Surakarta. Hasil wawancara tersebut, penulis simpulkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel II.1 Hasil Wawancara Wajib Pajak Hotel

No Nama Hotel Alamat Hambatan/Keluhan

1

2

3 4

Solo Paragon Hotel

Dana Hotel

Wijaya Kusuma Hotel Griya Kencana Hotel

Jl. A. Yani 40

Jl. Slamet Riyadi 2

Jl. Dr. Rajiman 677 Jl. Latar Ireng 22

1. Jatuh tempo pembayaran 2. Sistem pembayaran CSO 1.Beban pajak terutang lainnya 2. sistem pembayaran CSO Sistem pembayaran CSO 1.Beban pajak terutang lainnya

commit to user 5 6 7 8 9 10 Arini Hotel

Hotel Baron Indah Kusuma Hotel

Seribu Hotel Gurita Hotel

Puspita Baru 1 Hotel

Jl. Slamet Riyadi 361 Jl. Dr. Rajiman 392 Jl. Dr. Rajiman 374 Jl. R. Saleh Jl. Setia Budi 31 Jl. Dr. Rajiman 404 2. Sepi pengunjung Jatuh tempo pembayaran Sistem pembayaran

1. Jatuh tempo pembayaran 2. Sepi Penugnjung

Sepi pengunjung Sepi pengunjung Sepi pengunjung Sumber : Wajib Pajak Hotel

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis pada 2 hotel kelas berbintang, serta 8 hotel kelas melati di Kota Surakarta, ternyata dalam penyetoran kas pajak hotel masih mengalami banyak keluhan dan hambatan yang sama antara satu hotel dengan hotel lain. Antara lain :

a. Sedikitnya penerimaan kas hotel / sepi pengunjung

Banyak sedikitnya kas yang diterima hotel dari pelanggan sangat berpengaruh pada setoran pajak hotel. Menurut Bapak R. Baroto Priyo Kusumo, selaku Manager Hotel Griya Kencana (Melati III), mengungkapkan bahwa:

“ kesulitan kami dalam membayar pajak erat kaitannya dalam penerimaan kas hotel. Kalau dalam sebulan itu, target penerimaan kami tidak sesuai, maka setoran pajak kami terhadap DPPKA pasti mundur-mundur, atau kami membayar saat kami menerima surat teguran. Tetapi kalau target hotel kami tercapai dalam sebulan

commit to user

pastilah kami tepat waktu dalam menyetorkan pajak hotel”.

(wawancara, 1 Maret 2012).

Dilihat dari ungkapan diatas, dapat kita simpulkan bahwa penerimaan kas hotel menjadi faktor utama atas pengelakan pajak. Akan tetapi kasus ini sangat akrab sekali didengar oleh pemungut pajak DPPKA Kota Surakarta, karena hal ini yang menjadikan alasan utama para Wajib Pajak Hotel.

b. Beban Pajak Terutang lainnya.

Sebuah bangunan hotel tidak hanya dikenakan pajak atas penerimaan kas dari fasilitas sewa kamar atau fasilitas penunjang lainnya saja, akan tetapi hotel juga dikenai pajak atas papan reklame dalam mempromosikan nama hotel dan layanan yang disediakan. Hal ini menjadikan hambatan wajib pajak hotel dalam menyetorkan pajak hotel, karena setiap bulannya wajib pajak tersebut tidak hanya dituntut membayar pajak hotel tetapi juga dituntut untuk membayar pajak atas reklame yang dipasang diluar atau didalam gedung sebesar 25%. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Budi selaku Manager Hotel Dana (bintang II), yaitu :

“sebenarnya tidak ada hambatan yang cukup serius dalam penyetoran pajak, karena teknik dan syarat penyetoran nya cukup mudah,akan tetapi yang menjadi hambatan dan keluhan kami adalah jatuh tempo penyetoran pajak hotel dan reklame dilakukan secara bersamaan. Jadi kami sebagai wajib pajak bingung mana yang akan didahulukan. Sehingga pasti akan ada salah satu pajak terutang kami yang mundur

atau telat, entah itu pajak hotel atau reklame”. (wawancara, 2 Maret

commit to user

Dapat disimpulkan bahwa faktor kedua yang menjadi hambatan wajib pajak dalam menyetorkan pajak adalah sistem pemungutan pajak yang dilakukan secara mendadak dan bersamaan.

c. Jatuh Tempo Pembayaran dan Sistem Pembayaran CSO

Ternyata jatuh tempo pembayaran juga menjadi salah satu keluhan para wajib pajak, karena jatuh tempo pembayaran dari satu jenis pajak sama dengan jenis pajak lainnya yaitu jatuh tempo pembayaran paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya. Sistem pembayaran di Customer Service Office (CSO) juga menjadi keluhan bagi Wajib Pajak, karena dirasa terlalu rumit dan memakan waktu yang lama. Seperti yang diungkapkan oleh ibu denish selaku staf perpajakan Hotel Solo Paragon (bintang IV) :

“kalau untuk pembayaran kami selalu taat dan patuh ms, kami selalu menunjukan kualitas hotel berbintang kami, tidak hanya dari pelayanan hotel tapi juga kewajiban kami terhadap pemerintah kota Surakarta. Tapi yang kami sayangkan itu jatuh tempo pembayaran nya, kenapa jatuh tempo pajak hotel sama dengan pajak lainnya, soalnya untuk pembayaran di CSO itu pasti antri banyak dan sistem pembayaran di CSO terlalu berbelit, disuruh kesana-kesini.”

Jadi, yang menyebabkan para wajib pajak mengeluh mengenai jatuh tempo pembayaran ialah karena antrian yang panjang, karena dari ungkapan diatas, jatuh tempo pembayaran antara satu jenis pajak dengan jenis pajak lainnya sama yaitu paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Tidak hanya itu, sistem pembayaran juga menjadi keluhan, karena segala macam verifikasi / validasi dokumen penyetoran pajak tidak dilakukan oleh satu petugas.

commit to user

4. Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel.

Adapun upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada.

a. Upaya mengatasi hambatan internal

1) memberikan petunjuk kepada petugas pendataan agar jelas dalam

pengisian data yang digunakan untuk mencetak SKPD dengan pelatihan serta memberikan buku panduan pendataan.

2) memperbaharui sistem komputerisasi yang ada dengan sistem yang

terbaru.

3) memberikan sanksi yang tegas bagi masyarakat yang tidak

memenuhi kewajibannya, dalam membayar pajak daerahnya khususnya pajak hotel sesuai Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

4) penambahan kuota pegawai setiap divisi sesuai dengan kemampuan

masing-masing. Selain itu, adanya jam lembur di setiap akhir pekan yaitu hari Sabtu yang sekarang sudah diterapkan di DPPKA Kota Surakarta divisi DAFDA dan Dokumentasi secara bergantian oleh masing-masing pegawai.

b. Upaya mengatasi hambatan eksternal

1) untuk mengatasi perlawanan pasif dari masyarakat dapat

commit to user

a) memberikan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat

yang telah dilakukan oleh DPPKA tentang peraturan pajak sehingga akan terwujud kesadaran yang tinggi dari masyarakat.

b) memberikan penjelasan sistem pemungutan pajak yang lebih

mudah dimengerti oleh masyarakat yang dapat dilakukan melalui pelayanan satu pintu di Kantor Pemerintah Kota Surakarta.

2) upaya mengatasi perlawanan aktif

Melakukan koreksi terhadap ketetapan pajak yang telah ada secara teliti dengan mengumpulkan keterangan atau laporan berkenaan dengan penetapan pajak sehingga ketetapan yang dibuat menjadi jelas.

commit to user

79 BAB III TEMUAN

Penelitian terhadap hambatan dalam sistem pemungutan kas Pajak Hotel Sebagai Otonom Daerah Studi Kasus Pada DPPKA Kota Surakarta yang dilakukan oleh penulis, telah menemukan hasil penelitian yang digolongkan menjadi kelebihan dan kelemahan. Hasil penelitian yang menjadi kelebihan jika sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, intensifikasi pajak yaitu optimalisasi penerimaan kas pajak yang sudah ada serta ekstensifikasi pajak yaitu optimalisasi jumlah Wajib Pajak, Objek Pajak, dan Subjek Pajak. Sedangkan hasil penelitian yang digolongkan menjadi kelemahan karena berada dalam klasifikasi kurang baik terutama jika tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, intensifikasi pajak dan ektensifikasi pajak. Berikut uraian selengkapnya dari kelebihan dan kelemahan yang ditemukan, antara lain.

A. KELEBIHAN

Kelebihan yang ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Intensifikasi Pajak

a. Dalam sistem penerimaan kas pajak hotel pada DPPKA Kota

Surakarta sudah ada pembagian fungsi, antara lain divisi DAFDA dan Dokumentasi yaitu bagian pendaftaran, pendataan dan dokumentasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang benar-benar akurat dan diketahui pula oleh Wajib Pajak serta sesuai dengan peraturan yang

commit to user

berlaku. Kemudian Bagian Perhitungan dan Penetapan, bertujuan untuk menghitung besarnya pajak dan menetapkan pajak hotel. lalu Bagian Pembayaran Pajak, bertujuan untuk menghimpun kas pajak dan sebagai tempat pembayaran pajak, dan Bagian Penagihan Pajak bertujuan untuk menagih pajak dengan menerbitkan surat teguran, surat peringatan, dan surat paksa. Terakhir Bagian Pembukuan dan Pelaporan bertujuan untuk membuat laporan realisasi penerimaan pajak dan tunggakan pajak, dan hasilnya untuk pelaporan dan pertanggungjawaban. Semua Pembagian fungsi ini, dimaksudkan untuk memperlancar proses penerimaan kas pajak dan mencegah atau

meminimalisir tindakan kecurangan/penggelapan pajak dalam

pemungutannya.

b. Program Audit atau pemeriksaan mendadak di berbagai hotel sudah

dijalankan sesuai prosedur, hal ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan penggelapan pajak maupun kecurangan pajak yang dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya penerimaan kas pajak daerah.

c. Sosialisasi persuasif melalui poster, banner maupun iklan media

elektronik sudah dijalankan dan diterapkan di lapangan.

d. Penyuluhan mengenai Peraturan- peraturan Daerah atau kebijakan-

kebijakan baru dengan cara memanggil para pemilik usaha hotel.

e. Sudah diterapkannya penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan,

Surat Paksa, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) sesuai

commit to user

dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan kas pajak hotel.

f. Penggunaan database yang sudah cukup memadai, sehingga dalam

pendataan, perhitungan maupun penetapan pajak dapat dioptimalkan dan mempermudah proses pemungutan pajak.

g. Pelaksanaan Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak Hotel sudah sesuai

Perda Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

h. Dukungan Pemerintah Kota dari sektor Hiburan, pariwisata, atau

event-event berskala nasional maupun internasional, sehingga akan menambah hunian Hotel bagi yang menginap. Dengan adanya kegiatan ini akan menambah penghasilan hotel, dan pastinya juga akan menmbah penerimaan kas pajak hotel.

2. Ekstensifikasi Pajak

a. Bagian Pendataan dan Pendaftaran sudah dijalankan sesuai prosedur,

dimaksudkan untuk mendata dan mendaftar penambahan jumlah Objek Pajak maupun Wajib Pajak.

b. Bagian perijinan mendirikan usaha bangunan pada Kantor Pelayanan

Terpadu (KPT) sudah dijalankan sesuai prosedur, hal ini sangat membantu proses pendataan jumlah Objek Pajak, khususnya hotel.

c. Diterbitkannya Surat Teguran bagi pengusaha hotel yang belum

mendata dan mendaftarkan Objek Pajaknya dan belum mendapat NPWPD.

commit to user

B. KELEMAHAN

1. Keterlambatan Penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

Ketidakjelasan data yang akan dimasukan ke dalam komputer menyebabkan SKPD tidak bisa dicetak sehingga terjadi keterlambatan penyampaian dan penandatanganan oleh Kepala DPPKA.

2. Program Audit atau pemeriksaan mendadak walaupun sudah dijalankan

sesuai prosedur tetapi tidak dilaksanakan secara continue atau terus-

menerus yaitu setiap 3 (tiga) bulan sekali. Audit ini hanya dilakukan ketika saat munculnya dugaan atau kecurigaan terhadap Wajib Pajak Hotel saja (audit by accident).

3. Walaupun sosialisasi dan penyuluhan dengan cara memanggil para

pengusaha hotel sudah dilakukan, tetapi pelaksanaan ini tidak terkoordinir secara baik dan berkelanjutan terutama sosialisasi khususnya hanya untuk hotel berbintang saja, sedangkan untuk hotel kelas melati masih terabaikan. Sehingga menyebabkan kelalaian para Wajib Pajak untuk hotel kelas melati.

4. Kurang tegasnya pelaksanaan sanksi administratif sesuai Peraturan Daerah

Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

5. Kurang berjalannya penerbitan Surat Teguran, Surat Tagihan, Surat

Peringatan, Surat Paksa, SKPDLB, SKPDKB.

6. Dalam besaran tarif pajak hotel kurang mengakomodir aspirasi wajib

commit to user

83 BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Semenjak diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, masing-masing wilayah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satunya kewenangan dalam bidang keuangan daerah yang meliputi pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah, menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah, mengadakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta penghitungannya. Peranan Pendapatan Daerah merupakan peranan yang sangat penting karena merupakan faktor faktor yang sangat penting menentukan volume, kekuatan dan kemampuan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat vital, antara lain Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Restoran, dan lain sebagainya. Maka dari itu Pemerintah Kota Surakarta menerbitkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah sebagai pedoman untuk mengatur dan menetapkan pajak daerah. Pajak Hotel adalah pajak daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi pada akhir-akhir tahun ini, pemasukan kas Pajak Hotel cenderung menurun.

commit to user

Berdasarkan penelitian ini, penulis menemukan hambatan-hambatan yang menjadikan menurunnya respon para wajib pajak dalam menyetorkan pajak hotel di DPPKA Kota Surakarta. Penulis membaginya menjadi dua bentuk hambatan yaitu, hambatan internal antara lain keterlambatan penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), tidak dilaksanakannya audit secara terus-menerus, tidak terkoordinir secara baik mengenai sosialisasi dan penyuluhan peraturan pajak daerah, kurang tegasnya sanksi administratif. Kemudian hambatan eksternal yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif seperti kurangnya kesadaran masyarakat, perkembangan intelektual dan moral masyarakat, selain itu sistem perpajakan yang sulit dipahami, tidak ada timbal balik secara langsung yang dirasakan masyarakat, tax avoidance, tax evasion dan melalaikan pajak. Tidak hanya uraian diatas saja yang menjadikan

hambatan, melainkan sistem pemungutan full self assessment system juga

berpengaruh besar dalam pemungutas kas pajak hotel.

B. SARAN

Dari pembahasan atas penelitian mengenai hambatan dalam sistem pemungutan kas pajak hotel sebagai otonom daerah studi kasus pada DPPKA Kota Surakarta, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut.

1. Perlunya peningkatan kinerja DPPKA Kota Surakarta, mengingat institusi

inilah yang memegang peranan penting dalam melaksanakan proses pemungutan pajak hotel di Kota Surakarta.

Dalam dokumen Moch. Iqbal Sany F3309072 (Halaman 82-101)

Dokumen terkait