• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam dokumen Moch. Iqbal Sany F3309072 (Halaman 33-39)

BAB I PENDAHULUAN

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan Daerah juga merupakan bagian dari Pembangunan Nasional, dan Pembangunan Nasional tidak lepas dari Otonomi Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi yang nyata maksudnya pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan faktor-faktor perhitungan tindakan dan kebijaksanaan yang benar- benar menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan bertanggung jawab maksudnya pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dan daerah serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. Pemberian otonomi bagi pemerintah telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat, walaupun belum semua daerah di Indonesia diberi hak otonomi sendiri. Prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab bagi pemerintah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama menyelenggarakan pemerintahan.

commit to user

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian daerah otonom adalah daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi konsep otonomi daerah menurut UU No 32 Tahun 2004 adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat ke daerah untuk mengurusi rumah tangganya sendiri. Tanggung jawab daerah adalah menata dan mengelola sumber penerimaan untuk keberlangsungan pembangunan di daerahnya sendiri-sendiri, karena tidak semua pembiayaan pembangunan harus dibiayai oleh pusat, melainkan juga dibiayai oleh daerah. Otonomi daerah adalah hak daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan inisiatif bebas (Soedjito, 1990 :104 )

Dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah disebutkan bahwa :

“Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan di ikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang- Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, dimana besarnya di sesuaikan dan diselesaikan dengan pembagian kewenangan antara pemerintahan dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah”.

commit to user

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa daerah otonom itu sendiri mengandung arti bahwa kepada daerah diberi kewenangan untuk mengurus sendiri rumah tangganya. Salah satunya kewenangan dalam bidang keuangan daerah yang meliputi pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah, menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah, mengadakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta penghitungannya. Peranan Pendapatan Daerah merupakan peranan yang sangat penting karena merupakan factor factor yang sangat penting menentukan volume, kekuatan dan kemampuan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.

Sesuai dengan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, ditetapkan bahwa sumber- sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu :

a. Hasil Pajak Daerah.

b. Hasil Retribusi Daerah.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan

d. Lain – lain PAD yang sah.

2. Dana Perimbangan, dan

3. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka Pajak Daerah merupakan salah satu factor pendukung dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah, karena pembiayaan dan pendanaan yang dipungut dari sektor pajak sangat diperlukan

commit to user

untuk kegiatan menunjang Pembangunan Daerah. Pajak Daerah umumnya merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah.

Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai berikut.

1. Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang

2. Penentuan tarif dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah

ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan Perundang- Undangan.

Adapun jenis Pajak Daerah Kota/Kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan PP Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah, adalah :

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

commit to user

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7. Pajak Parkir

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung Walet

10.Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan

11.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Dari beberapa jenis Pajak Daerah tersebut, yang mengalami peningkatan dalam pengembangan setiap tahunnya adalah Pajak Hotel dan Restoran. Peningkatan ini ditunjang dengan adanya potensi pariwisata yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Adapun keterkaitan antara sektor pariwisata dan sektor perpajakan, yakni bahwa dalam sektor pariwisata terdapat sarana penunjang wisata yaitu objek wisata, hotel dan restoran serta keanekaragaman seni dan budaya, dari setiap penggunaan sarana wisata tersebut dikenakan pajak kepada para penggunanya. Dengan demikian semakin banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pariwisata ini maka semakin besar pendapatan bagi sektor pajak.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel yaitu :

Pasal 4 :

1. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan

commit to user

sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas ruang pertemuan, olahraga dan hiburan.

2. Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas

telepon, facsimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.

3. Tidak termasuk Objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah :

4. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah.

a. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya.

b. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan.

c. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti

asuhan, dan panti social lainnya yang sejenis, dan

d. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh

hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum. Pasal 5 :

1. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel.

2. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan

commit to user

3. Dasar perhitungan dan penetapan pajak berdasarkan penetapan tarif pajak

hotel, sesuai Peraturan Daerah untuk Pajak Hotel Nomor 4 Tahun 2011, dimana pengenaan pajak masing-masing yaitu 10% setiap bulan, dari penerimaan, penyelenggaraan, pengusaha hotel.

Namun besar kecilnya penerimaan pajak daerah dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yang menjadi hambatan dalam sistem pemungutan kas Pajak Hotel yaitu sikap Wajib Pajak yang ditunjukkan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak, sistem perpajakan yang ditunjukkan dengan penerapan Undang-Undang Pajak dan aparat pelaksana yang ditunjukkan dengan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak..

Berdasar latar belakang diatas, dalam hal ini penulis ingin meneliti bagaimanakah hambatan dalam proses pemungutan pajak hotel dan apa saja upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Surakarta (DPPKA) sehubungan dengan masalah itu. Serta menuangkannya dalam bentuk Tugas Akhir yang berjudul :

“HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA)”.

Dalam dokumen Moch. Iqbal Sany F3309072 (Halaman 33-39)

Dokumen terkait