• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Deskripsi Lokasi Penelitian

5.4 Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi KEMAGAHAN

Berdasarkan penjelasan diatas, ada empat aspek dalam pengurusan kelembagaan hutan rakyat jika dikaitkan dengan KEMAGAHAN yaitu :

1. Aturan Main (peraturan perundang-undangan) : peraturan-peraturan yang disusun belum terlalu banyak, hanya sebatas peraturan penerimaan anggota seperti harus memiliki lahan agar bisa ditanami tanaman gaharu.

2. Organisasi (struktur, tupoksi, kewenangan, mekanisme kerja) :untuk struktur organisasi, hanya sebatas struktur inti saja yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan yang lainnya hanya sebagai anggota kelompok. Untuk tupoksi, kewenangan, dan mekanisme kerja belum terspesialisasi secara jelas karena kelompok

ini tidak seperti kelompok-kelompok tani hutan di Jawa yang mekanisme kerjanya sudah jelas terspesialisasi.

3. Sumber Daya Manusia (kuantitas dan kualifikasi) : untuk SDM yang dimiliki oleh KEMAGAHAN masih sangat tergolong rendah karena yang memiliki kapasitas untuk betul-betul mengerti mengenai pembudidayaan gaharu masih sedikit yaitu para pengurus inti saja.

4. Pendanaan : model pendanaan di dalam KEMAGAHAN terjadi secara bertahap. Ketika kelompok pertama sekali dibentuk, dana dihimpun dari masing-masing anggota kelompok. Dana ini digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan kelompok terutama kegiatan sosialisasi kepada masyarakat. Setelah berjalan lima tahun, kelompok banyak menerima pesanan bibit sekaligus jasa penanaman gaharu ke luar daerah, permintaan ini datang dari pengusaha luar daerah Bahorok. Jumlah anggota kelompok yang dikirim untuk jasa penanaman tergantung jumlah lahan yang ingin ditanam dan minimal anggota kelompok yang dikirim sebanyak 4 sampai 5 orang. Kegiatan seperti ini setiap bulannya diterima oleh KEMAGAHAN yang merupakan salah satu bentuk pengembangan kelompok. Upah yang didapat anggota kelompok, sebahagian disisihkan untuk kas kelompok. Selain model diatas, kelompok juga mendapat dana subsidi dari pemerintah untuk pendanaan kelompok.

Berdasarkan keempat aspek diatas, akan tampak bahwa apakah kelompok yang ada di masyarakat khususnya yang bergerak di bidang pengelolaan hutan berjalan dengan baik atau tidak. KEMAGAHAN sendiri jika dianalisis berdasarkan keempat aspek diatas masih banyak mengalami hambatan-hambatan untuk membuat kelompok

ini lebih eksis di masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Sanny, beliau menyatakan :

Di dalam Kelompok Masyarakat Gaharu sendiri yang menjadi permasalahan utama adalah pola pikir masyarakat yang belum berubah. Masyarakat masih menganggap kalau Kemagahan dibentuk hanya sebagai pekerjaan sampingan sehingga untuk kepengurusan kelompok menjadi tidak serius. Satu lagi yang menjadi permasalahan kelompok adalah tidak mengerti tentang pengelolaan administrasi di dalam kelompok

(Sumber : Wawancara 20 Desember 2011) Hal ini juga dipertegas oleh Bapak Baik Sitepu :

“Yang sering menjadi permasalahan utama adalah masyarakat masih belum terlalu percaya sama gaharu ini. Mereka menganggap kalau belum ada bukti nyata, berarti belum jelas. Kalau seperti sawit dan karet sudah pasti jelas karena dalam dua minggu sudah bisa dipanen.”

(Sumber : Wawancara 20 April 2012)

Dari pernyataan Bapak Sanny diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kelompok yang berdiri sampai sekarang ini masih memiliki hambatan-hambatan yang belum dapat solusinya. Masyarakat masih belum percaya seutuhnya terhadap keikutsertaan mereka di dalam kelompok. Keikutsertaan itu hanya dijadikan oleh masyarakat sebagai pekerjaan sampingan saja karena mereka masih memiliki beberapa pekerjaan lain dan hasil yang di dapat lebih cepat dibandingkan dengan hasil pohon gaharu yang harus menunggu 7 tahun baru bisa di panen. Dari semua anggota kelompok yang tergabung dalam Kemagahan, mereka semua berprofesi sebagai petani yang menjadi pekerjaan utama. Jika masyarakat harus beralih ke pembudidayaan gaharu secara keseluruhan dan harus menunggu 7 tahun baru bisa di panen, maka hal itu dianggap mustahil. Inilah yang menjadi permasalahan utama bagi kelompok ini.

Begitu juga dengan pendapat yang disampaikan oleh bapak Baik Sitepu bahwa masyarakat membutuhkan bukti nyata terhadap pembudidayaan gaharu. Selama ini masyarakat telah disibukkan dengan kehadiran komoditas sawit dan karet yang mampu

mendatangkan profit nyata dan tidak harus menunggu waktu yang lama untuk menikmati hasilnya. Permasalahan di atas sebenarnya sudah dimaklumi oleh kelompok seiring berjalannya proses sosialisasi dari awal. Pekerjaan utama masyarakat memang sebagai petani tetapi akan lebih baik lagi jika ada proses pembaharuan di dalamnya, seperti memanfaatkan potensi alam yang ada dengan prinsip lestari.

Permasalahan lain yang dihadapi oleh kelompok ini adalah tidak banyak yang mengetahui mengenai pengelolaan administrasi dalam kelompok. Karena memang, dari keseluruhan anggota kelompok dan pengurus inti, masih berpendidikan rendah. Pengalaman dalam berorganisasi juga masih sangat minim sehingga permasalahan ini muncul ke permukaan. Sebelumnya masyarakat hanya berpikiran bahwa segala sesuatu yang dicari tidak perlu bekerja sama dengan orang lain, cukup secara individu saja. Rasa kebersamaan dan mewujudkan kepentingan bersama di masyarakat sangatlah rendah. Dengan ikutnya masyarakat untuk bergabung ke dalam Kemagahan, mereka sudah selangkah lebih maju dibandingkan kondisi sebelumnya. Pengetahuan untuk mengelola kelompok sedikit demi sedikit mulai di pahami.

Kondisi permasalahan diatas diterangkan oleh Bapak Sanny, yaitu :

“Selain beberapa permasalahan yang sudah saya sebutkan, ada lagi yang menjadi tantangan bagi kelompok yaitu permasalahan administrasi. Anggota kelompok masih banyak yang tidak tahu tentang pengelolaan administrasi kelompok.”

(Sumber : Wawancara 4 Juni 2012)

Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Bapak Asnul Arifin, yaitu :

“Kalau permasalahan pengelolaan admisnistrasi kelompok, hampir semua anggota kelompok tidak paham. Karena mereka dulunya juga ada yang tidak pernah berkecimpung di kepengurusan organisasi lain, sehingga ini lah yang menjadi salah satu permasalahan kelompok.”

Berdasarkan hasil wawancara diatas, selain berpendidikan yang hanya sampai tingkat SMA, banyak anggota kelompok yang memiliki pengalaman rendah dalam berorganisasi. Minimnya pengalaman dalam berorganisasi menjadikan KEMAGAHAN kurang efisien dalam menjalankan peran kelembagaannya untuk memberdayakan masyarakat. Melihat kondisi seperti ini, Bapak Sanny menginginkan adanya pelatihan kelembagaan agar permasalahan administrasi tidak menjadi faktor penghambat bagi pengembangan kelompok.

Ada lagi pernyataan yang diutarakan oleh Bapak Baik Sitepu terkait dengan permasalahan diatas. Beliau menyatakan :

Selama kelompok ini berdiri, pertemuan-pertemuan untuk semua anggota kelompok, belum pernah dilaksanakan. Karena model pertemuannya hanya sekedar jumpa begitu saja, tidak ada penetapan tanggal, waktu, dan tempat pertemuan. Kalau jumpanya di warung kopi, ya ngobrolnya di warung kopi juga. Yang diobrolin tentang gaharu mulai dari perawatan dan pemupukan

(Sumber : Wawancara 26 April 2012)

Pernyataan Bapak Baik Sitepu juga diperkuat oleh pernyataan dari Bapak Wahidin, yaitu :

“Pertemuan-pertemuan yang dibuat KEMAGAHAN tidak pernah ada tanggal sama waktunya. Masyarakat disini sangat suka duduk-duduk di warung kopi, apalagi kalau waktu libur. Warung kopi akan ramai dan disitulah kami sering berkumpul dan membicarakan seputar gaharu bahkan tidak pernah ada janjian sebelumnya.”

(Sumber : Wawancara 27 April 2012)

Model pertemuan di atas disesuaikan oleh waktu dari para anggota karena anggota kelompok mayoritas berprofesi sebagai petani. Waktu mereka juga tidak banyak dan tidak sama antara satu petani dengan petani lainnya. Tetapi, model pertemuan seperti ini memiliki kelemahan. Pertemuan menjadi tidak teratur dan tentunya akan mengganggu perkembangan kelompok. Seharusnya kelompok sudah mengatur jadwal pertemuan rutin, misalnya untuk satu atau dua bulan sekali, sehingga

setiap anggota kelompok dapat bertukar pikiran dan saling berbagi ilmu dengan maksimal.

Dari pernyataan diatas, tampak jelas bahwa model-model pertemuan yang ada di kelompok ini tidak dilaksanakan dengan mengatur tanggal, waktu, dan tempat pertemuan. Salah satu alasan yang mendasari hal ini adalah kebanyakan anggota kelompok tidak bisa hadir jika model pertemuannya dilaksanakan secara formal atau terjadwal. Atas dasar inisiatif ketua kelompok, beliau harus mendatangi rumah-rumah anggota kelompok atau berjumpa di warung kopi. Di Kelurahan Pekan Bahorok, warung kopi menjadi tempat berkumpulnya para kaum lelaki ketika sedang tidak ada kegiatan atau saat beristirahat bekerja dari ladang. Pada saat inilah terkadang para anggota kelompok bertemu dan berbicara seputar perkembangan kelompok dan pohon gaharu mereka.

Bapak Tepu sangat kritis terhadap perkembangan dari kelompok. Beliau ingin agar kelompok ini dijadikan wadah untuk menampung dan melaksanakan ide-ide masyarakat dalam memperbaiki taraf hidupnya. Seperti yang diutarakan oleh beliau sebagai berikut :

Saya sangat setuju kalau kelompok ini terus dibina. Dengan adanya kelompok, pemberian ide-ide untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat bisa tercapai. Tetapi, saya melihat kalau perkembangan kelompok ini kurang signifikan dan satu lagi adalah kurangnya transparansi, komunikasi, dan koordinasi dari ketua terhadap anggota kelompok lainnya.

(Sumber : Wawancara 26 April 2012)

Dari wawancara diatas, Bapak Tepu bukan hanya mengatakan betapa pentingnya kelompok ini dibentuk tetapi beliau juga mengutarakan bahwa sebenarnya kelompok ini sedang tidak sehat. Hambatan lain yang disampaikan oleh Bapak Tepu adalah antara ketua kelompok dan anggota-anggota kelompok kurangnya transparansi, komunikasi

dan koordinasi. Salah satu bentuk ketidaktransparansian itu adalah kurangnya penyampaian informasi mengenai kunjungan dari instansi pemerintahan terkait ke kelompok dan pembentukan struktur kelompok. Bapak Tepu sampai saat ini tidak mengetahui bagaimana sebenarnya bentuk dari struktur KEMAGAHAN dan beliau hanya mengetahui posisi Bapak Sanny sebagai ketua kelompok. Hal ini sangat disayangkan karena ketika adanya informasi luar yang masuk ke dalam kelompok pastinya akan membawa informasi baru. Informasi baru ini seharusnya bisa dirasakan dan diterima oleh anggota-anggota kelompok sehingga mampu memperkaya pengetahuan mereka baik itu tentang pengelolaan kelompok maupun pembudidayaan tanaman.

Perkembangan kelompok yang kurang signifikan disampaikan oleh Bapak Tepu seperti pemberian bibit di Desa Empus sebanyak 10.000 batang oleh ketua kelompok. Tujuan dari pemberian bibit ini adalah untuk mengajak masyarakat khususnya di Desa Empus agar mau menanam pohon gaharu dan ini adalah salah satu upaya sosialisasi dari kelompok kepada masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan juga tidak terkonsentrasi di Kelurahan Pekan Bahorok saja tetapi dilakukan di luar kelurahan yang masih berdekatan, salah satunya adalah Desa Empus. Di dalam pelaksanannya, masyarakat diberi upah Rp 500,- per batang untuk ditanami di lahan-lahan mereka. Hal ini ditujukan bukan lain karena ingin merangsang masyarakat agar mau menanam pohon gaharu, tetapi yang berhasil tumbuh hanya sebanyak 1000 batang saja.

Kalau ditarik kesimpulan,yang terjadi pada masyarakat adalah masih kurangnya keinginan dan kepedulian masyarakat terhadap pembudidayaan gaharu. Alasan masyarakat mau menanam pada saat pertama sekali diberikan bibit hanya karena upah

yang diberikan sehingga hasil yang didapat juga tidak signifikan. Model seperti ini sebenarnya masih berpihak kepada model top down bukan bottom up .

Selain hambatan diatas, Bapak Wahidin juga memiliki kendala yang ingin disampaikan. Beliau menyatakan :

Pohon Gaharu yang saya tanam sudah berusia hampir 8 tahun semenjak kelompok ini dibentuk. Seharusnya pohon ini sudah bisa disuntik. Kemudian saya melaporkan hal ini ke Pak Iyek untuk disuntik karena hanya Pak Iyek yang tahu cara menyuntiknya. Tetapi sampai sekarang belum ada tindakan yang nyata dari Pak Iyek untuk melakukan penyuntikan.Akhirnya saya meminta bantuan dari salah satu anggota Upt. Dinas Kehutanan yang ada di Kecamatan Bahorok, tetapi Pak Iyek tidak setuju dan mengatakan kalau beliau saja yang menyuntiknya.” (Sumber : Wawancara 27 April 2012)

Dari hasil kutipan wawancara diatas, Bapak Wahidin mengalami kemandekkan dari rekomendasi yang dia sampaikan kepada ketua kelompok. Dari sini tampak bahwa dalam hal penyuntikan, hanya ketua kelompoklah yang memiliki pengetahuan tersebut dan anggota kelompok lain tidak memiliki pengetahuan untuk melakukan penyuntikan. Inilah yang menjadi hambatan bagi perkembangan kelompok, hanya satu orang saja yang memiliki pengetahuan. Ketika tanaman anggota kelompok lain sudah siap untuk disuntik dan mereka tidak memiliki pengetahuan untuk menyuntik maka yang terjadi adalah penundaan sehingga pemanenan juga mengalami penundaan. Hal lain yang bisa ditimbulkan adalah masyarakat akan jenuh terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan kelompok karena waktu untuk menempuh itu semua sangat lama.

Ketika pernyataan Bapak Wahidin saya konfirmasi ke Bapak Sanny, beliau mengatakan kalau ada alasan tertentu mengapa pohon gaharu milik Bapak Wahidin belum disuntik (di inokulasi). Alasan tersebut dikarenakan cuaca yang belum mendukung dan kondisi iklim pada saat itu adalah musim penghujan. Alasan lainnya

adalah pohon gaharu milik Bapak Wahidin ingin dijadikan bahan percontohan bagi anggota kelompok lainnya, bagaimana hasil yang dicapai jika usia pohon yang lebih lama kemudian inokulasi dilakukan. Permasalahan pengetahuan mengenai penyuntikan, Bapak Sanny menjelaskan bahwa untuk kondisi saat ini belum terlalu banyak pohon yang mau disuntik sehingga proses penyuntikan juga terbatas. Keterbatasan ini membuat anggota kelompok masih kurang paham untuk melakukan penyuntikan secara pribadi, ditambah lagi alat untuk penyuntikan dan jamurnya tergolong mahal.

Permasalahan terakhir dari KEMAGAHAN adalah adanya pihak luar (swasta) yang ingin mengembangkan gaharu di daerah Kelurahan Pekan Bahorok. Secara singkat, hal ini tidak tampak seperti adanya masalah karena keterlibatan pihak luar diharapkan mampu mengembangkan kelompok dan mensejahterakan rakyat khususnya Pekan Bahorok. Berbeda dengan pendapat Bapak Iyek yang mengatakan bahwa :

“Sudah banyak orang-orang luar Bahorok yang datang ke rumah saya. Tujuan kedatangan mereka berbagai macam, tetapi lebih kepada pengembangan gaharu. Saya berpikiran bahwa mereka ingin membeli tanah di bahorok, kemudian menanami lahan mereka dengan gaharu dan di kelola oleh masyarakat bahorok sendiri. Walaupun begitu saya tidak tertarik dengan tawaran seperti itu karena akan menghancurkan masyarakat dan usaha yang selama ini kami bangun lewat KEMAGAHAN.”

Jika dilihat lebih dalam lagi, Bapak Iyek mengatakan bahwa masyarakat akan mengalami ketergantungan kepada pihak investor karena lahan mereka sudah dibeli oleh pihak investor dan masyarakat akan menjadi pekerja di tanah kelahirannya sendiri. Pihak investor hanya berorientasi ekonomi individu dan buka kepada kesejahteraan masyarakat. Bapak Sanny sendiri sudah banyak didatangi oleh pihak investor dari luar Kelurahan Pekan Bahorok, tetapi Bapak Sanny belum berpikir jauh untuk menjalin kerja sama dengan pihak investor.