• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan Internal

HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PELAKSANAAN HARMONISASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN

B. Hambatan Internal

Pelaksanaan tanggung jawab sosial pada PTPN III dimana penanggungjawabnya diserahkan kepada Divisi CSR dan Divisi Public Relation (PR) atau Divisi Humas. Sebelum dilaksanakannya program tanggung jawab sosial perusahaan divisi humas bertugas untuk membangun citra perusahaan dalam melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat disekitar perusahaan tempat program CSR tersebut akan dilaksanakan. Tujuan dibentuknya divisi public relations pada perusahaan PTPN III adalah sebagai berikut :

1. Menunjang kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publik internal dan publik eksternal.

3. Menciptakan komunikasi dua arah dengan menyebarkan informasi dari organisasi kepada publiknya dan menyalurkan opini publik kepada organisasi.

4. Melayani publik dan menasehati pimpinan organisasi demi kepentingan umum.

5. Operasional dan organisasi public relations adalah bagaimana membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publiknya, untuk mencegah

77 Achmad Daniri, Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas dan Penerapannya Dalam Masyarakat di Indonesia, (Yogyakarta : Media Kom, 2010), hal. 64

terjadinya rintangan psikologis, baik yang ditimbulkan dari pihak organisasi maupun dari pihak publiknya.78

Aktivitas Public Relations yang dilakukan oleh PTPN III adalah untuk mensosialisasikan implementasi CSR berdampak pada peningkatan citra positif yang dimiliki. Citra positif tersebut pada tahap selanjutnya diharapkan dapat mempengaruhi aspek kognitif dan efektif konsumen, yang pada akhirnya berujung pada keputusan pembelian.

Setiap organisasi mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Citra itu datang dari masyarakat disekitar perusahaan, public pelanggan, pelanggan potensial, bankir, staf perusahaan pesaing, distributor, pemasok, asosiasi pedagang, asosiasi profesi, asosiasi konsumen, dan lainnya mempunyai pandangan terhadap organsiasi, lembaga atau perusahaan. Idealnya semua pihak harus mempunyai pandangan baik terhadap perusahaan tersebut.79

Tugas utama perusahaan dalam membentuk citranya adalah mengidentifikasikan citra seperti apa yang ingin dibentuk dimata publik atau masyarakat. Pencarian gagasan dengan melibatkan pihak manajemen merupakan langkah yang baik untuk mendapatkan informasi tersebut.

Ada beberapa jenis citra (image) terhadap perusahaan yaitu sebagai berikut:

1. Citra bayangan (mirror image)

Pengertian disini bahwa citra yang diyakini oleh perusahaan bersangkutan, terutama para pemimpinnya yang tidak percaya “apa dan bagaimana” kesan

78 Onong Uchjana Effendy, Human Relations and Public Relations, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hal. 17

79 Yosal Irianta, Community Relations Konsep dan Aplikasinya, (Bandung : Rekatama Media, 2010), hal. 38

orang luar selalu dalam posisi baik. Setelah diadakan studi tentang apapun, kesan dan citra dimasyarakat, ternyata terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan kenyataan citra di lapangan, bahkan bisa terjadi “citra”

negatif yang muncul.

2. Citra kini (current image)

Citra merupakan kesan baik yang diperoleh dari orang lain tentang perusahaan / organisasi atau hal lain yang berkaitan dengan produknya. Citra yang kuat mutlak diperlukan untuk mendominasi sekaligus membentengi benak pelanggan. Citra meliputi atribut, kinerja, merek/produk. Gumesson, penggagas Relationship Marketing, menyatakan bahwa citra terdiri dari tiga variabel pokok : pengalaman, persepsi dan ekspektasi. Upaya pemasaran harus adpat membangun persepsi positif sesuai dengan ekspektasi pelanggan, dan menghasilkan umpan balik dari pengalaman saat memakai produk tersebut.

3. Citra yang diinginkan (wish image)

Citra keinginan ini adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pihak manajemen terhadap lembaga / perusahaan, atau produk yang ditampilan tersebut, lebih dikenal (good awareness), menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif, yang diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum.

4. Citra perusahaan (corporate image)

Jenis citra ini berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana citra perusahaan (coporate imge), yang positif lebih dikenal serta diterima oleh publik, mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima,

keberhasilan dalam bidang marketing, hingga berkaitan dengan tanggung jawab sosial (social care) lainnya.

5. Citra serbaneka (multiple image)

Citra ini merupakan pelengkap dari citra perushaan di atas, misalnya bagaimana pihak Humas / Public-nya akan menampilkan pengenalan (awareness) terhadap identitas, atribut, logo, brand’s name, seragam (uniform) para frontliner, sosok gedung, dekorasi lobby kantor dan penampilan para profesionalnya, kemudian diunifikasikan atau diidentikan kedalam suatu citra serbaneka (multiple image) yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan (corporate image).

6. Citra penampilan (performance image)

Citra penampilan ini lebih ditunjukan kepada subyeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri (performance image) para professional dalam perusahaan yang bersangkutan, misalnya dalam memberikan berbagai bentuk dan kualitas pelayanannya, bagaimana pelaksanaan etika menyambut telepon, tamu, dan pelanggan serta publiknya.80

Subtansi keberadaan CSR dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri di sebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholders yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun

80 Rosadi Ruslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi Konsep Serta Aplikasi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 52

global. Karenanya pengembangan CSR kedepan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development). 81

Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga elemen di atas saling berinteraksi dan mendukung karena kebutuhan partisipasi aktif masing-masing stakeholders agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Dengan partisipasi aktif pada stakeholers diharapkan di dalam pengambil keputusan, menjalankan keputusan dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan diemban secara bersama. Namun demikian pada kenyataan di lapangan terkadang terjadi perbedaan kepentingan antara para stakeholders sehingga hasil program CSR yang telah dilaksanakan kurang sesuai dengan harapan yang didambakan, khususnya stakeholders sekunder yaitu masyarakat disekitar perusahaan.

Konsep program CSR yang dirancang oleh divisi CSR perusahaan tidak tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat disekitar perusahaan oleh divisi public relation, sehingga terjadi miss comunication (kesalah pahaman) dalam menterjemahkan konsep CSR oleh divisi public relations yang telah dirancang oleh divisi CSR, sehingga dalam pelaksanaan program CSR tersebut terkesan bukan ditujukan untuk kesejahteraan stakeholders sekunder, tetapi hanya merupakan program yang dibuat secara sepihak oleh perusahaan hanya untuk memenuhi kewajibannya dalam melaksanakan CSR sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam proses pembagian CSR sudah dilakukan secara maksimal karena pembagian CSR sudah berjalan dengan prinsip

81 Hendrik Budi Untung, Corporate Sosial Responsibility (CSR), (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal. 43

GCG (Good Corporate Governance) yang telah tertuang dalam SOP direksi, hal tersebut merupakan kajian data teknis (terlampir). Namun secara teknis masih ada kesalahan prosedural di lapangan agar hasil yang akan diperoleh dari pelaksanaan CSR tersebut nantinya dapat sesuai dengan tujuan yang diharapkan.82

Pelaksanaan CSR yang tidak memperoleh dukungan sepenuhnya dari internal perusahaan, khususnya yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan CSR tersebut akan memperoleh hambatan dalam pelaksanaanya karena antara keinginan masyarakat disekitar perusahaan tersebut dengan program pelaksanaan CSR yang telah dilaksanakan oleh perusahaan tidak sinkron bahkan cenderung tidak sesuai dengan harapan yang didambakan oleh masyarakat disekitar perusahaan sebagai stakeholders sekunder perusahaan. Contohnya adalah saat pertama sekali dilaksanakan pembangunan jembatan oleh PTPN III di sekitar wilayah perusahaan sebagai salah satu program CSR yang diterapkan oleh PTPN III ternyata tidak mendapat dukungan dan respon yang baik dari masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan menurut masyarakat bahwa pembangunan jembatan tersebut tidak terlalu penting dan tidak memiliki kontribusi langsung dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat disekitar wilayah perusahaan. Oleh karena pelaksanaan pembangunan jembatan disekitar wilayah tersebut pada saat itu memperoleh tantangan dan hambatan dari masyarakat di sekitar wilayah perusahaan tersebut.83

82 Wawancara dengan Christian Perangin-angin Bagian Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Lingkungan BUMN PTPN III pada hari Sabtu tanggal 16 Mei 2020 dikedimannya.

83 Muhammad Sartono, CSR pada perusahaan, (Bandung : Alumni, 2014), hal. 21

Tujuan pelaksanaan CSR dari perusahaan tidak mencapai target yang diharapkan dalam mengangkat citra perusahaan khususnya terhadap stakeholders sekunder yaitu masyarakat disekitar perusahaan. Kegagalan pelaksanaan CSR yang telah dilaksanakan oleh perusahaan karena bertentangan dengan keinginan dan harapan dari stakeholders primer yaitu masyarakat disekitar perusahaan akan menjadi hambatan yang serius dan dapat menjatuhkan citra perusahaan.84

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hambatan internal perusahaan dalam melaksanakan program CSR tersebut antara lain adalah :

1. Rancangan konsep program CSR yang dibuat oleh divisi CSR tidak melibatkan para stakeholders secara keseluruhan sehingga program CSR yang dilaksanakan tidak memenuhi keinginan dan harapan dari masyarakat disekitar perusahaan sebagai stakeholders sekunder

2. Sosialisasi yang dilakukan oleh divisi public relations dalam mensosialisasikan konsep program CSR yang telah dirancang oleh divisi public relations tersebut kepada masyarakat disekitar perusahaan sebagai stakeholder sekunder tidak terlaksana dengan baik sehingga terjadi miss comunication (hilangnya komunikasi) antara perusahaan dengan masyarakat disekitar perusahaan mengakibatkan pelaksanaan program CSR tidak memperoleh dukungan dari masyarakat disekitar perusahaan tersebut.

3. Terjadinya perbedaan pendapat (kepentingan diantara para stakeholders primer) sehingga rancangan konsep program CSR yang dibuat oleh perusahaan cenderung hanya untuk kepentingan perusahaan semata-mata

84 Pamadi Wibowo, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Masyarakat, (Jakarta : Elexmedia Computindo, 2008), hal. 33

hanya untuk memenuhi kewajibannya melaksanakan CSR sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

4. Rancangan konsep program CSR yang dibuat oleh perusahaan cenderung hanya bersifat filantropi (melaksanakan derma) kepada masyarakat disekitar perusahaan, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan disekitar perusahaan dalam jangka panjang, sehingga cenderung mendapatkan tantangan dari masyarakat disekitar perusahaan tersebut.85

Di dalam pelaksanaan program CSR kemitraan dan juga program bina lingkungan yang dilaksanakan oleh PTPN III, masyarakat disekitar wilayah perusahaan mendukung pelaksanaan tersebut karena dirasakan manfaatnya memiliki kontribusi langsung dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat disekitar wilayah perusahaan. Oleh karena itu program CSR kemitraan dan juga program bina lingkungan yang dilaksanakan oleh PTPN III dipandang cukup berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat disekitar wilayah perusahaan, sehingga program tersebut terus dilaksanakan hingga saat ini secara berkala dan berkesinambungan dengan terus melakukan pendidikan dan pelatihan para petani plasma tersebut sehingga dalam pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan tersebut hasilnya dapat lebih baik dan meningkat terus dari tahun ke tahun.

PTPN III dalam melakukan perancangan konsep CSR yang akan dilaksanakan oleh perusahaan kepada masyarakat disekitar perusahaan sebagai

85Charolinda, Pengembangan Konsep Community Development Dalam Rangka Pelaksanaan Coporate Social Responsibility,(Bandung : Nusa Media, 2012), hal. 60

stakeholders sekunder wajib melibatkan seluruh stakeholders baik primer maupun sekunder untuk secara bersama-sama memberikan masukan dalam forum pertemuan perancangan konsep CSR agar pelaksanaan program CSR tersebut dapat sesuai dengan keinginan dan harapan dari masyarakat dan tidak mengalami hambatan dalam pelaksanaanya. Apabila dalam rancangan konsep program CSR dari PTPN III yang dilakukan oleh divisi CSR tidak melibatkan seluruh stakeholders maka konsep CSR yang dibuat tersebut cenderung tidak akan dapat memenuhi keinginan dan harapan dari para stakeholders khususnya stakeholders sekunder yaitu masyarakat disekitar perusahaan. Disamping itu divisi public relations harus dapat melakukan tugasnya dengan benar dalam melakukan sosialisasi terhadap program CSR yang telah dibuat oleh divisi CSR, sehingga terjadi koordinasi yang kuat antara divisi CSR dan divisi public relations pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program CSR tersebut.

Dengan adanya koordinasi yang kuat antara divisi CSR, divisi public relations dan seluruh stakeholders yang menjadi pendukung perusahaan maka rancangan konsep program yang dibuat akan dapat memenuhi kriteria, keinginan dan harapan dari seluruh pihak yang menjadi stakeholders perusahaan, sehingga demikian pelaksanaan CSR tersebut tidak memperoleh hambatan secara internal dalam pelaksanaanya kepada masyarakat disekitar perusahaan.

BAB V