HARMONISASI PENGATURAN HUKUM SERTA IMPLIKASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN
PADA BUMN PTPN III PERSERO BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI BUMN
NOMOR PER-09/MBU/07/2015
TESIS
Oleh
VANDERIS HAMDANI 157011060 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
HARMONISASI PENGATURAN HUKUM SERTA IMPLIKASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN
PADA BUMN PTPN III PERSERO BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI BUMN
NOMOR PER-09/MBU/07/2015
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
VANDERIS HAMDANI 157011060 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2020
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH
2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum 3. Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum
4. Dr. Sutiarnoto, SH., M.Hum
Lingkungan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Perkebunan BUMN tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan pengembangan usaha UMKM terutama yang bergerak di bidang pertanian dan peternakandan juga tetap memelihara.
Perumusan masalah bagaimana sinkronisasi peraturan hukum terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di sektor perkebunan, bagaimana implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di BUMN perkebunan, khususnya di BUMN PT Perkebunan Nusantara III, dan bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan harmonisasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di BUMN PT Perkebunan Nusantara III berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-09/MBU/07/2015di BUMN.
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan analisis data kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpulan data, terhadap Bagian Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Lingkungan BUMN PTPN III yang dalam hal ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.
Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah wasiat terhadap harta pusaka rendah ketentuan peraturan perundang-undangan tentang CSR ternyata memiliki sinkronisasi atau kesamaan dari segi tujuan pelaksanaan CSR dengan Peraturan Menteri Negara BUMN No.KEP- 09/MBU/07/2015, karena sama-sama memiliki tujuan untuk memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah operasional perusahaan. Implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan di BUMN perkebunan, khususnya di PT Perkebunan Nusantara III pada prinsipnya sama-sama membantu masyarakat yang bertempat tinggal disekitar wilayah operasional perusahaan melalui penyaluran dana bantuan dalam bentuk pinjanan maupun cuma-cuma untuk pelaksanaan program sosial kemasyarakatan dan program pelestarian lingkungan. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh PTPN-III dalam pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan dalam rangka pelaksanaan CSR adalah hambatan eksternal yang berasal dari anggota masyarakat yang kurang puas atau tidak merasa cocok atas pelaksanaan program CSR yang dilakukan oleh PTPN- III. Hambatan internal dari personil PTPN-III itu sendiri yang pada awalnya kurang koordinasi dengan aparat terkait, pemuka Agama dan pemuka masyarakat di daerah setempat dan kurang mensosialisasikan program kemitraan dan bina lingkungan yang telah diputuskan perusahaan kepada masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan.
Kata Kunci : Tanggung Jawab Sosial, Perusahaan, dan PTPN III
UMKM businesses in agriculture and husbandry. The research problems are how about the synchronization of regulation on CSR in the sector of plantation, how about the implementation of CSR in the plantation BUMN, especially in PT.
Perkebunan Nusantara III, and how about the obstacles in implementing harmonization of CSR at this company according to Law No. 40/2007 and the Decree of the Minister of BUMN No PER-09/MBU/07/2015 at BUMN.
The research used juridical empirical and descriptive analytic methods which described, explained, and analyzed the research problems and found their solutions. The data were gathered by conducting library research and interviews with the informants as the source persons at BUMN PTPN III. The gathered data were analyzed qualitatively.
The result of the research shows that the will of legacy in the legal provisions about CSR in its objective is synchronized with or similar to the Decree of the State Minister of BUMN No KEP-09/MBU/07/2015 at BUMN because both of them are used to the greatest benefit of the people who lived in the vicinity of the company. The implementation of CSR in the plantation BUMN, especially at BUMN PTPN III, is principally intended to help the surrounding people in the form loan and gift for the implementation of the social and environmental preservation program. The external obstacle faced by PTPN III in the implementation of the partnership and environmental development program is the dissatisfaction of the surrounding people with the CSR program. The internal obstacle comes from the personnel who lack of coordination with the local authorities, religious leaders, and community leaders and lack of socialization with the local people about the partnership and environmental development program.
Keywords: Social Responsibility, Company, PTPN III
hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “HARMONISASI PENGATURAN HUKUM SERTA IMPLIKASI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DAN LINGKUNGAN PADA BUMN PTPN III PERSERO BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI BUMN NOMOR PER-09/MBU/07/2015”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof. Dr.
Budiman Ginting, SH, M.Hum, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH dan Dr.
T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kepada Dosen penguji Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Dr. Sutiarnoto, SH, M.Hum, yang telah memberikan masukan / arahan sehingga memperkaya tesis ini.
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi isi penulisan tesis ini.
Terima kasih yang teramat besar kepada kedua orang tua, terima kasih atas dukungannya. Terima kasih kepada Ibunda Intes Nurliana, SH, M.Kn, dan saudara-saudaraku Andrikhe Hamdani ST dan Joven Andis Hamdani, SH, MH
semangat, pengertian, memberikan dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi secepat mungkin.
Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat – sahabat penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Mei 2020 Penulis
Vanderis Hamdani
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Vanderis Hamdani
Tempat / Tgl. Lahir : Binjai / 11 Desember 1991
Alamat : Jalan Kalimantan No. 16A Kota Medan
Status : Belum Menikah
Agama : Buddha
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Budi Murni III Medan Tamat Tahun 2003 2. SMP Methodist 2 Medan Tamat Tahun 2006 3. SMU Methodist 2 Medan Tamat Tahun 2009 4. S1 Fakultas Hukum USU Tamat Tahun 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan perkebunan, sebagai salah satu perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumberdaya alam, dan biasanya berbentuk perseroan terbatas, terikat pada ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, mengenai “Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan”. Yang dimaksud dengan
“perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah perseroan” yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.1 Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 74 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
1Heka Hertanto, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Ekonomi Rakyat, (Surabaya : Mitra Ilmu, 2009), hal. 20
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan yang termuat di dalam Pasal 74 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bertujuan untuk menciptakan hubungan perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, normal dan budaya masyarakat setempat.
Pengaturan hukum lebih lanjut tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan perseroan terbatas diatur pula di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, dimana di dalam ketentuan Pasal 2 disebutkan bahwa, “Setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Selanjutnya Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa, “Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 di atas menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan undang-undang”. Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa “Perseroan yang telah berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenang”.
Perseroan terbatas yang dimaksud di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas maupun di dalam PP No. 47 Tahun 2012 adalah
seluruh perseroan terbatas yang berbadan hukum baik yang sahamnya keseluruhannya dimiliki oleh swasta maupun yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh negara. Perseroan terbatas yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh negara merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan terbatas dimana kepemilikan sahamnya lebih besar dari 50% yang dimiliki oleh negara. 2
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa,
“Perusahaan perseroan yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan”.3
Di dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyebutkan bahwa, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimana negara pada khususnya.
2 Ambar Retno, Analisis Pengaruh Corporate Social Reporting Terhadap Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Pustaka Ilmu, 2007), hal. 32
3 Andi Syahfrani, Paradoks Regulasi Corporate Social Responsibility, (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2010), hal. 73.
b. Mengejar keuntungan.
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan azab hidup orang banyak.
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi menengah, koperasi dan masyarakat.
Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN yang bersumber dari APBN, kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya. BUMN dapat berbentuk perseroan terbatas terbuka maupun perusahaan umum. Bagi perseroan terbatas terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.4
Salah satu BUMN yang wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (corporate social responsibility atau CSR) adalah BUMN PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) yang kegiatan operasional usahanya adalah di bidang perkebunan. Perusahaan BUMN khususnya dalam bidang perkebunan wajib melaksanakan program CSR sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku secara umum yang termuat di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun
4 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta : UI Press, 2001), hal. 23
2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas tersebut.
Pada Pasal 2 PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas disebutkan bahwa, “Setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Selanjutnya Pasal 3 ayat (1) PP No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa, “Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan undang-undang”. Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa “Perseroan yang telah berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat diberikan penghargaan oleh instansi yang berwenang”. 5
Disamping ketentuan umum yang mengatur tentang CSR di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PT dan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas yang harus dilaksanakan oleh perusahaan BUMN, maka setiap perusahaan BUMN tanpa terkecuali, termasuk PTPN III harus pula melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 Tentang
5Patricia Evelyn, Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (Csr) Dalam Pengelolaan Perusahaan Kerjasama Patungan Pma Dan Pmdn (Joint Venture Company) (Studi Tentang Csr Pt.Toyota Astra Motor) Medan, Tesis Magister Kenotariatan USU, 2017, hal. 55
Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara yang wajib dilaksanakan oleh setiap perusahaan BUMN.
Dari 3 (tiga) regulasi yang mengatur tentang tanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu mewajibkan perusahaan BUMN secara umum dan perusahaan perkebunan milik negara dalam hal ini adalah PTPN III (Persero) secara khusus untuk melaksanakan program CSR bagi kemanfaatan lingkungan disekitarnya dalam bidang tanggung jawab sosial maupun tanggung jawab lingkungan perusahaan.
Namun demikian dari ketiga regulasi tersebut di atas tidak satupun regulasi yang memuat sanksi tegas terhadap perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan tersebut.6
Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan tanggung jawab perusahaan (CSR) dalam bentuk progam bina kemitraan dan bina lingkungan yang dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan BUMN memiliki perbedaan pelaksanaan dari segi bentuk pelaksanaan maupun sumber dana yang digunakan apabila dibandingkan dengan perusahaan secara umum atau perusahaan yang bukan bergerak di bidang perkebunan, yang pengaturan hukumnya termuat di dalam UU No.40 Tahun 2007
6 B. Gunawan dan Utami SS, Peranan Corporate Social Responsibility dalam Nilai Perusahaan, (Yogyakarta : Fakultas Hukum UGM, 2008), hal. 43
tentang PT dan PP No.47 Tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan tsnggung jawab lingkungan pwrusahaan. 7
Pelaksanaan CSR dalam bentuk program bina kemitraan dan bina lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan BUMN yang diatur dalam Permeneg BUMN No.9.07/2015 tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk kekhususan oelaksanaan CSR dimana bentuknya dalam program bina kemitraan sifat nya memberikan bantuan modal, pendidikan dan pelatihan khusus bagi pengusaha UMKM yang bergerak di bidang Pertanian dan perternakan. Tujuan pemberian bantuan modal, pendidikan dan pelatihan terhadap pengusaha UMKM, khususnya yang bergerak di bidang pertanian dan peternakan tersebut adalah agar pengusaha UMKM tersebut mampu bertahan dalam usahanya dan memberi kesempatan untuk mengembangkan usahanya tersebut agar lebih kuat dan mencapai hasil yang lebih baik dari sebelum dilaksanakan program bina kemitraan tersebut. Sedangkan program bina lingkungan yang dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan BUMN lebih diprioritaskan terhadap pemeliharaan dan pelestarian lingkungan sumber daya alam di sekitar wilayah operasional perusahaan dengan membuat irigasi, memelihara sanitasi lingkungan, memperbaiki sarana dan prasarana umum yang ada di sekitar wilayah operasional perusahaan perkebunan yang telah rusak/tidak layak lagi digunakan termasuk rumah sekolah, rumah ibadah, memperbaiki jalan dan jembatan penghubung dari satu desa ke desa yang lain, pelaksanakan kegiatan reboisasi (penghijauan)
7 Mulhadi, Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2017, hal. 31
lingkungan, yang tujuan keseluruhannya adalah menata ulang sumber daya alam dan juga lingkungan agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. 8
Pelaksanaan CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan BUMN bentuknya lebih spesifik karena sudah ditentukan secara detail dan terperinci dalam Permeneg BUMN No.u09.07/MBU/2015, termasuk sumber dana yang digunakan yang sudah ditetapkan yaitu dua persen dari keiluntungan yang diperoleh perusahaan perkebunan BUMN dari tahun operasional sebelumnya.
Pada pelaksanaan CSR yang dilaksanakan perusahaan secara umum bentuk pelaksanaan CSR tersebut tidak ditentukan secara spesifik, detail dan terperinci dan sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan CSR oleh perusahaan secara umum di luar perusahaan yang bergerak di bidang petkebunan juga tidak ditetapkan secara jelas sumbernya dan juga besar nya (persentasenya).
Bentuk CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan secara umum diluar perusahaan Perkebunan bersifat bebas, dengan tujuan dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat yang ada di sekitar wilayah perusahaan. Sehingga bentuk pelaksanaan CSR yang dilakukan perusahaan secara umum tersebut dapat saja berbentuk pemberian bantuan dana kepada masyarakat disekitar wilayah operasional perusahaan, membangun MCK di setiap rumah, mengadakan pengobatan gratis, mengadakan penjualan/pemberian sembako gratis/murah, memperbaiki jalan, jembatan dan sarana serta prasarana umum yang telah mengalami kerusakan, mempekerjakan masyarakat di sekitar wilayah operasional
8Ade Yuliany Siahaan, Analisis Yuridis Atas Peran Pemerintah Daerah Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Tesis Magister Kenotariatan USU, 2015, hal.
23
perusahaan yang dinilai layak dan mampu, dan pemberian bantuan/manfaat sosial lainnya.9
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan BUMN bentuknya sudah ditentukan secara detail dan terperinci, termasuk sumber dana dan besarannya sudah ditetapkan secara jelas. Sedangkan pelaksanaan CSR oleh petusahaan secara umum bentuknya bebas dan sumber dana pelaksanaan serta besarannya penetapannya diserahkan sepenuhnya kewenangannya kepada prrusahaan yang bersangkutan.
Ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas hanya memuat tentang penghargaan terhadap perseroan yang telah melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diwajibkan oleh undang- undang tetapi tidak memuat sanksi yang tegas apabila perseroan tersebut tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial sebagaimana yang diwajibkan dalam undang-undang.10
Pada prinsipnya Corporate Social Responsibilty merupakan kegiatan yang berawal dari kesadaran perusahaan dan bersifat sukarela. Cikal bakal Corporate Social Responsibilty bermula dari kegiatan philantropy (sumbangan kemanusiaan) perusahaan yang sering kali bersifat spontanitas dan belum terkelola dengan baik.
Konsep Corporate Social Responsibility bertujuan agar keterlibatan sektor privat mampu memberikan alternatif terobosan baru dalam pemberdayaan
9 Muhammad Suwarno, Tinjauan CSR, (Bandung : Alumni, 2014), hal. 64
10 Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, (Surabaya : Fascho Publishing, 2007), hal. 22
masyarakat miskin, sehingga mereka terbebas dari permasalahan sosial yang mereka hadapi. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan dunia usaha serta dengan adanya dorongan eksternal tuntutan masyarakat dan dorongan internal perusahaan agar perusahaan lebih peduli terhadap lingkungannya, maka kegiatan philantropy tersebut mulai berkembang dan mengarah pada kepedulian perusahaan terhadap lingkungannya.11
Pada awalnya dunia bisnis menganggap bahwa perusahaan hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan pada kondisi keuangan perusahaan semata, namun dalam perkembangannya perusahaan juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungan (triple bottom line). Perusahaan tidak lagi sekedar menjalankan kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit (keuntungan) dalam menjaga kelangsungan usahanya, melainkan juga memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat (sosial) dan lingkungannya.12
Terdapat 3 (tiga) alasan penting mengapa badan usaha milik negara maupun milik swasta yang berbentuk perseroan terbatas yang berbadan hukum, wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang termuat di dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, PP No. 47 Tahun 2012, Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan dan Peraturan Menteri BUMN No. PER-
11 Basuki Sambodo, Pedoman Corporate Social Responsibility Bidang Lingkungan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009), hal. 43
12 Budiman Ginting, Hukum Investasi, Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas dalam Perusahaan Menanam Modal Asing, (Medan : Pustaka Bangsa Press), 2007, hal. 10
09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara yaitu:
1. Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbul ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat.
2. Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan peningkatan citra dan performa perusahaan.
3. Kegiatan Corporate Social Responsibility merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
Konsep Corporate Social Responsibility secara filosofis sudah tertanam dalam jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara bertujuan menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam rangka mewujudkan negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dalam hal ini negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini identik dengan sila kelima Pancasila.13
Pada awalnya CSR hanya bersifat suka rela (voluntary). Meskipun belum ada kesatuan bahasa dalam memaknai CSR, tetapi CSR ini telah diimplementasikan oleh perusahaan dalam berbagai bentuk kegiatan yang didasarkan atas kesukarelaan.14 Hal inilah yang menjadi masalah karena sifat kesukarelaan ini menjadi peluang perusahaan untuk tidak melaksanakan CSR.
Oleh karena itu muncul pengaturan mengenai CSR di Indonesia dengan menggunakan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan. Regulasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia dituangkan dalam hierarki perundang-undangan yang berbentuk undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan untuk perusahaan BUMN dengan Peraturan Menteri BUMN No.
PER-09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara.15
Di dalam Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 Tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara
13Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok pikiran Corporate Social Responsibility, (Bandung : Alumni, 1995), hal. 215
14 Isa Wahyudi dan Busyra Azheri, Corporate Social Responsibility : Prinsip, Pengaturan dan Implementasi, (Malang : Intrans Publishing, 2008), hal. 14.
15 Kristiadi Rahmad, Tanggung Jawab Sosial dan Aplikasinya di Masyarakat, (Bandung : Eressco, 2010), hal. 9-10.
adalah merupakan perwujudan langsung dari program CSR di bidang tanggung jawab sosial dan tanggung jawab lingkungan sebagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan. Bagi perusahaan BUMN pada umumnya dan BUMN perkebunan pada khususnya ketiga peraturan tentang CSR tersebut harus dilaksanakan dalam upaya untuk memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat yang ada disekitar wilayah operasional perusahaan perkebunan milik negara tersebut.
Pada dasarnya berbeda dari segi bentuk pelaksanaannya, dimana bentuk pelaksanaan CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan BUMN sebagaimana diatur dalam Permeneg BUMN No.09/.07/MBU/2015 sudah ditetapkan secara spesifik, detail dan terperinci, dan juga sumber dana dan besar dana yang digunakan.
Sedangkan pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan secara umum berdasarkan UU No.,40 Tahun 2007 dan PP No.47 Tahun 2012 bentuknya tidak ditetapkan secara spesifik dan sumber dana serta besar dana yang digunakan juga tidak ditetapkan secara spesifik tapi diserahkan kebijakannya kepada masing masing perusahaan.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengaturan program tanggung jawab sosial dan lingkungan yang berbeda satu dengan yang lain dalam hal pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang No. 40 Tahun 2007, PP No. 47 Tahun 2012 maupun Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 dengan melaksanakan kegiatan – kegiatan
sosial perusahaan yang memiliki dampak positif dan memiliki jenis yang disesuaikan dengan kebutuhkan masyarakat yang ada di sekitar wilayah operasional perusahaan tersebut, sehingga meskipun kegiatan sosial dalam rangka melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan tersebut beraneka ragam jenisnya namun seluruh kegiatan sosial perusahaan tersebut berjalan dengan sinkron dan harmonis serta memiliki dampak positif yang berbeda-beda pula terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah kegiatan perusahaan khususnya PTPN III selaku BUMN tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini diberi judul
“Harmonisasi Pengaturan Hukum Serta Implikasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Lingkungan pada BUMN PTPN III Persero Berdasarkan UU No.
40 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-09/MBU/07/2015”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dirumuskan tiga permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sinkronisasi peraturan hukum terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di sektor perkebunan?
2. Bagaimana implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di BUMN perkebunan, khususnya di BUMN PT Perkebunan Nusantara III?
3. Bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan harmonisasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di BUMN PT Perkebunan Nusantara III berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-09/MBU/07/2015di BUMN?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sinkronisasi peraturan hukum terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di sektor perkebun
2. Untuk mengetahui implementasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di BUMN perkebunan, khususnya di BUMN PT Perkebunan Nusantara III
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan harmonisasi tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) di BUMN PT Perkebunan Nusantara III berdasarkan Undang-Undang No.
40 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER- 09/MBU/07/2015di BUMN
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu :
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, khususnya yang menyangkut tentang ketentuan kewajiban perusahaan BUMN PTPN III dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, PP No. 47 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Bumn Nomor : PER-09/MBU/07/2015di BUMN.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan kepada masyarakat pada umumnya, pejabat yang berwenang dalam kaitannya dengan masalah kewajiban perusahaan perseroan terbatas dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan terhadap masyarakat berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, PP No. 47 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Bumn Nomor : PER-09/MBU/07/2015di BUMN
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, maka diketahui bahwa belum pernah ada penelitian yang berjudul tentang “Harmonisasi Pengaturan Hukum Serta Implikasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dan Lingkungan Pada BUMN PTPN III Persero berdasarkan UU No.
40 Tahun 2007, PP No. 47 Tahun 2012 dan juga Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-09/MBU/07/2015”.
Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan kedudukan objek jaminan hak tanggungan adalah sebagai berikut :
1. Utami Lukitasari (NIM. 127011053/MKn USU) Analisis Hukum Atas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Pada Perusahaan Perkebunan Terhadap Masyarakat Sekitar (Studi Pada PT. Gunung Melayu, Asian Agri Group)
Substansi Permasalahan yang dibahas adalah :
1. Bagaimana ruang lingkup tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang termuat di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas?
2. Bagaimana pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dilakukan oleh PT. Gunung Melayu dalam rangka memenuhi kewajibannya di bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan berdasarkan undang-undang terhadap masyarakat disekitarnya?
3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh PT Gunung Melayu dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat disekitarnya?
2. Welly Warman/NIM: 1121130025/MH UNDIP Semarang, Judul Penelitian, Responsibilities Dalam Program Kemitraan Badan Usaha Milik NEGARA (Studi Kasus pada Perkembangan UMKM Mitra Binaan PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari)”
Perumusan Masalah:
a. Bagaimana bentuk pelaksanaan CSR yang dilaksanakan di PTPN VII Unit Usaha Rejosari?
b. Bagaimana Prosedur Dan Tata Cara Pelaksanaan CSR yang dilaksanakan di PTPN VII Unit Usaha Rejosari?
c. Bagaimana Hambatan yang dihadapi dan Solusi Yang diambil Dalam Pelaksanaan CSR Di PTPN VII Unit Usaha Rejosari?
3. Maulana Rahmanto/NIM: 111513529/MH Unila Lampung, dengan judul,
“Analisis Perencanaan Program Corporate Social Responsibility PT.
Perkebunan Nusantara V Di Pekanbaru (Studi tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkingan PTPN V)”
Perumusan Masalah:
a. Bagaimana prosedur dan tata cara perencanaan penetapan CSR terhadap masyarakat oleh PTPN V di Pekan Baru?
b. Bagaimana hambatan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan CSR PTPN V di Pekan Baru?
c. Bagaimana solusi yang diambil dalam mengatasi hambatan yang terjadi di lapangan dalam pelaksanaan CSR oleh PTPN V di Pekan Baru?
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah disebutkan di atas tidak satupun penelitian tersebut yang sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun dari segi subtansi permasalahan yang di bahas. Oleh karena itu penelitian ini secara akademis dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan,
pegangan teoritis.16 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.17
Kerangka teori tesis ini menggunakan teori utilitas (utilitarisme) dan teori keadilan.
Teori utilitas yang dipelopori oleh Jeremy Bentham dan selanjutnya dikembangkan oleh John Stuart Mill. Jeremy Bentham dalam karya tulisannya
”An Introduction to the Principles of Morals and Legislation” menyebutkan : Alam telah menempatkan umat manusia di bawah kendali dua kekuasaan, rasa sakit dan rasa senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang seharusnya kita lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar benar dan salah di satu sisi, maupun rantai sebab akibat pada sisi lain, melekat erat pada dua kekuasaan itu. Keduanya menguasai kita dalam semua hal yang kita lakukan, dalam semua hal yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita pikirkan : setiap upaya yang kita lakukan agar kita tidak menyerah padanya hanya akan menguatkan dan meneguhkannya. Dalam kata-kata seorang manusia mungkin akan berpura-pura menolak kekuasaan mereka tapi pada kenyataannya ia akan tetap berada di bawah kekuasaan mereka. Asas manfaat (utilitas) mengakui ketidakmampuan ini dan menganggapnya sebagai landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagiaan melalui tangan nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya hanya berurusan dengan kata-kata ketimbang maknanya, dengan dorongan sesaat ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang.18
16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80
17 Lexy Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993). hal. 35
18 Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006), hal.
13.
Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan kelompok itu; atau, dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagiaan itu. Utilitarisme disebut lagi suatu teleologis (dari kata Yunani telos
= tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa, menurut utilitarisme tidak pantas disebut baik.
Teori utilitas merupakan pengambilan keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest good for the greatest number). Artinya, bahwa hal yang benar didefenisikan sebagai hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu semakin etis. Dasar moral dari perbuatan hukum ini bertahan paling lama dan relatif paling banyak digunakan.
Utilitarianism (dari kata utilis berarti manfaat) sering disebut pula dengan aliran konsekuensialisme karena sangat berorientasi pada hasil perbuatan19
Perlu dipahami kalau utilitarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik buruknya. Kualitas moral suatu perbuatan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat yang dibawakan olehnya. Jika suatu perbuatan mengakibatkan manfaat paling besar, artinya paling memajukan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat, maka perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya, jika perbuatan membawa
19 Erni R. Ernawan, Op.cit., hal. 93
lebih banyak kerugian daripada manfaat, perbuatan itu harus dinilai buruk.
Konsekuensi perbuatan di sini memang menentukan seluruh kualitas moralnya.
Prinsip utilitarian menyatakan bahwa : ”An action is right from an ethical point of view if and only if the sum total of utilities produced by that act is greater than the sum total of utilities produced by any other act the agent could have perfomed in its place.” (Suatu tindakan dianggap benar dari sudut pandang etis jika dan hanya jika jumlah total utilitas yang dihasilkan dari tindakan tersebut lebih besar dari jumlah utilitas total yang dihasilkan oleh tindakan lain yang dilakukan).
Asas manfaat marjinal yang semakin menurun sejak itu menjadi standar dalam ilmu ekonomi dan ekonomi politik. Jika segala sesuatu lainnya dianggap setara, dengan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang sebagai tujuan, akan cukup alasan untuk mengambil kekayaan dari yang paling kaya dan mengalihkannya ke orang yang kurang kaya sampai akhirnya keberuntungan semua orang menjadi setara atau ketidaksetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang ada begitu kecil perbedaannya dari kesetaraan yang sempurna sehingga perbedaan itu tidak ada artinya. Selanjutnya, Bentham menyatakan ”Semakin besar kekayaan seseorang individu, semakin besar pula kemungkinan bahwa, pengurangan sejumlah tertentu dari kekayaannya, sama sekali tidak berarti ada yang dikurangkan dari jumlah kebahagiaannya.”
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoistis.
Dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Mengapa melestarikan lingkungan hidup, misalnya, merupakan tanggung jawab moral individu atau korporasi? Utilitarisme menjawab: karena hal itu membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Korporasi atau perusahaan tentu bisa meraih banyak manfaat dengan menguras kekayaan alam melalui teknologi dan industri, hingga sumber daya alam rusak atau habis sama sekali. Karena itu, menurut utilitarisme upaya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi tanggung jawab moral individu atau perusahaan. Mudah dipahami bahwa utilitarisme sebagai teori etika sesuai dengan pemikiran ekonomis. Misalnya, teori ini cukup dekat dengan cost-benefit analysis (analisis biaya-manfaat) yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Manfaat yang dimaksudkan utilitarisme bisa dihitung juga sama seperti menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis.
Keputusan diambil pada manfaat terbesar dibanding biayanya. Prinsip utilitarian dianggap mengasumsikan bahwa kita bisa mengukur dan menambahkan kuantitas keuntungan yang dihasilkan oleh suatu tindakan dan menguranginya dengan jumlah kerugian dari tindakan tersebut, dan selanjutnya menentukan tindakan mana yang menghasilkan keuntungan paling besar atau biaya yang paling kecil.
Kemudian John Stuart Mill melakukan revisi dan mengembangkan lebih lanjut teori ini. Dalam bukunya Utilitarianism, diterbitkan pada tahun 1861, John Stuart Mill mengasumsikan bahwa pengejaran utilitas masyarakat adalah sasaran
aktivitas moral individual. John Stuart Mill mempostulatkan suatu nilai tertinggi, kebahagiaan, yang mengijinkan kesenangan heterogen dalam berbagai bidang kehidupan. menyatakan bahwa semua pilihan dapat dievaluasi dengan mereduksi kepentingan yang dipertaruhkan sehubungan dengan kontribusinya bagi kebahagiaan individual yang tahan lama. Teori ini dikenal dengan teori utilitarianisme eudaemonistik. Kriteria utilitas menurutnya harus mampu menunjukkan keadaan sejahtera individual yang lebih awet sebagai hasil yang diinginkan, yaitu kebahagiaan.20
Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu-individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif. Sebuah perusahaan lebih dari sekadar akumulasi bagian-bagiannya. Organisasi kolektif selalu ada karena manusia mau dan dapat membantu mencapai sasaran kolektif.
Apabila kehidupan bisnis ingin berlangsung jangka panjang maka bisnis itu harus memberi jawaban kepada kebutuhan masyarakat dan memberi masyarakat itu apa saja yang dibutuhkan. Kesadaran sosial ini adalah suatu akibat dari suksesnya suatu masyarakat di dalam memecahkan masalah ekonomi yang besar, yang bertitik tolak dari kelaparan, penyakit dan kemiskinan. Untuk itu harus diberi defenisi dari suatu hubungan baru antara dunia bisnis dan masyarakat untuk membawa kegiatan usaha lebih dekat pada keinginan sosial, sehingga
20 Peter Pratley, Etika Bisnis (The Essence of Business Ethic), diterjemahkan oleh Gunawan Prasetio, (Yogyakarta : Penerbit Andi bekerjasama dengan Simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd, 1997), hal. 191 – 192.
mencapai suatu kehidupan yang lebih bermutu. Pendapat lain mendukung pertanggungjawaban sosial dari dunia bisnis ini adalah, bahwa kegiatan harus menciptakan gambaran atau lingkungan yang lebih baik untuk bisnis. Manfaat keterlibatan bisnis dalam masalah sosial menghasilkan kondisi lingkungan serta memberi hal yang positif bagi pengelolaan bisnis.21
Adanya konsep tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk utilitas perusahaan yang mampu memberikan kesenangan atau kebahagiaan bagi masyarakat (society) dan juga merupakan perbuatan etis karena konsekuensi perbuatannya memberi manfaat kepada banyak orang.
Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Jika berbicara tanggung jawab sosial perusahaan, yang dimaksudkan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan sosial dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis.
Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah CSR bukanlah hal baru dalam dunia usaha di Indonesia. Konsep CSR tersebut sudah mulai dikenal dan dipraktekkan di Indonesia sekitar tahun 1970-an. Dalam pengertiannya yang paling klasik, CSR masih dipersepsikan sebagai suatu ideologi yang bersifat amal (charity) dari pihak pengusaha kepada masyarakat di sekitar tempat beroperasinya perusahaan. Di samping itu, hingga kini masih banyak juga pihak yang mengidentikkan konsep CSR dengan Community Development (CD). CSR tidak dapat disederhanakan hanya sebatas Community
21 O.P.Simorangkir, Etika : Bisnis, Jabatan dan Perbankan, (Jakarta : Rineka Cipta, September, 2003), hal. 55
Development (CD) oleh karena sesungguhnya historis keberadaan Community Development (CD) dan CSR sangat berbeda.
Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas hidup mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup atau dapat dikatakan sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal maupun secara eksternal.
Menurut pandangan kolektivitas melihat pada sifat kolektif perusahaan yang bertahan pada moralitas sasaran, strategi, prosedur dan pengendalian perusahaan. Paham ini menolak melihat bagaimana seluruh organisasi ditunjang oleh manusia, yaitu individu-individu yang mampu memutuskan bagi dirinya sendiri apakah dan bagaimanakah mematuhi persyaratan kolektif.
CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya beserta masyarakat secara lebih luas.
Pengertian ini sama dengan apa yang didefenisikan oleh The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD).22 Selanjutnya Weeden dan Svendsen menyatakan bahwa CSR berkembang menjadi konsep yang mengandung gagasan tanggung jawab dunia usaha, yang mengenal kinerja etis,
22 Badaruddin, Corporate Social Responsibility: Tinjauan Konseptual dan Implementasi, disampaikan dalam rangka Focused Group Discussion (FGD) “Corporate Social Responsibility (CSR) berbasis HAM”, oleh Sub komisi Ekosob Komnas HAM, tanggal 19 April 2007 di Garuda Plaza Hotel, Jl. Sisingamangaraja No. 18 Medan, hal. 2
ramah lingkungan, berjiwa sosial bisnis, dan mengutamakan hubungan baik dengan semua stakeholders.
Pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh BUMN PTPN III sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni UU No. 40 Tahun 2007, PP No. 47 Tahun 2012 dan juga Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-09/MBU/07/2015 harus berjalan harmonis dan sinkron serta membawa manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat di sekitar tempat kegiatan operasional perusahaan, sehingga tujuan dari tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebagai diamanatkan di dalam undang- undang dapat tercapai yakni peningkatan taraf ekonomi dan kehidupan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah kegiatan operasional perusahaan.
Menurut Rawls, suatu konsepsi keadilan sosial harus dipandang sebagai instansi pertama, standar dari mana aspek distributif struktur dasar masyarakat dinilai. Konsepsi seperti itu haruslah menetapkan cara menempatkan hak-hak dan kewajiban di dalam lembaga-lembaga dasar masyarakat, serta caranya menetapkan pendistribusian yang pas berbagai nikmat dan beban dari kerja sama sosial. Pandangan ini dituangkan Rawls dalam konsepsi umum keadilan intuitif berikut: Semua nikmat primer kemerdekaan dan kesempatan, pendapatan dan kekayaan, dan dasar-dasar kehormatan diri harus dibagikan secara sama (equally), pembagian tak sama (unequal) sebagian atau seluruh nikmat tersebut hanya apabila menguntungkan semua pihak.
Konsep umum di atas menampilkan unsur-unsur pokok keadilan sosial Rawls. Bahwa (1) prinsip pokok keadilan sosial adalah equality atau kesamaan;
yaitu: (2) kesamaan dalam distribusi; atas (3) nikmat-nikmat primer (primary goods); namun (4) ketidaksamaan (inequalities) dapat ditoleransi sejauh menguntungkan semua pihak. Dalam konsepsi umum ini, tampak bahwa teori keadilan Rawls mencakup dua sisi dari masalah keadilan: kesamaan (equality) dan ketidaksamaan (inequality). Di satu sisi, keadilan sosial adalah penerapan prinsip kesamaan dalam masalah distribusi nikmat-nikmat primer. Sementara di lain sisi, diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh hal itu menguntungkan semua, terutama golongan yang tertinggal.
Bagi John Rawls, konsepsi keadilan harus berperan menyediakan cara di dalam mana institusi-institusi sosial utama mendistribusikan hak-hak fundamental dan kewajiban, serta menentukan pembagian hasil-hasil dan kerja sama sosial.
Suatu masyarakat tertata benar (well-ordered) apabila tidak hanya dirancang untuk memajukan nilai yang-baik (the good) warganya, melainkan apabila dikendalikan secara efektif oleh konsepsi publik mengenai keadilan, yaitu:
(1) Setiap orang menerima dan tahu bahwa yang lain juga menerima prinsip keadilan yang sama, dan
(2) Institusi-institusi sosial dasar umumnya puas dan diketahui dipuaskan oleh prinsip-prinsip ini.
John Rawls mengemas teorinya dalam konsep justice as fairness, bukan karena ia mengartikan keadilan sama dengan fairness, tapi karena dalam konsep keadilan tersebut terkandung gagasan bahwa prinsip-prinsip keadilan bagi struktur
dasar masyarakat merupakan objek persetujuan asal dalam posisi simetris dan fair.
Dalam kesamaan posisi asal wakil-wakil mereka menetapkan syarat-syarat fundamnetal ikatan mereka, menetapkan bentuk kerja sama sosial yang akan mereka masuki, dan bentuk pemerintahan yang akan didirikan. Cara memandang prinsip-prinsip keadilan seperti itu disebut Rawls justice as fairness.
Teori Keadilan yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis secara lebih mendalam mengenai sejauh mana pelaksanaan bina kemitraan dan bina lingkungan yang dilaksanakan oleh PTPN III memberikan kompensasi keadilan terhadap masyarakat yang tinggal disekitar tempat beroperasi (areal perkebunan PTPN III) tersebut, sehingga masyarakat dapat memperoleh nilai tambah ekonomi dengan adanya Areal perkebunan PTPN III disekitar daerah tempat tinggalnya.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operasional defenition. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu :
1. Harmonisasi adalah suatu upaya untuk melaksanakan program tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh BUMN PTPN III
secara selaras, serasi dan seimbang sehingga program tersebut menyatu di dalam pelaksanaanya untuk mencapai efektivitas dan efisiensi baik dari segi biaya maupun dari segi tujuan yang akan dicapai.23
2. BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya di miliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.24
3. Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 serta peraturan pelaksananya.25
4. Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.26
5. Perusahaan perkebunan adalah perusahaan yang bergerak dalam kegiatan usaha tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
23A.B Susanto, Corporate Social Responsibility dan Kontribusi bagi Pembangunan Berkelanjutan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 79
24Nuryana, Mu’man, Corporate Social Responsibility dan Kontribusi bagi Pembangunan Berkelanjutan, (Bandung : Citra Aditya Bakti 2010), hal 79
25Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility), (Jakarta: PT Gramedia), 2013, hal.47.
26Suparnyo, Corporate Social Responsibility, AntaraTeory dan Praktek, (Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2012), hal.54
permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan, karyawan, dan masyarakat disekitar perusahaan perkebunan tersebut.27
6. Pengaturan tanggung jawab sosial adalah pengaturan tanggung jawab sosial perusahaan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri BUMN Nomor : PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara yang wajib dilaksanakan oleh setiap perusahaan BUMN.
G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.28
Jenis penelitian ini adalah penelitian ilmu hukum normatif, dimana pendekatan kualitatif terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku di bidang tanggung jawab sosial
27Lako, Andreas. Dekonstruksi CSR & Reformasi Paradigma Bisnis Dan Akuntansi, (Surabaya : Erlangga, 2014), hal.65
28 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta : ANDI, 2000), hal. 4
perusahaan yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan yang mengatur tentang kewajiban perseroan terbatas, dan Peraturan Menteri BUMN No. PER- 09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas dan yang mengatur tentang kewajiban perseroan terbatas, dan Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Badan Usaha Milik Negara
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, jurnal, makalah hasil penelitian, hasil karya pakar hukum.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, artikel, jurnal, sumber data elektronik berupa internet, majalah dan surat kabar serta berbagai kajian yang memuat informasi yang berkaitan dengan objek penelitian
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian Kepustakaan (library research).29 Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian legal research dalam bentuk penelitian kepustakaan (library research) yaitu hukum perseroan terbatas, hukum penanaman modal dan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, data sekunder maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini juga didukung dengan wawancara kepada Bagian Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Lingkungan BUMN PTPN III yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
29 Sujatmiko, Metode Penelitian, (Bandung: Alumni, 2014), hal. 36
ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.30 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan- bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.31 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
30 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal 106.
31 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal 25.
BAB II
SINKRONISASI PERATURAN HUKUM TERKAIT TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN (CSR) DI SEKTOR PERKEBUNAN A. Tinjauan Umum tentang CSR berdasarkan UUPT No. 40 Tahun 2007
dan PP No. 47 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Tanggung Jawab Lingkungan Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya”.
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan sangat berkaitan erat dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan karena suatu perusahaan selain memiliki tanggung jawab untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang saham dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku, juga memiliki tanggung jawab moral, etika dan filantropik yang mewajibkan perusahaan untuk memiliki pandangan yang lebih luas yaitu bahwa perusahaan juga memiliki tanggung jawab terhadap pihak-pihak lain seperti karyawan, supplier, konsumen, komunitas masyarakat di sekitar wilayah perusahaan, masyarakat secara luas, pemerintah dan kelompok-kelompok lainnya.
Jika sebelum tanggung jawab sosial perusahaan hanya terbatas pada sisi finansial saja (single bottom line), kini dikenal konsep triple bottom line yakni tanggung