• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUG JAWAB JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP HILANG/ATAU RUSAKNYA

BARANG MELALUI JALUR DARAT

(Studi Kasus Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

MICHAEL BENHARD M. S 110200381

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TANGGUG JAWAB JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP HILANG/ATAU RUSAKNYA

BARANG MELALUI JALUR DARAT

(Studi Kasus Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

MICHAEL BENHARD M. S 110200381

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I

Hj. SintaUli, SH, M. Hum NIP. 195506261986012001

Pembimbing II

Aflah, SH, M. Hum NIP. 197005192002122002

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Adapun judul dari skripsi ini adalah Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan). Skripsi ini membahas mengenai pengangkutan barang melalui jalur darat, pengangkutan tersebut digunakan oleh pengirim barang atas jasa yang disediakan oleh PT TIKI JNE, hubungan tersebut menimbulkan tanggung jawab oleh PT TIKI JNE akibat hilang atau rusaknya barang saat melakukan pengiriman.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik,dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.S, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H. M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Sinta Uli, S.H. M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Dagang sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

9. Ibu Aflah, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

10. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

11. Terima kasih kepada orang tua penulis Benny Suraedy Sipayung dan Marietta Caroline Sitompul yang selalu setia membesarkan, membina dan membimbing penulis serta memotivasi penulis disaat susah dan senang.

(5)

12. Terima kasih kepada Elizabeth R S Pasaribu yang telah memberikan dukungan, semangat dan motivasinya.

13. Kepada teman-teman Fakultas Hukum USU stambuk 2011, 2012, 2013, 2014 dan teman-teman lain yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan motivasinya selama masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan didalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dankekurangan saya mohon maaf.

Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2016 PePennuulliiss

Michael Benhard M Sipayung 110200381

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 9

F. Keaslian Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT 15

A. Pengirim barang dan hubungannya dengan pengguna jasa... 15

B. Tanggung jawab perusahaan jasa pengiriman barang menurut peraturannya ... 17

C. Pengaturan hukum tentang pengiriman barang ... 27

(7)

BAB III PT. TIKI JNE MEDAN SEBAGAI PERUSAHAAN JASA

PENGIRIMAN BARANG MELALUI DARAT 36

A. Deskripsi tentang PT. Tiki JNE dan peraturan hukumnya ... 36

B. Peranan dan tugas menggunakan jasa PT. Tiki JNE melalui jalur darat ... 40

C. Pengaturan dan Manfaat menggunakan jasa PT. Tiki JNE melalui darat ... 47

BAB IV TANGGUNG JAWAB JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP HILANG/RUSAKNYA BARANG MELALUI JALUR DARAT PADA PT. TIKI JNE MEDAN ... 55

A. Pelaksanaan perjanjian antara pelaku usaha dengan pengguna jasa terhadap hilang/rusaknya barang melalui jalur darat pada PT. Tiki JNE Medan ... 55

B. Tanggung jawab dan kewajiban perusahaan terhadap ganti kerugian yang diderita oleh pemilik barang ... 63

C. Upaya perlindungan pengguna jasa pengiriman barang yang diberikan oleh PT. Tiki JNE Medan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN

1. Standar Operasional Perusahaan PT. TIKI JNE 2. Contoh Klaim Barang yang Rusak/Hilang di JNE

3. Contoh Resi Pengiriman Barang dan Syarat Standar Pengiriman (SSP)

(8)

ABSTRAK

Michael Benhard M. Sipayung* Sinta Uli**

Aflah***

Pengangkutan merupakan suatu hal yang penting dan menjadi kebutuhan manusia, selain itu pengangkutan dijadikan sebagai penentu perkembangan kehidupan manusia. Disisi lain pengangkutan juga mempunyai peranan yang sangat luas dan penting dalam pembangunan ekonomi bangsa. Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan atau orang dari suatu tempat yang disebut sebagai tempat asal ke tempat lain yang disebut sebagai tempat tujuan.

Maka objek dari pengangkutan yaitu manusia dan barang, pengangkut berperan sebagai pemberi jasa angkutan barang dan atau orang kepada pengguna jasa.

Pengangkutan melalui jalur darat disandarkan kepada alas Hukum UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penggunaan jasa pengiriman barang melalui pengangkutan darat saat ini dapat digunakan melalui jasa pengangkutan yang disediakan oleh PT. TIKI JNE, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul tanggung jawab jasa pengiriman barang terhadap hilang/rusaknya barang melalui jalur darat pada PT.

Tiki JNE Medan.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Normatif Empiris, yaitu melakukan penelitian studi lapangan (Field Research) untuk mendapatkan informasi dalam bentuk wawancara dan observasi, selain itu digunakan data primer (Library Research) yang di dapatkan dari buku-buku, teori- teori ketentuan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan serta ketentuan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang- Undang Hukum Dagang.

Setelah dilakukan kajian yang mendalam, dapat diketahui bahwa PT.TIKI JNE Medan sebagai perusahaan jasa pengiriman barang memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap pemilik barang, atas segala resiko yang timbul saat barang diangkut untuk dikirim oleh PT TIKI JNE, Pertanggung jawaban atas risiko tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda seperti melakukan penelusuran terhadap barang yang hilang dengan menggunakan program komputer dalam rangka mencari informasi, bertanggung jawab dalam bentuk penggantian berupa penggantian maksimum 10 (sepuluh) kali biaya pengiriman, Namun bila barang yang akan dikirim masuk dalam kategori bernilai tinggi, penggantian kerugian barang dibayar penuh sesuai dengan besarnya nominal barang yang tertera dalam polis asuransi atau penggantian kerugian dibayar dengan barang yang sama jika barang yang diangkut rusak, dan melakukan penerusan pengiriman terhadap barang yang terlambat datang di lokasi tujuan Kata Kunci: Tanggung Jawab, Barang, Jalur Darat

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, hal tersebut dimulai dari zaman kehidupan manusia tradisional sampai kepada masyarakat modern, selain itu pengangkutan juga melambangkan perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam bidang teknologi dan transportasi, hal ini diperkuat dari sebuah pendapat yang menyatakan bahwa salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.1

Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa, yang memiliki definisi sebagai pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang), kata Pengangkutan dapat juga diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.2 Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka (3) Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

Pengangkutan terdiri dari tiga jenis yaitu dapat dilakukan melalui udara, laut

1 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal.1.

2Ibid, hal 3

(10)

dan darat untuk mengangkut orang dan barang3 hal tersebut mengalami perkembangan akibat kemajuan kehidupan dan teknologi. Aturan hukum Mengenai bidang transportasi atau pengangkutan darat telah diatur Pemerintah dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.4

Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar arus barang dari daerah produksi ke konsumen sehingga kebutuhan konsumen dapat terpenuhi. Hal tersebut dapat terlihat pada perkembangan dewasa ini jasa pengangkutan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan, terbukti dengan ditandainya banyaknya perusahaan industri yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan. Pentingnya pengangkutan juga didasarkan atas kebutuhan penduduk Indonesia yang melakukan kegiatan mengirim barang dari tempat yang jauh membuat jasa pengiriman barang ini menjadi sangat penting bagi masyarakat.

Penggunaan pengangkutan yang sering dipakai oleh masyarakat adalah pengiriman melalui jalur darat dengan menggunakan jasa Pelayanan paket di Indonesia yang dapat dilakukan melalui perusahaan jasa pengiriman barang baik milik pemerintah maupun swasta, ketentuan pengirman lewat jalur darat diatur melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 137 ayat (1) menyatakan bahwa angkutan orang dan atau

3 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, hal 1

4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal 19

(11)

barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.

Sedangkan dalam ayat (3) menyebutkan bahwa Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.Dalam pasal tersebut jelas bahwa pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor harus menggunakan mobil barang misalnya truk.

Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan pengiriman barang di Kota Medan adalah PT. TIKI Jalur Nugraha Ekakurir (selanjutnya disebut JNE). JNE merupakan perusahaan dalam bidang kurir ekspres dan logistik yang berkantor pusat di Jakarta, Indonesia. Nama resmi dari PT Tiki JNE adalah Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (Tiki JNE) yang lebih dikenal dengan nama JNE yang merupakan salah satu perusahaan jasa kurir di Indonesia.5 Perusahaan ini melayani pengangkutan pengiriman barang di berbagai wilayah Indonesia sesuai dengan rute tujuan barang yang akan dikirim. Dengan melihat bahwa potensi dan peluang dari industri ini yang prospektif dan persaingan dalam industri pengiriman barang semakin ketat, maka JNE berusaha untuk menjadi yang terbaik dan berusaha memenangkan persaingan yang ada.JNE sebagai penyedia jasa pengiriman barang di mana berfungsi menjadi penghubung antara pihak-pihak yang mempercayakan pengiriman barangnya melalui perusahaan tersebut, dituntut melakukan pelayanan yang memuaskan bagi para pelanggannya, baik pelanggan individu maupun pelanggan bisnis.

Proses pengiriman barang oleh JNE dimulai pada saat konsumen datang ke agen JNE dengan membawa sejumlah barang yang telah disiapkan untuk dikirim.

5Hawani, tanggung jawab PT. Tiki Jne dalam Pengiriman Barang Terhadap Konsumennya (Studi pada PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR Cab.Bandar Lampung), Jurnal Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung 2010, hal 5.

(12)

selanjutnya pihak JNE mengecek kelengkapan barang tersebut, dari jumlah barang yang akan dikirim tersebut maka akan dikeluarkan surat perjanjian pengiriman barang yang harus ditandatangani oleh konsumen, berarti bahwa konsumen telah menyetujui klausul-klausulnya baik mengenai syarat, ketentuan, akibat dan risiko dari pengiriman barang tersebut.

Pasal 1 the united convention of international multimoda transport of goods(selanjutnya disebut dengan The MT-Convention) menyatakan :

“International multimoda transportation means the carrier of goods by at least two different modes of transport on the basis of a multimoda transport contract from a place in one country at which goods are taken in charge by the multimoda transport operator to a place designated for delivery in different country. The operations in the pick-up or delivery of goods carried out in the performance of aunimoda transport contract, as defined in such contract, shall not considered as international multimoda transport.”

Terjemahan :Pasal 1 persatuan konvensi transportasi multimoda internasional pengangkutan barang, menyatakan “Transportasi internasional multimoda adalah pembawa barang oleh setidaknya dua multimoda yang berbeda dari transportasi atas dasar kontrak transportasi multimoda dari tempat di satu negara di mana barang yang diambil jawab oleh operator transportasi multimoda ke tempat yang ditunjuk untuk pengiriman yang berbeda negara. Operasi di pick- up atau pengiriman barang dilakukan dalam kinerja aunimoda kontrak transportasi, sebagaimana didefinisikan dalam kontrak tersebut, tidak akan dianggap sebagai transportasi multimoda internasional.”

(13)

Perusahaan pengiriman barang yang pada dasarnya bergerak dalam bidang pengangkutan, dimana pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa.Perusahaan ini melakukan pengangkutan melalui udara, laut dan darat untuk mengangkut orang dan barang.6

Perusahaan jasa pengirim masih harus memenuhi kewajiban terhadap pemilik barang yang menitipinya untuk dikirimkan, sehingga apabila terjadi kerusakan, musnah, ataupun hilangnya barang yang dititipikan tersebut, pengangkut harus mempertanggungjawabkannya.Tanggung jawab pengangkut terhadap kehilangan atau rusaknya barang yang dititipkan digudang akibat menunggu barang disalurkan berdasarka hukum penitipan (the law of bailment).7

Mengingat perusahaan pengiriman barang bergerak dalam bidang jasa, maka faktor penting yang patut diperhatikan adalah kepercayaan pengguna jasa, dimana mereka menggunakan jasa perusahaan tersebut karena mereka percaya bahwa barang atau kiriman yang mereka kirim melalui jasa perusahaan tersebut akan sampai dengan selamat di tempat tujuan. Hal tersebut berhubungan erat dengan tanggung jawab perusahaan pengiriman barang dalam memberikan pelayanan jasa berupa pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lain. Dalam melaksanakan kewajibannya untuk mengantarkan barang, perusahaan pengiriman barang melalui jajarannya berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada pengguna jasanya. Akan tetapi dalam kenyataanya tetap ada pelaksanaan perusahaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Hal ini membuat pengguna jasa pengiriman barang tersebut merasa dirugikan. Adapun bentuk pelayanan yang

6 Sinta Uli, Loc.Cit

7 Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggungjawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hal 17

(14)

merugikan itu adalah barang yang terlambat datang ke tempat tujuan, rusak, atau hilang.8

Penggunaan jasa pengangkutan terkadang menimbulkan kekecewaan konsumen atau pengguna jasa pengiriman barang, hal ini mengakibatkan konsumen atau pengguna jasa pengiriman barang tersebut menuntut pertanggung jawaban terhadap perusahaan pengiriman barang. Namun terkadang pihak perusahaan pengiriman barang tidak mau bertanggung jawab dengan alasan- alasan tertentu, mengutip dari harian Merdeka menyebutkan bahwa seorang konsumen kehilangan barang akan tetapi tidak ada respon dan tanggungjawab dari pihak penyedia jasa pengiriman barang.9

Pelaksanaan perjanjian pengiriman barang kadang tidak selalu berjalan dengan lancar, misalnya barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak untuk dikirim ternyata tidak sampai ke tempat tujuan, barang tersebut terlambat sampai ke tempat tujuan atau barang tersebut rusak/hilang saat diperjalanan, jika terjadi wanprestasi dalam pengiriman barang, maka pihak JNE bertanggung jawab kepada konsumen/pengirim. Konsumen/pengirim berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak JNE. JNE dalam memberikan ganti kerugian, perlu mengetahui terlebih dahulu apa yang menyebabkan kiriman barang tersebut tidak sampai, rusak atau hilang, karena kiriman barang tersebut tidak sampai, rusak atau hilang mungkin akibat dari suatu perbuatan hukum atau karena peristiwa hukum. Dengan

8 Satria Adjie Bayu Priangga, Tanggung Gugat Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Terhadap Konsumen Yang Kehilangan Barang Ditinjau Dari UU No. 8 TAHUN 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Di BPSK Kota Surabaya), Jurnal Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Surabaya 2012, hal 1-2.

9https://www.merdeka.com/peristiwa/paket-hilang-jne-tak-lapor-polisi.html diakses pada Tanggal 20 November 2016.

(15)

keadaan demikian adalah sangat menarik untuk mengetahui secara lebih dekat lagi tentang pelaksanaan perjanjian dalam hukum pengangkutan ini terutama perihal bagaimana sebenarnya perjanjian pengangkutan tersebut disepakati.

Banyak peristiwa hukum yang berkaitan dengan perjanjian pengangkutan khususnya yang berkaitan dengan tanggungjawab pihak jasa pengiriman barang terhadap rusaknya atau hilangnya barang kiriman yang diangkut. Kenyataan yang ditemukan sering kali klaim yang diajukan oleh pengirim kurang ditanggapi oleh pihak perusahaan pengiriman sehingga menimbulkan kekecewaan konsumen sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengangkutan barang,

JNE sebagai salah satu perusahaan penyedia jasa pengangkutan telah menerima titipan suatu barang dari orang atau perusahaan yaitu pihak pengirim barang, selanjutnya setelah barang diterima JNE bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pengangkutan atau dapat dikatakan bahwa JNE bertanggungjawab untuk mengirim barang tersebut ketempat tujuan yang dituju dengan selamat. Melihat hal tersebut dapat diketahui bahwa pihak pengangkut dalam hal ini JNE bertanggung jawab atas keselamatan barang dan keamanan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut ke tangan penerima. Serta apabila dalam pengangkutan barang tersebut berjalan tidak selamat, misalnya barang tersebut mengalami hilang, mengalami kerusakan atau keterlambatan dalam pengirimannya, maka hal ini juga menjadi tanggung jawab JNE selaku perusahaan penyedia jasa pengangkutan, tanggung jawab tersebut dapat berbentuk pemberian ganti rugi.

(16)

Berdasarkan fenomena di atas yang menjadi latar belakang permasalahan pembahasan skripsi ini tentang hak dan kewajiban serta ganti rugi dari pihak yang bersangkutan dari kasus yang berjudulTanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Atau Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi KasusPada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian PT. Tiki JNE terhadap hilang/rusaknya barang yang menjadi objek pengiriman melalui jalur darat?

2. Bagaimana kewajiban dan tanggung jawab yang di berikan PT. Tiki JNE terhadap ganti kerugian yang diderita oleh pemilik barang?

3. Bagaimana upaya perlindungan yang diberikan PT. Tiki JNE kepada pengguna jasa pengiriman barang?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian PT. Tiki JNE terhadap hilang/rusaknya barang yang menjadi objek pengiriman melalui jalur darat.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab dan kewajiban yang di berikan PT. Tiki JNE terhadap ganti kerugian yang diderita oleh pemilik barang.

3. Untuk mengetahui upaya perlindungan yang diberikan PT. Tiki JNE kepada pengguna jasa pengiriman barang.

(17)

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penelitian dalam hal ini adalah:

1. Secara teoritis

Diharapkan dapat menambah literatur tentang perkembangan hukum perdata dalam kaitannya dengan tanggug jawab jasa pengiriman barang terhadap hilang/atau rusaknya barang melalui jalur darat.

2. Secara praktis

Diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil manfaatnya terutama dalam hal mengetahui dari pelaksanaan pertanggung jawaban para pihak dalam perjanjian pengangkutan khusus angkutan darat.

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah, sehingga diperlukan data-data yang relevan dari skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research).

Penelitian lapangan atau penelitian empiris ini dilakukan dengan bertitik tolak dari data-data primer yang diperoleh di tempat penelitian.10

Penilitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan, observasi secara langsung terhadap Tanggug Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan). Penelitian ini juga didukung dengan penelitian pustaka (library research) dengan mengkaji dan meneliti berbagai dokumen atau literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2010, hal. 5

(18)

2. Metode Pendekatan

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris.

Normatif empiris adalah pendekatan yang dikonsepsikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Data yang diperlukan lebih mengutamakan pada penggunakan data sekunder kalaupun menggunakan data primer hanya sebagai data pendukung dari data sekunder. Menurut Soerjono Soekanto Undang-undang adalah sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material baik masyarakat maupun individu sehingga ada kesesuaian antara Undang-Undang dengan realitas yang ada.11

3. Sumber Data a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, data ini didapat dari sumber pertama dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara.12 Data yang diperoleh peneliti secara langsung dari subjek penelitian yang dapat berupa hasil wawancara dan/angket (field research).

Bahan hukum primer, berupa bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang- Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 22

11Ibid

12 Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 42

(19)

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Data sekunder

Jenis data sekunder atau data kepustakaan atau bahan hukum, dalam penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis dari para ahli peneliti hukum, bahwa hukum itu berupa berbagai literatur.13

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan hukum primer, dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, meliputi rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para ahli dan hasil-hasil penelitian. Selain itu berupa bahan yang didapat dari buku-buku karangan para ahli, modul, surat kabar berupa karya ilmiah seperti bahan pustaka, jurnal dan sebagainya serta bahan lainnya yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.

c. Data Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberi informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder seperti kata-kata yang butuh penejelasan lebih lanjut seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, ensiklopedia dan beberapa artikel dari media internet.14

4. Teknik Pengumpulan Data

1) Observasi, adalah pengamatan secara langsung, dalam artian mengamati secara langsung objek yang akan diteliti oleh peneliti untuk untuk mendapatkan data atau fakta di lapangan.

13 Mukti Fajar Nur Dewanta & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif

& Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal. 157.

14Ibid, hal 33

(20)

2) Wawancara, merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secara langsung dengan yang diwawancarai tetapi dapat juga diberi daftar pertanyaan dahulu untuk dijawab pada kesempatan lain.15 Wawancara ini ditujukan pada Bapak J. Siburian selaku konsumen pengguna PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan).

3) Dokumen, sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Bentuknya berupa pengumpulan peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen-dokumen perjanjian dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

5. Analisis Data

Analisis data adalah kegiatan menguraikan, membahas, menafsirkan temuan- temuan penelitian dengan perspektif atau sudut pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk narasi untuk data kualitatif maupun dalam bentuk tabel untuk data kuantitatif. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisa secara deskriptif kualitatif, yaitu mengelompokkan data yang diperoleh dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian, yang kemudian di hubungkan dengan masalah yang akan diteliti berdasarkan kualitas serta kebenarannya, kemudian diuraikan sehingga diperoleh gambaran dan penjelasan tentang kenyataan yang sebenarnya, guna menjawab permasalahan.

F. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum

15 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 6

(21)

Universitas Sumatera Utara tidak ditemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu mengenai Tanggung Jawab Jasa Pengiriman Barang Terhadap Hilang/Rusaknya Barang Melalui Jalur Darat (Studi Kasus Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) Medan). Dengan demikian sesungguhnya skripsi ini adalah asli karya penulis sendiri sesuai dengan asas keilmuan, yang didukung dengan literatur, jurnal, website dan pendapat para ahli, sehingga rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan akademik.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian. Berikut adalah sistematika penulisan skripsi.

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

Bab ini berisikan pengertian pengiriman barang dan hubungan pengguna jasa dengan jasa pengiriman barang Tanggung jawab perusahaan jasa pengiriman barang. Pengaturan hukum pengguna jasa pengiriman barang.

(22)

BAB III PT. TIKI JNE MEDAN SEBAGAI PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG MELALUI DARAT

Bab ini berisikan deskripsi tentang PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir dan peraturan hukumnya. Peranan PT. Tiki JNE dalam melakukan jasa pengiriman barang melalui darat. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab para pihak menurut PT. Tiki JNE.

BAB IV TANGGUNG JAWAB JASA PENGIRIMAN BARANG TERHADAP HILANG/RUSAKNYA BARANG MELALUI JALUR DARAT PADA PT. TIKI JNE MEDAN

Bab ini berisikan pelaksanaan perjanjian antara pelaku usaha dengan pengguna jasa terhadap hilang/rusaknya barang melalui jalur darat pada PT. Tiki JNE Medan. Tanggung jawab dan kewajiban perusahaan terhadap ganti kerugian yang diderita oleh pemilik barang dan upaya perlindungan pengguna jasa pengiriman barang yang diberikan oleh PT. Tiki JNE Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran, dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM

PENGANGKUTAN DI DARAT

A. Pengirim Barang dan Hubungannya dengan Pengguna Jasa.

Pengangkutan merupakan salah satu hal yang vital dalam kehidupan manusia, baik dalam perdagangan maupun untuk melakukan pengiriman barang. Ketentuan mengenai pengangkutan dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD), dan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, pengiriman barang adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar provisi atas barang yang dikirim.

Pengertian Pengiriman Barang adalah merupakan rangkaian kegiatan pemindaian barang atau penumpang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempat penurunan pembongkaran barang muatan.16 Adapun peristiwa hukum pengangkutan meliputi empat pokok kajian, yaitu: serangkaian perbuatan hukum mengenai cara terjadi perjanjian, pengangkutan, saat terjadinya perjanjian pengangkutan, pembuktian dengan dokumen pengangkutan.17

Pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lain dilakukan oleh Perusahaan jasa pengiriman yang merupakan sebuah kegiatan bisnis yang bertujuan untuk mengirim atau menyalurkan produk kepada penerima barang sehingga akan memperoleh suatu kepuasan (satis faction) yaitu dengan mengirimkan barang pemilik ketempat yang dituju dengan jangka waktu yang singkat dan biaya yang

16 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti. Bandung, 2008, hal.48.

17HS.Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innoninaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. 2003. hal. 35.

(24)

minimum, hal tersebut dilakukan Perusahaan jasa pengiriman barang untuk mencapai suatu kepuasan terhadap pemilik barang.

Melihat kepada definisi pengiriman barang maka dapat diketahui ada hubungan hukum antara perusahaan penyedia jasa pengirim barang JNE dengan masyarakat pengguna jasa tersebut, dengan adanya hubungan hukum antara para pihak akan menimbulkan suatu perikatan, hubungan hukum yang terjadi antar para pihak juga akan menimbulkan hak dan kewajiban.

Perikatan yang timbul akibat hukum antar para pihak terjadi karena disetujuinya persyaratan terhadap benda yang akan dikirim oleh JNE. Dimana pengirim membayar biaya pengiriman itu sebagai persetujuan dapat dilihat dengan distempelnya sampul kiriman yang bersangkutan, dengan demikian maka oleh JNE timbullah hubungan hukum para pihak yaitu pihak JNE dengan pemilik barang.

Hak dan kewajiban dari para pihak muncul karena pihak pengirim berjanji dan menempelkan resi pada barang yang akan di kirim, dengan penempelan resi tersebut dapat dipandang bahwa yang bersangkutan telah mengikatkan dirinya dengan pihak JNE, selanjutnya cepat tidaknya pengiriman barang tersebut dilakukan tergantung kepada jenis ongkos kirim berdasarkan cara penghitungan ongkosnya yaitu ongkir progresif, ongkir regresif dan ongkir volumetrik. Ternyata ongkos kirim paket barang tidak hanya ditentukan ketiga cara tersebut. Tetapi juga tergantung jenis layanannya, yaitu ongkos kirim yang dibedakan berdasarkan

(25)

kecepatan waktu pengantaran atau pengirimannya.18 Dipenuhinya ketentuan mengenai penempelan resi tersebut, maka pihak pengirim dipandang telah membayar ongkos pengiriman atau dengan kata lain telah memenuhi kewajibannya. Pihak JNE sebagai sarana pengiriman berhak atas ongkos kirim, berupa pembayaran perangko dari pihak pengirim. Dan sebagai imbalan atas haknya itu pihak JNE berkewajiban untuk mengankut dan melakukan pengiriman barang dengan selamat sampai ke tempat tujuan.

D. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengiriman Barang Menurut Peraturannya.

Perusahaan jasa memiliki tanggung jawab dalam arti liability yang dapat diartikan sebagai tanggung gugat dan merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab hukum menurut hukum perdata. Tanggung gugat merujuk pada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang harus membayar suatu kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa hukum.19

Tanggung jawab itu timbul akibat Perjanjian yang dilakukan para pihak dan harus memenuhi beberapa syarat seperti harus ada barang tertentu dan ada pihak- pihak yang mengadakan perjanjian itu, karena tanpa adanya pihak-pihak tersebut maka perjanjian itu tidak mungkin ada. Demikian pula halnya pada perjanjian pengangkutan, karena tanpa adanya yang mengadakan perjanjian pengangkutan tidaklah akan ada (lahir). Kewajiban ganti rugi bagi pelaku usaha yang didasari oleh undang- undang menyatakan bahwa pelaku usaha harus terlebih dahulu

18http://www.bisniskurir.com/2014/07/beda-layanan-beda-ongkirnya.html, diakses tanggal 1 September 2016.

19Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 258

(26)

dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebrekestelling). Lembaga “pernyataan lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada suatu fase, dimana pelaku usaha dinyatakan ingkar janji atau telah melakukan wanprestasi. Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa perikatan ditujukan untuk:

1. Memberikan sesuatu;

2. Berbuat sesuatu;

3. Tidak berbuat sesuatu.

Ridwan Syahrani, berpendapat bahwa perjanjian dimana prestasinya berupa memberi sesuatu atau untuk berbuat sesuatu, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka untuk pemenuhan prestasi tersebut debitur harus lebih dahulu diberi teguran agar ia memenuhi kewajibannya, debitur yang tidak memenuhi prestasi setelah diberi teguran maka ia dianggap telah wanprestasi.20

Pada mulanya pengaturan mengenai bagaimana caranya memberikan teguran terhadap pelaku usaha untuk memenuhi prestasi diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata, namun setelah dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 1963 tertanggal 5 september 1963, maka ketentuan dalam pasal 1238 tersebut menjadi tidak berlaku lagi.

Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada pelaku usaha yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian kerugian berupa biaya dan rugi. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh konsumen, sedangkan rugi adalah segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik konsumen akibat kelalaian pelaku usaha.21 Pelaku usaha yang dianggap telah melakukan wanprestasi dapat dituntut untuk membayar ganti kerugian,

20Ibid,hal.229

21Ibid, hal

(27)

namun jumlah besarnya ganti kerugian yang dapat dituntut pemenuhannya kepada pelaku usaha dengan dibatasi oleh undang-undang. Beberapa alasan yang dapat menjadikan pelaku usaha melakukan wanprestasi yaitu:

1. Overmacht

2. Alasan timbal balik 3. Pelepasan Hak

Pelaku usaha pengiriman barang dalam melakukan wanprestasi dapat mempunyai alas an overmachtrelative yaitu suatu keadaan memaksa yang dapat dicari jalan keluarnya.22

Perjanjian pengangkutan dapat di definisikan sebagai perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim barang, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk memberikan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan tepat pada waktunya, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar ongkos (uang angkutan) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, menurut ketentuan Pasal 186 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Perusahaan angkutan umum yang dalam hal ini perusahaan pengiriman barang wajib mengankut barang yang akan dikirim setelah disepakatinya perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh pengirim barang.

Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan dibagi atas dua, yaitu pihak pengangkut dan pihak pemilik barang adalah pengangkut dan pengirim. Dengan

22Subekti. R, Op.Cit, hal 25

(28)

kata lain bahwa, pengangkut dan pengirimlah yang mengadakan perjanjian pengangkutan.23

Setelah para pihak mengikatkan diri maka akan muncul suatu tanggung jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang serta pihak ketiga.24 Pertanggung jawaban yang harus ditanggung Perusahaan jasa pengiriman barang muncul akibat kelalaian saat pengangkutan, kelalian tersebut dapat berupa rusaknya barang saat pengiriman, hilangnya barang saat pengiriman, atau barang yang dikirim sudah sampai akan tetapi tidak tepat waktu. Setiap kelalaian tersebut akan ditanggulangi dengan cara yang berbeda seperti ganti rugi sepenuhnya atas barang yang hilang, dan upaya lainnya.

Perusahaan jasa pengiriman barang dapat ditemukan dalam ketentuan KUHD diatur dalam:

a. Pasal 468 KUHD

Ayat 1 “Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut”.

Ayat 2 (a) “Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.

Ayat 2 (b) “Tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:

1. Suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya.

2. Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

23 Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, hal. 17

24 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Pasal 1 ayat (3)

(29)

3. Suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.”

Ayat 3 : “Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :

1. segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut itu.

2. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

3. segala barang (alat-alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan itu.”

b. Pasal 477 KUHD

Ketentuan Pasal 447 KUHD merumuskan “pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya”.

c. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim.

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam melindungi pemilik barang, dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.25

Prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Prinsip Tanggung Jawab karena kesalahan (liability based on fault).

Prinsip ini sudah cukup lama berlaku, baik dalam hukum pudana maupun

25 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT Grasindo, 2005, hal. 72

(30)

hukum perdata. Dalam sistem hukum perdata kita misalnya, ada prinsip perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Tanggung jawab seperti ini kemudian diperluas dengan vicarious liability, yakni tanggung jawab majikan, pimpinan perusahaan terhadap pegawainya atau orang tua terhadap anaknya, sebagimana diatur dalam pasal 1367 KUH Perdata.

b. Prinsip Praduga Bertanggung Jawab (presumption of liability principle).

Seseorang atau tergugat dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Dengan demikian beban pembuktian ada padanya. Asas ini lazim pula disebut sebagai pembuktian ada padanya, asas ini lazim pula disebut sebagi pembuktian terbalik (omkering van bewijslast).

c. Prinsip Praduga Tidak Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of Nonliability Principle). Prinsip ini menggariskan bahwa tergugat tidak selamanya bertanggung jawab.

d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability). Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip pertama. Dengan prinsip ini tergugat harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen tanpa harus membuktikan ada tidaknya kesalahan pada dirinya.

e. Prinsip Tanggung Jawab Terbatas (limitation of liability). Prinsip ini menguntungkan para pelaku usaha karena mencantumkan klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.

(31)

Prinsip tanggung jawab terbatas ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawab. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.26

Sebagaimana diketahui bahwa peraturan perundang-undangan mengatur beberapa kewajiban yang harus dipatuhi oleh perusahaan pengangkutan dalam menjalankan usahanya. Apabila dalam melaksanakan kewajibannya itu terjadi pelanggaran maka tentu saja tanggung jawab sepenuhnya menjadi milik pihak Perusahaan Pengangkut, yaitu:

1. Bertanggung jawab atas barang yang hilang/dicuri dan memberikan Ganti kerugian yang diderita pemilik barang

2. Bertanggung Jawab Terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Sopir/Pekerjanya27

Adapun penjabaran dari kewajiban itu, yaitu:

1. Bertanggung jawab atas barang yang hilang/dicuri dan memberikan Ganti kerugian yang diderita pemilik barang

Jika barang yang diangkut hilang/dicuri atau mengalami kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan atau keteledoran perusahaan pengirim, maka harus bertanggung jawab atas hal tersebut. Adapun posisi pengangkut di sini terkait dengan terjadinya hilangnya barang karena lalai atau kekurang hati-hatian

26Shidarta. Op. Cit, hal 50

27http://www.Gultomlawconsultants.com/tanggung-jawab-perusahaan-jasa-pengangkutan- dalam pengangkutan-barang-di-darat-dalam-hal-terjadinya-hilang-dicurinya-barang/. Diakses pada tanggal 21 juni 2016 pada pukul 13:15 WIB.

(32)

Pengangkut dalam memverifikasi identitas asli sang sopir, terbukti dengan fakta di lapangan bahwa KTP, SIM dan SKCK milik sang Supir adalah palsu, disamping itu Pengangkut gagal memonitorisasi dan melakukan pengawasan terhadap kinerja sang sopir yang menyebabkan hilangnya barang. Tindakan ini berdampak kerugian kepada Pemilik Barang sehingga Pengangkut wajib bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1366 KUHPerdata yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannya”

Tanggung Jawab mengganti kerugian ini diperjelas kembali dalam Pasal 188 UU No.22 Tahun 2009, yang berbunyi: “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan.” Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa Perusahaan pengiriman barang memiliki kewajiban untuk melakukan ganti rugi akibat kelalaian yang ditimbulkan oleh perusahaan itu sendiri.

Perihal ganti kerugian atas barang yang hilang tersebut diperjelas dalam Pasal 193 UU No. 22 Tahun 2009 bersangkutan yang berbunyi: “Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.”

(33)

Adapun yang menjadi peringan bagi Perusahaan Jasa Pengangkut Barang untuk menghindari ganti kerugian ini tentunya jika mereka dapat membuktikan bahwa musnah atau hilangnya barang yang diangkut tersebut merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah/dihindari (overmacht) atau kesalahan pengirim.

2. Bertanggung Jawab Terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Sopir/Pekerjanya

Perusahaan Pengangkut juga harus bertanggung jawab atas perbuatan sopir yang dipekerjakannya. Pasal 1367 KUHPerdata adalah landasan utama bagi pertanggung jawaban tersebut, dimana seorang majikan (employer) bertanggung jawab secara tidak langsung terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan pekerjanya sejauh hal tersebut terjadi dalam konteks pekerjaan. Adapun bunyi pasal tersebut sebagai berikut: “Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

“Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang- orang itu.”

Aturan hukum mengenai pertanggung jawaban suatu perusahaan jasa pengangkutan barang terhadap perbuatan pekerjanya diperkuat kembali dalam Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Jalan yang berbunyi:

(34)

“Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan.”

Berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata dan Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009 tersebut di atas dapat dikaitkan atau timbul dua bentuk pertanggung jawaban terkait adanya kehilangan barang yang dilakukan oleh pekerja dalam suatu perusahaan yaitu antara lain:

1) Tanggung jawab terhadap perbuatan orang lain

Tentunya ini terkait dengan timbulnya tanggung jawab Perusahaan Pengangkut terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh Pekerjanya yang dalam hal ini sang Supir. Dalam Paragraf pertama Pasal 1367 KUHPerdata menjelaskan tanggung jawab ini secara jelas, dimana ditentukan terciptanya suatu tanggung jawab ketika seorang yang merupakan tanggungan lainnya melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan kerugian terhadap pihak lain.

2) Tanggung jawab majikan (perusahaan) terhadap pekerjanya (sopir)

Bentuk pertanggung jawaban ini tercantum dalam paragraf ketiga Pasal 1367 KUHPerdata, dimana ditentukan bahwa pada dasarnya majikan atau suatu perusahaan dibebankan suatu pertanggung jawaban terhadap setiap kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh para pekerjanya dalam setiap pelaksanaan tugas mereka.

3) Tanggung jawab yang terdapat dalam izin usahanya, yaitu terdiri dari:

a. Bertanggung jawab atas apa yang diperjanjikannya dan menyelesaikan segala tuntutan yang sah;

(35)

b. Bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari pengiriman barang yang menggunakan dokumen-dokumen yang diterbitkannya;

c. Bertanggung jawab menyerahkan barang-barang yang diurusnya dan menutup asuransi terhadapnya

Perusahaan jasa pengangkutan juga bertanggung jawab atas penyerahan barang-barang yang diurusnya sesuai syarat-syarat umum yang berlaku bagi perusahaan jasa Pengurusan transportasi dan harus menutup asuransi usaha jasa pengurusan transportasi yang memadai. Sanksi terhadap pelanggaran tanggung jawab ini adalah pencabutan izin usahanya.

E. Pengaturan Hukum Tentang Pengiriman Barang

Lalu lintas sebagai salah satu jaringan penghubung selalu memiliki keterkaitan dengan angkutan jalan, penggunaan angkutan jalan pada dasarnya dapat di pergunakan oleh masyarakat untuk mengangkut orang dan barang, ketentuan hukum mengenai pengiriman barang melalui jalur darat dapat di temukan secara khusus dalam rumusan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Ketentuan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri dari 22 bab dan 326 pasal yang mencabut ketentuan Undang-Undang No.14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan. Pembentukan Undang-Undang baru ini dibentuk dalam rangka mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umun masyarakat. Ketentuan Undang-Undang ini juga sebagai bagian dari system transportasi nasional dalam mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan

(36)

kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan serta segala hal yang diangkut oleh angkutan jalan tersebut.

Pengiriman barang sebagai salah satu bentuk pengangkutan yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 4 huruf A mengatur tentang gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang, berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa dasar aturan hukum pengiriman barang dalam pengangkutan melalui jalur darat dapat dilandaskan kepada ketentuan pasal tersebut.

Seorang pemilik yang akan melakukan pengiriman barang membutuhkan kendaraan sebagai alat pengangkutan, ketentuan UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 47 ayat (1) mengatur jenis kendaraan untuk pengangkutan, yaitu:

a. Kendaraan bermotor, adapun bentuk kendaraan bermotor yang dapat dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang, yaitu: sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang, dan kendaraan khusus.

b. Kendaraan tidak bermotor, adapun bentuk kendaraan tidak bermotor yang dapat dipergunkan untuk pengangkutan orang atau barang, yaitu:

kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang dan kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor dirumuskan dalam Pasal 137 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan yang merumuskan bahwa setiap pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Melihat kepada

(37)

ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa Perusahaan pengiriman barang yang akan mengirim barang dari satu tempat ke tempat lain wajib menggunakan mobil barang.

Barang yang akan diangkut oleh mobil barang dibedakan jenisnya menurut UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan rumusan Pasal 160 yang membedakan angkutan barang umum dan angkutan barang khusus.

Ketentuan mengenai pengangkutan barang umum harus memenuhi ketentuan Pasal 161 yang merumuskan prasarana jalan yang dilalui harus memenuhi kelas jalan, tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang dan menggunakan mobil barang. Ketentuan untuk barang khusus harus memenuhi ketentuan yang di rumuskan dalam ketentuan pasal 162 ayat (1), yaitu:

a. Memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut

b. Diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut c. Memarkir kendaraan ditempat yang ditetapkan

d. Membongkar dan memuat abrang ditempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut

e. Beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan f. Mendapat rekomendasi dari intansi terkait.

(38)

Barang yang akan diangkut untuk dikirim akan melalui proses pengawasan ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan dan kelas jalan, pengawasan tersebut dilakukan terhadap pengemudi dan/atau perusahaan pengiriman barang yang akan mengirimkan barang tersebut ketempat tujuan melalui proses penimbangan, hal tersebut dirumuskan dalam ketentuan Pasal 169 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Perusahaan angkutan umum yang dalam hal ini salah satunya perusahaan pengiriman barang yang akan melakukan pengiriman barang juga terikat dengan pengirim barang dalam ikatan perdata karena adanya kesepakatan dalam pengiriman barang. Dasar perjanjian pengiriman barang telah diatur dalam Buku III Burgerlijk Wetboek tentang Perikatan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Subekti menyatakan, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal yang menimbulkan suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya.28

Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak ini maksudnya bahwa setiap orang bebas menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian, sepanjang tetap memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320

28Subekti. R, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, PT Inter Masa, 2010, hal.22.

(39)

KUHPerdata bahwa asas kebebasan berkontrak tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dijelaskan bahwa syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:

1. Kesepakatan para pihak

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan. Persetujuan dapat dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam.29

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Seseorang yang akan melakukan perbuatan hukum dalam ketentuan hukum perdata haruslah sudah cakap hukum, ketentuan tersebut diatur dalam pasal 330 KUHPerdata untuk melakukan perbuatan hukum dalam hal ini membuat perjanjian ialah orang yang sehat akal pikiran yaitu orang yang tidak memiliki keterbelakangan mental, tidak sakit jiwa atau gila dan juga bukan orang yang pemboros Pasal 433 KUHPerdata. Selain itu orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum seperti membuat perjanjian adalah orang yang tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, seperti orang yang sedang pailit dilarang untuk mengadakan perjanjian utang-piutang.

29MariamDarusBadrulzaman,KitabUndangUndangHukumPerdataBukuIIItentangHukum PerikatandenganPenjelasannya, ,Alumni, Bandung, 2005, hal.6

(40)

3. Suatu hal tertentu

Prestasi ialah sesuatu hal tertentu yang dapat menjadi objek dalam suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata Prestasi terdiri dari memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Syarat-syarat objek suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata dimana suatu perjanjian harus:

a. Diperkenankan, artinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

b. Tertentu atau dapat ditentukan, artinya prestasi tersebut harus dapat ditentukan dengan jelas mengenai jenis maupun jumlahnya, atau setidak- tidaknya dapat diperhatikan.

c. Mungkin dilakukan, artinya prestasi tersebut harus mungkin dilakukan menurut kemampuan manusia pada umumnya dan kemampuan debitur pada khususnya.

4. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.

Dua syarat yang pertama merupakan syarat yang bersifat subyektif, sedangkan dua syarat yang terakhir merupakan syarat yang bersifat obyektif.

Subjektif dan objektif yaitu:30

30 R. Subekti. Op.Cit, hal 23.

(41)

1. Syarat subjektif untuk sahnya perjanjian yaitu kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian dan cakap hukum. Apabila syarat subjektif ini tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku.

2. Syarat obyektif untuk sahnya perjanjian yaitu sesuatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal, hal ini berhubungan dengan objek yang diperjanjikan dan yang akan dilaksanakan oleh para pihak sebagai prestasi atau utang dari para pihak. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Para pihak dalam melakukan perjanjian baik itu pelaku usaha sebagai produsen maupun konsumen, dalam melakukan perjanjian harus memenuhi unsur-unsur perjanjian. Adapun unsur-unsur dari perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:31

1. Unsur esensialia merupakan sifat uang harus ada dalam perjanjian. Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel), seperti, persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.

2. Unsur naturalia merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian, sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti, menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring).

3. Unsur aksidentiali merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak.

31MariamDarusBadruljaman,Kompilasi Hukum Perikatan, B a nd u ng, CitraAdityaBakti, 2001,hal.74.

(42)

Berdasarkan uraian di atas jasa perusahaan pengiriman barang termasuk kedalam perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain suatu kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir disanggupi pembayarannya terdapat dalam Pasal 1548 KUHPerdata. Oleh karena itu apabila perusahaan pengiriman barang tidak melakukan salah satu isi perjanjian maka perusahaan dianggap telah melakukan wanprestasi.

Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi dalam setiap perikatan, prestasi merupakan isi daripada perikatan, apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian maka ia dikatakan wanprestasi. Sementara itu, dengan wanprestasi, ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.32

Riduan Syahrani, wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam, yaitu:33

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi, artinya debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan atau dengan kata lain debitur tidak melaksanakan isi perjanjian sebagaimana mestinya.

32Prestasi dan Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak, http://ocw.usu.ac.id,diakses tanggal 21 Juli 2016.

33Riduan Syahrani, Beluk Beluk Dan Asas Asas Hukum Perdata, Edisi RevisiBandung, Alumni, 2010,hal.228.

(43)

2. Tidak tunai memenuhi prestasi atau prestasi dipenuhi sebagian, artinya bahwa debitur telah memenuhi prestasi tetapi hanya sebagian saja, sedangkan sebagian yang lain belum dibayarkan atau belum dilaksanakan.

3. Terlambat memenuhi prestasi, bahwa debitur tidak memenuhi prestasi pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian, walapun ia memenuhi prestasi secara keseluruhan.

4. Keliru memenuhi prestasi, artinya bahwa debitur memenuhi prestasi dengan barang atau obyek perjanjian yang salah. Dengan kata lain prestasi yang dibayarkan bukanlah yang ditentukan dalam perjanjian ataupun bukan pula yang diinginkan oleh kreditur.

Apabila konsumen hanya menuntut ganti kerugian saja maka ia dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pemenuhan dan pembatalan perjanjian, sedangkan apabila konsumen hanya menuntut pemenuhan perikatan maka tuntutan ini sebenarnya bukan sebagai sanksi atas kelalaian, sebab pemenuhan perikatan memang sudah dari semula menjadi kesanggupan pelaku usaha untuk melaksanakannya.

(44)

BAB III

PT. TIKI JNE MEDAN SEBAGAI PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG MELALUI DARAT

D. Deskripsi Tentang PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir dan Peraturan Hukumnya.

PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE berdiri pada tanggal 26 November 1990, didirikan oleh H. Soeprapto Suparno di Jakarta dengan nomor Surat Izin Usaha: 03006/1.824.271. PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir pertama kali bergerak dalam hal kepabeanan terutama impor atas kiriman peka waktu melalui gudang „Rush Handling‟. Peningkatan investasi asing pada tahun 90-an, pertumbuhan ekonomi domestik, perkembangan teknologi informasi serta diversifikasi produk yang inovatif kemudian mendorong JNE untuk bertransformasi menjadi perusahaan yang dikenali saat ini.34

Untuk menanggapi perkembangan dunia usaha dan perubahan gaya hidup masyarakat modern, permintaan penanganan kiriman peka waktu yang dilayani JNE tidak lagi terbatas pada paket kecil dan dokumen, namun juga mencakup penanganan cargo, transportasi, logistik, dan distribusi. Untuk melakukan ini, saat ini JNE didukung ribuan SDM terlatih dan membangun lebih daru 1,500 titik layanan yang tersebar diseluruh Nusantara. Saat ini JNE merupakan salah satu perusahaan dalam bidang logistik yang terbaik di Indonesia, dan komitmen dan prestasinya dibuktikan dengan diraihnya berbagai penghargaan serta setifikasi ISO 9001:2008 atas sistem manajemen mutu. PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir

34http://www.bumn-swasta.web.id/2015/05/profile-pt-tiki-jalur-nugraha-ekakurir.html, diakses tanggal 21 juli 2016 pada pukul 12:35 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

melakukan tindakan yang secara moral baik, apabila mematuhi perintah atau aturan, yang dengan bantuan rasionya dijabarkan dari kaidah moral yang berlaku umumc. Peran etika

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah yang sedang melakukan pengambilan kredit dan telah melakukan pengambilan kredit pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI GUNA UNTUK MENGOPTIMALKAN BIAYA OPERASIONAL DENGAN METODE.. ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM (DI CV. MUTIARA

Majelis hakim dalam persidangan sudah mendengarkan keterangan terdakwa, saksi- saksi, Jaksa Penuntut Umum dan telah memperhatikan beberapa hal yang memberatkan dan

Dengan menggunakan nilai kecepatan pada saluran tersebut maka didapatkan batas maksimum dari penampang drainase yang diperhitungkan dengan memanfaatkan Persamaan

Berdasarkan tabel 2, Pendapatan Asli Daerah memiliki pengaruh sebesar 0,694 dengan arah positif terhadap belanja daerah artinya pendapatan asli daerah memiliki

Deformabilitas (mudahnya diubah bentuknya) ion-ion diadsorbsi dan disosiasi elektrolit dari senyawaan yang diadsorbsi juga mempunyai pengaruh yang sangat

Oleh sebab itu penelitian ini akan menjelaskan tentang konsep Ijarah dalam Islam, Hukum Sewa Menyewa Mobil Tanpa Izin Dari Pemiliknya di PKS PTPN III Kebun