Dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi SD Negeri 1 Panimbo masih mengalami hambatan-hambatan terutama dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa ABK terlebih bagi siswa tuna rungu dan tuna daksa yang ada. Hal ini karena dibutuhkan pengalaman khusus dalam menangani siswa tersebut, sedangkan guru pembimbing khusus tidak ada. Begitu juga dengan sarana dan prasarananyayang digunakan untuk melayani siswa ABK juga belum ada.
4.5.2 Solusi
Dengan melihat permasalahan yang ada di SD Negeri 1 Panimbo dalam menyelnggarakan pendidikan inklusi baik dari komponen kontek sampai komponen produk maka perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Menindaklanjuti kerjasama dengan tenaga ahli
anak ABK secara pasti sehingga dalam memberikan pelayanan bisa lebih tepat sasaran;
b) Pengadaan guru pembimbing khusus (GPK) dengan
cara kerjasama SLB terdekat maupun pihak
pemerintah. Karena dengan adanya GPK yang telah mempunyai pengalaman secara khusus bisa lebih memahami karakter siswa ABK yang ada;
c) Program PPI (Program Pelayanan Individual) di
laksanakan kerjasama dengan GPK sebagai bentuk pemberian layanan mandiri bagi siswa ABK;
d) Kekurangan sarana dan prasarana dilengkapi dengan cara mengusulkan bantuan ke pemerintah maupun kerjasama dengan komite, orang tua wali maupun masyarakat sekitar.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Komponen Konteks
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidik- an yang layak. Sebagaimana bunyi UUD 1945 pasal 31. Pendidikan ini berlaku untuk semua terutama bagi anak- anak usia sekolah tanpa membedakan antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam Deklarasi Salamanca dikenal dengan istilah Educational For All atau pendidikan untuk semua tanpa membeda- bedakan. Pendidikan untuk semua tanpa perbedaan ini di negara kita menjadi tanggungjawab Pemerintah atau Negara. Bentuk pendidikan untuk semua dinegara kita
dikenal dengan nama pendidikan inklusi. SD Negeri 1 Panimbo adalah salah satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang berada di Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan. Keberadaan sekolah inklusi sangat dibutuhkan oleh masyarakat setempat yang jauh dari sekolah SLB. Selain alasan tersebut kini kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan bagi putra-putrinya juga meningkat. Terlebih bagi orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak susah-susah untuk menyekolahkan anak-anaknya yang ABK. Hal ini terbukti bahwa sekarang sudah hampir semua anak bersekolah. Jika ada yang tidak sekolah atau doup out hanya beberapa persennya saja bisa dipastikan nol koma sekian yang tidak bersekolah atau drop out.
Untuk pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan
inklusi di Indonesia dasarnaya adalah Surat Dinas
Nomor 380/C.C6/MN/2003 tertanggal 20 Januari 2003 tentang kewajiban tiap kota/kabupaten untuk menyeleng-
garaan dan mengembangkan pendidikan inklusif
sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK. Surat tersebut dikeluarkan oleh Dirjen Dikdasmen yang ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota diseluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. SD Negeri 1 Panimbo termasuk salah satu sekolah rintisan inklusi di Wilayah Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan oleh
Pemerintah Kabupaten Grobogan dan Plan Indonesia Grobogan pada pertengahan tahun 2007. Adapun SK bersama antara Pemerintah Kabupaten Grobogan dan
Plan Indonesia Grobogan tersebut dengan No. SK
421/3129/B/2007 tertanggal 2 Mei tahun
2007.Pemberian layanan kepada siswa ABK yang dilakukan sekolah sudah sesuai dengan pendapat Renato Opertti (Tri Sulistyowati, 2015:117, Suyanto dan Mudjito, 2012:71) yang menjelaskan bahwa sasaran pendidikan
inklusi adalah memberikan pelayanan pendidikan
berkualitas yang dapat didefinisikan kembali sebagai proses belajar dengan memperhitungkan kemampuan belajar anak yang berbeda, mengurangi eklusifitas, dan tidak mengajarkan pengetahuan akademik yang tinggi semata. Oleh sebab itu dalam pendidikan inklusi dibutuhkan program yang mampu mengarahkan guru- gurunya untuk melayani siswa ABK sebagaimana siswa normal lainnya.
Adapun tujuan pendidikan inklusi yang diseleng- garakan di SD Negeri 1 Panimbo adalah menampung anak-anak berkebutuhan khusus yang berada diling- kungan sekitar agar mereka bisa bersekolah seperti anak- anak normal seusianya, berkembang sesuai kemampuan dan mempunyai ketrampilan hidup terutama yang berhubungan dengan kehidupannya. Hal ini sesuai yang diamanat kan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
yaitu mengembang kan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Penelitian yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Lipsky, Dorothy, Kerzener, Gartner, Alan
yang berjudul The Evaluation of Inclusive Education
Programs yang meneliti program inklusi yang menunjuk- kan kecenderungan kuat adanya hasil belajar siswa (akademis, perilaku, sosial) baik bagi mahasiswa program khusus dan program umum. Begitu juga penelitian yang dilaksanakan di SD Negeri 1 Panimbo bisa memberikan masukan dan pengetahuan terhadap pendidikan inklusi kepada masyarakat yang mempunyai anak ABK di lingkungan sekitar.
Pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan sekolah agar program inklusi mendapat dukungan dari masya- rakat sudah tepat dalam pelaksanaannya yaitu disam-
paikan diawal tahun dan juga dalam pertemuan-
pertemuan di masyarakat. Ini artinya ada kontak lang sung dengan masyarakat sebagaimana pendapat Suyanto dan Mudjito (2012:13) yaitu hubungan dengan keluarga sangat penting, agar sama-sama memiliki informasi dan wujud nyata dari siswa secara detail. Diharapkan masyarakat juga mempunyai pandangan yang sama
terhadap anak-anak berkebutuhan khusus sehingga bisa memperlakukan mereka dengan baik. Dengan demikian keman dirian anak-anak ABK akan bisa berkembang bilamana masyarakat juga mendukung. Terlebih dengan
pendidikan inklusi yang memberikan pelayanan
kepadaanak-anak berkebutuhan khusus agar nantinya bisa bermasyarakat ditempat tinggalnya.
4.3.2Komponen Input
Keberhasilan suata program tergantung dari ren- cana yang telah dibuat oleh sekolah.Begitu juga halnya dengan SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyeleng- gara pendidikan inklusi.Program tersebut diujudkan dalam bentuk pengelolaan.Baik pengelolaan sarana prasarananya, sumber dayanya, maupun pengelolaan anak berkebutuhan khusus.Menurut Arikunto dan Jabar (2014:4) program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau imple- mentasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang terus menerus, dan terjadi pada organisasi yang
melibatkan sekelompok orang. Sedangkan Sukardi
(2014:4) program merupakan salah satu hasil kebijakan yang penempatannya melalui proses panjang dan
disetujui oleh pengelolaagar dilaksanakan baik oleh
lembaga akademika maupun tenaga administrasi insti- tusi. Program menurut Sa ud dan Makmum (2009:182) program menyangkut persiapan rencana-rencana yang
sepesifik disertai prosedur-prosedur untuk diterapkan oleh lembaga.
Inti dari program menurut Arikunto dan Jabar, Sukardi, Sa ud dan Makmum adalahsuatu unit yang merupakan implementasi kebijakan melalui proses pan- jang dan disepakati bersama.Persamaan dari teori para tokoh terdapat pada keterlibatan organisasi atau lembaga dalam pelaksanaannya.Perbedaanya menurut Sa ud dan Makmum lebih rinci karena ada persiapan rencana yang
lebih khusus disertai prosedur dalam
penerapannya.Menurut pendapat dari ketiga tokoh tersebut dapat disim- pulkan bahwa program adalah rencana-rencana yang spesifik yang disepakati suatu organisasi yang selanjut- nya untuk dilaksanakan dan diterapkan baik secara aka- demik maupun secara tenaga administrasi.
Tabel 4.4
Rencana Program Inklusi
No. Rencana Pelaksana Kerjasama Target
1 Sosialisasi Pendidikan Inklusi Kepala Sekolah ,Guru Guru, Komite, Masyarakat Selama Program Berjalan 2 Identifikasi ABK Kepala Sekolah ,Guru Guru, Komite Selama Program Berjalan 3 Whorkshop Penyelenggaraan Inklusi Kepala Sekolah ,Guru Komite, Masyarakat Selama Program Berjalan 4 Kerjasama Dengan Tenaga Ahli Kepala Sekolah ,Guru Komite, Masyarakat Selama Program Berjalan 5 Pengadaan GPK Kepala Sekolah ,Guru SLB, Pemerintah Selama Program Berjalan 6 Sumber Dana Kepala Sekolah ,Guru Komite, Masyarakat Selama Program Berjalan 7 Pengadaan Sarpras Kepala Sekolah Pemerintah Selama
,Guru, Komite Program Berjalan 8 Menjalin Kerjasama dengan Steakholder Kepala Sekolah ,Guru Komite, Wali Murid,Masyarakat Selama Program Berjalan 9 Membina Siswa ke Arah Life Skill
Kepala Sekolah ,Guru
SLB, Tenaga Ahli Selama Program Berjalan 10 Menyiapkan Program PPI Kepala Sekolah ,Guru GPK Selama Program Berjalan
Hasil dari dokumen sekolah
Hasil temuan dari proses mengenai workshop
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo kepala sekolah dan dua orang guru sudah
pernah mengikuti pelatihan atau workshop pendidikan
inklusi. Baik yang diselenggarakan oleh Plan Indonesia Grobogan maupun oleh Pemerintah Provinsi. Pelatihan dari plan diadakan tahun 2007 di Solo sedangkan dariPemerintah Provinsi pada tahun 2010 dan tahun 2012 di BP-DIKSUS di Semarang. Hal ini sesuai
Permendiknas tahun 2009 yaitu a) Pemerintah
Kabupaten/Kota wajib menyelenggarakan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusi, b) Pemerintah dan
Pemerintah Provinsi mem bantu meningkatkan
kompetensi di bidang pendidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi. Akan tetapi mereka yang sudah pernah mengikuti pelatihan baik kepala sekolah maupun perwakilan dari guru, orangnya sudah
ada yang purna tugas dan dimu- tasi ke sekolah lain. Sedangkan kepala sekolah dan guru-guru yang ada
sekarang belum pernah mengikuti workshop atau
pelatihan pendidikan inklusi.Untuk itu agar
penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo bisa berjalan dengan baik, maka pihak pemerintah supaya memperhatikan dan mengadakan
workshop atau pelatihan pendidikan inklusi bagi kepala sekolah dan guru-guru.Dengan harapan setelah meng- ikuti pelatihan pelayanan pada siswa ABK semakin meningkat.
Hasil temuan input, Guru Pembimbing Khusus (GPK) bahwa di SD Negeri 1 Panimbo belum terlaksana. Hal ini dikarenakan sekolah belum pernah mendatangkan GPK dari sekolah SLB. Masalahnya sekolah SLB adanya jauh di kabupaten yang jarak tempuhnya dua jam lebih dengan menggunakan sepeda motor. Disamping itu juga masalah dananya yang tidak ada.Untuk itu pelayanan kepada siswa ABK belum bisa maksimal karena peran GPK dilakukan oleh guru kelas masing-masing.Dalam kreteria pelaksanaan pendidikan inklusi masalah ini sudah sesuai yaitu guru kelas sekaligus merangkap GPK. Menurut Depdiknas bahwa sekolah penyelenggara inklusi diharapkan memiliki guru pembimbing khusus yang cukup untuk mendampingi guru-guru di sekolah inklusif dalam proses pembelajaran, memberi pengayaan, mela-
kukan terapi dan membimbing anak-anak sesuai kekhu- susannya (Depdiknas, 2007:9)
Temuan dari input sumber dana pendidikan inklusi, dana penyelenggaraan inklusi diperoleh dari APBD 1 melalui pengajuan proposal. Pengajuan proposal dana tersebut juga tidak dilakukan setiap tahun, hanya kalau ada kesempatan saja. Dari bantuan yang ada tentu tidak cukup untuk penyelenggaraan pendidikan inklusi setiap tahunnya. Mestinya sumber dana penyelenggaran pendidikan inklusi tidak hanya diperoleh dari pemerintah provinsi saja tetapi juga dari pemerintah pusat peme- rintah daerah maupun dari pihak lain (masyarakat). Hal tersebut sesuai PP nomor 48 Tahun 2008 Bab V pasal 51 ayat 2 menegaskan berdasarkan peraturan tersebut seha- rusnya pemerintah, pemerintah daerah, dan masya-rakat memberikan kontribusi terhadap pembiayaan pendidikan inklusi agar lebih efektif.
Program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo sudah dilaksanakan sesuai aturan dan kemampuan
sekolah. Hal itu sependapat dengan yang dinyatakan
Dhelpie (2009:70) bahwa layanan anak berkebutuhan khusus terdapat beberapa modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan, antara lain kurikulum, lingkungan fisik sekolah, proses hubungan sosial di kelas, media mengajar, sistem evaluasi, dan struktur administrasi. Begitu juga pendapat Sukardi (2014:3) yang menyatakan
evaluasi program berkaitan erat dengan suatu program atau kegiatan pendidikan, termasuk diantaranya tentang kurikulum, sumber daya manusia, penyelenggaraan pro- gram, dan proyek penelitian dalam suatu lembaga.
4.3.3Komponen Proses
Pelaksanaan komponen proses program inklusi di SD Negeri 1 Panimbo sudah mengacu pada pedoman pelaksanaan pendidikan inklusi. Seperti pendapat dari Stainback dan Stainback (Budiyanto, 2013:3) yang me- nyatakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa dalam satu kelas dengan situ- asi yang sama. Pelayanan pendidikan diberikan secara bersama-sama, tanpa membeda-bedakan disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan siswa. Selain itu sebagai sekolah inklusi SD Negeri 1 Panimbo bisa menerima atau menampung anak-anak ABK yang men- jadi bagian dari sekolah dengan menjalin hubungan yang harmonis antara kepala sekolah, guru, siswa, komite dan orang tua wali murid sehingga pelayanan siswa ABK terpenuhi.
Dari hasil identifikasi siswa ABK yang dilakukan guru dan kepala sekolah pada saat awal penerimaan siswa baru (identifikasi sementara) menunjukkan bahwa siswa ABK yang ada di SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari
siswa slowleaner, tunarungu sedang, dan siswa tuna
dengan pedoman Depdiknas, 2007:1 seperti dalam penelitian Nono Haryono yang menyatakan bahwa dalam mengidentifikasi ABK meliputi identifikasi fisik, mental, entelektual, sosial, dan emosi. Hal tersebut sudah sesuai dengan Kemendikbud 2013:19 yaitu peserta didik di sekolah inklusi terdiri atas a) peserta didik pada umum- nya/siswa normal dan b) peserta didik dengan kebu- tuhan khusus yaitu peserta didik yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau mempunyai potensi kecerdasan dan/bakat istimewa.
Identifikasi siswa ABK dilakukan bertujuan untuk menetapkan jenis kelainan ABK dan memberikan bentuk layanan yang sesuai dengan jenis kekurangan yang
mereka alami.Sebagaimana pendapat Suyanto dan
Mudjito 2012:41 yang menyatakan hasil identifikasi yang dilakukan akan ditemukannya anak-anak berkelainan yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi.
Kurikulum yang di SD Negeri 1 Panimbo adalah kurikulum KTSP.Penyusunan kurikulum melibatkan kepala sekolah, guru, komite dan tokoh masyarakat sebagai wakil dari wali murid. Kurikulum tersebut kemudian oleh guru-guru diwujudkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diguna- kan untuk pembelajaran di kelas. Adapun dalam RPP
berisi komponen pokok berupa tujuan, materi, proses dan evaluasi. RPP yang dibuat guru menyesuaikan dengan keadaan di lapangan terlebih hubungannya dengan kebu- tuhan siswa ABK atau sekolah penyelenggara inklusi. Walaupun belum ada modifikasi kurikulum guru-guru
sudah berusaha agar siswa ABK juga bisa
mengkutipembelajaran di kelas dengan setingRPP yang fleksibel.
Temuan proses sarana prasarana, pada awal
penyelenggaran pendidikan inklusi di SD Negeri 1
Panimbo belum siap. Seiring berjalannya program,
pemerintah sudah mulai memperhatikan dan memberi bantuan.Untuk mendapatkan bantuan tersebut sekolah
harus membuat pengajuan proposal yang ditujukan
Pemerintah Provisi melalui Pemerintah Kabupaten
Grobogan. Bantuan yang diusulkan tersebut setelah turun diwujudkan berupa barang.Walau sudah men- dapat bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah, sarana prasarana di sekolah masih kurang. Kenyataan di lapangan sekolah baru mempunyai lima ruang kelas, satu kantor, dua WC anak dan dua WC guru yang ada di kantor. Melihat kenyataan yang ada maka sarana dan
prasarana di SD Negeri 1 Panimbo perlu ada
tambahan.Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Gusti Nono Haryono yang berjudul: Studi Evaluasi
Khusus di Sekolah Dasar Kabupaten Pontianak
menyatakan bahwa sebagai penyelenggara pendidikan inklusi pelaksana- annya sudah sesuai kreteria walaupun
banyak yang belum dimiliki. Lain halnya dengan
Depdiknas bahwa sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan di sekolah inklusi relative sama dengan sarpras reguler pada umumnya termasuk minimal memiliki ruang praktikum/laboratorium, ruang BP/BK, ruang UKS, dan ruang ibadah (Depdiknas 2009:94).
4.3.4Komponen Produk
Hal yang ditemukan dalam produk yaitu adanya peningkatan siswa ABK baik mengenai kemampuan baca tulisnya maupun prestasi yang diraih dalam mengikuti lomba-lomba terutama dibidang non akademik yaitu lomba melukis pada kegiatan POPDA ditingkat keca- matan yang diikuti siswa slow leaner dan menjadi juara dua. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produk- tifitas siswa ABK.Sedangkan kejuaran yang diraih siswa normal adalah juara 2 lomba matematika dan juara 2 seni baca alqur an (qiroat).Pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo terdiri dari kepala sekolah, guru- guru, komite, orang tua siswa. Sedangkan penanggung- jawab adalah kepala UPTD Pendidikan Kecamatan dan sebagai penasehat adalah Penilik Sekolah Binaan (PS dabin 2). Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan meka- nisme pendirian sekolah inklusi berdasarkan Kemen-
diknas2013:41 yaitu kesiapan sekolah dalam penyeleng- garaan program pendidikan inklusif yang terdiri dari (kepala sekolah, guru, komite, peserta didik dan orang tua wali). Sebagai pelaksana disini kepala sekolah berperan sebagai manajemen, guru-guru sebagai sumber daya atau tenaga, komite dan orang tua sebagai mitra kerja atau peran serta masyarakat (PSM) dan siswa sebagai objeknya.
Secara keseluruhan dari komponen produk,
penyelenggaraan pendidikan inklusi sudah baik, namun
masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan.Diantaranya
kemampuan siswa ABK dalam belajarnya, pengembangan
prestasi dibidang non akademik.Begitu juga dalam hal
kemampuan bersosialisai karena itu sangat penting bagi siswa ABK yang nantinya berguna dalam kehidupan dimasyarakat. Untuk peningkatan pelaksanaan program tersebut tidak cukup hanya dilakukan oleh satu orang saja tetapi perlu adanya kerjasama antara kepala sekolah, guru-guru, komite, wali murid dan masyarakat.Hubu- ngan yang baik antar semua pihak itu sangat penting sebagai modal dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi yang akan membantu bagi anak-anak berkebutuhan khusus dalam pendidikannya sehingga harapan peme- rintah bisa terwujud.
Hasil penelitian dari Lipsky, Dorothy, Kerzner, Gartner, Alan dengan judul: The Evaluation of Inclusive
Educations Programe (1995)dengan hasil kecenderungan yang kuat antara peningkatan hasil belajar siswa (akademis,perilaku, dan sosial) baik mahasiswa program pendidikan khusus maupun yang umum. Keberhasilan program pendidikan inklusi mencakup kepemimpinan,
kerjasama, sumber daya, dana, dan keterlibatan stake-
holder secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi yang paling penting bisa memberikan bekal kepada anak-anak berkebutuhan khusus dalam menghadapi kehidupan di masyarakat untuk mandiri.
Tabel 4.5
Keterlaksanaan ProgramPendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo
No. Program Keterlaksanaan
Terlaksana Tidak 1 Sosialisasi Pendidikan Inklusi V
2 Identifikasi ABK V
3 Whorkshop Penyelenggaraan
Inklusi V
4 Kerjasama Dengan Tenaga Ahli V
5 Pengadaan GPK V
6 Sumber Dana V
7 Pengadaan Sarpras V
8 Menjalin Kerjasama dengan
Stakeholder V
9 Membina Siswa ke Arah Life Skill V
Tabel tersebut menunjukkan bahwa dari program yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo masuk katagori baik karena dari program yang ada yang bisa terlaksana baru ada tujuh komponen sedangkan tiga komponen lagi masih perlu diperbaiki dan ditindak
lanjuti. Prosentasi keberhasilan pelaksanaan
programpendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo yaitu: 7/10x100%=70%.
4.5 Hambatan dan Solusi 4.5.1 Hambatan
Sebagai sekolah reguler penyelenggara pendidikan inklusi tentu hambatan dan kesulitan selalu ada. Lebih- lebih sekolah tersebut berada di wilayah terpencil yang jauh dari kabupaten. Hambatan yang dialami guru-guru yaitu masih mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi kepada siswa ABK terlebih kepada siswa tuna rungu dan tuna daksa. Selain itu, cara membimbing siswa ABK yang tepat agar bisa maksimal.Hambatan lainnya termasuk pengadaan GPK dan kerjasama dengan tenaga ahli (psikolog).
4.5.2 Solusi
Pengadaan guru pembimbing khusus (GPK) segera dilakukan agar siswa ABK yang ada bisa terlayani sesuai kebutuhan mereka masing-masing.
Kerjasama dengan tenaga ahli atau psikolog segera dilakukan supaya jenis ABK bisa dideteksi. Hal tersebut sesuai pendapat dariSuyanto dan Mudjito 2012:41 yang menyatakan hasil identifikasi yang dilakukan akan
ditemukannya anak-anak berke- lainan yang perlu
mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui