• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah program dibuat langkah selanjutnya adalah pelaksanaan program. Begitu juga di SD Negeri 1 Panimbo program pendidikan inklusi yang telah dibuat

sudah berusaha dilaksanakan sesuai kemampuan

sekolah. Artinya bahwa program tersebut oleh kepala sekolah, guru-guru, tenaga administrasi dan steakholder lainnya yang ada sudah melaksanakan program inklusi yang telah dibuat secara bersama-sama namun pada kenyataanya masih ada kendala atau kesulitan sehingga hasilnya belum maksimal. Sebagaimana pernyataan kepala sekolah sebagai berikut:

Program pendidikan inklusi di SDN 1 Panimbo, kami selaku kepala sekolah dan bapak/ibu guru sudah berusaha melaksanakan sesuai kemampuan kami tapi apa daya ternyata masih ada juga kekurangan atau kesulitan dalam pelaksanaannya .(wawancara tanggal 22 Maret 2016)

Pendapat tersebut juga didukung oleh Aprilia Damayanti guru kelas empat yang menyatakan sebagai berikut:

Selaku guru saya dan teman-teman sudah berusaha melaksanakan program pendidikan inklusi yang telah dibuat sekolah. Namun karena keterbatasan kami dalam pengetahuan tentang inklusi sehingga hasilnya belum maksimal. Untuk itu agar program inklusi bisa terlaksana dengan baik perlu adanya guru khusus yang memahami tentang pendidikan inklusi .(wawancara tanggal 22 Maret 2016)

Selain pendapat dari kepala sekolah dan Aprilia Damayanti, Rindho Budi Utomo juga menjelaskan sebagai berikut:

Pelaksanaan program pendidikan inklusi di SDN 1 Panimbo, agak berjalan ketika kepala sekolahnya dipegang oleh beliau Bapak Bejo, S.Pd karena beliau orangnya aktif dan sudah pernah ikut pelatihan

/workshop tentang pendidikan inklusi, namun kekurangan-kekurangan juga masih ada karena semua guru juga belum mempunyai pengalaman tentang inklusi .(wawancara tanggal 22 Maret 2016)

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo sudah dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru akan tetapi belum semua program

bisa terlaksana karena adanya hambatan-hambatan

terutama mengenai GPK, kerjasama dengan psikolog dan pelayanan PPI karena terkendala oleh jarak dan dana. 4.2.3.2Evaluasi Progran Pendidikan Inklusi

Penyelenggaraan pendidikan inklusi di SD Negeri 1 Panimbo sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2007. Sampai sekarang sudah berjalan hampir sembilan tahun belum pernah atau ada yang mengevaluasi program tersebut. Kalau pun ada evaluasi hanya disampaikan secara lisan dalam pertemuan awal tahun ajaran tanpa tindak lanjut.Hal ini karena dari pihak sekolah sendiri menyatakan bahwa belum adanya evaluasi program inklusi ini disebabkan di SD Negeri 1 Panimbo kepala sekolahnya selalu diganti dengan kepala sekolah yang baru, sedangkan guru-gurunya juga belum memahami untuk pelaksanaan evaluasi tersebut. Jadi selama

program inklusi berjalan belum ada yang melakukan evaluasi sehingga untuk mengembangkan ke yang lebih baik belum ada, karena secara keseluruhan kita belum mengetahui program mana yang perlu dirubah atau dibenahi.

4.2.3.3 Identifikasi siswa ABK

Identifikasi siswa ABK yang dilakukan oleh sekolah setiap penerimaan siswa baru (sifatnya sementara). Utuk tahun ajaran 2015/2016 siswa ABK kelas satu adan lima orang satu tina daksa dan empat siswa lambat belajar (slowleaner).Jumlah keseluruhan dari kelas satu sampai kelas enam ada dua puluh tujuh siswa. Kebanyakan siswa ABK di SD Negeri 1 Panimbo adalah siswa

slowleaner (lamban belajar). Harapannya ke depan untuk identifikasi siswa ABK SD Negeri 1 Panimbo bisa terwujud dengan menjalin kerjasama antara rumah sakit jiwa (RSJ) dan sekolah. Untuk mengetahui siswa ABK yang masuk sekolah, dari pihak sekolah atau bapak ibu guru hanya berpedoman pada jenis kekurangan yang mereka alami misalnya lamban belajar, lumpuh, kurang pendengaran atau jenis lainnya.

Identifikasi siswa ABK dilakukan pihak sekolah agar siswa ABK yang ada benar-benar bisa dideteksi sesuai jenis kelainannnya sehingga pelayanannya bisa lebih tepat. Sebagaimana hasil wawancara dengan kepala sekolah sebagai berikut:

Untuk identifikasi siswa ABK di sekolah kami baru dilakukan oleh pihak sekolah atau guru dengan cara melihat jenis kelainan yang mereka alami. Setelah itu baru kita katakan jenis kelainan nya. Hal ini dilakukan karena sekolah belum menjalin kerjasama dengan tenaga ahli atau pihak rumah sakit jiwa (RSJ) yang ada. Mudah- mudahan hal ini bisa segera diatasi dengan kerjasama pada pihak yang berwenang kalau ada dana atau beasiswa lagi .(wawancara tanggal 24 Maret 2016)

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wahyuningsih guru kelas dua sebagai berikut:

Awal tahun pelajaran saat penerimaan murid baru pihak sekolah dan guru mendaftar siswa yang masuk sambil menyeleksi siswa ABK yang ada. Kalau ada siswa ABK yang jelas kecacadannya kita beri tanda siswa ABK tetapi untuk menentukan siswa yang slowleaner baru setelah beberapa minggu dalam pembelajaran di kelas .(wawancara tanggal 24 Maret 2016)

Pendapat di atas diperkuat oleh Sunadi selaku ketua komite SD Negeri 1 Panimbo sebagai berikut:

Sebagai sekolah inklusi SDN 1 Panimbo belum menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit jiwa yang ada sehingga untuk mengidentifikasi siswa ABK, sekolah berpedoman pada jenis kekurangan yang mereka alami .(wawancara tanggal 24 Maret 2016)

Jadi dari penjelasan nara sumber di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi jenis ABK yang ada di sekolah SD Negeri 1 Panimbo selama ini hanya berpedoman pada jenis kecacadan yang mereka alami belum ada tes secara resmi dari tenaga ahli atau RSJ terkait. Hal ini disebabkan karena kepala sekolah yang menjabat sering dimutasi, belum adanya dana untuk melakukan idenfikasi ke RSJ dan juga jarak RSJ yang jauh dari sekolahan sehingga identikasi siswa ABK

selama ini yang secara tepat sesuai jenis kekurangannya belum bisa terlaksana.

4.2.4.5 Modifikasi Kurikulum

Kurikulum yang digunakan di SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam penyusunan perencanaan program inklusi tinggal ditam- bahkan di dalamnya baik mengenai tujuan, materi proses dan evalusi. Hal tersebut diujudkan pada perencanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh masing-masing guru. Bagi siswa ABK tentu disesuaikan dengan kemam-

puannya. Begitu juga dengan penetapan kreteria

ketuntasan minimal (KKM) yang dibuat guru. KKM dibuat sama tapi untuk ukuran atau bobot soalnya yang berbeda dalam pencapaiannya.

Untuk kreteria kelulusan bagi siswa ABK di SD Negeri 1 Panimbo mengacu pada Permendiknas 70 Tahun 2009, pasal 9 bahwa ABK tidak perlu dinyatakan lulus, namun cukup diberi surat keterengan tamat, dan berhak mendapat surat keterangan tamat belajar (SKTB). Dengan demikian untuk siswa ABK yang sudah kelas enam (setingkat kelas enam) tidak perlu diikutkan ujian yang standar nasional namun hanya diikutkan pada ujian sekolah saja.

Program inklusi yang sudah dibuat SD Negeri 1 Panimbo bertujuan untuk memberikan pelayanan pada anak-anak ABK agar bisa mengurangi dampak negatif yang dideritanya. Selain itu juga memberikan pelayanan pendidikan yang lebih bermanfaat dan dapat mengem- bangkan potensi dalam dirinya. Untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran diberikan binaan pengucapaan dan gerakan, utuk siswa tuna daksa (folio) diberikan bimbingan mengucap dan menulis (meng- gerakkan anggota tubuh), sedangkan untuk siswa slowleaner diberikan bimbingan pengembangan diri. Sebagaimana pendapat kepala sekolah sebagai berikut:

Kurikulum yang digunakan di SDN 1 Panimbo yaitu kurikulum KTSP dan penyusunannya melibatkan guru- guru, komite dan tokoh masyarakat. Untuk kepentingan pelayanan siswa ABK maka dibuatlah program khusus yang dimasukkan dalam kurikulum tersebut dengan menyesuaikan kemampuan siswa ABK. Untuk pengembangannya diserahkan kepada kemampuan guru masing-masing kelas .(wawancara tanggal 29 Maret 2016)

Pendapat lain yang mendukung keterangan dari kepala sekolah yaitu dari Mudinem menuturkan:

Penyusunan kurikulum dilakukan dengan menghadirkan komite dan wakil dari orang tua/masyarakat dengan maksud agar ada kesepahaman untuk memberi masukan hubungannya dengan siswa ABK. Kurikulum yang digunakan adalah KTSP .(wawancara tanggal 29 Maret 2016)

Begitu juga keterangan dari Sunadi selaku komite sekolah bahwa:

Menjelangawal tahun pembelajaran, sekolah menyusun kurikulum dengan melibatkan komite dan wakil

masyarakat. Ini membuktikan bahwa komite juga diperhatikan oleh sekolah dan tidak hanya untuk formalitas saja keberadaannya .(wawancara tanggal 29 Maret 2016)

Selain dari penjelasan di atas bukti dari doku- mentasi sekolah yang berupa kurikulum yang telah dibuat sekolah juga menunjukkan adanya tanda tangan komite sekolah. Memang peran komite sekolah dalam penyusu- nan kurikulum tentunya hanya sebagian kecil saja karena mereka memang kurang memahami tentang kurikulum.

4.2.3.4.1 Kreteria Ketuntasan Minimal siswa ABK

Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM) dibuat sekolah untuk menentukan batas minimal nilai yang harus dicapai olehs siswa. Untuk KKM siswa ABK dan siswa normal dibuat sama yang membedakan hanya pada tingkat kemampuannya. Untuk siswa ABK tentu juga disesuaikan dengan masing-masing tingkatan yang dialaminya. Bagi siswa ABK yang belum bisa mencapai

target KKM terutama yang slow leaner diberikan perbaik-

an sedangkan untuk siswa ABK lainnya cukup dibina atau dibimbing untuk melakukan sesuatu yang berupa ketrampilan. Seperti hasil wawancara dengan Muhamad Lutfhi yang menyatakan sebagai berikut:

Bagi siswa ABK yang belum tuntas dalam ulangan terutama siswa yang slowleaner diberikan perbaikan, sedangkan siswa yang sudah mencapai ketuntasan diberikan pengayaan agar mereka sama-sama belajar .(wawancara tanggal 21 April 2016)

Kundori sebagai guru agama islam juga menjelas- kan sebagai berikut:

Anak-anak ABK dalam ulangan yang belum tuntas KKM saya berikan perbaikan terutama siswa slowleaner, sedangkan siswa ABK yang agak berat cukup saya tuntun untuk mengucapkan atau melakukan sesuatu yang ada manfaatnya untuk mereka .(wawancara tanggal 2 April 2016)

Begitu juga pendapat dari Wahyuningsih guru kelas dua yang menyatakan sebagai berikut:

Di kelas dua ABK yang ada yaitu lambat belajar dan hiperaktif sehingga kalau ulangan yang belum mencapai KKM saya berikan soal remidi dan yang tuntas saya berikan pengayaan agar mereka tidak saling mengganggu .(wawancara tanggal 2 April 2016)

Jelas dari bukti-bukti hasil hasil wawancara ter- sebut di atas dapat disimpulkan untuk KKM siswa ABK dibuat sama dengan anak-anak normal dan bagi anak yang kurang mencapai KKM sekolah diadakan remidi atau perbaikan nilai sesuai tingkat atau jenis kekurangan yang anak-anak alami. Bukti lain adalah dokumen kurikulum yang didalamnya berisi KKM masing-masing kelas.

4.2.3.5Kesulitan Guru Dalam Mengajar ABK

Mengajar anak-anak ABK tentu berbeda dengan mengajar anak-anak normal. Apalagi sebagai guru kelas yang harus menguasai beberapa mata pelajaran dan tidak mempunyai pengalaman khusus untuk mengajar anak-anak ABK tentu kurang fokus. Sebagaimana

pernyataan dari Mudinem guru klas tiga yang menyata- kan sebagai berikut:

Mengajar anak-anak ABK tidak semudah mengajar anak yang normal. Untuk mengarahkan mereka saja sulit bahkan kadang-kadang saya juga merasa bosan untuk mengarahkan mereka, tetapi karena memang mereka anak ABK maka kita harus sabar .(wawancara tanggal 5 April 2016)

Pendapat tersebut juga disampaikan oleh Kundori sebagai guru agama islam sebagai berikut:

Mengajar di SDN 1 Panimbo termasuk mendapat pengalaman baru karena yang diajar terdapat siswa ABK yang membutuhkan bimbingan khusus. Tiga hari saya mengajar di SD Prigi yang bukan sekolah inklusi juga ada anak yang lamban belajarnya akan tetapi tidak sesulit bila mengajar anak ABK yang benar-benar membutuhkan bimbigan khusus .(wawancara tanggal 5 April 2016)

Sudah jelas bahwa dari keterangan kedua guru tersebut diatas untuk mengajar siswa ABK guru-guru mengalami kesulitan karena memang tidak mempunyai pengalaman khusus untuk mengajar anak-anak ABK sebagaimana guru GPK yang ada hanya kesabaran dan kemauan yang kuat agar mereka juga bisa terlayani sebagaimana anak-anak normal.

4.2.3.6 Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Sesuai surat ijin yang dikeluarkanoleh Universitas

Kristen Satya Wacana yang peneliti ajukan bahwa

rencana penelitian ini yaitu di SD Negeri 1 Panimbo, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Karena sekolah tersebut adalah sekolah penyelenggara inklusi yang berada jauh di daerah perbatasan atau pinggiran

antar kabupaten yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabu- paten Boyolali. Peneliti mengambil subjek penelitian di sekolah tersebut disebabkan karena sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang sudah berjalan kurang lebih sembilan tahun sejak ditetapkannya belum ada peneliti atau pihak sekolah melakukan untuk meneliti evaluasi programnya.

Begitu surat ijin penelitian dikeluarkan oleh

Kampus UKSW sejak Bulan Februari 2016 peneliti

segera menyampaikan kepada kepala sekolah bahwa peneliti mau melakukan penelitian di SD Negeri 1 Panimbo sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Setelah menyerahkan surat ijin kepada kepala sekolah dua hari berikutnya peneliti mulai melakukan penelitian. Untuk penelitian ini tehnik atau metode yang digunakan peneliti cukup sederhana yaitu metode wawancara dan tehnik dokumentasi serta pengamatan langsung karena peneliti juga terlibat di dalamnya. Teknik wawancara digunakan untuk mempertegas jawaban langsung dari pihak terkait baik kepala sekolah, guru-

guru, komite, orang tua wali maupun stakeholder

lainnya.Pelaksanaan wawancara berpedoman pada

instrumen pengumpulan data.Sedangkan tehnik

dokumentasi digunakan sebagai bukti fisik yang ada di sekolah tersebut dan tehnik pengamatan digunakan untuk melihat keadaan lapangan yang sebenarnya.

Data yang diperoleh dari narasumber dilakukan pada saat-saat tertentu menyesuaikan keadaan sekolah. Untuk wawancara dengan kepala sekolah menyesuaikan kegiatan kepala sekolah. Untuk wawancara dengan guru-

guru dilakukan sewaktu-waktu. Sedangkan untuk

wawancara dengan komite sekolah peneliti mendatangi ke rumah dan untuk wawancara dengan orang tua wali juga datang ke rumah.

Setelah data terkumpul kemudian peneliti

membuat laporan evaluasi sambil membenahi keleng- kapan atau kekurangan data yang ada. Selanjutnya peneliti menulis hasil dari penelitian yang sudah lengkap dari data yang diperoleh sebagai laporan penelitian yang peneliti lakukan yaitu: Evaluasi Program Pendidikan Inklusi di SD Negeri 1 Panimbo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan Tahun 2016 dengan berpedoman pada prosedur penelitian.

Dokumen terkait