• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

2. Harga Bayangan Input dan Peralatan

Perhitungan harga bayangan input (sarana produksi pertanian dan peralatan) yang tradable (bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya) sama dengan perhitungan harga bayangan output, yaitu dengan menggunakan harga FOB untuk barang input yang eksportable dan harga CIF untuk barang input yang importable. Sedangkan perhitungan harga bayangan input yang non tradable (tenaga kerja, lahan dan bunga modal) digunakan harga aktual atau efisiensi tergantung dari ada atau tidaknya divergensi sebagai akibat adanya kegagalan pasar atau distorsi kebijakan) yang terjadi berdasarkan observasi penelitian dilapangan.

Harga Bayangan Benih

Bibit tanaman buah yang digunakan oleh petani pada penelitian ini diperoleh melalui pembibitan yang dilakukan secara mandiri dan ada pula yang diperoleh dari penjual bibit. Pembibitan yang dilakukan secara mandiri terdiri dari tanaman durian. Sedangkan pembibitan yang diperoleh dari penjual bibit adalah bibit mangga dengan harga rata-rata Rp 20 000.00 dan pisang dengan harga rata- rata Rp 3 500.00. Khusus untuk bibit tanaman mangga dan durian tidak dimasukan ke dalam perhitungan biaya karena yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tanaman yang sudah produktif. Sedangkan untuk bibit tanaman pisang termasuk input yang diperhitungkan karena usia produktifnya relatif singkat. Untuk memperoleh harga bayangan benih tanaman pisang, peneliti melakukan pendekatan dengan menggunakan harga aktualnya karena pada pasar penjualan benih tanaman buah tidak terdapat unsur kebijakan langsung dari pemerintah sehingga kemungkinan terjadinya distorsi pasar cukup kecil. Oleh karena itu cukup layak untuk diabaikan dan menganggap pasar mendekati atau dalam kondisi pasar persaingan sempurna.

Harga Bayangan Pupuk

Pupuk yang digunakan oleh petani dalam penelitian ini terdiri dari pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik terdiri dari: pupuk kandang, dan PPC

Biotonic. Harga bayangan pupuk jenis ini ditentukan berdasarkan harga privatnya karena intervensi pemerintah dalam perdagangan pupuk organik hampir tidak ada sehingga cukup layak di abaikan dan menganggap pasar mendekati pasar persaingan sempurna. Pada masing-masing komoditas, harga bayangan per kilogram pupuk tersebut berbeda-beda. Pupuk kandang dan PPC pada sistem

komoditas mangga memiliki harga bayangan sebesar Rp 230.00 per kg dan Rp 11 730.00 per liter. Sedangkan pada sistem komoditas durian, harga bayangan pupuk kandang mencapai Rp 200.00 per kg dan pada sistem komoditas pisang berlaku harga bayangan pupuk kandang senilai Rp 500.00 per kg.

Untuk harga bayangan pupuk anorganik, terdapat beberapa jenis yang didekati dengan menggunakan harga perbatasan Free On Board (FOB) seperti pupuk Urea, SP-36, ZA. Nilai FOB pupuk tersebut masing-masing senilai US$ 0.44, US$ 0.23 dan US$ 0.35 per kg. Peneliti menggunakan harga perbatasan FOB karena Urea, SP-36, ZA merupakan komoditas ekspor. Nilai ini kemudian dikalikan dengan nilai tukar bayangan pada tahun 2013 sebesar Rp 10 496.99 (Lampiran 5), sehingga diperoleh nilai dalam mata uang domestik, masing-masing sebesar Rp 4 618.68, Rp 2 314.31 dan Rp 3 673.95 per kg. Nilai tersebut selanjutnya dikurangi dengan harga transportasi dan handling eksportir masing- masing sebesar Rp 71.23 per kg serta harga distribusi dan handling tingkat petani, masing-masing sebesar Rp 890.31, Rp 662.01 dan Rp 2 200.00 per kg sehingga diperoleh harga paritas ekspor ditingkat petani untuk pupuk Urea sebesar Rp 3 657.14, pupuk SP-36 Rp 1 681.07 dan pupuk ZA Rp 1 402.72 per kilogram.

Perhitungan harga bayangan pupuk Phonska mengacu pada Hoeridah dan Tintin Sarianti (2011) dan Helentina (2013). Harga bayangan pupuk phonska dihitung perbedaan rasio antara subsidi dan non subsidi dikalikan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk Phonska, kemudian dikurangi dengan biaya distribusi ditingkat petani. Perhitungan ini berdasarkan pupuk Phonska lebih banyak digunakan untuk produksi di domestik dibandingkan untuk diekspor dan hanya diproduksi oleh satu perusahaan yaitu PT Petrokimia Gresik. Perbedaan rasio antara subsidi dan non subsidi yaitu 3-5 kali dari Harga Eceran Tertinggi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor:87/Permentan/SR.130/12/2011 Harga Eceran Tertinggi pupuk Phonska sebesar Rp 2 300 per kg. Jadi harga bayangan pupuk Phonska adalah Rp 6 388.00 per kg. Nilai ini diperoleh dari 3 kali nilai HET pupuk Phonska, lalu dikurangi biaya distribusi ditingkat petani sebesar Rp 512.00 per kg.

Pupuk anorganik lainnya yang digunakan di lokasi penelitian antara lain pupuk NPK, NPK mutiara, KCL, Gandasil D dan Pupuk Pelengkap Cair (PPC)

Biotonic. Penentuan harga bayangan pupuk tersebut menggunakan pengaruh kebijakan bea masuk 5 persen dan PPN 10 persen karena keterbatasan informasi yang dihadapi peneliti sehingga harga bayangannya diperoleh dari pengurangan harga privat dengan pajak bea masuk dan PPN masing-masing sebesar 5 persen dan 10 persen. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa harga bayangan pupuk NPK, NPK mutiara, KCL, Gandasil D dan Pupuk Pelengkap Cair (PPC)

Biotonic masing-masing sebesar Rp 9 605.00, Rp 12 750.00, Rp 1 700.00, Rp 47 600.00, dan Rp 11 730.00 dalam satuan kilogram. Untuk lebih lengkap, lihat Lampiran 6.

Harga Bayangan Pestisida dan Obat-obatan

Pestisida yang umum digunakan dilokasi penelitian antara lain: (1) pada sistem komoditas mangga gedong gincu digunakan: Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Cair Gold Star, perekat Rany, insektisida cair Amistar Top, insektisida padat/tepung Confidor 5 WP, fungisida Cabrio dan herbisida Round Up 486 SL, (2) pada pada sistem komoditas durian digunakan: insektisida Biocron 500 EC,

pestisida DGW, fungisida Megazeb 80 WP, insektisida Furadan 3 GR, insektisida

Elsan 60 EC, Ripcord 5 EC dan kapur sirih, (3) pada sistem komoditas pisang digunakan: kapur dolomit, Tricoderma, insektisida Curacron 500 EC, dan herbisida Roundup 486 SL. Untuk menentukan harga bayangan input-input tersebut seharusnya bisa didekati menggunakan nilai FOB masing-masing negara eksportirnya. Namun nilai tersebut hanya mencangkup bahan baku untuk pembuatan produk tersebut. Selain itu, tingkat konversi penggunaan bahan baku tersebut terhadap produk pestisida dan obat-obatan tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu, untuk mempermudah proses perhitungan peneliti mengacu pada hasil penelitian Saptana (2009) dalam Rahmi (2014) dan Saptana et al. (2004)

dalam Rahmi (2014). Menurut Saptana (2009) dalam Rahmi (2014) bahwa harga bayangan fungisida ditentukan berdasarkan rata-rata harga aktual di lokasi penelitian dikurangi dengan bea masuk (pajak impor) produk pertanian sebesar 5 persen dan PPN sebesar 10 persen. Metode yang sama juga diadopsi pada ZPT

Gold Star dan perekat Rany. Sedangkan untuk harga bayangan herbisida cair dan insektisida, menurut Saptana et al. (2004) dalam Rahmi (2014) dapat didekati dengan harga aktual di lokasi penelitian kemudian dikurangi dengan tarif impor sebesar 10 persen dan PPN 10 persen. Selain itu, untuk kapur sirih dan kapur dolomit didekati dengan harga aktualnya.

Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa harga bayangan ZPT Cair

Gold Star sebesar Rp 476 000.00 per liter, perekat Rany sebesar Rp14 875.00 per kg, insektisida cair Amistar Top sebesar Rp 469,760.00 per liter, insektisida padat/tepung Confidor 5 WP sebesar Rp 257 600.00 per kg, fungisida Cabrio

sebesar Rp 513 400.00 per liter dan herbisida Round Up 486 SL sebesar Rp 180 000.00 per liter. Insektisida Biocron 500 EC sebesar Rp 180 000.00 per liter, pestisida DGW sebesar Rp 7200.00 per kg, fungisida Megazeb 80 WP sebesar Rp 63 750.00 per kg, insektisida Furadan 3 GR sebesar Rp 3 200.00 per kg, insektisida Elsan 60 EC sebesar Rp 19 200.00 per liter, Ripcord 5 EC Rp 130 000.00 per liter, dan insektisida Curacron500 EC sebesar Rp 182 400.00 per liter. Selain itu, harga bayangan kapur sirih dan kapur dolomit masing-masing sebesar Rp 1 000.00 per kg. Lebih lengkapnya bisa dilihat pada Lampiran 7.

Harga Bayangan Peralatan

Peralatan pertanian yang umum digunakan oleh petani antara lain parang, golok, cangkul, cangkul garpu, gergaji, arit, gunting stek, gerobak, sprayer, ember, pisau, porog, koja, carangka, tambang, salang, onclang, dan container. Penentuan harga bayangan/sosial peralatan pertanian dalam penelitian ini didekati dengan menggunakan nilai penyusutan per tahunnya. Nilai tersebut diperoleh dengan metode garis lurus dengan formulasi sebagai berikut:

Sebelum dilakukan perhitungan, harga privat peralatan (nilai beli) yang dijadikan dasar perhitungan terlebih dahulu dikurangi dengan PPN 10 persen. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak ada kebijakan pemerintah yang mengintervensi produksi dan perdagangan alat-alat tersebut secara langsung, kecuali beban biaya PPN terhadap peralatan tersebut. Cara yang sama dilakukan

oleh Puspitasari (2011) untuk menghitung penyusutan peralatan pertanian pada sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Selengkapnya, nilai penyusutan peralatan menurut harga privat dan sosial pada masing-masing sistem komoditas dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.

Harga Bayangan Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh petani dalam penelitian ini berjenis premium. Bahan bakar jenis ini digunakan petani untuk menjalankan mesin semprot (sprayer) dan mesin pemotong rumput yang sering digunakan petani untuk mempermudah pekerjaan dan meningkatkan efisiensi biaya tenaga kerja. Petani biasanya menggunakan mesin ini pada saat proses pemupukan dan pemeliharaan (penyemprotan pestisida, obat perangsang buah, dan pemangkasan rumput). Untuk mengitung harga bayangan BBM, peneliti menggunakan harga privat sebagai dasarnya, kemudian dihitung rasio kenaikan harga BBM dari harga eceran tertinggi dan ditambah dengan biaya distribusi ke lokasi penelitian, maka harga bayangan BBM yang diperoleh sebesar Rp 9 700 per liter.

Harga Bayangan Tenaga Kerja

Untuk harga bayangan tenaga kerja, diduga dengan harga aktualnya (upah tenaga kerja privat). Menurut Pearson et al. (2005), umumnya peneliti tidak banyak menemukan divergensi yang mempengaruhi pasar tenaga kerja di Indonesia. Distorsi tidak begitu signifikan, karena ketentuan upah minimum tidak berlaku di sektor pertanian dan tidak memiliki pengaruh yang besar pada perekonomian Indonesia. Fragmentasi yang terjadi tidak begitu besar, karena buruh relatif mudah untuk keluar-masuk pasar tenaga kerja (pedesaan), informasi berkenaan dengan kesempatan kerja yang relatif baik, dan banyaknya penyalur tenaga kerja. Oleh karena itu, upah tenaga kerja privat untuk semua kategori tenaga kerja tidak terampil di pedesaan dapat digunakan sebagai penduga yang baik untuk upah sosialnya (harga bayangan tenaga kerja).

Harga Bayangan Modal

Untuk menduga harga bayangan modal, peneliti merujuk pada Pearson et al.

(2005), yaitu dengan menambahkan harga privat bunga modal dengan tingkat inflasi. Inflasi merupakan faktor koreksi terhadap suku bunga. Suku bunga sendiri sebenarnya sudah menghitung nilai inflasi, namun masih nilai inflasi perkiraan sehingga suku bunga tersebut harus dikoreksi. Nilai suku bunga yang sudah dikoreksi merupakan cerminan biaya bunga sosial.

Harga Bayangan Lahan

Untuk harga bayangan lahan, terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk menduga harga bayangan lahan, antara lain: (1) nilai sewa lahan yang berlaku didaerah penelitian, (2) menerapkan prinsip social opportunity cost

lahan di daerah penelitian (menghitung nilai lahan yang hilang karena menanam komoditas yang sedang ditaman sebagai konsekuensi akibat tidak menanam komoditas terbaik pada lahan yang bersangkutan), dan (3) tidak memasukan biaya lahan dalam perhitungan usahatani baik untuk privat maupun sosial, sehingga nilai keuntungan tidak hanya merupakan balas jasa untuk manajemen tetapi juga untuk lahan (return to management and land). Pearson et al. (2005) menjelaskan

bahwa alternatif-alternatif tersebut bisa saja diterapkan namun sangat tergantung dari kemampuan peneliti dalam melakukan observasi data di lapangan. Hal ini tidak terlepas dari beberapa kondisi dan kedala yang mungkin dihadapi dilapangan, diantaranya: (1) kondisi pasar lahan, (2) keterbatasan anggaran penelitian, dan (3) keterbatasan waktu penelitian. Namun sumber lain menegaskan bahwa harga bayangan lahan dapat diduga dengan menggunakan nilai sewa lahan (Gittinger 1986). Pada sistem komoditas mangga gedong gincu, nilai sewa lahan yang digunakan berdasarkan sewa pohon yang masih produktif. Hal ini dikarenakan pada umumnya petani dilokasi penelitian menyewa pohon sekaligus dengan lahannya. Setiap pohon memiliki jarak tanam ±10 m2 sehingga dalam 1 Ha terdapat ± 100 pohon mangga. Rata-rata harga sewa setiap pohon mangga sebesar Rp 354 900/pohon. Jadi, setiap 1 Ha petani membutuhkan dana sekitar Rp 35 490 000 untuk menyewa 1 Ha lahan berikut dengan pohonnya yang masih produktif.

Harga Bayangan Nilai Tukar

Harga bayangan nilai tukar adalah harga atau nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing yang terjadi pada saat pasar nilai tukar uang berada pada kondisi persaingan sempurna dan seimbang. Pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar ini bisa dilakukan dengan menggunakan Standard Conversion Factor (SCF) sebagai faktor koreksi terhadap nilai tukar resmi yang berlaku. Dengan demikian, bisa diketahui nilai tukar mata uang domestik pada kondisi seimbang.

Squire dan Van Der Tak (1975) dalam Gittinger (1986), menformulasikan suatu rumus untuk menghitung harga bayangan nilai tukar sebagai berikut:

Dimana:

SERt : Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) untuk tahun ke-t

OERt : Nilai Tukar Resmi (Rp/US$) untuk tahun ke-t

SCFt : Faktor Konversi Standard untuk tahun ke-t

Nilai faktor konversi standar yang merupakan rasio dari nilai impor dan ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :

Dimana:

SCFt : Faktor Konversi Standard untuk tahun ke-t

Xt : Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)

Mt : Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t (Rp)

Txt : Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t (Rp)

Tmt : Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t (Rp)

Nilai SER tahun 2013 dihitung berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) dan World Bank, dimana total nilai ekspor Indonesia (Xt) pada tahun

1 953 367.6 milyar, penerimaan pemerintah dari pajak ekspor (Txt) sebesar Rp 17

609 milyar dan penerimaan pemerintah dari pajak impor (Tmt) sebesar Rp 30 812

milyar. Nilai tukar resmi rata-rata mata uang Rupiah terhadap Dollar pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 10 461.24 per US Dollar. Dari data tersebut, maka diperoleh nilai faktor konversi standard pada tahun 2013 sebesar 0.997 sehingga diperoleh nilai tukar bayangan (SER) mata uang Rupiah terhadar US Dollar sebesar Rp 10 496.99 per US Dollar. Perhitungan nilai tukar bayangan ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat adanya perubahan variabel ekonomi (harga input, harga output, jumlah input produksi yang digunakan dan output yang dihasilkan) secara sistematis terhadap daya saing buah yang diteliti di Jawa Barat. Menurut Gittinger (1986) analisis ini merupakan analisis proyek terhadap ketidaktentuan yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diramalkan atau perkirakan. Sedangkan pendapat lain menyebutkan bahwa analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisa untuk menguji perubahan kelayakan suatu kegiatan ekonomi (proyek) secara sistematis, bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan usaha (Kadariah dan Grey 1987), khususnya usahatani buah di Jawa Barat.

Kadariah dan Grey (1987) menjelaskan bahwa analisis sensitivitas dilakukan dengan cara: (1) mengubah besarnya faktor-faktor yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan terhadap perubahan- perubahan tersebut, (2) menentukan seberapa besar faktor yang berubah sehingga hasil perhitungan membuat proyek tidak dapat diterima (tidak memiliki daya saing). Adapun kelemahan analisis sensitivitas ini adalah : (1) tidak dapat digunakan untuk memilih proyek, karena merupakan analisis parsial yang akan mengubah satu parameter pada suatu saat tertentu, (2) hanya mencatatkan apa yang terjadi jika variabel berubah-ubah dan bukan menentukan layak dan tidaknya suatu proyek.

Pada penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing buah yang diteliti. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengubah besaran variabel-variabel penting (harga input, harga output, jumlah input produksi yang digunakan dan output yang dihasilkan) yang dijadikan sebagai sasaran kebijakan kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap keuntungan dan daya saing komoditas buah yang diteliti.

Analisis ini akan mensubstitusi kelemahan matriks analisis kebijakan (PAM) yang bersifat statis yaitu dimana hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal pada kondisi aktualnya harga yang terjadi dapat berubah atau berfluktuatif mengikuti perubahan yang terjadi dalam sistem ekonomi yang dinamis. Selain itu, analisis sensitivitas juga dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pengaruh perubahan harga input-input yang digunakan dan produksi output terhadap keuntungan dan daya saing usahatani komoditas buah unggulan Jawa Barat yang diteliti.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan metode Switching Value. Tujuannya adalah untuk mengetahui sampai berapa persen masing-masing variabel dan kombinasi variabel tersebut diubah sehingga sistem usahatani komoditas buah yang diteliti memperoleh keuntungan yang negatif atau tidak memiliki daya saing (PCR>1 dan DRCR>1). Metode ini juga dilakukan oleh Rahmi (2014) dan Manalu (2014) pada komoditas teh dan kentang yang diteliti.

Pada penelitian ini dilakukan beberapa skenario sensitivitas yang berbeda pada setiap komoditas baik secara parsial maupun secara gabungan. Setiap skenario sentivitas dilakukan dengan asumsi harga input atau output yang lain tetap (cateris paribus). Pada komoditas mangga gedong gincu dilakukan beberapa skenario tunggal, antara lain (1) harga jual output turun sampai 27.81 persen, (2) harga input naik 38.6 persen dan (3) produktivitas output turun 27.8 persen. Pada komoditas durian dilakukan beberapa skenario, antara lain (1) harga jual durian turun sampai 65.23 persen, (2) harga input naik 231.60 persen dan (3) produktivitas durian turun 62.41 persen. Pada komoditas pisang dilakukan beberapa skenario, antara lain (1) harga jual output turun sampai 66.3 persen, (2) harga input naik 311.5 persen dan (3) produktivitas output turun 66.14 persen. Selanjutnya, dilakukan skenario tunggal terhadap seluruh komoditas buah yang diteliti, yaitu saat nilai tukar rupiah mencapai RP 15 000.00 rupiah. Skenario terakhir ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap indikator utama keuntungan sosial (kelayakan secara ekonomi) dan daya saing (DRCR) buah unggulan yang di teliti sebagaimana kondisi saat ini dimana nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mulai mendekati Rp 15 000.00. Skenario tersebut dilakukan karena nilai tukar rupiah sangat berpengaruh terhadap dua indikator tersebut. Berdasarkan skenario-skenario tersebut, dapat terlihat perubahan pada tingkat keuntungan dan indikator utama daya saing (PCR dan DRCR) masing-masing sistem usahatani komoditas buah unggulan Jawa Barat.

Dokumen terkait