• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. HARGA DIRI

1. Definisi Harga Diri

Harga diri merupakan penilaian yang dilakukan oleh seseorang yang berkaitan dengan dirinya. Penilaian tersebut menunjukkan sikap penerimaan atau penolakan pada dirinya sendiri, percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan, menganggap dirinya penting, berhasil, dan berharga (Coopersmith, 1967). Sikap yang dimiliki individu dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari seperti dengan diri sendiri, teman sebaya, orang tua, sekolah, dan kegiatan berelasi sosial lainnya seperti kegiatan akademis, olahraga, serta berhubungan interpersonal (Coopersmith, 1967; Deaux, Dane, & Wrightsman, 1992 dalam Pelupessy, 2009; Baron & Byrne, 2005).

Harga diri juga didefinisikan sebagai evaluasi diri secara keseluruhan dan juga sebagai penghargaan terhadap diri atau kesan terhadap dirinya sendiri. Perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai dirinya. Pengetahuan tersebut juga berdasarkan penilaian atau evaluasi terhadap dirinya, baik secara positif maupun negatif (Myers, 2012).

Berdasarkan paparan definisi mengenai harga diri, maka dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan suatu sikap penerimaan individu

terhadap kemampuan, keberhargaan, dan keberhasilan dirinya sendiri baik secara positif maupun secara negatif.

2. Aspek-aspek yang Ada dalam Harga Diri

Berdasarkan definisi yang telah disampaikan oleh Coopersmith (1967), secara implisit dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri melalui penilaian. Oleh karena itu, peneliti mengidentifikasi aspek harga diri dengan mengidentifikasi aspek dari sikap dan aspek-aspek dari objek sikapnya yaitu diri sendiri.

Sikap merupakan suatu konstrak yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang terdiri dari kognisi, afeksi, dan konasi. Aspek kognisi dilihat sebagai suatu respon berupa persepsi dan pernyataan mengenai apa yang diyakini. Aspek afeksi merupakan respon secara otomatis dan menyatakan tentang perasaan. Sedangkan aspek konatif dilihat sebagai suatu respon berupa tindakan atau perilaku (Azwar, 1988).

Sementara aspek-aspek dari diri sendiri yang menjadi objek sikap terdiri dari kemampuan (capable), keberhasilan (successful), penting (significant) dan berharga (worthy) (Coopersmith, 1967).

a. Kemampuan (Capable)

Individu yang memiliki harga diri tinggi merasa dapat menerima kritik dengan baik, mengekspresikan diri dengan baik, merasa yakin untuk mewujudkan tujuan dan keinginannya. Selain itu, individu juga tidak mudah terpengaruh dengan perkataan orang lain mengenai penilaian tentang dirinya baik secara positif maupun negatif

(Coopersmith, 1967). Sedangkan, individu yang memiliki harga diri rendah kurang mengekspresikan diri dan tidak mampu bertanggung jawab atas hasil negatif yang dilakukannya dan tidak memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu. Individu juga lebih memilih mengeluh dibandingkan berusaha mengatur apa yang harus dilakukan (Baron, Byrne & Branscombe, 2006).

b. Keberhasilan (Successful)

Individu yang memiliki harga diri cenderung berhasil dengan cara mandiri, dapat menunjukkan keberhasilannya, aktif, berhasil dalam bidang akademis maupun berhubungan secara sosial, dan dapat menyelesaikan permasalahan di lingkungannya. Selain itu, individu mampu melakukan sesuatu sesuai dengan aturan masyarakat sehingga dapat dijadikan panutan oleh masyarakat lainnya (Coopersmith, 1967; Santrock, 2007; 2012). Sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah cenderung terfokus pada kelemahan mereka (Dodgson & Wood dalam Baron & Byrne, 2004), mudah tergantung pada lingkungan dan memiliki ketakutan dalam membangun hubungan sosial (Coopersmith, 1967). Selain itu individu cenderung lebih inferior atau merasa bersalah sehingga terlihat seperti orang putus asa dan depresi (Coopersmith, 1967; Santrock, 2007; 2012).

c. Penting (Significant) dan berharga (Worthy)

Pada aspek ini, individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung memiliki arti bagi orang lain dan cenderung menunjukkan

diri. Individu mendapatkan rasa peduli, perhatian, dan mengungkapkan kasih sayang dari orang lain. Selain itu, individu melakukan sesuatu sesuai dengan aturan masyarakat sehingga individu diterima oleh lingkungannya (Coopersmith, 1967; Santrock, 2007; 2012). Sedangkan bagi individu yang memiliki harga diri yang rendah tidak memiliki arti secara tertentu bagi orang lain. Individu tersebut dinilai tidak berharga, dan tidak memiliki keberartian bagi orang lain. Individu yang rendah harga dirinya biasanya akan merasa ditolak dan merasa terasingkan dari lingkungan sosial (Coopersmith, 1967). Biasanya juga individu kurang dijadikan sebagai panutan bagi lingkungan (Brown dalam Passer & Smith, 2007)

Menurut paparan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat aspek di dalam harga diri seseorang, yaitu kemampuan, keberhasilan, penting, dan berharga.

Tabel 1

Tabel Spesifikasi Skala Harga Diri

Kemampuan Keberhasilan Penting dan Berharga Kognitif

Afektif Konatif

3. Harga Diri pada Remaja Putri

Dalam penilaian diri, remaja menemukan dua sisi penilaian mengenai dirinya, yakni penilaian dengan harga diri yang tinggi dan

penilaian dengan harga diri yang rendah (Baron & Byrne, 2004; 2005). Remaja dengan harga diri yang tinggi dapat menguntungkan bagi dirinya sendiri. Banyak hal-hal positif yang dapat diterima baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Baron & Byrne, 2005; Passer & Smith, 2007). Sedangkan bagi remaja dengan harga diri yang rendah akan banyak memunculkan dampak negatif pada dirinya karena mereka tidak dapat menilai atau mengenal dirinya sendiri dan kemampuan dalam dirinya (Baron & Byrne, 2005).

Individu mengalami penurunan harga diri ketika memasuki masa remaja. Akan tetapi, remaja putri cenderung mengalami penurunan yang cukup tinggi dibandingkan remaja putra (Santrock, 2012) sehingga beberapa peneliti menyatakan bahwa remaja putri berpotensi memiliki harga diri yang rendah dibandingkan remaja putra (Kling, Hyde, Showers & Buswell, 1999; Baron, Byrne & Branscombe, 2006). Remaja putri lebih rendah harga dirinya dibanding remaja putra karena remaja putri cenderung memiliki prasangka buruk akan suatu hal. Selain itu, remaja putri juga lebih suka menerima hasil tindakan yang diberikan dari orang lain daripada memulai tindakan sendiri (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga diri remaja putri dapat dievaluasi dalam dua bagian, penilaian harga diri tinggi dan penilaian harga diri rendah. Harga diri yang tinggi dapat memberikan keuntungan bagi remaja putri sedangkan harga diri yang rendah

memberikan dampak negatif karena remaja putri cenderung berprasangka buruk sehingga kurang berani menunjukkan tindakannya.

Dokumen terkait