• Tidak ada hasil yang ditemukan

harus matang membangun

Dalam dokumen PERCIK. Media Informasi Air dan Penyehat (Halaman 50-52)

“politik air” yang

sehat di Indonesia.

dengan hajat hidup orang banyak hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah dalam setiap kebijakannya. Air merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan, termasuk kehidupan manusia. Artinya, air menjadi komponen utama untuk memenuhi hajat hidup manusia. Oleh karena itu, pemenuhan akan kebutuhan air

merupakan bagian dari pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Selanjutnya, kecukupan dan keterjangkauan air minum mencakup pemerataan distribusi dan mutu yang terjamin.

Dalam konteks itulah, lanjut Hamong masyarakat menaruh harapan pada pemerintah dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di daerah ini agar dengan jeli mengurusi penyediaan air minum bagi masyarakat. Namun, tentunya tugas ini tidak hanya menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah berikut instansi terkaitnya. Kita semua turut berperan didalamnya.

Pemerintah perlu menata regulasi yang membuat manajemen pengelolaan air minum bisa tertata dengan rapi. Disaat yang sama juga harus ada proteksi terhadap sumber-sumber air minum. Jalur distribusi harus dijaga dan ditata dengan baik.

Untuk itulah manajemen pengelolaan air minum oleh pemerintah daerah harus matang membangun “politik air” yang sehat di Indonesia. Selanjutnya, bagaimana politik air tersebut bisa diimplementasikan dalam berbagai peraturan daerah di Indonesia. Misalnya soal penebangan hutan yang berakibat pada berkurangnya volume sumber mata air. Demikian juga dengan kampanye penghematan pemakaian air minum yang

mesti digalakkan lagi.

Berkaitan dengan itu, kebijakan makro dan kebijakan operasional pengelolaan kebutuhan air minum dipadukan dengan pengembangan sistem produksi dan distribusi air minum, menjadi hal yang mutlak dikerjakan. Kemampuan untuk memproduksi air minum terutama melalui peningkatan kualitas produk yang didukung oleh teknologi canggih dan kelembagaan yang bermutu, yang kesemuanya harus diperhatikan dengan seksama.

Peningkatan dalam jumlah dan jenis air minum yang dibutuhkan, baik karena pengaruh pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, peningkatan kesadaran kesehatan, dan pengaruh globalisasi akan menjadi mata rantai yang tak pernah putus dalam kehidupan manusia. Pada saat yang sama kompetisi penggunaan lahan sumber air dan prinsip keunggulan komparatif semakin terbatas dan terpusat. “Hal ini menjadikan penyelesaian masalah ketersediaan air minum tidak dapat lagi ditunda. Kita harus bangkit. Gerakan cepat harus dilakukan guna menyelamatkan hantaman krisis air minum tersebut,” kata Hamong.

MDGs dan Akses Air minum

Sementara itu, dosen senior lingkungan ITB, Dr TP Damanhuri menegaskan sesuai agenda utama MDGs, penandatanganan Deklarasi Milenium merupakan bentuk penegasan dan komitmen pemimpin-pemimpin

dunia untuk mengurangi kemiskinan masalah air minum termasuk persoalan yang perlu mendapat perhatian. Dari

delapan tujuan Deklarasi Milenium, yang terkait erat dengan tema HAD tahun ini adalah tujuan ketujuh, yaitu menjamin adanya daya dukung lingkungan hidup.

Terdapat tiga target utama dari tujuan ketujuh. Pertama, mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan. Kedua, mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat pada 2015. Ketiga, mencapai pengembangan yang

signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh pada 2020. Masalah pengurangan emisi juga menjadi agenda yang harus diatasi dalam tujuan ketujuh ini.

“Masalahnya, apakah target yang menyangkut penyediaan akses terhadap air minum yang sehat dapat dicapai? Tentu bukan hal yang mudah untuk menjawabnya. Walaupun telah

berkomitmen terhadap tujuan MDGs, pencapaian untuk mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak mempunyai akses terhadap air minum yang layak dan sanitasi pada 2015 tampaknya masih sulit untuk diwujudkan” tukasnya. Meskipun ada kemajuan dalam pencapaian target, sebagian besar dari populasi manusia yang ada masih belum terjangkau dengan air minum. Sebanyak 1,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak

memiliki akses terhadap persediaan air yang terlindungi dan lebih dari 2,6 miliar tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak.

Untuk Indonesia, kondisinya juga setali tiga uang. Pasalnya, yang terjadi selama ini, perusakan lingkungan jauh lebih cepat dan lebih sering terjadi dibandingkan upaya rehabilitasinya. Kita membutuhkan waktu 10-15 tahun untuk penanaman kembali hutan-hutan yang gundul, sementara hampir setiap jam terjadi pembalakan dan penebangan hutan.

Pencemaran air sungai akibat limbah rumah tangga dan limbah industri juga lebih sering terjadi. Setiap harinya, dua juta ton sampah dan limbah lainnya mengalir ke perairan dunia. Belum lagi, intensitas urbanisasi yang lebih tinggi daripada kemampuan kota- kota menampung para pendatang. Akibatnya, muncul daerah-daerah kumuh yang tidak bisa segera diatasi.

Akses terhadap air minum sering juga terhambat oleh kondisi infrastruktur jalan yang kurang

baik. Kita sering lupa, upaya

pengentasan kemiskinan yang menjadi agenda utama MDGs sering kali tidak dikaitkan dengan keberadaan infrastruktur. Padahal, keduanya sangat terkait erat. Jika pembangunan infrastruktur lambat, pencapaian agenda MDGs, juga menjadi lambat. Banyak orang tentu tidak bisa ke puskesmas jika jalannya rusak. Upaya mengurangi tingkat kematian ibu dan anak juga akan sulit tercapai bila tidak didukung oleh sanitasi yang baik dan akses terhadap air minum.

Harmonisasi kewenangan

Air merupakan sumber kehidupan di dunia ini. Kuali- tas kehidupan manusia sangat tergantung dari kualitas air. Kualitas air yang baik dapat mendukung ekosistem yang sehat dan akhirnya mengarah pada peningkatan kese hatan manusia. Sebaliknya, kualitas air yang buruk juga akan sangat memengaruhi lingkungan hidup dan ke- sehatan manusia. Karena itulah, seiring dengan semakin terancamnya kualitas air, sejak tahun 1992 PBB mene-

tapkan peringatan Hari Air Dunia (HAD) setiap tanggal 22 Maret. Penetapan HAD tentu bertujuan untuk mendorong dan me- ningkatkan kesadaran serta kepedulian akan perlunya upaya bersama dari seluruh kom- ponen bangsa, bahkan dunia untuk bersama- sama memanfaatkan dan melestarikan sumber daya air (SDA) secara berkelanjutan.

Bagi Kementerian Pekerjaan Umum, peringatan HAD tentu harus dijadikan mo- mentum yang tepat untuk meningkatkan penyediaan akses air minum bagi masyarakat. Untuk hal tersebut, belakangan ini apa yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum telah menunjuk- kan arah perbaikan. Contohnya, soal pengelolaan sungai yang tidak lagi dilakukan sepotong-sepotong, tapi sudah lebih integral dan komprehensif. Kini, Kementerian Peker- jaan Umum tidak hanya mengurus badan sungai, tapi juga sudah fokus pada bantaran aliran sungai yang didiami masyarakat. Bahkan, Ditjen Cipta Karya juga telah intensif memfasilitasi usaha-usaha masyarakat yang ingin berparti- sipasi dalam penyediaan akses terhadap air minum.

Namun, hal itu saja tentu belum cukup. Kementerian Pekerjaan Umum harus menjadi kementerian terde- pan dalam hal mengembangkan kebijakan manajemen air yang berkelanjutan. Untuk hal tersebut, salah satu langkah mendesak yang harus dilakukan adalah upaya harmonisasi kewenangan beberapa instansi pemerintah, seper ti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Da- lam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Bappenas.(Eko)

1,1 miliar orang

Dalam dokumen PERCIK. Media Informasi Air dan Penyehat (Halaman 50-52)

Dokumen terkait