• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCIK. Media Informasi Air dan Penyehat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCIK. Media Informasi Air dan Penyehat"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Media Informasi Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan

Diterbitkan oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

(Pokja AMPL)

Penanggung Jawab

Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas

Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Direktur Pengembangan Air Minum

Kementerian Pekerjaan Umum Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

Teknologi Tepat Guna Kementerian Dalam Negeri Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kementerian Dalam Negeri

Pemimpin Redaksi Oswar Mungkasa

Dewan Redaksi Maraita Listyasari Nugroho Tri Utomo

Redaktur Pelaksana Eko Budi Harsono

Desain dan Produksi Agus Sumarno

Sofyar

Sirkulasi/Sekretariat Agus Syuhada

Nur Aini

Alamat Redaksi Jl. RP Soeroso 50, Jakarta Pusat.

Telp./Faks.: (021) 31904113 Situs Web: htp//www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com

redaksi@ampl.or.id

Redaksi menerima kiriman tulisan/arikel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum

dan penyehatan lingkungan.

D



I

Dari Redaksi ... 3

Suara Anda... 4

Laporan Utama Majelis Umum PBB Sahkan Resolusi Hak Asasi Atas Air... 5

Hak Atas Air Sebagai Hak Asasi Manusia... 10

Sekilas HAK ASASI MANUSIA (HAM)...13

Regulasi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia... 14

Agenda Hari Ani Kemiskinan Internasional, Sulitnya Akses Air Minum dan Sanitasi Bagian dari Kemiskinan...16

Wacana Persoalan Hak atas Air dan Rumah (tulisan pertama)... 18

Negara Harus Menjamin Hak Rakyat Atas Air...24

Peduli Rakyat? Pikirkan Air Minum dan Sanitasi!... 28

Wawancara Nugroho Tri Utomo, Direktur Pemukiman dan Perumahan Bappenas...31

Hamong Santono...34

A Patra M Zen, Direktur YLBHI...36

Inovasi Teknologi Oksidasi untuk Air Bersih ... 38

Tanah Liat Media Efekif Menjernihkan Keruhnya Air Gambut... 41

Sisi Lain Syariat Islam sebagai Solusi... 45

Reportase Dialog Publik Waspadai Konlik Air Konlik Air Minum Perlu Dianisipasi Pemerintah Daerah... 46

30 % Kemaian Balita Akibat Sanitasi Buruk...48

Workshop HCTPS Bagi Guru SD DKI Jakarta Baru Tiga Persen Masyarakat Cuci Tangan Pakai Sabun...49

“Poliik Air” Harus Jadi Perhaian Pemerintah Daerah...50

Sinergi Program Jejaring AMPL dengan GBCI...53

Panduan Sejumlah Teknologi Mendapatkan Air Bersih ... 54

Info CD... 55

Info Buku... 56

Info Situs ... 57

Pustaka AMPL.... 58

(3)

R

POKJA

T

idak terasa kita telah melewati hari raya

Idul Fitri 1431 Hijriah. Bagi para pembaca yang merayakannya kami menyampaikan Selamat Idul Fitri. Dari hati yang paling dalam kami memohonkan Maaf Lahir Bathin. Semoga kita semua menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.

Pada awal September, tiba-tiba saja kita semua mendengar berita tentang dikeluarkannya Resolusi Majelis Umum PBB terkait penetapan Hak Atas Air sebagai Hak Asasi Manusia. Sebagian kalangan mungkin terkejut tetapi banyak juga yang menerimanya biasa-biasa saja dengan berbagai alasan. Bisa saja karena sebenarnya hak asasi manusia telah menjadi pembicaraan yang hangat di Indonesia sejak satu dekade terakhir. Hal ini juga ditunjang oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Walaupun sebenarnya ide tentang hak asasi manusia sendiri telah termaktub dalam UUD 1945. Sementara pengakuan Hak Atas Air sebagai Hak Asasi Manusia sendiri di Indonesia secara implisit telah teradopsi dalam regulasi yang ada. Dimulai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.

Resolusi ini merupakan kemajuan luar biasa bagi pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan tidak hanya di dunia tetapi juga di Indonesia. Menjadi suatu obsesi berkepanjangan bagi pemangku kepentingan bahwa hak atas air sebagai hak asasi manusia menjadi arus utama pembangunan di Indonesia. Dengan demikian, kita berharap masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan akses air minum dapat berkurang secara signifikan. Tentu saja, caranya tidak sederhana. Terutama mempertimbangkan masih banyaknya pemerintah daerah yang bahkan belum menyadari sepenuhnya bahwa penyediaan air minum merupakan urusan wajib pemerintah daerah. Tentu saja jalan masih panjang. Dalam kaitan itu, kemudian kami ingin menjadikan momen keluarnya resolusi tersebut untuk kembali membangkitkan semangat kita semua akan besarnya tanggungjawab yang masih tersisa. Masih 100 juta lagi saudara kita yang belum tersentuh akses air minum.

(4)

Kuliah Kerja

di Majalah Percik

Perkenalkan nama saya Muhammad Chaidir, mahasiswa Ilmu Komunikasi Uni-versitas Moestopo Beragama Jakarta. Saya membaca majalah Percik yang berada di Perpustakaan Kampus beberapa waktu lalu. Melihat isi serta sejumlah isu yang se-cara khusus membahas tentang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) yang disaji kan begitu lugas, cerdas dan bernas membuat saya tertarik untuk membuat Tu-gas Akhir Terkait dengan fungsi media yang bapak kelola terkait dengan pembangunan AMPL di Indonesia.

Saya sangat berharap pengelola Majalah Percik bersedia memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan peneliian untuk tugas akhir saya tentang Fungsi Me-dia Internal Dalam Program Pemerintah Percepatan Pembangunan AMPL. Jika bapak bersedia saya akan kirimkan surat pengantar dari Kampus serta Proposal Tugas Akhir Saya. Terimakasih. Salam Percik

Muhammad Chaidir

Universitas Moestopo Jakarta

Terimakasih atas perhaian dan keper

-cayaan anda terhadap Majalah Percik. Silah

-kan saja kirim-kan secara resmi permohonan anda untuk melakukan peneliian. Dengan senang hai kami akan membantu. Salam Percik

Mari Kita Hormai Air

Siapakah yang bisa hidup tanpa air? Be-gitu besar keguanaan air dalam kehidupan di dunia ini. Saat kita gerah dan kotor setelah berakiitas sehari-hari, kita menyiramkan badan kita dengan air untuk mandi. Kemu-dian kita meneguk air kalau dahaga, dan begitu banyak sekali akiitas kehidupan kita yang sangat bergantung pada air.

Begitu lekatnya air dalam kehidupan kita, sehingga bisa saja ada yang idak menyadari manfaatnya. Manfaat itu baru terasa bila kita mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Keika saluran air mengalami gang-guan, dan keluarnya air menjadi mampat

dan kotor, itu sudah sangat me-resahkan kita.

Ba-gaimana kalau air sudah idak kita dapai lagi? Bencana kekeringan yang menimpa, selain bencana banjir yang begitu dahsyat terjadi karena kesalahan mahluk di dunia ini yang begitu serakah dan idak peduli dengan kondisi alamnya.

Begitu besar kekuatan air dalam kehidup-an ini, karena itulah saykehidup-angilah air dengkehidup-an menggunakannya sebaik-baiknya. Selain itu, kekuatan air akan semakin bertambah dan berpengaruh posiif pada diri kita bila saat hendak menggunakan air, misalnya mau mi-num, kita berdoa terlebih dahulu. Hal terse-but dibukikan oleh profesor dari Jepang dengan peneliiannya tentang air yang akan berubah tekstur dan kristalnya sesuai kondisi pemakainya. Karena itu gunakanlah kekuat-an posif air dengkekuat-an menggunakkekuat-annya de-ngan penuh kasih sayang.

Rini Utami Azis

Solo, Jawa Tengah.

Liberalisasi Air

Semakin Memprihainkan

Gelombang liberalisasi tampaknya su-dah tak terbendung lagi. Semua aspek hidup kita terpaksa harus tunduk pada kesepakat-an-kesepakatan internasional yang hanya mem perhaikan pemilik modal besar.

Telah tampak adanya diskriminasi karena privaisasi air. Kebijakan yang idak pro dengan rakyat keika air adalah bisnis, maka ia kemudi-an tak sekedar bergerak mencari keuntungkemudi-an, tetapi juga bagaimana dapat mengikat dan lalu memperdaya orang sehingga mau tunduk ter-hadapnya, terhadap kekuasaan yang mengua-sainya. Pengelolaan air idak lagi memperim-bangkan bagaimana melakukan pengelolaan air dalam suatu sistem yang sanggup memberi pelayanan air kepada masyarakat secara adil, merata dan terjangkau.

Air adalah kebutuhan dasar manusia, sebab itu air tak boleh dikomersialisakan sebagai kebutuhan dasar masyarakat, telah dijamin dalam konsitusi negara pada pasal 33 UUD 1945. Contohnya di Batam, daerah pemukiman elit menjadi prioritas utama, se-mentara daerah-daerah perkampungan dan kumuh idak tersentuh, seperi Teluk Leng-gung, Pungur yang masih mengkonsumsi air sumur sampai saat ini, padahal menurut hasil uji laboratorium Dinas Kesehatan air di wilayah tersebut idak layak konsumsi kare-na mengandung bakteriologi posiif inggi dan pH di bawah batas syarat. Sementara beberapa meter dari pemukiman warga berdiri instalasi pengelolaan air (IPA).

Banyaknya bunuh diri yang sekarang sedang merajalela karena merasa tekanan hidup yang inggi, yang sulit untuk dijalani. Masihkan pemerintah idak memperhaikan hak-hak dasar seperi air, pendidikan dan kesehatan? Bukankah rakyat idak pernah menuntut sesuatu yang berlebihan? Mereka hanya membutuhkan terpenuhinya hak-hak mereka. Untuk menangis meratapi nasib pun kita akan berpikir karena kita akan me-ngeluarkan “air mata”. Sekali lagi, kita perlu berhai-hai dengan masalah air, sekali salah langkah, bukan nyawa saja yang tergadaikan, tetapi juga masa depan anak cucu.

Matuhah

Menteng, Jakarta.

Jangan Gunakan

Botol Plasik Berulang

Botol dan gelas air minum dalam ke-masan (AMDK) sering kembali digunakan. Bahkan, botol atau gelas itu dipakai beru-lang-ulang. Padahal sebenarnya, kemasan tersebut hanya untuk sekali pakai. Ada stan-dar kesehatan yang harus dipenuhi produsen AMDK. Standar ini bertujuan meminimalkan bakteri yang ada di dalam kemasan.

Kalau segelnya sudah dibuka, hendaknya botol idak dipakai lagi. Sebab, AMDK dibuat dari bahan polyethylene terephthalate atau PET yang mengandung karsinogen (penyebab kanker). Zat itu membahayakan kesehatan tubuh bila terminum. Melalui serangkaian standar sterilisasi botol, saat masih tersegel, zat tersebut bersifat idak akif. Jumlah bak-teri yang ada dalam AMDK pun dipasikan tak melampaui ambang batas toleransi.

Namun jangan salah botol air minum bukan hanya bisa dibuat dengan PET, tapi juga dengan PVC (Poly Vinyl Chloride), dah ini jauh lebih berbahaya karena bisa menim-bulkan hujan asam bila dibakar. Bahkan PVC berpotensi berbahaya untuk ginjal, hai dan berat badan. Perubahan penggunaan PVC ke PET sebenarnya sudah dimulai tahun 1988. Semoga saja sekarang idak ada lagi perusa-haan yang menggunakan PVC.

Penggunaan botol atau gelas AMDK ber-ulang membuat karsinogen tersebut larut dalam air yang kita minum. Terutama bila dilakukan dalam jangka panjang. Jika me-mang terpaksa menggunakan lagi botol atau gelas minuman kemasan perlu dicuci dengan sabun yang mengandung disninfektan atau anikuman. Sabun cuci untuk perabot rumah tangga sudah memenuhi standar ini.

Wahyu, Surabaya

(5)

U

A

wal bulan Septem-ber lalu, masyarakat dunia, khususnya prak-tisi, pegiat lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat serta aktivis dibidang Air Minum dan Penyehatan Lingkun-gan dibuat terkejut denLingkun-gan terbitnya Reso lusi Majelis Umum PBB yang menegaskan bahwa akses memper-oleh air minum dan sanitasi yang layak merupakan bagian dari hak asa-si manuasa-sia. Jelasnya, resoluasa-si Majelis Umum PBB tersebut bertajuk: “Hak untuk mendapatkan air minum dan sanitasi yang bersih dan aman meru-pakan bagian dari hak asasi manusia, dan merupakan elemen penting un-tuk menikmati hak atas hidup secara menyeluruh.”

Dalam resolusi tersebut Maje-lis Umum PBB mendesak seluruh masyarakat internasional dan Negara yang menandatangani resolusi untuk meningkatkan usaha menyediakan air dan sanitasi yang aman, bersih, dan mudah untuk dijangkau bagi selu-ruh manusia.” “Keterbatasan akses ke air minum membunuh lebih banyak anak-anak dibandingkan jumlah anak yang meninggal dunia akibat AIDS, malaria, dan campak,” kata Ketua Dewan HAM PBB dari Bolivia, Pablo Solon dalam situs resmi PBB.

Data Program Lingkungan Hidup PBB memperkirakan 884 juta pen-duduk dunia tidak memiliki akses untuk mendapatkan air minum yang aman dan 2,6 milyar orang memiliki akses terbatas untuk fasilitas sanitasi

yang layak. Kesulitan akses tersebut menyebabkan antara lain 1,5 juta ba-lita meninggal dunia akibat penyakit yang terkait dengan air minum dan sanitasi yang layak.

Resolusi Hak Atas Air minum tersebut disahkan melalui voting yang diikuti 163 negara anggota PBB. Tidak ada negara yang menolak resolusi ini. Terdapat 122 negara termasuk China, Rusia, Jerman, Prancis, Spanyol, dan Brazil mendukung resolusi tersebut. Sementara 41 negara, seperti Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Botswana menyatakan abstain.

Sebagian negara yang abstain me-nyatakan, resolusi tersebut tidak menjelaskan cakupan hak atas air minum dan kewa-jiban yang

(6)

harus dilakukan untuk memenuhi hak tersebut. Menyikapi resolusi terse-but, pakar AMPL, Hening Darpito menga takan pada awalnya ada kekha-watiran bahwa resolusi hak atas air dan sanitasi ini prematur, ternyata sebaliknya dalam voting, resolusi ini malah memperoleh tanggapan positif oleh hampir semua peserta sidang.

Jalan Panjang

Diawali pada tahun 1948 ketika Deklarasi Universal Hak Asasi Ma-nusia (DUHAM) diumumkan dan dilanjutkan pada tahun 1966 ketika

International Covenants on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), air tidak disebut eksplisit sebagai hak asasi tetapi disebutkan sebagai bagian tidak terpisahkan dari hak asasi yang telah disepakati yaitu hak untuk hidup, hak untuk kehidupan yang layak, hak

un-tuk kesehatan, hak unun-tuk perumahan dan hak untuk makanan. Setelah itu barulah disebutkan secara lebih eks-plisit walaupun masih sebagai bagian dari suatu konvensi dengan tema lain seperti misalnya yang tertuang dalam pasal 14 ayat (2) huruf h he Conven-tion on the EliminaConven-tion all of Forms Dis-crimination Against Women-(CEDAW 1979), bahwa negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang ter-ukur untuk menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi terhadap perem-puan, khususnya menjamin hak-hak perempuan untuk menikmati standar kehidupan yang layak atas sanitasi dan air minum yang sehat. Demikian juga dalam pasal 24 he Convention on he Right of he Child-CRC 1989

yang menyatakan bahwa dalam upaya mencegah malnutrisi dan penyebaran penyakit maka setiap anak memiliki hak atas air minum yang bersih.

Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan dan himbauan melalui Deklarasi Millenium yang mence-tuskan proyek MDGs (Millenium Development Goals), yang merupa-kan komitmen para kepala negara/ pemerintahan anggota PBB untuk memerangi kemiskinan global antara 2000-2015 menyerukan kepada pe-merintah agar “menyediakan akses air bersih dan sanitasi yang memadai bagi masyarakat yang saat ini belum bisa menikmatinya”.

Tetapi pernyataan yang eksplisit dan secara khusus menyebut air baru terjadi pada tahun 2002, ketika Komite Hak Ekonomi Sosial dan Bu-daya PBB dalam komentar umum No-mor 15 memberikan penafsiran yang lebih tegas terhadap pasal 11 dan 12 Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang menyatakan hak atas air tidak bisa dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya, yaitu air tidak hanya sebagai komoditas ekonomi dan akses terhadap air (right to water) adalah hak asasi manusia. ” he human

Laporan Utama

Water Right dan Right to Water

P

emahaman atas pengerian Water Right dan Right to Water sering kabur, kedua isilah itu sering diarikan sama dalam Bahasa Indonesia yaitu Hak atas Air. Padahal kedua isilah tersebut mempunyai pemahaman yang

berbeda. Kekuasaan untuk mengambil air dari alam sering disebut sebagai Water Right yang mengandung pengerian sebagai berikut :

lMengambil atau mengalihkan dan menggunakan sejumlah air dari sebuah sumber alamiah

l Mengumpulkan sejumlah air dari sebuah sumber air ke dalam suatu

tempat seperi bendungan atau struktur lainnya atau

l Menggunakan air di sumber alaminya.

Water Right merupakan suatu alat yang dikeluarkan oleh negara sebagai

insitusi yang menguasai air kepada perseorangan atau badan usaha yang secara

hukum disebut sebagai ‘licences’, ‘permissions’, ‘authorisaions’, ‘consents’ and ‘concessions’ untuk memanfaatkan air. Water right dalam terminologi ekonomi dipakai sebagai alat untuk menarik restribusi atas air yang dimanfaatkan.

Pengerian tersebut jelas sangat berbeda dengan Right to Water seperi yang

dipahami dalam kajian Hak Asasi Manusia. Hukum yang mengatur Water Right

memiliki asumsi bahwa air adalah komodii yang membutuhkan perlindungan

hukum bagi pihak-pihak yang menguasainya. Water Right dapat lebih diarikan

sebagai Hak Memiliki Air. Perbedaannya adalah air sebagai sebuah kebutuhan (untuk dimiliki) dan air sebagai sebuah hak. The Right to Water (air sebagai sebuah hak) lebih ditekankan pada air sebagai bagian yang tak terpisahkan

dari kehidupan manusia yang bermartabat, oleh karena itu Hak Atas Air adalah

sesuatu yang mutlak dan telah memunculkan kewajiban bagi Negara untuk mengakuinya.

(7)

right to water entitles everyone to suf-icient, afordable, physically accessible, safe and acceptable water for personal and domestic uses.” Hak atas air juga termasuk kebebasan untuk mengelola akses atas air. Elemen hak atas air harus mencukupi untuk martabat manusia, kehidupan dan kesehat an. Kecukupan hak atas air tidak bisa diterjemahkan dengan sempit, hanya sebatas pada kuantitas volume dan teknologi. Air harus diperlakukan sebagai barang social dan budaya, tidak semata-mata sebagai barang ekonomi.

Dalam Komentar Umum Perseri-katan Bangsa-Bangsa (United Na-tions General Comments) pada Komite untuk Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (Committee on Economic, Social, and Cultural Rights) Nomor 15, hak asasi manusia atas air terdiri dan dua kom-ponen penting, yaitu kebebasan ( free-dom) dan pengakuan (entitlements). Kebebasan dimaksudkan tidak adanya intervensi yang bisa menyebabkan

ter-cerabutnya hak asasi manusia atas air, misalnya terkontaminasinya air yang dikonsumsi. Pengakuan adalah hak atas sistem dan manajemen air yang memungkinkan setiap orang mempu-nyai kesempatan dan akses yang sama atas air.

Upaya Pemerintah

Sebagaimana hak asasi manusia lainnya posisi negara dalam hubung-annya dengan kewajibhubung-annya yang ditimbulkan oleh hak asasi manusia, negara harus menghormati (to respect) yaitu mengharuskan negara mencegah terganggunya langsung/tidak lang-sung pemenuhan hak atas air, melin-dungi (to protect) yaitu mengharuskan negara mencegah keterlibatan pihak ketiga (perusahaan) dalam pemenuh-an hak atas air, dpemenuh-an memenuhinya (to fulill) yaitu mengharuskan negara mengambil langkah untuk mencapai pemenuh an hak atas air sepenuhnya. Dalam konteks menghormati, peme-rintah Indonesia telah meratifikasi

kovenan internasional tentang hak ekonomi, sosial, budaya melalui UU Nomor 11 Tahun 2005 sehingga ne-gara harus memenuhi hak masyarakat termasuk kebutuhan akan air mi-num.

(8)

pengelo-laan sumber daya air; (iv) menyatakan keberatan terhadap rencana pengelo-laan sumberdaya air yang sudah diu-mumkan dalam jangka waktu terten-tu sesuai dengan kondisi setempat; (v) mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan sumberdaya air; dan/ atau (vi) mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah sumberdaya air yang merugikan ke-hidupannya.

Sementara hak masyarakat diatur lebih jauh dalam Peraturan

Pemerin-tah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum sebagai turunan UU No-mor 7 Tahun 2004, yang dalam hal ini adalah pelanggan adalah (i) mem-peroleh pelayanan air minum yang memenuhi syarat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sesuai dengan standar yang ditetapkan; (ii) mendapatkan informasi tentang struktur dan be-saran tarif serta tagihan; (iii) meng-ajukan gugatan atas pelayanan yang merugikan dirinya ke pengadilan; (iv) mendapatkan ganti rugi yang layak sebagai akibat kelalaian pelayanan; dan (v) memperoleh pelayanan

pem-buangan air limbah atau penyedotan lumpur tinja.

Bahkan secara teknis kualitas air minum telah diatur tersendiri dalam PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengen-dalian Pencemaran Air untuk memas-tikan kepentingan masyarakat terlin-dungi.

Walaupun demikian, pemerintah dianggap telah gagal memenuhi hak masyarakat tersebut. “Upaya peme-rintah Indonesia untuk melindungi dan menghormati hak atas air mi-num masih terlalu jauh dari harapan masyarakat,” kata Koordinator Na-sional Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha) Hamong Santono. “La-poran yang disusun oleh UNESCAP, ADB, dan UNDP, juga secara tegas menyatakan bahwa Indonesia berada di jalur yang lambat dalam pemenuh-an target air minum dpemenuh-an spemenuh-anitasi da-lam MDGs,” tuturnya.

Salah satu pemicu rendahnya akses masyarakat terhadap air mi-num itu adalah kecilnya anggaran yang dialokasikan pemerintah. Tahun 2005 lalu, anggaran yang dikeluarkan hanya Rp.500 miliar dan tahun 2010 Rp.3 triliun. Padahal, kebutuhan ang-garan untuk pembangunan air mi-num dan sanitasi berkisar 2 sampai 3 kalinya. “Perlu komitmen dan agenda politik yang lebih jelas soal hak atas air masyarakat. Kita jangan asal ikut menandatangani resolusi namun tidak tahu setelah itu akan kemana perso-alan air minum dan sanitasi dasar masyarakat bergerak,” ujar Hamong,

Namun kembali kepada salah satu prinsip pemenuhan hak asasi manu-sia, bahwa prosesnya harus memper-hatikan kemampuan dari masing-masing pemerintah. Terpenting dari semuanya adalah adanya keinginan yang kuat dari pemerintah mencapai target pemenuhan hak atas air. Hal ini sudah terlihat jelas jika

memban-Laporan Utama

(9)

dingkan kenaikan alokasi anggaran air minum dan penyehatan lingkunng-an naik hampir enam kali lipat pada kurun waktu lima tahun mendatang (2010-2014) dibanding kurun waktu lima tahun sebelumnya (2005-2009).

Pemerintah Daerah sebagai Ujung Tombak

Seringkali aktor utama dari pem-bangunan air minum dan penyehatan lingkungan terlupakan. Berdasarkan regulasi yang ada, pemerintah daerah lah yang saat ini menjadi pihak yang bertanggungjawab menyediakan air minum. Menjadi pertanyaan penting, sejauh mana konsep hak atas air seba-gai hak asasi manusia telah dipahami oleh pengambil keputusan di daerah. Jika itu saja belum terlaksana, jangan berharap banyak bahwa resolusi PBB tersebut akan berdampak bagi pen-ingkatan akses air minum di Indone-sia. Kalapun telah dipahami, menjadi langkah berikutnya untuk mengeta-hui sejauhmana pemahaman tersebut telah terinternalisasi dalam dokumen perencanaan pemerintah daerah, semisal rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerh (RPJMD). Demiki-an selDemiki-anjutnya sampai teralokasikDemiki-an dana yang terfokus pada kelompok marjinal.

Menjadi tugas pemerintah pusat dan pemerintah propinsi menjadi-kan pemahaman hak atas air sebagai hak asasi manusia menjadi bagian dariarus utama pembangunan air mi-num dan penyehatan lingkungan di daerah. Dibutuhkan upaya advokasi baik ke pihak eksekutif maupun legis-latif, dilanjutkan dengan internalisasi melalui peninjauan kembali doku-men RPJMD, sehingga terlihat jelas peningkatan dramatis dari alokasi anggaran AMPL khususnya bagi me-reka yang termarjinalkan. Sepertinya dibutuhkan waktu yang cukup lama dengan mempertimbangkan terdapat

sekitar 500 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Tugas Bersama

Jadi dibutuhkan tentunya sedikit kesabaran bagi kita semua untuk da-pat melihat hasil dari upaya pemerin-tah. Tentunya kerjasama dari semua pihak, dan ini juga merupakan salah satu prinsip pemenuhan hak asasi yaitu saling ketergantungan,

men-jadi suatu keniscayaan. Pemenuhan hak atas air sebagai hak asasi manu-sia tidak akan tercapai jika pemerin-tah dibiarkan berjuang sendiri. Mari kita bekerjasama. Masih sekitar 100 juta saudara kita belum memperoleh akses terhadap air minum. Sebagian terbesar dari mereka berasal dari kelompok yang termarjinalkan (OM)

Dirjen HAM, Harkristui Harkrisnowo:

Sejumlah Masalah di Sektor Air Jadi

Perhaian Pemerintah

Dalam Lokakarya Hak Atas Air yang diselenggarakan oleh Pokja AMPL di Bogor beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Harkristui Harkrisnowo dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Direktur Kerjasama HAM, Dimas Samudera Rum menegaskan,air merupakan benda yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan mahluk hidup. Tanpa air mahluk hidup idak akan mampu mempertahankan kehidupannya. Namun dalam kenyataannya dunia mengalami permasalahan dengan air yang disebabkan berbagai faktor, antara lain laju pertumbuhan penduduk dunia yang cepat, serta pengelolaan air yang idak berkelanjutan yang saat ini dilaksanakan.

Disampaikan pula bahwa dalam sambutan tersebut sejumlah kebijakan internasional terkait hak atas air seperi CEDAW (Convenion on the Eliminaion of All Forms of Discriminaion Against Women), CRC (Convenion on the Rights of the Child) dan ICESCR (Internaional Covenant on Civil and Poliical Rights dan Internaional

Covenant on Economic, Social and Cultural Rights). Termasuk juga ECOSOC DECLARATION (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada bulan November 2002.

Sementara Indonesia sendiri mencantumkan pengakuan atas hak dasar tersebut sejak awal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang menyatakan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan demikian, negara bertanggung jawab menjamin penyediaan air yang bagi seiap individu warga negara.

(10)

Laporan Utama

A

ir dalam sejarah kehidupan ma-nusia memiliki posisi sentral dan merupakan jaminan ke-berlangsungan kehidupan manusia di muka bumi. Air berhubungan dengan hak hidup sesesorang sehingga air tidak bisa dilepaskan dalam kerangka hak asasi manusia. Pengakuan air sebagai hak asasi manusia mengindikasikan dua hal; di satu pihak adalah pengakuan ter-hadap kenyataan bahwa air merupakan kebutuhan yang demikian penting bagi hidup manusia, di pihak lain perlunya perlindungan kepada setiap orang atas akses untuk mendapatkan air. Demi perlindungan tersebut perlu dipositif-kan hak atas air menjadi hak yang ter-tinggi dalam bidang hukum yaitu hak asasi manusia.

Pentingnya Hak Atas Air sebagai Hak Asasi

Tanpa disadari sebenarnya banyak manfaat dari ditetapkannya hak atas air sebagai hak asasi. Seperti misalnya (i) air menjadi hak yang legal, lebih dari pada sekedar layanan yang diberikan berdasar belas kasihan; (ii) pencapaian akses dasar harus dipercepat; (iii) mereka yang tera-baikan menjadi lebih diperhatikan se-hingga kesen jangan da pat

berkurang; (iv) masyarakat dan warga yang termarjinalkan akan diberdayakan untuk berperan dalam proses peng ambil-an keputusambil-an; (v) negara menjadi lebih fokus pada pemenuhan kewajibannya karena dipantau secara internasional.

Siapa Paling Terdampak

Berbicara tentang hak atas air seba-gai hak asasi manusia, terdapat bebe-rapa kelompok yang sangat terdampak oleh perubahan yang akan terjadi. Me-reka terdampak terutama karena selama ini terabaikan haknya dan menjadi ke-lompok yang dengan berbagai alasan normatif dan legal tidak menjadi target penyedia layanan air minum.

Kaum miskin. Daintara kelompok yang terdampak, kaum miskin lah yang paling menderita. Hal ini terlihat dari data yang menunjukkan 80 persen dari yang tidak mempunyai akses air minum adalah kaum miskin, terutama miskin perdesaan.

Perempuan. Perempuan di ba-nyak komunitas mendapat status yang lebih rendah dibanding pria. Mereka mendapat tugas mengumpulkan atau mencari air untuk kebutuhan rumah tangga. Data menunjukkan 70 persen dari 1,3 miliar penduduk yang sangat miskin adalah wanita (WHO, 2001).

Riset menunjukkan bahwa rata-rata rumah tangga di Afrika menghabiskan 26 persen waktunya untuk mengum-pulkan air, dan umumnya wanita lah yang menjalankan tugas ini (DFID, 2001). Kondisi ini menghalangi wanita be kerja, bahkan bersekolah.

Anak-Anak. Kondisi air yang tidak memadai meningkatkan peluang anak-anak menderita penyakit. Sistem kekebalan mereka belum sepenuhnya terbangun. Anak-anak juga seringkali berbagi tugas dengan kaum perempuan sebagai pengumpul air. Akibatnya, di banyak negara anak-anak banyak yang tidak bersekolah.

Masyarakat Asli. Sebenarnya masyarakat asli inilah yang meman-faatkan sumber air tradisional. Namun dengan berkembangnya suatu daerah, sumber air tersebut kemudian banyak yang tercemar atau dimanfaatkan me-lebihi kapasitasnya. Kondisi ini kemu-dian menjadikan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan air.

Prinsip Utama

Prinsip utama hak asasi manu-sia terkait pembangunan air minum dan sanitasi diantaranya adalah (i) ke-setaraan dan tanpa diskriminasi. Kedua prinsip ini merupakan paling utama

Hak Atas Air

(11)

diantara prinsip dasar kerangka hak asasi manusia. Menyatukan prinsip ini kedalam kebijakan pembangunan AMPL memerlukan upaya khusus untuk mengidentifikasi individu dan ke lompok yang paling marjinal dan rawan terkait ketersediaan akses air mi-num dan sanitasi. Selain juga memer-lukan tindakan proaktif untuk memas-tikan individu dan kelompok marjinal termasuk dalam sasaran dan menjadi fokus intervensi. Kelompok ini dian-taranya wanita, anak-anak, penduduk pedesaan, permukiman kumuh, mis-kin, penduduk yang sering berpindah, pengungsi, orang tua, masyarakat ter-asing, orang cacad, dan penduduk dae-rah rawan air. Mengembangkan data terpadu terkait kelompok ini menjadi suatu keniscayaan. Isu utama yang se-ring dibicarakan adalah keterjangkauan (afordability) tanpa membedakan penyedianya oleh swasta atau peme-rintah. Pemerintah bertanggungjawab memastikan bahwa air terjangkau oleh seluruh kalangan bahkan mereka yang tidak mampu membayar. Bentuk upaya tersebut diantaranya berupa penyedia-an sejumlah tertentu air secara gratis, sistem blok tarif, mekanisme susidi silang dan subsidi langsung. (ii) aman dan dapat diterima. Air harus aman un-tuk penggunaan domestik, dan jumlah minimum harus tersedia untuk air mi-num; (iii) layanan terjangkau. Apa yang disebut terjangkau itu?. Pembayaran dianggap tak terjangkau ketika mengu-rangi kemampuan seseorang membeli barang kebutuhan dasar lainnya seperti makanan, rumah, kesehatan dan pen-didikan. Tidak dianjurkan bagi rumah tangga mengeluarkan dana untuk air minum lebih besar dari 3% pendapa-tannya; (iv) layanan dapat di akses. Ka-pan layanan dianggap dapat di akses?. Pemerintah harus memastikan akses terhadap air tersedia di dalam atau dekat rumah, sekolah atau tempat kerja. Jika tidak memungkinkan, maka kondisi

yang dapat ditolerir adalah waktu yang dibutuhkan ke sumber air maksimal 30 menit. Keamanan ketika mengambil air juga dipertimbangkan; (v) air yang memadai. Berapa banyak kebutuhan air per orang dianggap sebagai kebutuh-an minimum?. PBB mengindikasikkebutuh-an bahwa air harus memadai untuk kebu-tuhan minum, sanitasi, cuci pakaian, dan masak. Dibutuhkan setidaknya 20 liter per orang per hari. Jika sumber air memadai maka jumlah minimum sebaiknya menjadi 100 liter; (vi) infor-masi yang mudah di akses. Hak atas air sebagai hak asasi memungkinkan terse-dianya akses terhadap informasi tentang strategi dan kebijakan pemerintah, dan memungkinkan masyarakat berpartisi-pasi.

Hak Atas Air sebagai Prasyarat Hak Asasi Lainnya

Hak atas air menjadi prasyarat pe-menuhan hak asasi lainnya. Sebagai ilus-trasi (i) Hak atas makanan. Konsumsi air tidak aman menghambat upaya pe-menuhan nutrisi dasar dan selanjutnya hak aatas makanan; (ii) hak atas kehi-dupan dan hak atas kesehatan. Keku-rangan air yang amanmenjadi penyebab utama kematian bayi di seluruh dunia; (iii) hak atas pendidikan. Mengambil air di banyak negara merupakan tugas anak perempuan dan wanita. Padahal waktu dan jarak tempuh kadang-ka-dang membutuhkan lebih dari 2 jam perjalanan sehingga menghalangi me-reka untuk hadir di sekolah. Termasuk ketidakhadiran karena sakit akibat di-are; (iv) hak atas perumahan. Keterse-diaan air minum menjadi persyaratan sebuah rumah yang layak huni.

Kewajiban Negara

Isu yang timbul kemudian adalah bagaimana posisi negara dalam hubung-annya dengan air sebagai benda publik atau benda sosial yang bahkan telah di-akui sebagai bagian dari hak asasi

ma-nusia. Berdasar komentar umum No-mor 15 dari Komite PBB tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya bahwa hak atas air sebagaimana hak asasi lain-nya menghasilkan tiga tipe kewajiban bagi negara yaitu kewajiban menghar-gai (to respect), kewajiban melindungi (to protect), dan kewajiban memenuhi (to fulil).

Kewajiban menghormati: meme-lihara akses yang ada. Kewajiban ini mengharuskan negara tidak meng-ganggu baik langsung maupun tidak langsung keberadaan hak atas air. Ke-wajiban termasuk misalnya tidak mem-batasi akses kepada siapapun.

Kewajiban melindungi: mengatur pihak ketiga. Kewajiban ini mengharus-kan negara untuk menghalangi campur angan pihak ketiga dengan cara apapun keberadaan hak atas air. Pihak ketiga termasuk individu, kelompok, perusa-haan dan institusi yang dibawah ken-dali pemerintah. Kewajiban termasuk mengadopsi regulasi yang efektif.

Kewajiban memenuhi: fasilitasi, pro-mosi dan penyediaan. Kewajiban ini mengharuskan pemerintah mengambil langkah untuk memenuhi hak atas air.

Bagaimana dengan pemerintah daerah? Sebenarnya penentu utama ter-capainya hak atas air sebagai hak asasi manusia berada ditangan pemerintah daerah. Komentar Umum PBB No-mor 15 menegaskan bahwa pemerintah pusat harus memastikan bahwa pe-merintah daerah mempunyai kapasitas baik sumber daya keuangan maupun sumber daya manusia untuk

menyedia-Kesalahpahaman terhadap Hak Atas Air

Air sebagai Hak Asasi idak berari....

l..bahwa air disediakan secara grais

kepada semua.

l..bahwa seiap rumah harus

dilayani melalui sambungan langsung bahkan jika idak layak secara inansial

l..bahwa pemerintah sendiri yang

(12)

kan layanan air minum. Ditambahkan juga bahwa layanan tersebut harus me-menuhi prinsip hak asasi manusia.

Indikator Pemenuhan Hak Atas Air

Kecukupan air sebagai prasyarat pemenuhan hak atas air, dalam setiap keadaan apa pun harus memenuhi fak-tor berikut (i) ketersediaan. Suplai air untuk setiap orang harus mencukupi dan berkelanjutan untuk kebutuhan in-dividu dan rumah tangganya; (ii) kuali-tas. Air untuk setiap orang atau rumah tangga harus aman, bebas dari orga-nisme mikro, unsur kimia dan radiologi yang berbahaya yang mengancam kese-hatan manusia; (iii) mudah diakses. Air dan fasilitas air dan pelayanannya harus dapat diakses oleh setiap orang tanpa diskriminasi. Kemudahan akses ditandai oleh (a) mudah diakses secara fisik. Air dan fasilitas air dan pelayanannya harus dapat dijangkau secara fisik bagi selu-ruh golongan yang ada di dalam suatu populasi; (b) terjangkau secara ekono-mi. Air dan fasilitas air dan pelayanan-nya harus terjangkau untuk semuapelayanan-nya.

Biaya yang timbul, baik secara langsung maupun tidak langsung dan biaya lain yang berhubungan dengan air harus terjangkau; (c) non-diskriminasi. Air dan fasilitas air dan pelayanannya harus dapat diakses oleh semua, termasuk ke-lompok rentan atau marjinal, dalam hu-kum maupun keadaan nyata lapangan tanpa diskriminasi; (d) akses informasi. Akses atas air juga termasuk hak untuk mencari, menerima dan bagian dari in-formasi sehubungan dengan air.

Mewujudkan Air sebagai Hak Asasi

Pada kenyataannya, sejumlah faktor dibutuhkan untuk memastikan air seba-gai hak asasi. Pertama, pemerintah ha-rus memiliki regulasi dan intitusi yang efektif, termasuk otoritas publik yang mempunyai mandat jelas yang dibekali sumber dana dan sumber daya manusia memadai. Kedua, informasi dan pen-didikan. Ini dibutuhkan untuk memas-tikan pengelolaan air yang transparan dan bertanggungjawab. Masyarakat harus mengetahui dan memahami hak mereka. Tentunya sebaliknya juga

mereka harus tahu kewajibannya. Di lain pihak, otoritas publik juga harus mengetahui kewajibannya. Ketiga, dia-log multi pihak. Diadia-log ini melibatkan berbagai pihak mulai dari swasta, LSM, masyarakat miskin, yang dapat berkon-tribusi dalam proses perencanaan, pem-bangunan dan pengelolaan layanan air minum. Hal ini dapat menjadikan otoritas publik lebih bertanggungjawab dan transparan. Keempat, mekanisme solidaritas berbagi biaya. Sebagai con-toh, sistem tarif dapat menggunakan sistem subsidi silang, yang kaya mem-bayar lebih besar.

Sementara itu, hak atas air tidak hanya berlaku bagi perusahaan pu blik tetapi juga swasta. Sebagai ilustrasi,

the International Federation of Private Water Operators AquaFed, yang me-wakili berbagai perusahaan layanan air minum dari yang kecil sampai perusa-haan internasional, telah memasukkan isu hak asasi air dalam aturan perusa-haan. Terdapat tiga elemen dibutuhkan agar operator melaksanakan konsep hak atas air yaitu (i) kontrak yang jelas yang mencakup peran dan tanggung-jawab operator; (ii) keberadaan subsidi atau tarif rendah bagi masyarakat mis-kin; (iii) keberadaan mekanisme sosial berkelanjutan terhadap layanan bagi kelompok yang terpinggirkan (miskin, tuna wisma, dan lainnya).

Laporan Utama

Praktek Unggulan

Belgia. Dana sosial diperkenalkan dan dibiayai melalui sumber iuran air. Pendapatan dari dana sosial diguna

-kan oleh lembaga sosial untuk menu

-tup biaya layanan bagi masyarakat termiskin. Selain itu diterapkan kon

-sumsi air grais maksimal 15 m3 per keluarga.

Porto Alegre, Brazil. Perusahaan publik penyedia air minum menerap

-kan proses perencanaan anggaran parisipaif. Dalam pertemuan publik, seiap warga bebas berbicara tentang prioritas anggaran. Model ini meng

-hasilkan pertambahan dramais da

-lam akses air minum bagi komunitas miskin.

Afrika Selatan. Seiaop insitusi layanan air minum harus mempunyai unit layanan konsumen yang akan menerima seiap keluhan. Kemente

-rian Urusan Air dipersyaratkan mem

-punyai sistem informasi nasional yang dapat di akses oleh masyarakat.

Pertanyaan yang Sering Mengemuka

• Apakah 20 liter per kapita per hari sudah memadai sebagai pemenuhan hak asasi?. TIDAK. 20 li -ter per kapita per hari kebutuhan paling minimum tetapi masih belum dapat mencukupi

kebutu-han terkait aspek kesehatan. Untuk itu, kebutukebutu-han minimum yang sebaiknya dipenuhi berkisar

antara 50 sampai 100 liter per kapita per hari.

•Apakah biaya untuk mencapai terpenuhinya kebutuhan air menjadi penghalang.?. TIDAK. Me

-mang betul bahwa biaya yang dibutuhkan besar. Namun, terbuki bahwa biaya yang dikeluarkan sebagai akibat idak terpenuhinya kebutuhan air minum bahkan jauh lebih besar, dalam bentuk menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, kehilangan waktu produkif dan keidakhadiran di sekolah. Selain itu, kebutuhan tersebut idak harus dipenuhi dalam waktu sekejap, tetapi dise -suaikan dengan kemampuan masing-masing pemerintah.

• Apakah seiap orang bahkan yang inggal di daerah terpencil dipersyaratkan mendapat akses air minum melalui sistem perpipaan? TIDAK. Pemerintah hanya harus memasikan seiap orang mempunyai akses yang memenuhi standar (ketersediaan, akses, terjangkau, kualitas), namun tentunya seiap daerah memerlukan bentuk layanan yang berbeda disesuaikan kebutuhan mas -ing-masing.

• Apakah pemerintah harus menyediakan layanan air minum secara grais? TIDAK.. Hak asasi ma

-nusia hanya menjamin bahwa air minum harus terjangkau dan idak menghambat tercapainya hak asasi lainnya seperi makanan, rumah dan kkesehatan.

• Apakah hak asasi melarang keterlibatan swasta dalam penyediaan layanan air minum? TIDAK. Hak asasi idak menyebutkan bentuk tertentu layanan air minum. Namun, pemerintah harus memasikan, melalui regulasi, pemantauan, prosedur pelaporan, bahwa semua penyedia (pub

-lik dan swasta) idak melanggar hak asasi manusia.

(13)

Pengerian dan Ciri Pokok Hakikat HAM

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya, yang diberikan langsung oleh Tuhan. Jika hak tersebut terabaikan maka manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Sementara secara resmi dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormai, dijunjung inggi, dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah dan seiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu (i) HAM idak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomais; (ii) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan poliik atau asal-usul sosial dan bangsa; (iii) HAM idak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM

walaupun sebuah negara membuat hukum yang idak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.

Perkembangan Pemikiran HAM

Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris, yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan

hukum, tetapi ia sendiri idak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum (Mansyur Efendi,1994). Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikui oleh perkembangan yang lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris

pada tahun 1689. Pada masa itu mulai imbuladagium yang ininya adalah bahwa manusia sama di muka hukum (equality before the law). Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American

Declaraion of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga idaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.

Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaraion (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi idak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumpion of innocent, arinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan idak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dalam

French Declaraion sudah tercakup semua hak, melipui hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum yang asas-asasnya sudah dicanangkan sebelumnya. Selain itu juga dikenal Perlu juga diketahui

The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941.

Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan

The Universal Declaraion of Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.

Sekilas HAK ASASI MANUSIA (HAM)

(14)

R

S

ampai sejauh ini hak asasi manusia sudah menjadi pembicaraan yang lazim di kalangan awam. Walau-pun demikian tentunya tidak banyak yang tahu se-cara pasti yang dimaksud. Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus di-lindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh dia-baikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.

Sementara itu untuk menunjukkan penghargaan bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk men-junjung tinggi dan melaksanakan Dek1arasi Universal ten-tang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikat an Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lain-nya mengenai hak asasi manusia, maka bangsa Indonesia secara sadar bahkan telah mengeluarkan Ketetapan Ma-jelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/I998 tentang Hak Asasi Manusia. Di samping itu, pengaturan mengenai hak asasi manusia pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan perundang-un-dangan, termasuk undang-undang yang mengesahkan ber-bagai konvensi internasional mengenai hak asasi manusia. Namun untuk memayungi seluruh peraturan perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam undang-undang ini secara gamblang hak asasi manusia didefinisikan sebagai seperangkat hak yang me lekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tu-han Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilin dungi oleh nega-ra, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk

membedakan yang baik dan yang buruk yang akan mem-bimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam men-jalani kehidupannya.

Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itu-lah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati seba-gai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kema-nusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organi-sasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak, dan tujuan dalam penyelenggaraan ke-hidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sejalan dengan pandangan di atas, Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia dicip-takan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosi-alitas (bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan meng-hormati hak asasi orang lain.

Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun, terutama negara dan pemerintah. De-ngan demikian, negara dan pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi manusia setiap warganegara dan penduduknya tan-pa diskriminasi. Kewajiban menghormati hak asasi manu-sia tersebut, tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan persamaan keduduk-an warga negara dalam hukum dkeduduk-an pemerintahkeduduk-an, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan ber-serikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.

Dasar pemikiran pembentukan Undang-undang ini adalah sebagai berikut :

a. Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya;

b. pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk,

struk-Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999

(15)

tur, kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh Penciptanya, untuk menjamin kelanjutan hidup-nya;

c. untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkat-kan martabat manusia, diperlumeningkat-kan pengakuan dan per-lindungan hak asasi manusia, karena tanpa hal tersebut manusia akan kehilangan sifat dan martabatnya, se-hingga dapat mendorong manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus);

d. karena manusia merupakan makhluk sosial, maka hak asasi manusia yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas;

e. hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapa-pun dan dalam keadaan apasiapa-pun;

f. setiap hak asasi manusia mengandung kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain, sehingga di dalam hak asasi manusia terdapat kewajiban dasar; g. hak asasi manusia harus benar-benar dihormati,

dilin-dungi, dan ditegakkan, dan untukitu pemerintah, apara-tur negara, dan pejabat publik lainnya mempunyai ke-wajiban dan tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, perlindungan, dan pene gakan hak asasi manusia.

Dalam Undang-undang ini, pengaturan mengenai hak asasi manusia ditentukan dengan berpedoman pada De-klarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hak-hak Anak, dan berbagai Instrumen internasional lain yang mengatur me-ngenai hak asasi manusia.

Undang-undang ini secara rinci mengatur mengenai hak untuk hidup dan hak untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak dihilangkan nyawa, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pe-merintahan, hak wanita, hak anak, dan hak atas kebebasan beragama. Selain mengatur hak asasi manusia, diatur pula mengenai kewajiban dasar, serta tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam penegakan hak asasi manusia.

Dalam Undang-undang ini, diatur pula tentang parti-sipasi masyarakat berupa pengaduan dan/atau gugatan atas pelanggaran hak asasi manusia, pengajaran usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi ma-nusia kepada Komnas HAM, penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia.

Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia ini adalah

merupakan payung dari seluruh peraturan perundang-un-dangan tentang hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelang-garan baik langsung maupun tidak langsung atas hak asasi manusia dikenakan sanksi pidana, perdata, dan atau ad-ministratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-undang ini terdiri dari 11 bab dan 106 pasal. Namun pasal yang terkait langsung dengan pemenuhan ke-butuhan rumah, air dan penyehatan lingkungan tercantum pada

a. Pasal 9 yang menyatakan (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya; (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin; (3) Se-tiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

b. Pasal ll yang menyatakan setiap orang berhak atas pe-menuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.

c. Pasal 40 yang menyatakan setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant on Economic, So-cial and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak ekonomi, Sosial dan Budaya)

Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kove-nan terdiri dari pembukaan dan pasal pasal yang mencakup 31 pasal.

Pembukaan Kovenan ini mengingatkan negara-negara akan kewajibannya menurut Piagam PBB untuk memaju-kan dan melindungi HAM, mengingatmemaju-kan individu amemaju-kan tanggung jawabnya untuk bekerja keras bagi pemajuan dan penaatan HAM yang diatur dalam Kovenan ini dalam kaitannya dengan individu lain dan masyarakatnya, dan mengakui bahwa, sesuai dengan DUHAM, cita-cita umat manusia untuk menikmati kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan hanya dapat ter-capai apabila telah tercipta kondisi bagi setiap orang untuk dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta hak-hak sipil dan politiknya.

(16)

A

POKJA

T

anggal 17 Oktober setiap tahun masyarakat dunia memperingati Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia (he International Day for the Eradication of Poverty). Kemiskinan bagi negara berkembang seperti Indonesia misalnya menjadi catatan tersendiri. Sulitnya penduduk dunia memperoleh layanan dasar sanitasi dan memperoleh air minum secara layak, jelas merupakan indikator dari kemiskinan. Badan Kesehatan Dunia WHO menyebut terbatasnya 95 persen akses penduduk miskin akan air bersih membuat belenggu kemiskinan menjerat 1,2 milliar penduduk dunia.

Seperti diketahui , pada tanggal 17 Oktober tahun 1987, lebih dari seratus ribu orang berdemonstrasi di Trocadéro di Kota Paris, Perancis, tepat di tempat penandatanganan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948, untuk mengajak seluruh warga dunia merenungkan kembali nasib para korban kemiskinan ekstrim, kekerasan, kelaparan, sulitnya memperoleh air minum dan buruknya sanitasi dihampir seluruh pelosok dunia.

Kemudian, demi menghormati momen bersejarah tersebut, PBB

berinisiatif untuk mengeluarkan resolusi Nomor 47/196 tertanggal 22 Desember 1992, yang menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Anti Kemiskinan Sedunia (International Day of Eradication for Poverty)- yang diperingati oleh warga dunia hingga saat ini. Pada tahun 2010 ini kampanye global yang dimobilisasi aliansi dunia bernama Global Call Against to Poverty (GCAP) terus dilakukan.

Pada September tahun 2000, perwakilan dari 189 negara di dunia telah berkumpul di New York dalam acara KTT Millenium yang digagas PBB. Hasilnya adalah ditandatanganinya sebuah deklarasi (Millenium Declaration) yang berisi 8 poin proyek bersama sasaran pembangunan yang harus dicapai negara-negara peserta sebelum tahun 2015. Ke delapan proyek itu meliputi penghapusan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim (dengan standar penghasilan di bawah 1,25 USD/hari), pemerataan pendidikan dasar, persamaan gender dan pemberdayaan perempuan, perlawanan terhadap penyakit khususnya HIV AIDS dan malaria, penurunan angka kematian anak, peningkatan kesehatan ibu, penjaminan daya dukung lingkungan dan membangun kemitraan

Hari Ani Kemiskinan Internasional

(17)

global untuk pembangunan. Jika dicermati, semua proyek itu bermuara pada satu target, yakni eliminasi problem besar bernama “kemiskinan”.

Berbicara tentang cara pemberantasan kemiskinan versi PBB, tentu tak bisa lepas juga dari pelaksanaan Tujuan Pembangunan Millenium/Millenium Development Goal’s disingkat MDG’s – yang juga merupakan produk PBB pada tahun 2000 demi menciptakan dunia tanpa kemiskinan pada tahun 2015. Sebagai bagian dari PBB, Indonesia sendiri ikut menerapkan program MDG’s sejak tahun 2004. Di dalam MDG’s sendiri, kita tahu, ada sekitar delapan program yang muluk-muluk di bidang kemiskinan, kesehatan, pendidikan, lingkungan, kesetaraan gender.

“Namun,terus terang, kami sangat meragukan keberhasilan program MDG’s di Indonesia. Karena praktis, kemiskinan -dan proses pemiskinan- tidak berkurang sama sekali.

Kita masih mendengar terjadinya wabah kelaparan di berbagai tempat di tanah air, yang artinya masih terdapat kemiskinan ekstrim. Kesehatan rakyat juga semakin buruk saja. Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih cukup tinggi, sejumlah besar masyarakat masih sulit memperoleh layanan air minum dan sanitasi mereka

masih sangat buruk,” ujar Ketua Yayasan Perlundungan Konsumen Kesehatan, dr Marius Wijayarta kepada

Percik.

Pendidikan, kesehatan, sulitnya memperoleh air minum dan rendahnya sanitasi dasar jelas bagian dari kemiskinan. Belum lagi masalah kesetaraan gender pun seperti masih mimpi, karena praktik penjualan anak dan perempuan masih marak di mana-mana. Target di bidang lingkungan hidup pun tidak terlihat karena setiap harinya kita terus disuguhkan fakta tentang dampak kerusakan lingkungan di sekitar kita, seperti banjir dan tanah longsor. Dan masih banyak lagi fakta yang membuat kita ragu akan bukti keberhasilan MDG’s.

Para aktivis kemanusian, pegiat lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan dan kesehatan masyarakat menyatakan bahwa kemiskinan merupakan kekerasan terhadap hak asasi manusia, sehingga mereka menuntut agar masyarakat di seluruh dunia menghormati

hak tersebut. Setelah itu, Majelis Umum PBB

mendeklarasikan 17 Oktober sebagai Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia, serta masyarakat dunia merayakan ‘Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia’ dengan berbagai acara.

Di Indonesia

Aksi memperingati Hari anti-pemiskinan juga terjadi di beberapa kota di Indonesia, seperti Lampung, Mataram, Garut, Cianjur, Tasikmalaya, dan Purwekerto. Di Bandar lampung, sekitar 50-an massa SRMI berjalan dari tugu adipura menuju kantor Pemerintah Kota setempat. Mereka mendesak agar walikota yang baru terpilih untuk merealisasikan janji-janji politiknya semasa kampanye, terutama dalam pemberantasan kemiskinan.

Atas desakan tersebut, walikota Bandar Lampung Herman HN bersedia menerima dan berdialog dengan

perwakilan aktivis SRMI. Pihak Walikota menjanjikan akan menuntaskan sejumlah persoalan yang dituntut SRMI, diantaranya, persoalan pendidikan, kesehatan, dan dokumen warga (KTP/KK/akta kelahiran), akan diwujudkan pada tahun 2011.

Di Tasikmalaya, Jawa Barat, puluhan aktivis SRMI menggelar aksinya di kantor pemerintah kabupaten, dan menuntut pengesahan Ranperda mengenai perlindungan Pedagang Kaki Lima (PKL). Massa juga mempersoalkan minimnya anggaran kesehatan, yang sebagian besarnya merupakan bantuan Pemprov Jabar.

Aksi juga dilakukan di kabupaten Garut, Jawa Barat, dimana puluhan demonstran menolak pembangunan Alfamart yang dianggap akan menyingkirkan ekonomi rakyat, khususnya pedagang kecil. Di Cianjur, Jawa Barat, massa yang berjumlah 300 orang anggota SRMI mendatangi kantor DPRD setempat. Massa mempersoalkan minimnya anggaran untuk pendidikan dan kesehatan, sementara biaya untuk kendaraan dinas Pemda terus membengkak.

Disamping itu, ratusan massa itu juga mendesak agar Pemkab Cianjur segera menaikkan jumlah anggaran untuk pendidikan dan kesehatan serta perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. (Eko/Infid.org)

(18)

ISTIMEWA

(Tulisan Pertama)

W

Dr Cekli Setya Pratiwi, SH.,LL.M.

T

he International Covenant on Economical and Social Rights (untuk selanjutnya disingkat CESCR) telah disusun dan disepakati sebagai bagian dari Hukum HAM Internasional (he International Bill of Rights) dengan maksud tidak lain adalah untuk melindungi hak-hak asasi manusia sehingga manusia dapat hidup sebagai manusia seutuhnya, bebas, aman, terlindungi dan hidup sehat. Hak untuk hidup sebagai hak yang paling kodrati tidak akan dapat pernah tercapai kecuali semua hak-hak dasar yang dibutuhkan ketika manusia hidup seperti “hak untuk bekerja, makan,

rumah, kesehatan, pendidikan, dan budaya” dapat tercukupi (adequately)

dan tersedia (available) bagi setiap orang. Selaras dengan tujuan fundamental inilah, maka dibentuklah instrumen HAM Internasional untuk memberikan perlindungan baik kepada individu atau kelompok tentang hak

ekonomi, sosial, dan budaya yang tertuang dalam CESCR 1966. CESCR secara garis besar memberikan pengakuan terhadap hak untuk bekerja, hak untuk mendapat pendidikan, hak untuk kehidupan yang layak, hak atas lingkungan yang sehat, hak atas pengembangan budaya, dan seterusnya. Hak atas penghidupan yang layak yang akan ditelaah dalam tulisan ini akan difokuskan pada hak atas rumah dan air minum.

(19)

tidak dapat dituntut di muka pengadilan (non-justiciable), dan hanya dapat dipenuhi oleh negara secara bertahap (to be fulilled progresively). Namun demikian, seiring dengan diakuinya sistem Hukum HAM secara global yang ditandai dengan penerimaan DUHAM 1948, maka negara-negara di dunia secara berulang-ulang menegaskan melalui Konferensi Dunia tentang HAM Tahun 1993 dengan menyatakan bahwa kedua bidang HAM yaitu CCPR dan CESCR tersebut memiliki kedudukan yang sama penting. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 32/130 pada Desember 1977 menyatakan bahwa:

“(a) All human rights and fundamental freedoms are invisilbe and interdependent; equal attention and urgent consideration should be given to the implementation, promotion, and protection of both civil

and political, and economical, social and cultural rights; (b) he full realization of civil and political rights without the enjoyment of economic, social and cultural rights is impossible; the achievement of lasting progress in the implementation of human rights is dependent upon sound and efective national and international policies of economic and social development, as recognized by the Proclamation of Teheran of 1968”.

Pada Tahun 2002 Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (the Committee on Economic, Social and Cultural Rights) dalam Pandangan Umum (General Comment) Nomor 15, secara

tegas memberikan penafsiran tentang pasal 11 dan pasal 12 dari Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), bahwa hak atas air adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya. Dalam argumentasinya, Komite ini menunjukkan bahwa banyak hak asasi manusia lainnya tidak dapat didapatkan oleh manusia jika sebelumnya tidak dikenal adanya hak atas air. Hak Hidup (the right to life), hak untuk mendapatkan makanan (the right to food), hak untuk mempertahankan kesehatan (the right to maintain health level) adalah hak-hak yang dalam upaya untuk memenuhinya membutuhkan hak atas air (the right to water) – sebagai prasyaratnya.

Disebutkan bahwa air tidak saja dibutuhkan untuk minum tetapi juga bagian yang tak terpisahkan dari proses pengolahan makanan, atau penciptaan kondisi perumahan yang sehat dan kebutuhan manusia lainnya

akan kehidupan. Lebih jauh bahkan ditegaskan bahwa komite tersebut memberikan kewajiban bagi negara untuk menjamin adanya hak atas air bagi setiap warga negaranya.

Dengan demikian, jelas bahwa baik hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial, budaya tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena memiliki sifat saling ketergantungan dan keduanya memerlukan perhatian yang sama dari negara baik dalam hal penerapannya, sosialisasinya maupun perlindungannya. Hal ini mengingat bahwa pemenuhan hak sipil dan politik saja tanpa pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya seseorang sangatlah tidak mungkin. Oleh karena itu, untuk mewujudkan terpenuhinya hak ekonomi, sosial dan budaya dibutuhkan dukungan baik dari kebijakan nasional atau internasional.

Dengan demikian, segala bentuk penyangkalan terhadap hak ekonomi, sosial dan budaya yang didukung oleh pendapat yang masih menempatkan hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai hak yang tidak nyata, hak yang tidak membutuhkan keterlibatan negara, atau hak yang dapat dipenuhi secara bertahap, hanyalah sebagai pandangan yang tidak relevan lagi. Terlebih ketika CESCR telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi 2200 A (XXI) pada Desember 1966 dan telah dilaksanakan sejak 3 Januari 1976. Bahkan saat ini karena jumlah penerimaan CESCR oleh negara-negara sudah sangat besar yaitu 143 negara-negara meratifikasi, maka CESCR sudah mengalami perubahan karakter yang semula hanya merupakan perjanjian multirateral berubah menjadi hukum kebiasaan internasional (international customary law), artinya ia mengikat setiap negara dengan atau tanpa ratifikasi.

II. Menilai Jaminan Hak Atas Rumah dan Air Dalam Hukum Positif

Dalam membahas persoalan tentang jaminan hukum hak rakyat atas rumah dan air perlu kiranya melihat sejauh mana hukum di Indonesia memberikan jaminan yang cukup atas hak tersebut. Dalam melihat aspek jaminan hukum, tentunya tidak sebatas pada bagaimana kualitas substansi hukum yang mengatur persoalan ini dalam setiap Hukum Nasional, namun juga harus memperhatikan sejuah mana ketaatan Indonesia sebagai bagian dari

...bahwa

hak atas air

adalah sesuatu

yang tidak dapat

(20)

masyarakat Internasional yang secara sadar menerima dan mengakui ketentuan-ketentuan Hukum Internasional khususnya yang sudah menjadi bagian dari hukum positif negara kita. Hal ini perlu ditegaskan mengingat masih banyak pandangan dan praktek yang mengatakan bahwa Hukum Nasional dan Hukum Internasional terpisah satu sama lainnya. Sehingga pembuat UU, penegak hukum atau bahkan pembuat kebijakan sering kali menanggalkan sifat mengikat dari Hukum Internasional yang dimaksud dan tindakan ini sering berimplikasi pada terampasnya hak-hak rakyat yang telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurang-kurangi oleh siapapun tak terkecuali oleh negara kecuali dalam hal-hal tertentu yang itupun harus diatur secara jelas dan tegas melalui UU.

Terkait dengan obyek pembahasan dalam tulisan ini yaitu tentang jaminan hak rakyat atas kehidupan yang layak khususnya rumah dan air minum, maka implikasi yuridis dari penerimaan Indonesia terhadap suatu Perjanjian Internasional adalah sesegera mungkin melakukan pembentukan UU baru jika belum punya, singkronisasi/perubahan jika terjadi pertentangan atau bahkan pencabutan apabila memang peraturan tersebut dinilai tidak sesuai atau bertentangan dengan hak-hak rakyat. Dalam kaitannya dengan hak rakyat atas penghidupan yang layak, dimana hal ini masuk dalam ruang lingkup hak ekonomi, sosial dan budaya, maka Indonesia secara resmi menjadi peserta dari he Internasional International Convenant on Economical, Social and Cultural Rights (CESCR) 1966 melalui sebuah

ratifikasi yaitu UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan

Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dengan demikian, sejak tahun 2005 ada kewajiban hukum yang diemban oleh negara Indonesia untuk segera menyesuaikan diri terhadap setiap produk perUUan yang terkait dengan isi kovenan tersebut. Hal ini tentunya dengan maksud dan tujuan agar jaminan pemenuhan hak rakyat atas hak ekonomi, sosial dan budaya semakin kuat.

Lalu dalam konteks jaminan hak rakyat atas penghidupan yang layak khususnya rumah dan air, bagaimana CESCR membebani negara peserta untuk segera mengambil langkah-langkah tindakan penting guna mengakui hak tersebut? Dalam hal ini Pasal 11 Ayat (1) CESCR menyatakan bahwa:

he States Parties of the present Covenant recognize the right of everyone to an adaquate standard of living

for himlself and his family, including adequate food, clothing and housing, and to the continous improvement of living conditions. he State Parties will take appropiate steps to ensure the realization of this right, recognizing to this efect essential importannce of international co-operation based on free consent.

Artinya: negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak untuk dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk kecukupan pangan, pakaian, perumahan yang layak dan atas perbaikan kondisi penghidupan yang bersifat terus menerus. Negara-negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang layak untuk memastikan perwjuduan hak ini, dengan mengakui, untuk maksud ini, sangat pentingnya arti kerjasama internasional yang didasarkan pada perbaikan yang sukarela.

Implikasi dari ketentuan Pasal 11 Ayat (1) CESCR di atas adalah bahwa bagi setiap negara yang menjadi peserta atau meratifikasi kovenant ini (termasuk Indonesia), memiliki kewajiban untuk mengakui hak setiap warga negara atas standar hidup yang layak yaitu meliputi kecukupan atas makanan, pakaian dan perumahan serta senantiasa meningkatkan perbaikan kondisi penghidupan secara terus-menerus. Bahwa kata “recognize” atau mengakui atas hak setiap warga negara untuk mendapatkan standar hidup yang layak baik kecukupan makanan, pakaian, dan perumahan tersebut memiliki makna membebani kewajiban kepada negara yaitu “the obligation to respect” (kewajiban negara untuk menghormati), “the obligation to protect” (kewajiban untuk melindungi), “the obligation to promote (kewajiban

Wacana

Referensi

Dokumen terkait

2) Perkusi jantung dilakukan hanya dalam keadaan yang sangat diperlukan.. 3) Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah tangan kiri sebagai plesimeter

Penelitian Lun dan Bond (2013) menemukan hasil yang berbeda di mana religiusitas dan spiritualitas memiliki hubungan yang negatif dengan kepuasan terhadap hidup dan

[r]

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai2 mrk merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan

[r]

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas IIIA Sekolah Dasar Negeri 29 Pontianak Kota dengan materi menulis karangan yang diajarkan dengan dengan

students of SMPN 3 Sungai Raya, Action Research was an appropriate design to help the teacher found the right technique for teaching English, especially to improve

Merujuk pada rumusan masalah, tujuan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Kondisi aktual kepemimpinan pembelajaraan kepala