• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL

B. Hasil Analisis

1. Ketimpangan Investasi di Indonesia

Indeks Entropi Theil digunakan untuk mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai kesenjangan spasial (kesenjangan antar daerah dalam suatu negara dan antar sub unit daerah dalam suatu kawasan). Pengolahan data penyebaran investasi berdasarkan analisis Indeks Entropi Theil dapat diklasifikan ke dalam 5 kelompok, yaitu

a. Antarprovinsi di Indonesia

b. Antarprovinsi dalam wilayah pulau dan kepulauan di Indonesia c. Antarprovinsi dalam wilayah kawasan barat dan timur

d. Antarwilayah pulau dan kepulauan di Indonesia e. Antarwilayah kawasan di Indonesia

Nilai Indeks Entropi Theil yang semakin besar nilainya atau semakin mendekati angka 1, maka semakin timpang penyebarannya (semakin memusat) dan semakin kecil nilainya atau semakin mendekati nol, maka semakin menyebar. Hasil analisis data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah berikut ini :

commit to user

Tabel 4.4

Hasil Analisis Ketimpangan Investasi Menurut Wilayah di Indonesia Tahun 2006-2010

No. Wilayah 2006 2007 2008 2009 2010

1. Antarprovinsi di Indonesia 0,23 0,24 0,38 0,31 0,19 2. Antarprovinsi dalam wilayah

pulau dan kepulauan a. Sumatra b. Jawa c. Kalimantan d. Sulawesi e. Indonesia lainnya* 0,11 0,28 0,09 0,03 0,18 0,06 0,25 0,07 0,03 0,25 0,08 0,28 0,07 0,02 0,28 0,12 0,28 0,29 0,02 0,28 0,13 0,29 0,05 0,03 0,29 3. Antarprovinsi dalam wilayah

a. Kawasan Barat b. Kawasan Timur 0,16 0,13 0,17 0,15 0,19 0,56 0,25 0,12 0,21 0,11 4.. Antarwilayah pulau dan

kepulauan di Indonesia

0,03 0,02 0,01 0,03 0,02 5. Antarwilayah kawasan di

Indonesia**

0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 Sumber : Badan Pusat Statistik, data diolah

Keterangan : * Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

** Kawasan Barat Indonesia : Jawa, Sumatra. Bali, Kalimantan. Kawasan Timur Indonesia : Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

a. Pola penyebaran investasi per kapita antarprovinsi di Indonesia Hasil nilai koefisien pada periode tahun 2006-2007 menunjukkan tren yang meningkat namun pada periode tahun 2008-2009 menunjukkan tren yang menurun. Pola penyebaran yang seperti ini berarti pola yang berbentuk huruf U terbalik, yaitu mula-mula cenderung memusat kemudian berubah cenderung menyebar. b. Pola penyebaran investasi per kapita antarprovinsi dalam wilayah

pulau dan kepulauan di Indonesia

Pada Tabel 4.4, tampak untuk Pulau Sumatra pada periode tahun 2006-2008 menunjukkan tren yang menurun dan pada

periode tahun 2009-2010 menunjukkan tren yang meningkat, atau pola penyebaran berbentuk huruf U yang mula-mula cenderung menyebar kemudian berubah cenderung memusat.

Pulau Jawa sendiri menujukkan tren yang semakin meningkat yaitu pola penyebaran dengan garis menaik walaupun pada tahun 2007 nilai koefisien sempat mengalami penurunan.

Nilai koefisien Pulau Kalimantan menunjukkan tren yang semakin meningkat pada periode tahun 2006-2009, namun nilai koefisien kemudian turun drastis di tahun 2010. Pola penyebaran cenderung memusat kemudian berubah cenderung menyebar di tahun 2010.

Pulau Sulawesi sendiri menunjukkan tren yang semakin menurun pada periode tahun 2006-2008 kemudian meningkat pada periode tahun 2009-2010. Pola penyebaran yang seperti ini berarti berbentuk huruf U yaitu mula-mula cenderung menyebar kemudian berubah cenderung memusat.

Adapun kategori Indonesia lainnya menunjukkan tren yang semakin meningkat dengan pola penyebaran garis yang menaik. c. Pola penyebaran investasi per kapita antarprovinsi dalam wilayah

kawasan di Indonesia

Pada Tabel 4.4 tampak bahwa Kawasan Indonesia Barat dan Kawasan Indonesia Timur menunjukkan tren yang mula-mula meningkat kemudian menurun. Pola penyebaran investasi

commit to user

membentuk seperti huruf U terbalik yaitu mula-mula cenderung memusat kemudian berubah menyebar .

d. Pola penyebaran investasi per kapita antarwilayah pulau dan kepulauan di Indonesia

Hasil nilai koefisien menunjukkan tren yang menurun kemudian meningkat dan menurun kembali. Pola penyebaran investasi memperlihatkan pola garis yang naik turun yang mula-mula cenderung menyebar kemudian berubah cenderung memusat dan kembali menyebar.

e. Pola penyebaran investasi per kapita antarkawasan di Indonesia Pada Tabel 4.4 tampak nilai koefisien yang menurun pada periode tahun 2007-2008, dan cenderung stabil di tahun-tahun berikutnya.

2. Pengaruh Variabel Inflasi, Suku Bunga Kredit Investasi, dan Kurs (Rp/US$) terhadap Investasi di Indonesia

a. Uji Stasioneritas

1) Uji Akar Unit (unit root test)

Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam analisis data time series. Hal ini karena penggunaan data yang tidak stasioner dalam model dapat menyebabkan regresi lancung (spurious regression). Pengujian stasioneritas data akan dilakukan dengan menggunakan uji akar unit Augmented Dickey-Fuller (ADF).

Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai t-statistik nya lebih kecil secara aktual dari nilai kritis MacKinnon, atau nilai probabilitasnya kurang dari nilai selang kepercayaan yang dipakai (dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi 5% atau 0,05). Hasil uji stasioneritas dari variabel-variabel yang akan dianalisis terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5

Hasil Uji Akar Unit (in level)

Variabel Nilai ADF

Nilai Kritis MacKinnon

Prob. Ket. 1% 5% 10% LNINV -1,4447 -3,8085 -3,0207 -2,6504 0,5399 Tidak stasioner LNKURS -1,3636 -3,8315 -3,0299 -2,6552 0,5775 Tidak stasioner SB -1,7263 -3,8085 -3,0207 -2,6504 0,4037 Tidak stasioner INF -4,7302 -3,8085 -3,0207 -2,6504 0,0014 Stasioner

Sumber : Data Olahan Eviews 6.0

Tabel 4.5menunjukkan hasil pengujian stasioneritas untuk semua variabel pada tingkat level menghasilkan nilai absolute statistic Augmented Dickey-Fuller lebih besar (lebih positif) dari nilai kritis MacKinnon yang berarti data tidak stasioner kecuali pada variabelinflasi (INF) yang stasioner baik pada tingkat signifikansi 1%, 5%, maupun 10%. Konsekuensi tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0), maka seluruh variabel akan diuji dengan pengujian derajat integrasi pada tingkat first difference.

commit to user

2) Uji Derajat Integrasi

Uji derajat integrasi dilakukan untuk mengetahui berapa derajat integrasi data-data tersebut perlu dilakukan sampai menemukan data yang stasioner pada tingkat diferensi yang sama. Jika salah satu variabel stasioner pada tingkat first difference, maka semua variabel harus stasioner di tingkat first differrence. Data dikatakan stasioner jika nilai absolut dari statistik Augmented Dickey-Fuller lebih kecil secara aktual (lebih negatif) dari nilai kritisnya .

Tabel 4.6

Hasil Uji Derajat Integrasi (in first difference)

Variabel Nilai ADF

Nilai Kritis MacKinnon

Prob. Ket. 1% 5% 10% D(LNINV) -4,3394 -4,5326 -3,6736 -3,2774 0,0145 Stasioner D(LNKURS) -4,6119 -4,5715 -3,6908 -3,2869 0,0093 Stasioner D(SB) -4,1910 -4,5715 -3,6908 -3,2869* 0,0202 Stasioner D(INF) -5,0615 -4,5715 -3,6908 -3,2869 0,0040 Stasioner Sumber : Data Olahan Eviews 6.0

Tabel 4.6 menunjukkan semua variabel mempunyai nilai absolute statistic Augmented Dickey-Fulleryang lebih kecil (lebih negatif) dari nilai kritis MacKinnon pada tingkat signifikansi 5% dan 10%.

b. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan untuk menguji residual regresi kointegrasi apakah stasioner ataukah tidak.Uji kointegrasi merupakan uji setelah melakukan uji akar-akar unit dan uji derajat

integrasi dan perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait mempunyai derajat integrasi yang sama.` Uji regresi kointegrasi diestimasi dengan OLS berikut ini :

Tabel 4.7

Hasil Regresi Kointegrasi dengan OLS

Variabel Koefisien Standar Eror t-statistik Prob

LN_KURS 1,5491 0,01515 10,2275 0,0000

INF -0,1161 0,0462 -2,5106 0,0232

SB -0,1717 0,0324 -5,2913 0,0001

C 1,3218 1,6020 0,8251 0,4215

R-squared 0.936657 Mean dependent var 11.44000 Adjusted R-squared 0.924780 S.D. dependent var 1.494749 S.E. of regression 0.409953 Akaike info criterion 1.231306 Sum squared resid 2.688978 Schwarz criterion 1.430452 Log likelihood -8.313059 Hannan-Quinn criter. 1.270181 F-statistic 78.86461 Durbin-Watson stat 1.693645 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : Data olahan eviews 6.0

= 1,3218 + 1,5491Kurs – 0,1161Inf – 0,1717 SB t-statistik (0,8251) (10,2275) (-2,5106) (-5,2913) se (1,6020) (0,01515) (0,0462) (0,0324)

Dilakukan uji akar unit terhadap nilai residual hasil Tabel 4.7 : Tabel 4.8

Hasil Uji Akar Unit terhadap E (Residual)

Sumber : Data olahan evies 6.0

Variabel t-statistik Nilai Kritis MacKinnon Ket.

1% 5% 10%

commit to user

Tabel 4.8 menunjukkan RESID (residual) stasioner pada semua tingkat signifikansi. Residual regresi kointegrasi yang stasioner menunjukkan residual dapat membentuk model jangka pendek ECM yang dikembangkan oleh Engle-Granger.

c. Pendekatan Kointegrasi dan Error Correction Model(ECM)

Hasil residual regresi kointegrasi yang stasioner maka residual dapat membentuk model jangka pendek ECM-EG sebagai berikut :

(nilai residual regresi kointegrasi periode sebelumnya)

= random error term

Tabel 4.9 Hasil Estimasi ECM (Estimasi Jangka Pendek)

Variabel Koefisien Standar Eror t-statistik Prob

D(LN_KURS) 0,6446 0,5293 1,2178 0,2434

D(INF) -0,0270 0,0436 -0,6191 0,5458

D(SB) -0,1194 0,0319 -3,7424 0,0022

C 0,0994 0,0953 1,0428 0,3147

E2(-1) -0,8955 0,2188 -4,0933 0,001

R-squared 0,734784 Mean dependent var 0,203158 Adjusted R-squared 0,659008 S.D. dependent var 0,599695 S.E. of regression 0,350189 Akaike info criterion 0,960247 Sum squared resid 1,716853 Schwarz criterion 1,208783 Log likelihood -4,122344 Hannan-Quinn criter. 1,002309 F-statistic 9,696784 Durbin-Watson stat 1,819039 Prob(F-statistic) 0,000567

= 0,0994 + 0,6446 Kurs – 0,0270 Inf – 0,1194 SB

t-statistik (1,0428) (1,2178) (-0,6191) ( -3,7424) se (0,0953) (0,5293) (0,0436) (0,0319)

Hasil estimasi ECM-EG menunjukkan koefisien bertanda negatif dan signifikan (probabilitas kurang dari 0,05) yang berarti model yang digunakan dapat diestimasi dan valid.

Hasil estimasi ECM-EG menunjukkan bahwa arah semua variabel sesuai dengan teori yaitu variabel inflasi dan suku bunga kredit investasi berpengaruh secara negatif terhadap investasi dan variabel kurs berpengaruh secara positif terhadap investasi.

Variabel inflasi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap investasi dalam jangka panjang. Koefisien variabel inflasi menunjukkan jika tingkat inflasi naik sebesar 1 % maka jumlah investasi akan turun sebesar 11,61 % dalam jangka panjang.

Variabel suku bunga kredit investasi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap investasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Koefisien variabel suku bunga kredit investasi menunjukkan jika tingkat suku bunga kredit investasi naik sebesar 1 % maka jumlah investasi akan turun sebesar 17,17 % dalam jangkapanjang dan 11,94 % dalam jangka pendek.

Variabel kurs berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap investasi dalam jangka panjang. Koefisien variabel kurs

commit to user

menunjukkan jika nilai kurs naik sebesar 1% maka jumlah investasi akan naik sebesar 154,91%.

d. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Ho : residual berdistribusi normal

Ha : residual berdistribusi tidak normal

Apabila nilai probabilitas Jarque-Bera lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (0,05), maka Ho ditolak yang berarti data berdistribusi tidak normal. Apabila nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari tingkat signifikansi 5% (0,05), maka Ho diterima yang berarti data berdistribusi normal.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 -1.00 -0.75 -0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 Serie s: Re siduals Sam p le 1 99 0 2 00 9 Ob servations 20 Mean -7.4 4e -16 Med ian 0.0 3 36 66 Maximum 0.7 1 81 74 Minimum -0.9 44 46 8 Std . De v. 0.3 7 61 98 Ske wness -0.7 00 87 3 Kurtosis 4.0 3 13 04 Jarq ue-Be ra 2.5 2 37 35 Prob ability 0.2 8 31 25

Sumber : Data olahan eviews 6.0

Gambar 4.1

Uji Normalitas Jarque-Bera (JB)

Gambar diatas menunjukkan nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari 0,05 yang berarti data berdistribusi normal.

2) Uji Autokorelasi

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji autokorelasi adalah dengan Durbin-Watson test. Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah :

Ho : Tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif Ha : Terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif

Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi

Durbin Watson Stat.

1,819039 0,998 1,676

Sumber : data olahan eviews 6.0

Tabel 4.10 menunjukkan nilai statistik Durbin Watson lebih besar daripada nilai dan lebih kecil dari nilai

(0,998<1,819039<2,324 ) yang berarti terima Ho, data tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif.

3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas akan dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity dengan pengujian hipotesis :

Ho : Tidak ada heteroskedastisitas Ha : Ada heteroskedastisitas

Tabel 4.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas

F-statistik Probability Obs*R-squared Probability

15,82780 0,0082 18,66310 0,1782

Sumber : Data olahan eviews 6.0

Tabel 4.11 menunjukkan nilai statistik uji White sebesar

commit to user

disimpulkan hipotesis null diterima (karena p-value lebih besar dari tingkat signifikansi 5%) yang berarti tidak terdapat heteroskedastisitas.

4) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi parsial yang disarankan oleh Farrar dan

Gruber (1967). Pendekatan ini dilakukan dengan

membandingkan squared antar variabel bebas dengan R-squared dalam regresi asal.

Tabel 4.12

Hasil Uji Multikolinieritas (Regresi Parsial)

R-squared asal R-squared* R-squared** R-squared***

0,714182 0,747909 0,736049 0,183990

Sumber : Data olahan eviews 6.0

Tabel 4.12 menunjukkan nilai R-squred asal yang lebih kecil dari nilai R-squared pada regresi antar variabel bebas (kecuali pada R-squared***yaitu pada nilai R-squared yang variabel dependennya adalah variabel SB). Hal ini berarti

model regresi terkena permasalahan asumsi klasik

multikolinieritas.

Pengaruh multikolinieritas terhadap estimator masih dapat bersifat BLUE, namun memiliki varian dan kovarian yang besar sehingga sulit dipakai sebagai alat estimasi. Selain itu interval estimasi cenderung lebar dan nilai statistik uji t akan kecil sehingga menyebabkan variabel independen tidak

signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel dependen (Wing, 2009 : 5.7).

Dokumen terkait