• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.2. Hasil Analisis Bivariat

36

4.1.2 Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel terikat yaitu penderita TB Paru BTA+, dengan variabel bebas yaitu variabel umur, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, imunisasi BCG, kebiasaan merokok, pengetahuan, kepadatan hunian, dan pencahayaan hunian. Hasil analisis bivariat akan disajikan dalam beberapa tabel berikut.

4.1.2.1. Hubungan Umur Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.2 Hubungan Umur Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014

Umur TB Paru BTA + Total p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Produktif 108 51,9 100 48,1 208 100,0 0,092 1,800 (0,837-3,871) Non produktif 12 37,5 20 62,5 32 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,092 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penderita TB paru BTA+.

4.1.2.2. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.3 Hubungan Jenis kelamin Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Jenis Kelamin TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Laki-laki 76 54,3 64 45,7 140 100,0 0,075 1,511 (0,902-2,533) Perempuan 44 44,0 56 56,0 100 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,075 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan penderita TB paru BTA+.

4.1.2.3 Hubungan Status Gizi Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.4 Hubungan Status Gizi Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Status Gizi TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Kurang 52 65,0 28 35,0 80 100,0 0,001 2,513 (1,441-4,382) Cukup 68 42,5 92 57,5 160 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 2,513 (CI= 1,441-4,382), artinya responden yang status gizinya kurang, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 2,5 kali dibandingkan dengan responden yang status gizinya baik.

4.1.2.4. Hubungan Pekerjaan Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.5 Hubungan Pekerjaan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pekerjaan TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Tidak Bekerja 75 67,0 37 33,0 112 100,0 0,000 3,739 (2,189-6,386) Bekerja 45 35,2 83 64,8 128 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 3,739 (CI= 2,189-6,386), artinya responden yang tidak bekerja, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan responden yang bekerja.

38!

!

38

4.1.2.5. Hubungan Penghasilan Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.6 Hubungan Penghasilan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Penghasilan TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Rendah 104 65,4 55 34,6 159 100,0 0,000 7,682 (4,062-14,527) Cukup 16 19,8 65 80,2 81 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 7,682 (CI= 4,062-14,527), artinya responden yang penghasilannya rendah, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 7,6 kali dibandingkan dengan responden yang penghasilannya cukup.

4.1.2.6. Hubungan Pendidikan Dengan Penderita TB Paru BTA +

Tabel 4.7 Hubungan Pendidikan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pendidikan TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Rendah 55 59,8 37 40,2 92 100,0 0,012 1,898 (1,119-3,219) Tinggi 65 43,9 83 56,1 148 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,012 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 1,898 (CI= 1,119-3,219), artinya responden yang pendidikannya rendah, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan responden yang pendidikannya tinggi.

4.1.2.7. Hubungan Imunisasi BCG Dengan Penderita TB Paru BTA +

Tabel 4.8 Hubungan Imunisasi BCG Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Imunisasi BCG TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Tidak 50 72,5 19 27,5 69 100,0 0,000 3,797 (2,063-6,987) Ya 70 40,9 101 59,1 171 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,000 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 3,797 (CI= 2,063-6,987), artinya responden yang tidak diimunisasi BCG, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan responden yang diimunisasi BCG.

4.1.2.8. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.9 Hubungan Merokok Dengan Penderita TB Paru BTA+ di

Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Merokok TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Ya 39 55,7 31 44,3 67 100,0 0,160 1,382 (0,790-2.419) Tidak 81 47,6 89 52,4 173 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,160 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 1,382 (CI= 0,790-2,419), artinya responden yang merokok, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 1,3 kali dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

40!

!

40

4.1.2.9. Hubungan Pengetahuan Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.10 Hubungan Pengetahuan Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Pengetahuan TB Paru BTA + Total p

value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Kurang 35 40,7 51 59,3 86 100,0 0,022 0,557 (0,326-0,951) Baik 85 55,2 69 44,8 154 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 00 100,

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,022 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 0,557 (CI= 0,326-0,951), artinya responden yang pengetahuannya kurang, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 0,5 kali dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya baik.

4.1.2.10. Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.11 Hubungan Kepadatan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ di WilayahPuskesmas Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014 Kepadatan

Hunian

TB Paru BTA + Total p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Padat 24 46,2 28 53,8 52 100,0 0,319 0,821 (0,444-1,521) Tidak Padat 96 51,1 92 48,9 188 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,638 artinya p > alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan penderita TB paru BTA+.

4.1.2.11. Hubungan Pencahayaan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+

Tabel 4.12 Hubungan Pencahayaan Hunian Dengan Penderita TB Paru BTA+ di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014

Pencahayaan Hunian

TB Paru BTA + Total p value OR (95% CI) Kasus Kontrol n % n % n % Gelap 25 75,8 8 24,2 33 100,0 0,001 3,684 (1,588-8,549) Terang 95 45,9 112 54,1 207 100,0 Total 120 50,0 120 50,0 240 100,0

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,003 artinya p < alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan hunian dengan penderita TB paru BTA+. Selain itu diperoleh nilai OR= 3,684 (CI= 1,588-8,549), artinya responden yang pencahayaan huniannya gelap, akan beresiko menderita TB Paru BTA+ sebesar 3,6 kali dibandingkan dengan responden yang pencahayaan huniannya terang.

42!

!

42

4.1.2.12. Resume Hasil Analisis Bivariat

Tabel 4.13 Resume Analisis Bivariat

No Variabel P value OR Kesimpulan 1 Umur 0,183 1,800 Tidak ada hubungan

bermakna 2 Jenis Kelamin 0,075 1,511 Tidak ada hubungan

bermakna 3 Status Gizi 0,001 2,513 Ada hubungan

bermakna 4 Pekerjaan 0,000 3,739 Ada hubungan

bermakna 5 Penghasilan 0,000 7,682 Ada hubungan

bermakna 6 Pendidikan 0,012 1,898 Ada hubungan

bermakna 7 Imunisasi BCG 0,000 3,797 Ada hubungan

bermakna 8 Merokok 0,160 1,382 Tidak ada hubungan

bermakna 9 Pengetahuan 0,022 0,557 Ada hubungan

bermakna 10 Kepadatan Hunian 0,319 0,821 Tidak ada hubungan

bermakna 11 Pencahayaan Hunian 0,001 3,684 Ada hubungan

bermakna

Dari sebelas variabel yang diteliti, ada sembilan faktor yang memiliki resiko secara statistik dengan kejadian TB Paru BTA+ di kota Serang yaitu status gizi, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, imunisasi BCG, Merokok, pengetahuan, dan pencahayaan hunian. Dan ada empat faktor yang tidak memiliki hubungan bermakna yaitu umur, jenis kelamin, merokok, dan kepadatan hunian.

Nilai crude OR yang diperoleh dari hasil analisis bivariat tidaklah murni sebagai faktor resiko, namun masih ada pengaruh dari variabel

Dokumen terkait