• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Definisi Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit radang parenkim paru yang menular karena infeksi kuman TB yaitu Mikobakterium tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.2 2.1.2. Gejala Klinis TB Paru

Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau tanpa keluhan sama sekali.

a. Demam

Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang suhunya 40-41°C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.7

b. Batuk

Batuk berlangsung 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.7

c. Sesak napas

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.7 d. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.7

e. Malaise

Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun sakit kepala, meriang. Keluar keringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas.7

2.1.3. Penyebab TB Paru

TB paru disebabkan oleh kuman Mikobakterium tuberkulosis yang berbentuk batang berukuran ± 0,3–0,6 dan panjang ± 1–4 µ. Mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pada pewarnaan. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.12 Ada beberapa jenis Mikobakterium seperti Mycobacterium africanus, Mycobacterium bovis, mycobacterium kansasii, Mycobacterium avium dan Mycobacterium nenopi. Namun yang penting adalah Mikobakterium tuberkulosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis dan terutama menyerang paru.7

2.1.4. Patogenesis TB Paru

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan radang di dalam paru. Aliran getah bening akan membawa kuman TB ke kelenjar getah bening di sekitar hilus paru, ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4–6 minggu. Infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian beberapa kuman akan menetap sebagai

8!

!

8

kuman persisten atau dorman (tidur). Kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi sakit TB.2,7

2.1.5 Klasifikasi TB Paru9

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena # Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

# Tuberkulosis Extra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelanjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

b. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopik pada TB Paru.

# Tuberkulosis Paru BTA Positif

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+), 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis, 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB Positif, 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

# Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Kriteria diagnosis TB paru BTA negatif harus meliputi: paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif, foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis, tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT, ditemukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumya.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

# Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

# Kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

# Pengobatan setelah putus berobat (default)

Adalah pengobatan yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

# Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

# Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. # Lain-lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan.

2.1.6. Diagnosis TB Paru4

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan

10!

!

10

dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru:

Bagan 2.1 Alur Diagnosis TB Paru

2.1.7. Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuklei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.10

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.10

Daya faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dan lamanya menghirup udara tersebut.10

2.1.8. Inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala adanya lesi primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu 3-8 minggu. Resiko menjadi TB paru setelah terinfeksi primer biasanya pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup. Infeksi HIV meningkatkan resiko terhadap infeksi TB dan memperpendek masa inkubasi.7

2.1.9. Program Penanggulangan TB

Strategi Direct Observed Treatment Short-Course (DOTS) adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam pencegahan penularan TB. Dengan menggunakan strategi DOTS, biaya program penanggulangan TB akan lebih hemat.3

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu:4 a. Komitmen politis

12!

!

12

c. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.

d. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

2.1.10.%Epidemiologi Penyakit TB Paru

Indonesia sekarang berada pada peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya.3

Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Detection Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.3

2.1.11. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru

Faktor-faktor yang memungkinkan orang mudah terinfeksi penyakit TB paru ada beberapa karakteristik golongan penduduk yang

mempunyai risiko mendapat TB paru lebih besar daripada golongan lainnya. Diantaranya adalah faktor umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jenis kelamin, kondisi lingkungan yang tidak sehat, adanya penyakit lain yang menyebabkan daya tahan tubuh rendah, gizi buruk, kontak dengan sumber penularan, pengaruh merokok, asap dapur, asap obat nyamuk dan sebagainya.11

Konsep “trial epidemiology” atau konsep ekologis dari John Gordon menyatakan bahwa terjadinya penyakit karena adanya ketidakseimbangan antara agent (penyebab penyakit), host (pejamu), dan environment (lingkungan).12

a. Faktor Agent (penyebab penyakit)

Faktor agen yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati yang kehadirannya dan atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agen diklasifikasikan sebagai agen biologis, kimia, nutrisi, mekanik, dan fisik.12 Untuk khusus TB paru yang menjadi agen adalah kuman Mikobakterium tuberkulosis.

Menurut penelitian, angka prevalensi TB di masyarakat, pengobatan yang relatif lama, terutama yang kontak serumah dengan penderita TB Paru menyebabkan meningkatnya kejadian TB paru.13 Hasil penelitian, menemukan bahwa lama kontak > 3 bulan dengan penderita TB paru dapat meningkatkan kejadian TB paru dalam masyarakat.14

b. Faktor Host (Penjamu)

Faktor pejamu adalah manusia yang mempunyai kemungkinan terpapar oleh agen. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan penjamu antara lain usia, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, kebiasaan hidup, status perkawinan, pekerjaan keturunan, nutrisi dan imunitas. Faktor tersebut menjadi penting karena dapat mempengaruhi resiko untuk terpapar, sumber infeksi dan kerentanan serta resistensi dari manusia terhadap suatu penyakit atau infeksi seperti halnya:12

14!

!

14

# Pendidikan

Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang dalam kesehatan. Semakin rendah pendidikan maka ilmu pengetahuan di bidang kesehatan semakin berkurang, baik yang menyangkut asupan makanan, penanganan keluarga yang menderita sakit dan usaha-usaha preventif lainnya.15

Tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan di bidang kesehatan, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial yang merugikan kesehatan dan dapat mempengaruhi penyakit TB dan pada akhirnya mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada.1

Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan penderita. Pendidikan penderita yang rendah mengakibatkan pengetahuan rendah, sehingga memungkinkan penderita dapat putus dalam pengobatan karena minimnya pengetahuan dari penderita dan ketidakmengertinya pengobatan. Hal ini mengakibatkan penderita tidak dapat teratur dalam program pengobatan yang dijalani. Hampir seluruh penelitian sebelumnya menemukan faktor pendidikan sangat erat kaitannya dengan ketidakteraturan berobat dan minum obat.16

# Pengetahuan

Pengetahuan penderita yang baik tentang penyakit TB paru dan pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, dibandingkan dengan penderita yang kurang akan pengetahuan penyakit TB paru dan pengobatannya. Karena itu bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh PMO akan lebih terarah dan baik. Sehingga akan meningkatkan keteraturan penderita dalam pengobatan tersebut sehingga angka penularan akan menurun.16

Seseorang yang punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB paru, akan berupaya untuk mencegah penularannya. Kategori pengetahuan dapat dikelompokkan berdasarkan jawaban

benar responden. Pengetahuan tinggi jika responden dapat menjawab dengan benar 75%, dan rendah bila < 75%.17

# Pendapatan

Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku dalam menjaga kesehatan perindividu dan dalam keluarga. Hal ini disebabkan pendapatan mempengaruhi pendidikan dan pengetahuan seseorang dalam mencari pengobatan, mempengaruhi asupan makanan, mempengaruhi lingkungan tempat tinggal seperti keadaan rumah dan bahkan kondisi pemukiman yang di tempati.15

Sekitar 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Faktor kemiskinan walaupun tidak berpengaruh langsung pada kejadian tuberkulosis paru namun dari beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan yang rendah dan kejadian tuberkulosis paru. Lebih lagi, bahwa ada hubungan pengangguran dengan kejadian tuberkulosis.39, 40

# Pekerjaan

Hubungan antara penyakit TB paru erat kaitannya dengan pekerjaan. Secara umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi rendahnya tingkat sosial ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan penyebab tertentu yang didasarkan pada tingkat pekerjaan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa sebagian besar penderita TB paru adalah tidak bekerja (53,8%).18 - Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan suatu variabel untuk membedakan presentasi penyakit antara laki-laki dan perempuan. Kadang-kadang ditemukan presentasi laki-laki lebih dari 50% dari jumlah kasus. Pada tahun 2012 WHO melaporkan bahwa di sebagian besar dunia, lebih banyak laki-laki daripada perempuan didiagnosis tuberkulosis. Hal ini didukung dalam data yaitu antara tahun 1985-1987 penderita tuberkulosis paru pada laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan pada perempuan

16!

!

16

menurun 0,7%. tuberkulosis paru lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki-laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya tuberkulosis paru.22

- Status Gizi

Secara umum kekurangan gizi, atau gizi buruk akan berpengaruh terhadap kekuatan, daya tahan dan respon imun terhadap serangan penyakit. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak.18

Menurut Misnardiarly dalam Toyalis menyebutkan bahwa faktor kurang gizi atau gizi buruk akan meningkatkan angka kesakitan/kejadian TB paru, terutama TB paru pertama sakit.27 - Imunisasi BCG

Hubungan kekebalan (status imunisasi) dengan kejadian tuberkulosis, bahwa anak yang divaksinasi BCG memiliki risiko 0,6 kali untuk terinfeksi tuberkulosis (95% CI 0,43-0,83, p= 0,003), dibandingkan dengan anak-anak yang belum divaksin. Walaupun imunisasi BCG tidak mengegah infeksi tuberkulosis namun dapat mengurangi risiko tuberkulosis berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier.34

Daya cegah faksin BCG terhadap Tuberkulosis tidak tetap.8 Hasil penelitian menunjukan bahwa efek pencegahan BCG bervariasi antara 0%-80% (WHO, 1999). 27

- Penyakit HIV/ AIDS

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS. HIV merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV menyebabkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler, sehingga bila terjadi infeksi penyerta (oportunitis), seperti tuberkulosis, maka yang akan menjadi sakit parah bahkan bisa menyebabkan kematian.35

- Kebiasaan Merokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isinya. Definisi perokok menurut WHO dalam depkes tahun 2004 adalah mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama hidupnya.33

Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru yang bersifat kronis dan obstruktif, misalnya bronkitis dan emfisema. Merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru lainnya. Pada penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap rokok akan lebih menyempitkan saluran pernapasan. Efek merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap batuk kronis, produksi dahak dan serak.37

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru, penyakit jantung koroner, bronkitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.21

- Umur

Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya perubahan perilaku yang dikaitkan dengan kematangan fisik dan psikis penderita TB paru. Pada saat ini angka kejadian TB paru mulai bergerak kearah umur tua karena kepasrahan mereka terhadap penyakit yang diderita.19

Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insiden TB secara perlahan bergerak kearah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun). Meskipun saat ini sebagian besar kasus terjadi pada kelompok umur 15-54 Tahun.19

c. Faktor lingkungan36

Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar

18!

!

18

yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut:36

# Lingkungan fisik

Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat tidak bernyawa. Misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya. # Lingkungan Biologis

Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme. # Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.

# Lingkungan Rumah

Menurut American Public Health Assosiaton (APHA), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

− Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar konstruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.

− Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai.

− Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.

− Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

− Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang tidur dll.

− Jumlah kamar tidur dan pengaturanya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5m3, artinya dalam satu ruangan dalam suatu ruangan anak yang berumur lima tahun kebawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m3 (1,5x1x3m3

) dan atas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 (3x1x3m3

).28

Menurut Keputusan Menteri tentang Pemukiman dan Prasarana tahun 2002 bahwa kebutuhan ruang perorang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2

dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,8 m. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 2 orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.28

Hasil penelitian Rusnoto, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan rumah dengan kejadian tuberkulosis paru (OR=5,983).38

Dokumen terkait