• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian

2. Hasil Analisis Deskriptif

a. Deskripsi data penelitian secara umum

Perolehan data yang telah diolah menggunakan SPSS versi 16.00 adalah sebagai berikut :

Tabel 8

Deskripsi data penelitian secara umum

Teoritik Empirik N 65 65 Skor minimum 38 75 Skor maksimum 114 113 Mean 76 98 Standar deviasi 12,67 9,935

Dari data dalam tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai mean empirik (98) lebih besar dibandingkan dengan nilai mean teoritik (76). Dari hasil analisis menggunakan One Sample T-Test diperoleh t = 17,927 dengan propabilitas 0,000. Dengan demikian 0,00<0,05 sehingga dapat dikatakan perbedaan mean teoritik dan mean empirik adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa nilai rata-rata dalam penelitian lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata hipotesis secara signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subyek penelitian secara umum tergolong bersikap positif yang signifikan terhadap teman sebaya yang berkebutuhan khusus.

Peneliti juga melakukan pengkategorian sikap dengan cara memasukkan skor total subyek ke dalam kategori skala sikap berdasarkan mean teoritik. Berikut ini adalah tabel kategori beserta dengan jumlah subyek yang berada dalam masing-masing kategori.

Tabel 9

Kategori Skor Sikap Siswa Terhadap Teman Sebaya yang Berkebutuhan Khusus

Normatif Rentang nilai Kategori Frekuensi (orang) Presentase

(%)

Μ + 1,0 σ≤ x 114 ≤ x Tinggi 62 95,4%

– 1,0 σ < x ≤ + 1,0 σ 63 < x ≤ 79 Sedang 3 4,6%

x < – 1,0 σ X < 63 Rendah 0 0%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 65 subyek penelitian, 95,4% yaitu 62 orang memiliki sikap yang positif, 4,6% yaitu 3 orang memiliki sikap yang cukup positif atau rata-rata.

b. Deskripsi data masing-masing aspek sikap

Tabel 10

Deskripsi frekuensi dan perbandingan mean empirik tiap aspek sikap

Aspek sikap Kategori frekuensi prosentase mean

empirik Mean/jumlah item Rendah 1 1,5% Sedang 15 23,1% Kognitif Tinggi 49 75,4% 31 2,583 Rendah 0 0% Sedang 15 31% Afektif Tinggi 50 76,9% 33 2,538

Rendah 0 0%

Sedang 13 20%

Konatif

Tinggi 52 80%

34 2,615

Dari deskripsi tabel di atas dapat diketahui bahwa subyek penelitian memiliki sikap yang positif baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun konatif. Hal ini ditunjukkan dari mean empirik dari masing-masing aspek semuanya lebih besar dari mean teoritiknya. Peneliti juga membandingkan mean antar aspek sikap dengan terlebih dahulu membagi mean masing-masing aspek dengan jumlah item pada aspek tersebut untuk menyeimbangkan. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa aspek konatif adalah aspek yang paling dominan, disusul dengan aspek kognitif dan yang terakhir adalah aspek afektif.

Peneliti juga melakukan analisis terhadap aspek sikap terhadap teman sebaya yang berkebutuhan khusus. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan bagaimana sikap siswa pada usia pertengahan kanak-kanak terhadap teman sebaya yang berkebutuhan khusus terkait dengan aspek-aspek tersebut. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara mean empirik dengan mean teoritik dari masing-masing aspek sikap terhadap teman sebaya yang berkebutuhan khusus. hasil analisis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11

Deskripsi perbandingan mean empirik tiap aspek diri

Aspek sikap Mean empirik/jumlah

item Academic competence 2,5692 Social competence 2,6123 Physical/athletic competence 2,5794 Physical appearance 2,5623

Dari tabel perbandingan mean tersebut dapat diperoleh keterangan bahwa subyek penelitian mempunyai sikap yang positif pada

keseluruhan aspek academic competence, social competence,

physical/athletic competence, dan physical appearance. Akan tetapi setelah dilakukan perbandingan antara mean empirik yang dibagi dengan jumlah item dari masing-masing aspek sikap terhadap teman sebaya

yang berkebutuhan khusus dapat dilihat bahwa aspek socialcompetence

memiliki mean empirik paling besar (2,6123) kemudian aspek physical/athletic competence (2,5794), aspek academic competence (2,5692), dan yang terakhir adalah aspek physical appearance (2,5623). Dengan demikian, subyek penelitian memiliki sikap yang positif paling

tinggi pada aspek social competence kemudian aspek academic

competence, aspek physical/athletic competence, dan yang terakhir adalah aspek physical appearance.

c. Hasil Tambahan

1. Analisis Perbedaan Sikap (Uji-t)

Untuk memperlengkapi data yang telah diperoleh, peneliti melakukan analisis tambahan. Uji-t yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedeaan sikap antara anak laki-laki dan perempuan serta antara anak kelas IV (empat sekolah dasar) dengan anak kelas V (lima sekolah dasar). Dalam penelitiannya, McGregor & Forlin (2005) menyebutkan bahwa sikap anak perempuan lebih positif dibandingkan dengan laki-laki terhadap anak berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik dan intelektual. Sedangkan anak laki-laki memiliki sikap yang lebih positif dibandingkan anak perempuan terhadap anak yang mengalami penyimpangan perilaku. Oleh sebab itu peneliti ingin melihat bagaimana sikap anak perempuan dan laki-laki terhadap anak berkebutuhan khusus secara keseluruhan.

Selanjutnya, McGregor & Forlin (2005) menyebutkan hasil penelitiannya bahwa anak yang telah berada dalam kelas inklusi memiliki sikap yang positif terhadap anak berkebutuhan khusus dibandingkan sebelumnya. Dengan demikian peneliti menduga bahwa semakin lama anak berada dalam kelas inklusi maka sikap yang positif semakin terbentuk. Seiring dengan semakin lama waktu anak berada dalam kelas inklusi, maka semakin bertambah pula usia anak yang mempengaruhi cara pandang, perasaan, dan

tindakan anak terhadap anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itu, peneliti juga hendak membandingkan sikap antara anak kelas IV dengan kelas V.

1. Berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Kategori Frekuensi Presentase Mean

Tinggi 32 91,4% Sedang 3 8,6% Rendah 0 0% Laki-laki Total 35 100% 95,37 Tinggi 30 100% Sedang 0 0% Rendah 0 0% Perempuan Total 30 100% 101,17 2. Berdasarkan usia

Usia Kategori Frekuensi Presentase Mean

Tinggi 2 100% Sedang 0 0% Rendah 0 0% 8 Total 2 100% 103,00 Tinggi 17 89,5% Sedang 2 10,5% Rendah 0 0% 9 Total 19 100% 98,11

Tinggi 25 96,2% Sedang 1 3,8% Rendah 0 0% 10 Total 26 100% 99,50 Tinggi 18 100% Sedang 0 0% Rendah 0 0% 11 Total 18 100% 95,50 3. Berdasarkan kelas

Kelas Kategori Frekuensi Presentase Mean

Tinggi 29 90,6% Sedang 3 9,4% Rendah 0 0% IV Total 32 100% 95,41 Tinggi 33 100% Sedang 0 0% Rendah 0 0% V Total 33 100% 100,70

Uji-t dilakukan dengan independent sample t-test SPSS versi 16.00 diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,012 dengan taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian 0,012<0,05 yang berarti ada perbedaan antara sikap laki-laki dan perempuan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa siswa perempuan memiliki sikap yang lebih

positif dibandingkan dengan siswa laki-laki (101,27>95,37). Selain itu pada pengkategorian dapat dilihat bahwa pada anak perempuan semua memiliki sikap positif yang tinggi (100% yaitu 30 anak). Sedangkan pada anak laki-laki masih terdapat anak yang bersikap positif rata-rata (8,6% yaitu 3 orang). Anak yang bersikap positif tinggi terdapat 91,4% yaitu 32 orang.

Uji-t untuk melihat apakah terdapat perbedaan sikap antara siswa kelas IV dan V diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,031 dengan taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian 0,031<0,05 yang berarti terdapat perbedaan sikap antara siswa kelas IV dengan siswa kelas V. Siswa kelas V memiliki sikap yang lebih positif dibandingkan dengan siswa kelas IV (100,70>95,41). Selain itu, pada pengkategorian diperoleh hasil bahwa anak yang berada di kelas IV terdapat anak yang bersikap positif rata-rata 9,4% atau 3 orang. Sedangkan yang memiliki sikap positif yang tinggi terdapat 90,6% atau 29 orang. Pada kelas V semua anak memiliki sikap positif yang tinggi (100% atau 33 orang).

Peneliti juga membandingkan mean pada subyek yang memiliki perbedaan karakteristik berdasarkan usia. Subyek penelitian yang memiliki sikap paling positif terhadap teman sebaya yang berkebutuhan khusus adalah subyek yang berusia 8 tahun (103,00), kemudian subyek yang berusia 10 tahun (99,50), subyek yang berusia 9 tahun (98,11) dan yang terakhir adalah subyek yang berusia 11 tahun (95,50). Pada anak yang berusia 8 tahun, 2 orang anak seluruhnya

memiliki sikap positif yang tinggi (100%). Sedangkan anak yang berusia 9 tahun, terdapat 2 orang (10,5%) bersikap positif rata-rata, dan 17 orang (89,5%) memiliki sikap positif yang tinggi. Anak yang berusia 10 tahun, hanya terdapat 1 orang (3,8%) yang bersikap positif rata-rata, dan 25 orang (96,2%) yang memiliki sikap positif yang tinggi. Yang terakhir adalah pada anak yang berusia 11 tahun, semua anak yang berjumlah 18 orang memiliki sikap positif yang tinggi.

2. Hasil Wawancara dan Observasi

Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa anak berkebutuhan khusus di SD Negeri Giwangan rata-rata dapat belajar bersama dengan anak-anak normal dan dapat berinteraksi dengan anak normal lainnya. Pada jam istirahat, anak-anak berkebutuhan khusus terlihat bermain bersama dengan anak normal lainnya. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa tidak ada masalah dalam hubungan antara anak berkebutuhan khusus dan anak normal. Mereka mau untuk saling menolong, seperti menggandeng anak low vision dan mau bercakap-cakap satu sama lain. Namun terdapat satu anak autis yang sangat jarang bermain bersama dengan anak normal. Anak autis tersebut lebih suka untuk bermain dengan dunianya sendiri. Anak tersebut sering kali terlihat berbicara sendiri dan terkadang memainkan benda yang ditemuinya secara berulang-ulang, seperti memencet-mencet sakelar listrik berulang-ulang. Anak

autis itu seringkali terlihat menyendiri dan tidak mau diajak berbicara oleh orang lain. Anak-anak normal sebenarnya mau bermain dengan anak tersebut tetapi pada kenyataannya anak tersebut tidak mau menanggapi anak-anak yang mengajaknya berbicara.

Saat berada di dalam kelas, anak tersebut terkadang berteriak dan menangis apabila teman-temannya sedang gaduh karena merasa terganggu. Teman-temannya berpendapat bahwa sebenarnya anak autis tersebut pintar dan pandai menggambar tetapi sifat seperti di atas membuat mereka enggan untuk belajar dalam satu kelompok dengannya. Namun anak normal mau belajar dan mengerjakan tugas bersama dengan anak-anak berkebutuhan khusus yang lain.

Guru pendamping khusus dan kepala sekolah menyatakan bahwa anak-anak normal pada umumnya menunjukkan perilaku yang tidak menghambat anak berkebutuhan khusus, misalnya mengganggu atau mengejek mereka. Pada kesehariannya, anak normal dapat berdampingan dengan anak berkebutuhan khusus dalam melakukan aktifitasnya di sekolah. Pihak sekolah seringkali memberikan penekanan kepada siswa-siswanya mengenai bagaimana mereka harus bersikap terhadap adanya perbedaan yang ada. Pembinaan tersebut dilakukan melalui pembinaan agama saat upacara maupun saat pelajaran agama. Guru-guru kelas juga seringkali mengingatkan siswa apabila ada tindakan yang kurang baik terhadap temannya yang berkebutuhan khusus.

Dokumen terkait