• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai November 2011 hingga April 2012, bertempat di Laboratorium Mikologi Tumbuhan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Rumah Kaca University Farm, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa inokulum bergejala RRSV asal Situ Gede, Bogor, tanaman padi sehat varietas Ciherang, wereng batang coklat (WBC) Nilaparvata lugens biotipe 2, kitosan Di-Maak konsentrasi 2% (produksi PT. Saha Bhojana Paripurna, Jakarta, Under License of chitosan Thailand), air, tanah, pupuk NPK, satu set Qiagen RNeasy Plant Mini Kits, komponen RT PCR, komponen PCR, dan primer RRSV.

Alat yang digunakan adalah baki plastik berukuran 33 cm x 25 cm, ember plastik besar diameter 25 cm dan tinggi 17.5 cm, aspirator plastik, kurungan plastik untuk ember besar berdiameter 20 cm dan tinggi 70 cm yang pada bagian permukaan atasnya ditutup kain kasa, gelas ukur, label nama, tabung reaksi, phmeter, hand sprayer, pipet mikro, pistil, mortar, mesin PCR, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Penyediaan Tanaman Sumber Inokulum

Sumber inokulum yang memiliki gejala kerdil, daun berwarna hijau tua, daun memilin, robek-robek pada tepinya, diambil dari Subang; Sawah Baru, Dramaga, Bogor; dan Situ Gede, Cikarawang, Bogor. Tanaman padi yang bergejala tersebut diambil dan ditanam kembali di ember agar tanaman tetap segar sampai akan digunakan untuk inokulasi dan deteksi RRSV.

Deteksi Virus Kerdil Hampa pada Tanaman Sumber Inokulum dengan Metode RT-PCR

Jaringan daun padi sumber inokulum sebanyak 0.1 g didinginkan dengan nitrogen cair, kemudian dilumatkan dengan mortar sampai menjadi tepung halus dan RNA total diekstraksi menggunakan RNeasy Plant Mini Kits (Qiagen). RNA hasil ekstraksi disintesis menjadi cDNA dengan menggunakan teknik RT. Reaksi RT dibuat dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl RNA total, 2 µl buffer RT 10X, 0.35 µl 50 mM DTT (dithiothreitol), 0.5 µl 10 mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat), 0.35 µl M-MuLV Rev, 0.35 µl RNase inhibitor, 0.75 µl oligo (dT), dan 3.7 µl H2O. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit.

Siapan cDNA hasil RT digunakan sebagai template dalam reaksi PCR. Reaktan PCR dengan total volume 20 µl terdiri atas 1 µl masing-masing primer spesifik RRSV-R (5‟-TCG CAT TAA AGA ATT GCC CTC-3‟) dan RRSV-F (5‟-GTA ACT GGT TCT GCC CCG CC-3'), 0.5 µl Taq DNA polymerase, 4 µl buffer PCR 10x + Mg 2+, 0.5 µl 10 mM dNTP, 11 µl ddH2O, dan 2 µl cDNA. PCR dilakukan pada Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Proses ini didahului dengan denaturasi awal pada 94ºC selama 5 menit, dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 30 detik, penempelan primer (annealing) pada 55ºC selama 1 menit, dan pemanjangan (extension) pada 72ºC selama 1 menit, dan diikuti pemanjangan akhir pada 72ºC selama 7 menit. Amplikon hasil PCR dielektroforesis dengan 1% agarose gel yang mengandung ethidium bromida (EtBr) dan TAE bufer dengan voltase 90 V selama 30 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan Transluminator UV dan didokumentasikan dengan kamera digital.

Deteksi ini dilakukan pada awal sebelum perlakuan supaya dipastikan sumber inokulum yang akan digunakan adalah benar-benar tanaman yang terinfeksi RRSV. Deteksi dilakukan kembali pada akhir pengamatan setelah perlakuan supaya hasil perlakuan dapat dibandingkan dengan sumber inokulum. Deteksi ini dilakukan selain untuk tanaman penelitian di rumah kaca, juga untuk

19 tanaman-tanaman padi dari daerah lain yang diduga terinfeksi RRSV sebagai pembanding dengan hasil perlakuan.

Penanaman Tanaman Uji

Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang yang disemai di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB dengan cara benih direndam terlebih dahulu selama semalam serta tanah dilumpurkan di dalam baki selama satu hari. Setelah itu, benih yang telah direndam tersebut langsung disebar atau disemai pada baki plastik berukuran 33 cm x 25 cm yang diisi dengan tanah yang telah dilumpurkan sebelumnya. Setelah berumur dua minggu bibit padi dipindahkan ke dalam ember berisi tanah dan diisi air secukupnya. Penanaman dilakukan di Rumah Kaca University Farm, IPB. Setiap ember ditanami satu bibit tanaman padi. Pada penelitian ini dilakukan sebanyak enam perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali, tiap ulangan ada tiga unit tanaman sehingga digunakan 54 ember tanaman perlakuan.

Perbanyakan Wereng Batang Coklat

Wereng batang coklat (WBC) biotipe 2 (imago) diambil dari rumah kaca BALITPA, Sub BB Padi, Kebun Percobaan Muara, Bogor. WBC tersebut dibiakkan pada tanaman padi varietas Ciherang. Benih disemai di dalam baki plastik berukuran 33 cm x 25 cm yang sebelumnya telah diberi tanah basah secukupnya, kemudian dipelihara setiap hari. Setelah benih tumbuh, menjadi bibit, dan berumur tiga minggu, 12 bibit tanaman padi dipindahkan ke enam ember yang berisi tanah. Masing-masing ember diisi dua bibit tanaman padi. Tanaman padi tersebut dipelihara dan digunakan untuk inang perbanyakan WBC.

WBC diambil dengan aspirator plastik dan dipindahkan ke tanaman padi yang telah berumur 21 hari setelah tanam (HST). Padi yang telah diinfestasi WBC tersebut dikurung dengan plastik berbentuk silinder diameter 20 cm dan tinggi 70 cm yang pada bagian permukaan atasnya ditutup kain kasa. Setelah lima hari infestasi, imago WBC dikeluarkan dengan harapan telur yang diletakkan dapat menghasilkan nimfa instar satu yang berumur relatif sama. Nimfa dipelihara sampai menjadi imago. Setiap dua sampai tiga hari sekali sumber pakan diganti sesuai kebutuhan untuk keberlangsungan hidup WBC.

Periode Makan Akuisisi

Nimfa instar tiga WBC dipelihara pada tanaman padi asal Situ Gede, Bogor, yang bergejala RRSV (sumber inokulum). Tanaman kemudian ditutup dengan sungkup plastik yang berukuran tinggi 70 cm dan diameter 20 cm. Setelah sembilan hari, serangga dipindahkan ke tanaman padi varietas Ciherang yang sehat.

Inokulasi

Proses inokulasi dilakukan setelah sembilan hari masa akuisisi. WBC dipindahkan dengan aspirator plastik ke sejumlah tanaman padi sehat kemudian diberi kurungan kasa. Inokulasi dilakukan pada tanaman padi umur 21 HST. WBC dibunuh setelah 24 jam dengan harapan tidak ada lagi WBC yang hidup atau berkembangbiak pada tanaman-tanaman inokulasi yang dapat menyebabkan tanaman terkena serangan WBC kemudian mati duluan sebelum muncul gejala RRSV yang diharapkan.

Pembuatan Larutan Kitosan

Konsentrasi kitosan yang digunakan pada penelitian ini sebesar 0.1% dan 1% (w/v). Kitosan yang digunakan adalah kitosan dengan nama dagang Di-Maak dengan konsentrasi 2%. Konsentrasi diturunkan hingga 0.1% dan 1% dengan cara diencerkan menggunakan akuades sampai setiap konsentrasi untuk satu perlakuan didapatkan sebanyak 180 ml. Kitosan yang sudah diencerkan dengan konsentrasi tersebut disemprotkan pada tanaman padi satu hari sebelum dan sesudah diinokulasi RRSV. pH diatur menjadi 6.0 dengan penambahan NaOH.

Perlakuan

Adapun perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Perlakuan kitosan 0.1% sebelum inokulasi (ch sb 0.1)

2. Perlakuan kitosan 0.1% setelah inokulasi (ch st 0.1) 3. Perlakuan kitosan 1% sebelum inokulasi (ch sb 1) 4. Perlakuan kitosan 1% setelah inokulasi (ch st 1) 5. Perlakuan non kitosan tetapi diinokulasi (K+) 6. Kontrol sehat (K-)

21

Parameter Pengamatan

Adapun parameter pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut: Perkembangan Penyakit

Parameter yang digunakan untuk mengetahui perkembangan penyakit yaitu kejadian penyakit dan keparahan penyakit.

a. Kejadian penyakit

Persentase kejadian penyakit dihitung dengan rumus Sinaga (2006):

Keterangan : KP = kejadian penyakit (% tanaman bergejala) n = tanaman bergejala

N = jumlah tanaman yang diamati b. Keparahan penyakit

Perhitungan keparahan penyakit ditentukan dengan menggunakan skala yang telah ditentukan sebelum dilakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 0 MSI sampai 5 MSI. Adapun skala yang digunakan seperti yang telah dibuat oleh Komisi Nasional Plasma Nutfah, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian (2003) sebagai berikut:

0-Tidak ada gejala

3-Terjadi reduksi tinggi tanaman 0-10%, tidak ada daun kasar/menggulung, pembengkakan tulang daun kecil dan sangat sedikit, biasanya pada leher daun 5-Terjadi reduksi tinggi tanaman 0-10%, 1-2 helai daun menunjukkan gejala kasar/menggulung, sedikit pembengkakan tulang daun pada bagian leher daun

7-Terjadi reduksi tinggi tanaman 11-30%, 3-4 helai daun menunjukkan gejala kasar/menggulung, lebih banyak terjadi pembengkakan tulang daun pada bagian leher daun dan beberapa pada helaian dan pelepah daun

KP = x 100% n

9-Terjadi reduksi tinggi tanaman hingga >30%, sebagian besar helaian daun menunjukkan gejala kasar/menggulung, terjadi pembengkakan tulang daun umumnya pada bagian helaian dan pelepah daun

Persentase keparahan penyakit dihitung dengan rumus Sinaga (2006): P =

Keterangan: P = keparahan penyakit

n = jumlah tanaman yang diamati pada kategori serangan

v = nilai kategori serangan

Z = nilai skala kategori serangan tertinggi N = jumlah seluruh tanaman yang diamati Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan. Penghitungan tinggi dan jumlah anakan tanaman dilakukan pada 0 sampai 5 minggu setelah inokulasi (MSI) (0, 1, 2, 3, 4, 5 MSI = 0, 7, 14, 21, 28, 35 HSI).

Analisis Data

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Data penelitian ditabulasi dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical Analysis System (SAS) for windows versi 9.1.3, lalu dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5% untuk pengujian di rumah kaca.

Dokumen terkait