• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Padi

Taksonomi Tanaman Padi

Padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Gramineae, sub famili Oryzoideae, suku Oryzeae dan genus Oryza. Padi termasuk golongan tanaman semusim yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Tanaman padi dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu kelompok Indica (padi bulu) yang umumnya terdapat di negara-negara tropik seperti Indonesia dan Japonica (padi cere) yang umumnya terdapat di negara-negara bukan tropik atau sub tropik seperti Jepang (Nasoetion 2001).

Padi merupakan tanaman pangan berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Tanaman padi di Indonesia berasal dari perantau-perantau Malaysia yang membawa tanaman padi sekitar tahun 1.500 SM (Siregar 1980).

Morfologi Tanaman Padi

Bagian-bagian tanaman padi secara garis besar terdiri atas dua, yaitu bagian vegetatif (akar, batang, anakan, daun) dan bagian generatif (malai, buah padi). Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang, akar serabut/adventif, akar rambut, dan akar tajuk. Akar tunggang ialah akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Akar serabut/adventif ialah akar yang tumbuh setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang. Akar rambut ialah bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar tajuk ialah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Bagian akar yang telah dewasa/lebih tua dan telah mengalami perkembangan berwarna coklat, sedangkan akar yang masih baru/masih muda berwarna putih (Aak 2001).

Tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Panjang batang tergantung jenisnya. Pada ruas batang bawah pendek, semakin ke atas mempunyai ruas batang yang makin panjang. Ruas pertama dari atas merupakan ruas terpanjang. Ruas batang padi berongga dan bulat. Di antara ruas batang padi terdapat buku, tiap-tiap buku duduk sehelai daun. Batang baru muncul pada ketiak daun. Batang baru dapat disebut batang sekunder apabila batang tersebut terletak pada buku terbawah (Aak 2001).

Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Setiap tanaman padi mempunyai jumlah anakan yang berbeda-beda sehingga berpengaruh terhadap umur penanaman selanjutnya. Anakan tumbuh pada umur 10 hari setelah penanaman di sawah (Aak 2001).

Ciri khas daun padi adalah sisik dan telinga daun. Hal ini menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Bagian-bagian dari daun padi yaitu helaian daun yang bentuknya memanjang terletak pada batang padi, pelepah daun merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, lidah daun yang terletak pada perbatasan antara helaian daun dan upih (Aak 2001).

Sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok tanam. Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, setiap malai bisa mencapai 100-120 bunga (Aak 2001).

Bunga padi merupakan bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah, enam buah benang sari, serta dua tangkai putik. Bakal buah mengandung air (cairan) untuk kebutuhan lodikula, warnanya keunguan/ungu tua. Benang sari terdari dari tangkai sari, kepala sari, dan kandung serbuk. Tangkai sari padi tipis dan pendek, sedangkan pada kepala sari terletak kandung serbuk yang berisi tepung sari (pollen). Lodikula merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk yang berfungsi mengatur pembukaan bunga (Aak 2001).

Gabah atau buah padi adalah ovary yang telah masak, bersatu dengan lemma (sekam mahkota terbawah pada bunga tanaman padi) dan palea (sekam

5 mahkota yang letaknya di atas lemma pada bunga tanaman padi). Buah ini merupakan hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian antara embrio yang terletak pada bagian lemma, endosperm yang merupakan bagian dari buah atau biji padi yang besar dan bekatul merupakan bagian buah padi yang berwarna coklat (Aak 2001).

Pertumbuhan tanaman padi terdiri dari fase vegetatif, fase reproduktif, dan masa pemasakan. Lama fase vegetatif adalah 60-70 hari, terdiri dari fase bibit berkecambah (kurang dari 21 hari) dan fase pertunasan sampai tercapai jumlah maksimum.

Lama fase reproduksi adalah 36 hari, terdiri dari fase primordia (60-70 hari setelah tabur benih, fase pemanjangan ruas dan bunting (kurang lebih 75 hari sesudah tabur benih), fase heading diikuti keluarnya malai dari pelepah daun benderadan fase berbunga kira-kira 100 hari sesudah telur.

Fase pemasakan berlangsung 25-35 hari meliputi fase masak susu, fase masak tepung, fase masak gabah, dan fase lewat masak yaitu setelah gabah masak ditandai dengan mengeringnya daun dari bawah secara berangsur-angsur yang akhirnya kering dan mati.

Pemupukan dilakukan untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan tanaman padi. Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antara pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk organik yang diberikan berupa pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 2-5 ton/ha. Pupuk organik diberikan saat pembajakan/cangkul pertama. Selain pupuk organik diberikan juga pupuk kimia dengan dosis 200 kg urea/ha, 75-100kg SP-36/ha, dan 75-100 kg KCl/ha. Urea diberikan 2-3 kali yaitu 14 HST, 30 HST, dan menjelang primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat tanam atau 14 HST. Jika digunakan pupuk majemuk dengan perbandingan 15-15-15, dosisnya 300 kg/ha. Pupuk majemuk diberikan setengah dosis saat tanaman berumur 14 HST, sisanya menjelang primordial bunga (50 HST).

Hama Dan Penyakit Tanaman Padi

Hama yang umum menyerang tanaman padi antara lain: penggerek batang padi (Scirpophaga incertulas (penggerek batang kuning), S. innotata (penggerek batang putih), Chilo suppressalis (penggerek batang bergaris)), wereng batang

coklat (Nilaparvata lugens Stal), wereng hijau (Nephottetix virescens), kepinding tanah (kepinding tanah Malaya Scotinophara coarctata dan kepinding tanah Jepang Scotinophara lurida), walang sangit (Leptocorisa oratorius Fabricius), tikus (Rattus argentiventer) , ganjur (Orseolia oryzae Wood-Mason), hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis), hama putih (Nymphula depunctalis), ulat grayak (Spodoptera mauritia acronyctoides), ulat tanduk hijau (Melanitis leda

ismene Cramer), ulat jengkal palsu hijau (Naranga aenescens), orong-orong

(Gryllotalpa orientalis Burmeister), lalat bibit (Hydrellia philippina Ferino),

keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck), burung (Lonchura spp., Ploceus

sp.).

Beberapa patogen yang menginfeksi tanaman padi antara lain: hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae), bakteri daun bergaris

(Xanthomonas campestris pv. oryzicola), blast (Pyricularia grisea), hawar

pelepah daun (Rhizoctonia solani Kuhn), busuk batang (Magnaporthe salvinii,

Helminthosporium sigmoideum var. irregulare), busuk pelepah (Sarocladium

oryzae (Sawada) Gums dan Hawksworth), bercak coklat (Helmintosporium

oryzae), bercak Cercospora (Cercospora oryzae), hawar daun jingga, tungro

(virus tungro), kerdil rumput, dan kerdil hampa yang ditularkan oleh wereng batang coklat.

Virus Kerdil Hampa

Taksonomi Virus Kerdil Hampa

Virus kerdil hampa adalah virus yang relatif baru ditemukan, termasuk kelompok Reovirus (Shikata et al 1978 dalam Ling 1978) dan dimasukkan dalam sub kelompok Acanthovirus (Ling et al. 1978). Nama lain virus ini adalah Infectious gall virus. Virus kerdil hampa (Rice Ragged Stunt Virus) disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng coklat (Nilaparvata lugens). Umumnya virus kerdil hampa menyerang tanaman padi usia 30 hari dan serangan tidak terjadi secara cepat. Kejadian penyakit kerdil hampa tersebut baru muncul jika wereng sudah berada di lahan sejak lama.

7 Penyakit kerdil hampa merupakan penyakit yang sudah lama dikenal pada tanaman padi sawah dan pertama kali ditemukan di Pandeglang, Jawa Barat tahun 1976. Kemudian pada tahun 1977 ditemukan di beberapa daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi, dan Lombok (Hibino et al. 1977).

Virus ini sebelumnya mungkin telah terdapat di Indonesia tetapi gejalanya tertutup gejala kerdil rumput. Kenyataannya, di daerah-daerah yang banyak ditanam kultivar padi yang resisten terhadap kerdil rumput maka kerdil hampa akan banyak terlihat. Hasil survei di Indonesia menunjukkan bila tanarnan terinfeksi 34-76%, maka berkurangnya hasil panen mencapai 53-82%.

Partikel Virus Kerdil Hampa

Virus kerdil hampa mempunyai partikel yang berbentuk polihedral dengan ukuran antara diameter 50-70 nm. Partikel ini banyak terdapat pada sel-sel floem dan sel-sel puru (Shikata et al. 1978). Hibino et al. (1977) melaporkan bahwa penyakit kerdil hampa disebabkan oleh virus yang berbentuk bulat dengan ukuran 60 nm. Sifat fisik virus kerdil hampa adalah sebagai berikut: ketahanan suhu 4C adalah 7 hari, batas pengenceran 10-5 (daun) dan 10-6 (serangga), panas inaktivasi 60C dan stabil pada pH 6-9.

Gejala Virus Kerdil Hampa

Gejala penyakit yang ditimbulkan virus kerdil hampa berbeda pada setiap tahap perkembangan tanaman. Gejala muncul atau terlihat lebih kurang 3-4 minggu setelah inokulasi virus pada tanaman. Gejala pada tanaman muncul 10-36 hari setelah inokulasi. Sedangkan Hibino et al. (1977) melaporkan bahwa kira-kira 2 minggu setelah inokulasi gejala pertama muncul. Tanaman terlihat kerdil dan daun berwarna hijau tua. Satu bulan setelah inokulasi, terlihat daun memilin dan robek-robek pada tepinya. Kira-kira dua bulan setelah inokulasi, gejala tidak jelas pada daun-daun yang baru. Tanaman menjadi lebih kerdil dan daun-daun lebih pendek.

Kekerdilan merupakan gejala yang sangat jelas pada awal pertumbuhan dan jelas terlihat dari kejauhan (Ling et al. 1978). Pada awal pertumbuhan, daun-daun yang robek belum dominan tapi tepi daun jelas tidak beraturan. Kerusakan dapat dilihat sebelum helai daun membuka. Bagian daun yang robek biasanya menjadi

klorotik kemudian keputih-putihan dan bagian daun yang putih menjadi kuning atau kuning kecoklatan. Daun-daun yang robek lebih banyak terdapat pada helai daun apabila dibandingkan dengan pada pelepah daun. Pada helai daun, bagian yang robek lebih banyak terdapat pada satu sisi (Ling et al. 1978).

Daun yang memilin terjadi pada ujung helai daun. Pertama-tama terlihat satu putaran, kemudian putarannya menjadi bayak sampai berbentuk seperti spiral. Keadaan ini disebabkan oleh pertumbuhan daun yang tidak seimbang pada kedua sisi daun yang terinfeksi (Ling et al. 1978).

Gejala lain yang tampak dari penyakit kerdil hampa adalah pembengkakan tulang daun. Pembengkakan ini disebabkan oleh perkembangan sel-sel floem dalam berkas jaringan. Bagian yang membengkak (puru) ini lebih banyak terdapat pada pelepah daun apabila dibandingkan dengan pada helai daun. Ukuran panjang puru adalah 0.1 mm sampai 1 mm. Warna puru bervariasi, kira-kira 82% kuning muda atau putih, 2% coklat muda, 6% coklat tua dan 10% kombinasi. Warna puru tidak mengalami perubahan seperti daun mati. Pada helai daun bagian atas dan pelepah daun bagian bawah banyak ditemukan puru (Ling et al. 1978).

Pada tahap lanjut dari pertumbuhan tanaman, daun bendera tanaman sakit menjadi lebih pendek, seringkali terlihat terpilin dan robek-robek pada tepi daunnya. Malai juga menjadi lebih pendek dan keluarnya malai tidak sempurna (Hibino et al., 1977; Ling et al. 1978). Selain itu pembungaan juga terlambat (Ghosh & John 1980).

Pada tanaman sakit seringkali dihasilkan percabangan dari buku-buku batang bagian bawah. Percabangan semakin bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Akibat percabangan, malai yang dihasilkan seringkali lebih kecil dan lebih banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak bercabang. Pada tanaman sakit hanya sedikit ditemukan bulir yang berisi atau bulir pada umumnya kosong (Ling et al. 1978). Tanaman sakit dapat bertahan hidup lama sesudah pembungaan, yaitu lebih dari 6 bulan di rumah kaca IRRI (Ling 1977).

Penularan Virus Kerdil Hampa

Virus kerdil hampa tidak dapat ditularkan secara mekanik, melalui biji atau melalui organisme dalam tanah tetapi hanya dapat ditularkan oleh wereng batang

9 coklat. Wereng batang coklat (Nilparvata lugens Stal) merupakan salah satu serangga hama penting pada tanaman padi karena selain dapat merusak secara langsung, juga dapat sebagai penular penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa (Hibino et al. 1977). Serangga tersebut dapat menularkan penyakit virus kerdil hampa sampai akhir masa hidupnya, tetapi tidak dapat menularkan kepada keturunannya lewat telur (Ling et al. 1978).

Ketiga biotipe wereng batang coklat dapat menularkan virus ini dengan efektivitas yang sama. Hubungan virus dengan vektornya adalah secara persisten. Nimfa dan imago dapat menularkan virus (Ling et al. 1978). Menurut Ghosh dan John (1980), nimfa lebih efisien daripada imago dalam menularkan virus kerdil hampa. Persentase penularan nimfa instar pertama 19.3%, instar kedua 25.8%, instar ketiga 29%, instar keempat 27.6% dan instar kelima 21.4%.

Periode makan akuisisi terpendek lebih kurang delapan jam dan periode latennya rata-rata lebih kurang sembilan hari (2-33 hari). Periode makan inokulasi minimum lebih kurang satu jam dan bila periode makan inokulasinya diperpanjang sampai satu hari maka tanaman yang terinfeksi akan bertambah banyak. Periode retensinya berkisar antara 3-35 hari (rata-rata 15 hari) atau 13-35% dari lama hidupnya. Penularan virus adalah transtadial tetapi tidak transovarial. Periode inkubasinya dalam tanaman 2-3 minggu, sedangkan inkubasi virus dalam tubuh serangga berkisar 5-18 hari. Hibino et al. (1977) melaporkan bahwa tanaman yang terserang kerdil hampa menunjukkan suatu penyembuhan sementara, karena gejala dapat hilang tetapi akan timbul kembali.

Persentase tertinggi serangga yang infektif dapat menularkan virus adalah pada hari kesembilan setelah makan akuisisi. Jumlah hari untuk menularkan virus berkisar dari 3-100% atau rata-rata 41% dari sejak serangga mulai efektif sampai kematiannya. Makin tua serangga tersebut makin menurun kemampuan menularkan virus (Ling et al. 1978). Kemampuan menularkan virus kerdil hampa oleh wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 tidak berbeda nyata (Ling & Aguiero 1977).

Menurut Ling et al. (1977), wereng batang coklat yang aktif menularkan virus kerdil hampa berkisar dari 14-76%. Antara serangga betina dan jantan, persentase yang aktif sebagai penular hampir sama (46% dan 42%), begitu juga

antara bentuk-bentuk bersayap pendek dan panjang (42% dan 48%). Di Indonesia menurut Hibino et al. (1977) rata-rata 11% populasi wereng batang coklat aktif menularkan virus kerdil hampa, sedangkan di Jepang menurut Shikata et al. (1978) rata-rata 28%. Lamanya makan akuisisi mempengaruhi banyaknya serangga yang aktif sebagai penular yaitu dengan makan akuisisi yang lamanya berkisar dari 5-26.7%.

Jumlah bibit yang terinfeksi dipengaruhi oleh lamanya makan inokulasi serangga dan banyaknya serangga tersebut. Terdapat kecendrungan bahwa makin lama makan inokulasi dan makin banyak jumlah serangga vektor wereng batang coklat makin tinggi persentase bibit padi yang terinfeksi (Hibino et al. 1977).

Mekanisme pertahanan inang terhadap patogen terdiri dari pertahanan struktural melalui hambatan fisik yang menekan patogen saat masuk ke dalam tanaman dan pertahanan biokimia sel serta jaringan tanaman dengan memproduksi substansi yang bersifat toksin terhadap patogen (Agrios 2005). Matthews (1991) juga melaporkan bahwa mekanisme reaksi ketahanan tanaman terhadap infeksi virus dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu tanaman resisten, tanaman toleran, dan tanaman rentan. Tanaman resisten menunjukkan reaksi hipersensitif dengan mematikan sel-sel terlokalisasi pada tempat yang diinfeksi tanpa penyebaran virus lanjut sehingga pertumbuhan patogen dapat dibatasi. Pada tanaman toleran, virus dapat bereplikasi dan menyebar ke dalam tanaman tetapi pengaruhnya terhadap hasil hanya sedikit. Pada tanaman rentan, virus bereplikasi dan menyebar ke dalam tanaman yang mengakibatkan pengaruh terhadap hasil yang signifikan bahkan kematian pada tanaman.

Wereng Batang Coklat

Taksonomi Wereng Batang Coklat

Wereng batang coklat termasuk dalam ordo Hemiptera, subordo Auchenorrhyncha, infraordo Fulgoromorpha, family Delphacidae, genus Nilaparvata, dan spesies Nilaparvata lugens. Anggota genus Nilaparvata mempunyai ciri berupa antena pendek dengan terminal arista, tarsi terbagi tiga ruas, pada ujung tibia tungkai belakang terdapat taji yang besar dan pada pertemuan sayap depan terdapat titik hitam atau ptero-stigma. Wereng coklat

11 menusukkan stiletnya ke dalam ikatan pembuluh vaskular tanaman inang dan menghisap cairan tanaman dalam jaringan floem. Wereng batang coklat tersebar di wilayah Palaeartik (Cina, Jepang, dan Korea), wilayah Oriental (Bangladesh, Kamboja, India, Malaysia, Serawak, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Indonesia, dan Filipina), serta wilayah Australian (Australia, Kepulauan Fiji, Kaledonia, Mikronesia, Kepulauan Solomon, dan Papua Nugini) (Baehaki 1993).

Morfologi Dan Biologi Wereng Batang Coklat

Morfologi suatu serangga dapat dilihat dari bentuk tubuh, ukuran, dan warna dari masing-masing fase perkembangan. N. lugens membutuhkan waktu sekitar 50 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya yang diawali dengan peletakan telur oleh imago betina (Rismunandar 1993). N. lugens menghasilkan telur berbentuk lonjong dan diletakkan berkelompok seperti sisiran pisang di dalam jaringan pelepah daun yang menempel pada batang. Warna telur transparan keputihan dengan panjang 1.3 mm. Kemudian telur akan menetas 7–10 hari setelah diletakkan dan berkembang menjadi nimfa (Harahap & Tjahjono 1997).

Nimfa terdiri dari 5 fase perkembangan (instar) yang berlangsung selama 12-15 hari. Setiap instar dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan bakal sayap yang semakin membesar. Nimfa instar pertama berwarna putih keabu-abuan dengan panjang 0,6 mm, sedangkan instar kelima berwarna coklat dengan panjang 2.0 mm. Perubahan warna tubuh dari putih keabu-abuan lalu menjadi coklat terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan instar. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan periode nimfa yaitu 12.82 hari (Harahap & Tjahjono 1997).

Mochida et al. (1977) mengungkapkan bahwa siklus hidup wereng batang coklat relatif pendek, tergantung pada temperatur dan ketersediaan makanan. Pada suhu 25°C siklus hidupnya adalah 28-32 hari dan pada suhu 28°C siklus hidupnya 23-25 hari. Lama siklus hidup wereng batang coklat dari telur sampai menjadi dewasa diperlukan waktu antara 21-24 hari, dengan rata-rata 22.5 hari.

Setelah imago warna tubuhnya coklat kekuningan sampai coklat tua. Panjang tubuh imago jantan 2-3 mm dan imago betina 3-4 mm. Imago betina mempunyai abdomen yang lebih gemuk daripada imago jantan. Seekor imago betina dapat berkopulasi lebih dari sekali selama hidupnya, sedangkan yang jantan dapat mengawini paling banyak 9 ekor betina selama 24 jam (Mochida et al.

1977). Pada fase imago N. lugens siap berkopulasi dan meletakkan telur. Seekor imago betina dalam masa hidupnya selama 10-24 hari mampu meletakkan telur sebanyak 300-350 butir (Harahap & Tjahjono 1997).

N. lugens dewasa mempunyai 2 bentuk sayap yaitu makroptera (bentuk yang bersayap panjang) dan brakhiptera (bentuk yag bersayap pendek). Makroptera yaitu wereng batang coklat yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang secara normal, sedangkan brakhiptera yaitu wereng batang coklat yang mempunyai sayap depan dan sayap belakang yang tumbuh tidak normal (Mochida 1977). Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kedua bentuk sayap ini diantaranya adalah kepadatan populasi, ketersediaan inang, dan umur tanaman (Baehaki 1993).

Biotipe Wereng Batang Coklat

Ketahanan varietas padi terhadap wereng batang coklat dianggap sama karena adanya penolakan rasa oleh serangga. Pada varietas tahan, wereng coklat dapat menghisap cairan sel tanaman dari pembuluh tapis dengan stiletnya tetapi tidak terus menerus. Hal ini diduga karena adanya bahan kimia yang menghalangi penghisapan itu. Hambatan ini mengakibatkan angka kematian nimfa tinggi dan kesuburan wereng coklat menurun.

Populasi wereng coklat sebelum varietas tahan digunakan disebut biotipe satu. Varietas tahan seperti IR 26, yang tahan terhadap wereng coklat biotipe satu, ternyata di Sumatera Utara dalam waktu lima musim sudah tidak tahan lagi, karena populasi wereng coklat sudah menjadi biotipe dua. Pada waktu ini di Indonesia pada umumnya populasi wereng coklat terdiri dari biotipe dua, dan di Sumatera Utara serta di tempat lain ada yang sudah menjadi biotipe tiga. Secara morfologi, wereng coklat biotipe baru ini sama dengan wereng coklat biotipe sebelumnya. Perbedaannya hanya secara fisiologi dan biokimia, karena wereng coklat biotipe baru ini dapat makan dan berkembang pada varietas yang dulunya tahan.

Menurut Ling et al. (1978), semua biotipe wereng coklat dapat menularkan virus kerdil hampa. Tidak terdapat perbedaan dalam hal persentase serangga yang aktif, periode laten, jumlah tanaman yang terinfeksi per serangga dan periode retensi.

13

Kitosan dan Penggunaannya untuk Pengendalian Penyakit Tanaman

Kitosan adalah poli –(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme.

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos et al. 2000). Namun, proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat acak (Martinou et al. 1995; Tsigos et al. 2000), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu, proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al. 1997; Tokuyasu et al. 1997). Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya (Tokuyasu et al. 1997).

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [α]D11 -3 hingga -10° (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4.0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6.5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0.15-1.1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0.1% sedikit larut. Perlu diketahui bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya.

Kitosan sendiri adalah kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan hanya menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik dan merupakan polimer rantai linier glukosamin. Berat molekul kitosan sekitar

1.036 x 105 dalton tergatung proses pembuatannya. Kitosan mudah mengalami degradasi secara biologi dan tidak beracun (Kurt et al. 1991).

Kitosan merupakan polimer yang diperoleh dari kulit terluar dari krustacea seperti kepiting dan udang (Sanford & Hutchings 1987; Sanford, 1989). Kitosan mempunyai muatan positif dengan banyak polimer yang secara fisiologis dan biologis unik dan digunakan dalam berbagai bidang industri seperti tat alias

Dokumen terkait