• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

18 Pencegahan primer kanker serviks 26 47,3 41 74,5 19 Pencegahan sekunder kanker serviks 23 41,8 37 67,3

5.1.8. Hasil Analisis Statistik

Analisis dilakukan pada kuesioner pretest dan kuesioner posttest. Dengan setiap pertanyaan yang dijawab dengan benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.

Pada data pretest dan posttest dilakukan uji normalitas sebagai syarat uji parametrik dalam hal ini adalah uji-t berpasangan. Dari uji normalitas data dengan menggunakan metode Shapiro-Wilk, didapatkan

p<0,05 baik pada data pretest maupun posttest, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data memiliki distribusi tidak normal. Sehingga untuk analisis data pengetahuan pretest dan posttest dilakukan uji non-parametrik yaitu uji Wilcoxon. Data tentang tingkat pengetahuan responden sebelum dan sesudah penyuluhan terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel. 5.10. Hasil analisis nilai pretest dan posttest

Variabel n Mean Z IK95% P*

Nilai pretest (sebelum penyuluhan)

55 9,29

-6.468 0,05 0,000 Nilai posttest (sesudah

penyuluhan)

55 17,56

*uji Wilcoxon

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon pada data yang telah ditampilkan pada tabel 5.10. didapatkan nilai rata-rata sebelum dilakukan penyuluhan (pretest) 9,29 dan sesudah penyuluhan (posttest) 17,50 dengan nilai z-hitung sebesar -6,468 dengan α – 0,05 serta nilai probabilitas (p value) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa p < 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengartahuan siswi tentang kanker serviks di SMA Negeri 1 Kabanjahe.

Penyuluhan kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Penyuluhan dapat dilakukan di sekolah karena merupakan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan lembaga yang dengan sengaja didirikan untuk membina dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik fisik, mental, moral, maupun intelektual (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan usia responden, pada pengetahuan pretest tidak ada yang memiliki pengetahuan baik, baik pada kelompok usia 17 tahun maupun usia 18 tahun, sedangkan pengetahuan posttest pada kedua kelompok usia mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan responden usia 17 dan 18 tahun. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan usia pada kedua kelompok tersebut tidak terlalu jauh sehingga tidak dapat dilihat perbedaan pengetahuan berdasarkan usia.

Berdasarkan paparan informasi sebelumnya yaitu melalui diskusi baik dengan keluarga atau lain-lain, responden yang pernah berdiskusi memiliki pengetahuan sedang 10 orang (18,1%) dan responden yang tidak pernah berdiskusi juga memiliki pengetahuan sedang 6 orang (11,0%). Ini menunjukkan bahwa responden yang pernah berdiskusi memiliki tingkat pengetahuan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak pernah berdiskusi. Hal ini berbeda dengan penelitian Benita (2012), dinyatakan bahwa paparan informasi sebelumnya tidak berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan.

Berdasarkan penyuluhan sebelumnya, 19 orang responden yang pernah mengikuti penyuluhan sebelumnya memiliki pengetahuan sedang 7 orang (12,7%) pada pretest. Sedangkan 36 orang responden yang tidak pernah mengikuti penyuluhan sebelumnya memiliki pengetahuan sedang 9 orang (16,4%). Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan sebelumnya meningkatkan pengetahuan responden. Paparan informasi sebelumnya memberi kemudahan untuk memperoleh suatu informasi yang baru sehingga dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Mubarak, Chayatin, Rozikin, & Supradi, 2007).

Jika dilihat dari setiap butir pertanyaan pada kuesioner, setelah dilakukannya penyuluhan untuk setiap butir pertanyaan terdapat peningkatan pengetahuan siswi sebesar 1,9%-85,5%. Pertanyaan yang mengalami peningkatan yang paling signifikan adalah pertanyaan nomor 14 yaitu wanita yang memulai hubungan seksual saat usia <18 tahun dan mempunyai banyak partner seksual seharusnya melakukan tes Paps Smear 1 tahun sekali.

Sebelum dilakukan penyuluhan (pretest), hanya 6 orang (10,9%) responden yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, sedangkan setelah diberikan penyuluhan (posttest), terjadi peningkatan jumlah responden yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar menjadi 53 orang (96,4%). Terdapat pula 1 pertanyaan yang mengalami sedikit peningkatan setelah diberikan penyuluhan yaitu mengenai usia wanita dapat melakukan Pap Smear, yang menjawab dengan benar pada pretest adalah 47 orang (85,4%) dan pada

posttest sebanyak 48 orang (87,3%). Hal ini kemungkinan dikarenakan pada

saat menjawab pertanyaan responden kurang percaya diri serta tidak menutup kemungkinan responden kurang memperhatikan pada saat penyuluhan.

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan pengetahuan siswi pada

pretest adalah kurang sebanyak 39 orang (70,9%), namun setelah dilakukan

intervensi berupa penyuluhan (hasil posttest) pengetahuannya meningkat menjadi baik 46 orang (83,6%). Rendahnya tingkat pengetahuan responden pada pretest disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden tentang kanker serviks. Ketidaktahuan responden tentang kanker serviks dipengaruhi oleh kurangnya informasi. Hakekatnya pendidikan kesehatan adalah upaya menyampaikan pesan kesehatan kepada individu, kelompok, masyarakat, sehingga dapat memperoleh pengetahuan kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan yang diterima pada akhirnya diharapkan dapat memengaruhi perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2010). Pemberian penyuluhan dimaksudkan untuk mencapai tingkat pengetahuan yang pertama, yaitu tingkat tahu. Dimana

responden mampu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan adanya peningkatan pengetahuan di atas menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswi sesudah adanya penyuluhan.

Perbedaan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks telah diuji menggunakan uji statistik Wilcoxon,

didapatkan nilai z-hitung sebesar -6,468 dengan α – 0,05 serta nilai probabilitas (p value) sebesar 0,000. Ini menunjukkan bahwa p < 0,05, hal ini berarti ada perbedaan tingkat pengetahuan siswi yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan tentang kanker serviks.

Pada penelitian ini terjadinya perubahan pengetahuan responden tentang kanker serviks dipengaruhi oleh efektivitas pemberian penyuluhan yang dapat mempengaruhi perhatian dan kemudahan penerimaan materi. Adanya penyuluhan diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran yang nantinya akan meningkatkan derajat kesehatan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Manado. Pada pretest dengan jumlah sampel 100 orang didapatkan 21 orang (21,0%) yang memiliki pengetahuan kurang, sedangkan pada posttest

didapatkan peningkatan pengetahuan menjadi pengetahuan baik sebanyak 92 orang (92,0%). Hasil analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon didapat hasil 0,000 karena nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan siswi tentang pencegahan kanker serviks di SMA Negeri 1 Manado Tahun 2013 (Pondang, Wungouw, & Onibala, 2013).

Penelitian serupa juga dilakukan di SMA NASIMA Semarang tentang penyerapan pengetahuan tentang kanker serviks sebelum dan sesudah penyuluhan. Analisa data yang digunakan adalah analisa bivariat menggunakan paired T test. Hasil penelitian terhadap 43 siswi, sebelum penyuluhan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan baik (0,0%). Sesudah penyuluhan mayoritas responden memiliki pengetahuan baik sebanyak 36 siswi (83,7%). Hasil paired T test diperoleh nilai p-value 0,000 kurang dari 0,05. Dengan demikian ada perbedaan yang bermakna antara

pengetahuan tentang kanker serviks sebelum dan sesudah penyuluhan. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada pengetahuan tentang kanker serviks sebelum dan sesudah penyuluhan di SMA NASIMA Semarang (Romadhoni, Yazid, & Aviyanti, 2012)

Dalam penelitian lain yang dilakukan di SMAN 14 Semarang tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap pengetahuan dan sikap dalam pencegahan terjadinya kanker serviks pada siswa putri di SMAN 14 Semarang Tahun 2013. Hasil penelitian terhadap 79 siswa putri diperoleh hasil pengetahuan siswa putri dalam pencegahan terjadinya kanker serviks sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks termasuk dalam kategori cukup sebanyak 68 orang (86,1%) dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang kanker serviks termasuk dalam kategori baik sebanyak 52 orang (65,8%). Hasil analisis bivariat melalui uji

wilcoxon signed rank test pengetahuan dan sikap siswa putri dalam

pencegahan terjadinya kanker serviks sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan dengan taraf signifikansi 0,05 menunjukkan hasil nilai

p = 0,000 berarti ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap siswa putri dalam pencegahan terjadinya kanker serviks sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, sehingga ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang kanker serviks terhadap pengetahuan dan sikap dalam pencegahan terjadinya kanker serviks pada siswa putri di SMAN 14 Semarang (Wahyunintyas, Santoso, & Targunawan, 2013).

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan diantaranya adalah penarikan sampel yang tidak dilakukan secara total sampling karena tidak diberikannya izin oleh guru pada beberapa kelas untuk dilakukan penyuluhan dan fasilitas di sekolah yang kurang memadai seperti tidak adanya aula sekolah yang bisa digunakan untuk memberikan penyuluhan secara bersamaan pada semua siswi kelas XII. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan dengan jumlah sampel yang lebih banyak atau dengan metode yang berbeda.

BAB 6

Dokumen terkait