• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

B. Hasil Penelitian

2. Hasil analisis tematik

Dari hasil analisis tematik ditemukan 4 tema, yaitu makna dan arti ASI eksklusif, upaya kader kesehatan, kebutuhan promosi kesehatan ASI ekslusif, dan hambatan promosi kesehatan ASI eksklusif. Berikut penjelasan tema dari hasil analisa tematik.

a. Makna dan Arti ASI Eksklusif.

Tema ini didapatkan dari tiga kategori yaitu definisi ASI eksklusif, manfaat diberikannya ASI eksklusif, dan kerugian jika tidak diberikan ASI

ekslusif. Kader kesehatan di posyandu Flamboyan II pada umumnya sudah paham mengenai pengertian ASI eksklusif walau masing masing berbeda dalam mendefinisikannya, namun masih terbatas dalam mengeksplorasi tentang manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugian jika tidak diberikan ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:

“Yaitu utamanya buat kesehatan bayi, dan ga ada campuran apa-apa buat bayi. Ya itu yang ibu ketahui. Jadi air susu ibu yang diberikan pada bayi dari 0 sampai 6 bulan tanpa tambahan apapun”. (Ibu P2)

“ASI eksklusif itu kita menyusui sampai berumur 6 bulan ya, tanpa ada tambahan makanan baik susu atau makanan yang lain-lain lah. Sesudah itu baru ada tambahan susu atau pun makanan bubur sampai umur 2 tahun. Kalo sampe 6 bulan ga ada tambahan apapun”. (Ibu P4)

Satu dari 8 informan pendukung mengungkapkan pengertian yang berbeda mengenai definisi ASI ekslusif, berikut pernyataan informan tersebut:

“Yang saya ketahui, ASI eksklusif itu adalah pemberiannya selama empat sampai enam bulan. Tapi yang paling penting dari ASI eksklusif itu adanya kontak antara bayi dan ibunya. Jadi misalnya ada orang di pekerja. Misalnya pagi bekerja dia bilang, oh saya ASI eksklusif, saya pakai naro ASI eksklusifnya itu dibotol, saya taro dikulkas. Itu sebenarnya bukan ASI eksklusif. Nah, ASI eksklusif itu adanya kontak antara bayi pada saat memberikan ASI antara bayi dan si ibunya itu”. (P6)

Beberapa manfaat diberikannya ASI ekslusif dan kerugian jika tidak diberikannya ASI eksklusif yang dapat disebutkan para kader antara lain:

“Untuk kekebalan dan kesehatan anaknya juga. Kadang-kadang ada yang 3 bulan udah dikasih pisang atau bubur, kan kasian anaknya. Saya udah bilang, pencernaan bayi kan masih belum bisa mencerna”. (P1)

Kalo kerugiannya kita ga bakal dapet kekebalan tubuh, sering sakit nanti anak. Kalo manfaatnya bagus untuk anak, untuk menambah anak sehat, kuat, nanti kalo anak umur sekian-sekian bagus. Beda sama susu formula saya bilang gitu. Anak nya lemah, lembek, pokonya banyak deh kerugiannya, saya bialng gitu. Kalo tete ngga, kalo menyusi tidak, itu bagus. Cuma itu aja. itu setau ibu”. (Ibu P4)

b. Upaya Kader Kesehatan

Tema ini peneliti dapatkan dari 8 kategori yaitu bentuk pelaksanaan promosi kesehatan program ASI eksklusif, materi yang disampaikan dalam penggalakkan ASI eksklusif, kerjasama kader kesehatan dengan pihak terkait mengenai promosi kesehatan program ASI eksklusif, kerja sama antara kader kesehatan setempat dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif, capaian promosi kesehatan ASI eksklusif ke seluruh lapisan masyarakat, penyampaian promosi kesehatan program ASI eksklusif sehingga dapat sampai ke seluruh lapisan masyarakat, evaluasi program promosi kesehatan tentang ASI eksklusif, serta inovasi-inovasi kader kesehatan dalam mempengaruhi budaya setempat mengenai ASI eksklusif.

Pengetahuan kader kesehatan di posyandu Flamboyan II mengenai promosi kesehatan program ASI eksklusif masih sangat minim, dibuktikan dengan jawaban para kader kesehatan yang mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa itu promosi kesehatan ketika peneliti mewawancarainya. Para kader kesehatan mengungkapkan penggalakan ASI eksklusif yang mereka lakukan selama ini hanya menganjurkan saja, ketika peneliti mewawancarai mengenai pengetahuan secara umum tentang promosi

kesehatan, sebagian besar dari mereka tidak mengetahuinya. Berikut hasil wawancaranya:

“Kita kalo disini, di posyandu-posyandu, kita cuma menganjurkan aja ya sama ibu-ibu yang datang ke posyandu. Kan kita hanya sekedar menganjurkan doang.” (P1)

Tidak ada kader kesehatan di posyandu Flamboyan II yang dapat mendefinisikan tentang pengertian promosi kesehatan secara umum. Jawaban lain yang peneliti dapatkan dari salah satu kader kesehatan yang berumur 55 tahun yaitu:

“Promosi? Ya kalo promosi kesehatan ya kalo ada acara-acara di posyandu maupun di arisan-arisan gitu sering melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang ASI eksklusif sampe 6 bulan. Cuma kebanyakan kaya anak saya sendirilah contohnya, dia air tetenya sedikit. Jadi menyusui sampe 2 tahun tapi untuk 6 bulan untuk ASI eksklusif itu dia ga bisa harus ada tambahan makanan. Ya kalo saya si terus terang promosi ga bisa ya, promosi ya sekedar ngasih tau kalo ketemu kita ngomong. Kalo promosi-promosi ya ngga ada. Paling juga kalo arisan, masalah ASI, masalah kesehatan , masalah anak sakit, kalo promosi bukannya belum, contoh deh tetangga saya, saya bilangin. Minimal mulut ke mulut.” (P2)

Hasil wawancara yang peneliti dapatkan, di posyandu Flamboyan II belum pernah ada promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara khusus. Penggalakan ASI eksklusif yang selama ini dilakukan hanya berupa informasi yang disampaikan pihak puskesmas (bagian ahli gizi) hanya kepada kader kesehatan setempat pada saat rapat koordinasi (rakor) setiap bulannya. Rapat koordinasi setiap bulan tidak selalu menyampaikan mengenai program ASI eksklusif, melainkan tergantung tema yang ditentukan sesuai masalah kesehatan terkini. Kader kesehatan kemudian menyampaikan melalui mulut ke mulut kepada masyarakat/ ibu-ibu yang

hamil dan memiliki bayi dibawah umur 6 bulan. Adapun informasi yang diberikan hanya seputar pengetahuan ASI eksklusif. Tenaga kesehatan dari puskesmas belum pernah mengadakan pembinaan terhadap kader kesehatan mengenai penyampaian informasi yang baik atau tekhnik penyuluhan yang benar terhadap masyarakat. Berikut pernyataan partisipan:

“Oh…disini belum.belum ada yang seperti itu (promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara khusus). Cuman gini, sekarang kan mulai digencarkan, kita datang ke ibu hamil ni, jadi kita hanya menganjurkan aja si sifatnya. Kita kasih tau, lebih baik ASI eksklusif….Iya individual. kalo ketemu ibunya yang anaknya dibawah 6 bulan kita tanya ini anaknya masih ASI aja atau sudah ditambah makanan tambahan? kalo belum, ya bagus, jangan dulu dikasih tambahan makanan sampe 6 bulan ya.”. (P1)

“Secara individual aja waktu posyandu (penyampaian pada ibu-ibu). Kan kalo kemis keempat suka pertemuan rakor di kelurahan (khusus kader kesehatan), itu kan suka dibicarain tentang posyandu, tentang ASI, tentang lain lainya suka diituin sama bidan-bidan. Nah ibu tau dari situ sedikit sedikit aja, hehe.”. (P3)

Bentuk pelaksanaan ini diperkuat oleh informasi dari informan pendukung melalui wawancara kepada bidan puskesmas dan koordinator kader kesehatan sekaligus petugas promosi kesehatan yang menangani posyandu Flamboyan II serta ibu-ibu masyarakat setempat yaitu:

“Kalo saya biasanya kegiatan-kegiatan itu di masyarakatnya pas ada kegiatan kaya pertemuan dikelurahan, pertemuan kader, nah pertemuan kader itu biasanya memberi tahu kepada kader tentang apa itu ASI eksklusif mengaitkan dengan kegiatan tentang gizi. Jadinya kita ikut sertakan program-program gizi biasanya. Dan lebih detail tentang kandungan dari pada tentang ASI itu apa aja, nanti biasanya penanggung jawab gizi yang lebih ini...tapi kita menjelaskan ASI eksklusif itu apa, bagaimana caranya”. (P6)

Hasil FGD didapatkan ibu-ibu belum pernah mendapatkan promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara khusus. Sebagian besar mereka mendapatkan informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif hanya dari mulut ke mulut melalui kader dan bidan baik di posyandu ataupun di puskesmas saat masih mengandung bayinya. Berikut ungkapan partisipan pada saat dilakukan FGD:

“Belum pernah (promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara khusus).”(P7)

“Kalo kader kesehatan belum pernah, tapi kalo dari bidan dikasih tau. Ibu bidannya cuma bilang dikasih ASI eksklusif dulu aja jangan dikasih susu botol. Gitu. Udah gitu doang.”(P9)

“Ngga. Perorang aja (cara penyampaian informasi ASI eksklusif).” (P8)

Pihak puskesmas mengatakan bahwa materi mengenai penyuluhan program ASI eksklusif yang disampaikan kepada para kader kesehatan sudah cukup memenuhi standar, meliputi pengertian, manfaat, kerugian jika tidak diberikan, cara memberikannya. Namun yang peneliti dapatkan dari para kader kesehatan, mereka mengungkapkan bahwa pengetahuan mereka mengenai ASI eksklusif tidak terlalu mendalam. Mereka hanya memahaminya secara umum saja, sehingga pada penyampaiannya terhadap masyarakat/ ibu-ibu setempat sangat terbatas. Berikut pernyataannya:

“Ya paling cuma kaya gitu. Ditanya kan, dikasih ASI ga? dikasih makanan atau susu lainnya ga? ngga. Jangan ya, ini untuk kekebalan dan kesehatan anaknya juga. Udah berapa bulan? kadang-kadang kan baru beberapa bulan udah dikasih susu kadang-kadang ada yang 3 bulan udah dikasih pisang atau bubur, kan kasian anaknya. Saya udah bilang, pencernaan bayi kan masih belum bisa mencerna. Susah juga si kalo ngomong ama orang kampung itu.” (P1)

“Ibu bilang jangan dikasih makan dulu sampai umur 6 bulan. Kasih ASI aja, nanti kalo setelah 6 bulan baru dikasih tambahan makanan.” (P3)

Berikut Hasil wawancara yang peneliti dapatkan mengenai materi yang disampaikan pihak puskesmas saat promosi kesehatan program ASI eksklusif kepada kader kesehatan.

“Kaya misalnya bahwa kalo penyuluhan kan saya lebih ke program TB juga, jadi kalo kita penyuluhan tentang TB ni, apa itu pengertian, penyebab, terus tanda dan gejala, kemudian penanggulannya seperti apa, kemudian peranan keluarganya seperti apa. Jadi kalo ASI eksklusif itu sama aja, apa pengertian, bagaimana cara pemberian, bagaimana cara penyimpanan ASI yang baik itu seperti apa.” (P6)

Kerjasama kader kesehatan dalam menggalakkan ASI eksklusif yang selama ini dilakukan hanya dengan pihak puskesmas saja. Bahkan didapatkan dari beberapa kader kesehatan yang menyatakan bahwa penggalakkan ASI eksklusif yang mereka lakukan selama ini hanya tugas dari puskesmas saja. Berikut ungkapan partisipan:

“Sebenarnya kan tiap bulan ada tu bidan datang. Cuma ya diposyandu aja. Jadi cuma yang keliatan aja. kita kan setiap bulan juga ada rakor juga sekaligus pertemuan kader ya untuk laporan-laporan itu semua. Jadi ada bidan, ada dokter puskesmas, pokja- pokja gitu, jadi laporan ini, laporan itu.” (P1) “Ada. Dari ahli gizi di puskesmas. Pas rakor. Atau datang ke posyandu itupun ga setiap bulan datang, selama ini baru 1 kali

dateng. Tapi ya itu, cuma dikasih tau ASI itu apa, berapa berat anak ideal, paling gitu yang BBLR kita suruh rujuk ke puskesmas”.(P2)

“Ya dari puskesmas si sudah, kalo disini kan ada jampersal, jadi setiap persalinan kita promosikan pada pasien tentang ASI eksklusif. ya kadang, bu nangis aja, gini gini, ga keluar, ga papa bu, dirangsang aja. nanti juga keluar sendiri, ya kalo ASI nya sedikit ya nanti kita kasih buat pelancar ASI dari puskesmas, kita kasih biasanya.”(P5)

Kerjasama secara khusus antara sesama kader kesehatan Flamboyan II dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif belum terealisasikan. Hasil wawancara yang peneliti dapatkan, para kader kesehatan merasa pengetahuan mereka belum cukup mendalam dalam memahami ASI eksklusif. Mereka mengungkapkan selain tugas mereka sebagai kader kesehatan sudah cukup banyak, tidak semua masyarakat atau ibu–ibu di wilayah posyandu Flamboyan II merespon dengan baik informasi kesehatan dari para kader kesehatan, kecuali terdapat pihak puskesmas yang secara khusus menyampaikan informasi kesehatan tersebut. Berikut seluruh ungkapan kader kesehatan:

“Kurang (kerjasama antar sesama kader). Kan kalo dulu, sekarang si ada lembaran-lembaran paling itu aja yang diisi. Kalo ga ada acara khusus susah si. Kalo misalnya cuma dari kader-kader aja mereka suka ngeremehin. Kecuali kalo ada petugas dari puskesmas. Itu juga susah ngumpulinnya, yang anak-anaknya tidur, pokonya susah deh kalo ngumpulin ibu-ibunya mah”. (P1)

Sebagian besar kader kesehatan menyatakan bahwa capaian promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif belum sampai ke seluruh lapisan masyarakat khususnya wilayah sekitar posyandu Flamboyan II. Berikut pernyataannya:

“Intinya info udah sampe, tapi pelaksanaannya yang belum. Karena tadi, hati ibu ga tega ngeliat anak nangis, mungkin kurang susu. ASInya kurang, jadi ah, kasih aja biskuit. kaya gitu gitu”. (P2)

“Belum. Tapi banyak yang tau si udah”. (P3) “Belum nyampe”. (P4)

Belum ada usaha khusus bagi kader kesehatan di posyandu Flamboyan II, agar capaian promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif berjalan secara maksimal. Berikut dua ungkapan dari empat partisipan utama:

“Itu butuh pengetahuan dari ibu-ibunya sendiri juga si. Dari ibu-ibunya harus, dari kader juga penting si. Kan kalo kader cuma dikasih tau ASI eksklusif pas raker. Ada lembaran khusus yang harus diisi, bayi ini udah berapa kali ke posyandu, dia ASI eksklusif atau ngga, gitu. Cuma dikasih gitu doang”. (P1)

“Ya paling nanti kumpul lagi ama kader, ya menurut saya yang punya bayi aja dibilangin”. (P3)

Kader kesehatan posyandu flamboyan II dan petugas kesehatan puskesmas menyampaikan bahwa belum pernah ada evaluasi secara langsung kepada masyarakat/ ibu-ibu setempat mengenai penggalakkan ASI eksklusif baik oleh pihak puskesmas dan

dinas kesehatan ataupun oleh kader kesehatan itu sendiri. Berikut ungkapan beberapa partisipan:

“Ngga. Ngga ada. Cuma kita kasih saran ibu nanti kalo yang ASI eksklusif ditulis .Emang ada catetannya. Peribahasanya istilahnya dari seratus Cuma satu lah yang berhasil. Ibaratnya kaya gitu. Bahkan saya belom dapetin yang berhasil. Satu dualah ada”. (P2)

““Ngga. Puskesmas tidak lagi. kontrol juga tidak ada. Ya kita terus terang bilang tidak ada ya, nanti kalo saya bilang ada, ko ini ada promosi ibu belum aja ngerti si”. (P4)

“Oh, Ngga. Ngga ada sih. Kalo kaya gitu mah. Kalo yang kaya gitu paling lahir disini kita sarankan untuk ASI eksklusif ya, ya gitu aja si sebenarnya kalo dari sini”. (P5)

Evaluasi dilakukan oleh petugas promosi kesehatan puskesmas hanya kepada pihak kader kesehatan saat perkumpulan kader kesehatan atau rakor yang diadakan setiap bulannya. Berikut pernyataannya:

“Kalo ada kesalahan, kita tau .kalo kita tau secara langsung , kita langsung mengklarifikasi , kasih tau secara langsung, tapi kalo misalnya kita tekankan pada mereka kalo misalnya mereka tidak mengerti, harap itu jadi PR dan tanyakan ke kita”. (P6)

Belum ada inovasi-inovasi dari kader kesehatan dalam menggalakkan ASI eksklusif di wilayah posyandu Flamboyan II, hal ini berkaitan dengan persepsi kader kesehatan tersebut mengenai perannya terhadap promosi kesehatan ASI eksklusif bahwa mereka hanya sebatas menganjurkan saja, terlepas masyarakat atau ibu-ibu yang memiliki bayi dibawah 6 bulan mau mengikuti atau tidak

anjuran tersebut. Berikut hasil wawancara dua orang dari empat orang partisipan utama:

“Ga ada. Cuma ngasih motivasi aja”. (P2)

“Belum ada. Sebatas ini baru menyampaikan secara individual saja”. (P3)

c. Hambatan Promosi Kesehatan ASI Eksklusif

Hambatan promosi kesehatan ASI eksklusif peneliti dapatkan dari tiga kategori, yakni hambatan internal dalam promosi kesehatan tentang ASI eksklusif, hambatan eksternal promosi kesehatan ASI eksklusif, serta penanggulangan hambatan tersebut. Kader kesehatan di posyandu Flamboyan II mengatakan tidak ada hambatan yang terlalu signifikan dalam usaha menggalakakkan program ASI eksklusif. Mereka menyampaikan bahwa tidak ada hambatan dari sisi internal secara bermakna. Berikut hasil wawancara pada partisipan mengenai hambatan internal:

“Ngga ya.. kan kita hanya sekedar menganjurkan doang. Paling kita menganjurkan doang, makan sayur yang banyak, buahnya juga, makan yang banyak”. (P1)

“Kalo kita bilang,,ada masalah, itu urusan dia sendiri, jadi kan ini udah urusan masing-masing ya”. (P2)

“Ngga lah, yang penting kita udah ngasih tau”. (P4)

Hambatan eksternal yang selama ini kader kesehatan rasakan yaitu minimnya pembinaan dari puskesmas yang berimbas terhadap minimnya pengetahuan mengenai promosi kesehatan program ASI eksklusif yang

kader kesehatan miliki. Hambatan eksternal lainnya yaitu banyaknya alasan-alasan yang diutarakan masyarakat/ ibu-ibu posyandu bahwa ASI yang keluar sedikit, bayinya nangis terus karena lapar, dan sebagainya. Berikut hasil wawancara pada partisipan mengenai hambatan eksternal:

“Iya kita juga bingung, habis ga ada pembinaan khusus bagaimana caranya biar ibu-ibu agar melaksanakan ASI eksklusif. ya itulah masalahnya, belum ada pembinaaan khusus tentang ASI eksklusif. Waktu itu pernah si ada pemberitahuan tentang ASI eksklusif waktu rakor (rapat koordinasi), dikasih tau ASI eksklusif itu apa, trus kita dikasih lembaran, trus cuma disuruh ngedata kalo ada yang ke posyandu, ibu itu ASI eksklusif atau ngga. Kita juga ga disuruh ke rumahnya, kasih penyuluhan atau gimana juga ngga. Paling suruh nyatet, ni bayi berapa kali dateng, kasih ASI apa ngga. Dah, ditanya gitu doang. Ya begitu. Itu juga tugasnya udah banyak banget, apalagi kalo ditambah ASI eksklusif”. (P1) “Cuma tadi aja masalahnya alasan-alasan”. (P2)

Pernyataan lain yang diungkapkan informan pendukung sebagai berikut: “Masalahnya…kita kan kader banyak ya, posyandupun ga kalah banyak. Jadi kita itu untuk pelatihan rata-rata susah. Jadi selama ini yang dateng pelatihan ketuanya saja atau perwakilan. Jadi selama ini hambatanya susah melakukan pelatihan secara menyeluruh. Bagaimana mereka melakukan penyuluhan, masing-masing itu susah. Butuh waktu yang sangat lama. Dan yang kita urusan bukan hanya ASI ekklusif. Mereka juga kayanya kegiatannya banyak, urusan rumah tangga juga, trus karna kalo disini hambatannya karna disini komplek, apalagi kalo udah komplek elit..sudah pasti susah. Jadi kalo ngurusin masalah kesehatan sudah tidak bisa gitu”. (P5)

Baik kader kesehatan ataupun pihak petugas kesehatan puskesmas belum menemukan cara khusus untuk menanggulangi hambatan yang selama ini dirasakan dalam promosi kesehatan ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:

“Yaudah, terima aja gitu dengan segala keluh kesah, dipendem sendiri. Ya emang mungkin udah jadi tugas kader kesehatan

ya..teorinya kan begini begitu. Cuma pelaksanaannya di masyarakat kan beda”. (P2)

“Ga ada. Belom…”. (P2)

d. Kebutuhan Promosi Kesehatan ASI Eksklusif.

Tema ini peneliti dapatkan dari dua kategori yaitu kebutuhan yang dibutuhkan dalam promosi kesehatan tentang ASI eksklusif dan usaha yang dilakukan dalam menaggulangi kebutuhan yang belum terpenuhi. Kebutuhan kader kesehatan wilayah posyandu Flamboyan II yang terpenting dan belum terpenuhi secara maksimal dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif yakni pembinaan khusus dari pihak puskesmas yang menangani posyandu tersebut. Perkumpulan kader kesehatan yang selama ini dilakukan dengan pihak puskesmas lebih bersifat evaluasi dan melakukan laporan-laporan masalah kesehatan sesuai tema setiap bulan yang di tetapkan dari puskesmas. Pembinaan yang diberikan oleh pihak puskesmas bersifat penyampaian informasi terkait masalah kesehatan terkini. Dua orang dari empat kader kesehatan mengungkapkan sebagai berikut:

“Kita kan pengetahuan juga kurang dalam menyampaikan ke masyarakat. Kadang kalo kita nanya ke mereka suka dibilang sok pinter amat si, emang lu siapa, mungkin dalam hati mereka gitu y. Ada yang suka ada juga yang ga suka kalo kita datengin. Namanya orang kan beda-beda. Penyuluhan lah pasti, jelas binaan kami butuh banget. Kita bisanya kalo mereka dateng ke posyandu.kalo kita yang dateng ke mereka ga bisa”. (P1)

“Yang penting pembinaan dari puskesmas atau ahli gizi kalo dateng ke posyandu. mungkin mereka (ibu-ibu posyandu) butuh penyuluhan juga dari bidan, soalnya kan kalo kita sama kaya mereka (ibu-ibu posyandu), jadi mereka lebih percaya ama bidan.

Kita si mengharapkan kedepannya ibu-ibu hamil dikumpulkan untuk penyuluhan ASI eksklusif ini”. (P2)

Adapun ungkapan dari informan pendukung sebagai berikut:

“Oh iya, harus ada peraga kalo ngga dirakor, disalah satu kumpulan ibu-ibu misalnya posyandu harus nya dikasih alat peraga satu-satu biar ibunya tau, o, ini fungsi ASI eksklusif itu untuk itu lho…menyusui yang benar itu gini…”. (P5)

“Petugasnya dibanyakin, jadi pemegang programnya khusus satu-satu. Jadi semua fokus kerja. Misalnya khusus promosi kesehatan saja. Jadi dia khusus menangani masalah promosi kesehatan saja, itu mungkin bisa”. (P6)

Belum ada usaha khusus bagi kader kesehatan dan pihak puskesmas terkait dalam memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi dalam promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif,. Kader kesehatan dan puskesmas terkait hanya memaksimalkan kemampuan yang ada dengan sebaik mungkin. Berikut hasil wawancara yang peneliti dapatkan:

“Selama ini belum si, jadi yang ada dan yang bisa aja dimaksimalin.” (P3)

“Ya paling kalo ada kebutuhan kebutuhan yang belum ada kita langsung usulkan saja pada dinas. Nanti dianggarkan dari dinas. Dan kalo masalah petugas yang kurang mau tidak mau kita bekerja sesuai dan semaksimal kemampuan kita kerjakan, sebenarnya ga ada masalah si…cuma itu tadi karna kita megang programnya kebanyakan, jadi cukup terbengkelai”. (P6)

BAB VI

Dokumen terkait