• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan Tentang ASI Eksklusif di Posyandu Flamboyan II Kelurahan Rempoa Kotamadya Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan Tentang ASI Eksklusif di Posyandu Flamboyan II Kelurahan Rempoa Kotamadya Tangerang Selatan"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

FLAMBOYAN II KELURAHAN REMPOA KOTAMADYA

TANGERANG SELATAN

TAHUN 2012

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh : UMMI HANAN

108104000053

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Ummi Hanan

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal, lahir : Bogor, 26 Januari 1990

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat lengkap : Rangga Mekar Rt/ Rw 03/ 09 Bogor Selatan, Bogor 16135.

Telepon, Hp : 081908425930

E-mail : hanan_hikary@yahoo.co.id

Pendidikan  Formal

1995-1996 : RA Tarbiyatul Huda

1996-2002 : SDN Batutulis I

2002-2005 : MTs Al-Fatah Lampung

2005-2008 : MA Al-Fatah Lampung

2008-2012 : Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 Non formal

2009 : Pelatihan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)

 Seminar-seminar yang telah diikuti

(7)

Pengalaman organisasi

2005-2007 : Koordinator divisi kesehatan dan olah raga ISMA (Islamic Student Movement of Alfatah)

2005-2007 : Ketua umum majalah Adzkia Alfatah

2008-sekarang : KSH (Keluarga Besar Sabuk Hitam) Karate-Do

2009-2010 : Anggota divisi Keislaman BEMJ Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2010-2011 : Koordinator departemen Keilmuan BEMJ Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(8)

Ummi Hanan

Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan Tentang ASI Eksklusif di Posyandu Flamboyan II Kelurahan Rempoa Kotamadya Tangerang Selatan

xiv + 82 halaman + 3 skema + 6 lampiran

Kata kunci: Pengalaman, Kader Kesehatan, Promosi Kesehatan, ASI eksklusif

ABSTRAK

Keberhasilan pelaksanaan program ASI eksklusif di Indonesia belum sesuai harapan. Perhatian terhadap kader kesehatan sebagai ujung tombak keberhasilan program ASI eksklusif diperlukan untuk meningkatkan kembali promosi kesehatan (promkes) program ASI eksklusif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman kader kesehatan dalam promkes program ASI eksklusif.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Informan terdiri dari 4 informan utama (kader kesehatan) dan 8 informan pendukung (2 orang petugas kesehatan puskesmas dan 6 orang ibu yang memiliki balita di posyandu Flamboyan II). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD.

Hasil penelitian didapatkan 4 buah tema yang menunjukkan kader kesehatan yang bertugas di posyandu Flamboyan II telah memahami definisi ASI eksklusif serta manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugiannya bila tidak diberikan ASI eksklusif. Kader kesehatan tersebut belum merealisasikan promkes program ASI eksklusif secara maksimal. Hambatan dalam melakukan usaha promkes program ASI eksklusif yaitu kurangnya pembinaan bagi kader kesehatan oleh pihak puskesmas mengenai promkes program ASI eksklusif. Kebutuhan kader kesehatan terkait upaya promkes program ASI eksklusif yaitu pembinaan dari pihak puskesmas setempat serta alat peraga. Peneliti menyarankan agar penelitian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan penggalian informasi yang lebih dalam mengenai kebutuhan kader kesehatan untuk menunjang perannya sebagai promotor kesehatan sehingga dapat ditemukan solusi terbaik dalam meningkatkan pelaksanaan program ASI eksklusif. Implikasi penelitin ini terhadap ilmu keperawatan yaitu sebagai dasar informasi bagi keperawatan mengenai gambaran pelaksanaan program ASI eksklusif, sehingga dapat meningkatkan kembali usaha untuk mensukseskan program ASI eksklusif khususnya dari sisi keperawatan anak, maternitas dan komunitas.

(9)

Ummi Hanan

Experience in Health Promotion Health Cadre On Exclusive breastfeeding at Flamboyan II Public health centre Urban South Tangerang municipality Rempoa

xiv + 82 pages + 6 + 3 scheme attachments

Keywords: Experience, Health cadre, Health Promotion, exclusive breastfeeding

ABSTRACT

The successful implementation of the program of exclusive breastfeeding in Indonesia is not as expected. Attention to health volunteers spearheading the success of exclusive breastfeeding is needed to improve back health promotion (promkes) program of exclusive breastfeeding. The purpose of this research is to explore the experience of health cadres in promkes exclusive breastfeeding program.

This research was qualitative research with descriptive phenomenological approach. Informants consisted of 4 key informants (health worker) and 8 breastfeeding and exclusive breastfeeding benefits and disadvantages if not exclusively breastfed. Health worker program is not realized promkes exclusive breastfeeding to the fullest. Barriers to doing business promkes exclusive breastfeeding program is the lack of guidance for health cadres by the clinic regarding promkes exclusive breastfeeding program. Needs related health cadres promkes effort is coaching program exclusively breastfed from the local health center and props. Researchers suggest that this research became the basis for further research to dig deeper into the information needs of health volunteers to support its role as a health promoter in order to discover the best solution to enhance the implementation of the program of exclusive breastfeeding. Implications of this research is the science of nursing is as basic information for nursing on exclusive breastfeeding overview of the implementation of the program, thus increasing the effort to make the program successful return of exclusive breastfeeding, particularly from the nursing child, maternity and community.

(10)

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi

Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi ini yang

berjudul ”Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan tentang ASI

Eksklusif di wilayah Rempoa”. Proposal skripsi ini disusun sebagaimana untuk

memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

UIN Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih

yang tak terhingga saya ucapkan kepada:

1. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

3. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Keperawatan dan Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan

memnberikan motivasi

4. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I

yang telah banyak membimbing dan memberikan motivasi.

5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Pembimbing II yang telah

(11)

Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah tanpa biaya.

7. Bapak Sadewa Eka dan Ibu Ratu Farichah tercinta terima kasih atas limpahan

kasih sayang, do’a dan dukungannya yang telah diberikan. Jazakallah khairan

katsira.

8. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan

motivasi

9. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan

10.Ibu-ibu kader Posyandu wilayah Rempoa yang telah membantu dalam proses

penelitian.

11.Kakak-kakak yang saya cintai mb Atmim, mb Ima, A idiq, Bang Maman di

Kalimantan serta adik-adikku Husna, Fathan, Afra, Fathin di Bogor terima

kasih atas do’a dan dukungannya yang telah diberikan. Jazakallah khairan

katsira.

12.Teman-temanku, PSIK 2008 terimakasih atas doa dan dukungannya.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses

skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah. Semoga skripsi

ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Tangerang, September 2012

(12)

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SKEMA ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 8

D. Manfaat ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman ... 11

B. Kader Kesehatan ... 12

C. Promosi Kesehatan ... 14

(13)

A. Kerangka konsep ... 30

B. Daftar Istilah... 31

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 34

C. Instrumen Penelitian... 34

D. Informan Penelitian... . 34

E. Teknik pengumpulan data... 35

F. Keabsahan Data... ... 40

G. Teknik analisa data... . 42

H. Etika Penelitian ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum wilayah penelitian ... 46

B. Hasil Penelitian ... 47

1. Karakteristik informan ... 47

2. Hasil analisis tematik ... 50

BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian ... 67

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

(14)

DAFTAR SKEMA

Nomor Tabel Hal

Skema 2.1

Skema 2.2

Skema 3.1

Proses Promosi Kesehatan

Mekanisme Pengeluaran ASI

Lay out ruang diskusi

17

23

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara

2. Pedoman FGD

3. Tabel karakteristik informan

4. Analisis tematik

5. Lembar Persetujuan Informan

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profil kesehatan Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa

gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Kusmana

(2011) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya

jumlah penderita gizi buruk seperti kemiskinan dan budaya setempat yang

berimbas pada pola konsumsi dan asupan gizi masyarakat seperti

pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang tidak efektif (Depkes, 2011).

Survey kesehatan nasional (Susenas, 2008) melaporkan cakupan

pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007

menjadi 56,2% pada tahun 2008. Riset kesehatan dasar menunjukkan

angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai dengan enam bulan

hanya 15,3% (Riskesdas, 2010). Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat

dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. ASI

mengandung kaya akan karotenoid dan selenium, sehingga ASI berperan

dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit.

Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan

penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan

yang terdapat dalam susu formula (Depkes, 2011).

Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007)

tercatat bahwa data pemberian ASI ekslusif sebesar 38% (2007) menurun

(17)

sementara jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula

meningkat dari 16,7% (2003) menjadi 27,9% (2007) (Depkes, 2009).

Direktur jenderal (Dirjen) Gizi dan kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam

Depkes (2011) mengungkapkan bahwa masalah utama masih rendahnya

penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya

pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI,

serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan

pemberian ASI eksklusif. Masalah ini diperparah dengan gencarnya

promosi susu formula melalui iklan di berbagai media dan kurangnya

dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan

perempuan yang belum memberikan tempat seperti pojok laktasi dan

kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pinem (2010) di kota Medan

yang menyebutkan bahwa faktor-faktor penghambat ibu dalam pemberian

ASI eksklusif yang paling dominan adalah faktor iklan, faktor budaya, dan

faktor pengetahuan. Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi

tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pemberian ASI

dengan tidak ekslusif salah satunya dapat mengakibatkan bayi kekurangan

gizi. Hasil studi makanan pendamping ASI (MP-ASI) menunjukan bahwa

baik kualitas maupun kuantitas MP-ASI masih dibawah Angka Kecukupan

Gizi (AKG), rendahnya mikronutrien, hanya memenuhi kurang lebih 20%

(18)

Data menurut Riskesdas (2007) di Provinsi Banten menunjukkan

bahwa angka kekurusan pada balita di provinsi Banten mencakup 14,1%

artinya masalah gizi di provinsi Banten sudah berada diantara 10,1% -

15%. Menurut salah satu indikator status gizi, balita di provinsi Banten

berada pada keadaan serius dengan angka kekurusan diatas 10%.

Kabupaten Lebak dan kota Tangerang merupakan wilayah yang memiliki

masalah balita kurus dan sangat kurus yang kritis dengan angka diatas

15%. Angka gizi buruk di Provinsi Banten mencapai 4,4% dan persentase

gizi kurang 12,2%.

Upaya pemerintah untuk mengingkatkan ASI eksklusif terbukti

dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun

2009 tentang ASI eksklusif. Pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap

bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai enam

bulan, kecuali atas indikasi medis. Pasal 200 juga menerangkan bahwa

setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana

penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00.

Pemberian ASI sejak dini mempunyai dampak yang positif baik

bagi ibu maupun bayinya. Manfaat memberikan ASI bagi ibu tidak hanya

menjalin kasih sayang, tetapi dapat mengurangi perdarahan setelah

melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan,

mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan merupakan kebahagiaan

(19)

bayi baru lahir memerlukan unsur penting untuk kekebalannya yang

berasal dari ASI, selama pematangan sistem kekebalannya sendiri sedang

berlangsung. ASI mengandung immunoglobulin A (IgA) yang kadarnya

tinggi dan mampu melindungi bayi terhadap serangan beberapa bakteri

dan virus, terutama di saluran napas dan saluran cerna (Wong, 2009).

Pemberian ASI tidak sekedar rekomendasi WHO tetapi diakui

agama sebagai makanan bayi ciptaan Tuhan yang tidak dapat digantikan

dengan makanan dan minuman yang lain (Depkes, 2011). Berikut kutipan

Al-Qur’an yang menerangkan mengenai perintah memberikan ASI yaitu:

Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi

yang ingin menyusui secara sempurna. Kewajiban ayah menanggung

nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak

dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita

karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya.

Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin

menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Jika kamu ingin

anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila

kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu

kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu

kerjakan (Al-Baqarah: 233). Hikmah ayat yang terkandung dalam kitab

suci Al-Qur’an tersebut menekankan bahwa ASI sangat penting untuk

(20)

masa menyusui, juga menyampaikan tentang peran ayah untuk mencukupi

keperluan sandang dan pangan ibu, agar ibu dapat menyusui dengan baik.

Keberhasilan pemberian ASI eksklusif memerlukan dukungan dari

berbagai pihak yang terdiri dari keluarga khususnya ayah, pemerintah,

tenaga kesehatan dan kader kesehatan masyarakat. Kader kesehatan

mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan

masyarakat menolong dirinya mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Peran kader juga ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan

melalui kegiatan yang dilakukan di Posyandu (Efendi, 2009). Kader

kesehatan tidak hanya diharapkan untuk dapat menyelesaikan setiap

masalah-masalah yang dihadapinya, namun diharapkan dapat

menyelesaikan masalah-masalah umum yang terjadi di masyarakat dan

amat mendesak untuk diselesaikan (Hamid dkk, 2010).

Menteri koordinator kesejakteraan rakyat (Menko Kesra) Prof Dr

Alwi Shihab dalam Setiyowanto (2007) mengutarakan posyandu sebagai

ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai peran penting

dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan juga melanjutkan

pemberian ASI sampai usia 24 bulan diserta pemantauan pertumbuhan

mulai bayi lahir sampai usia 60 bulan. Semua kegiatan Posyandu sangat

tergantung pada Kader Posyandu. Hal ini menunjukan bahwa kader

kesehatan yang merupakan salah satu pihak yang berperan dalam

memajukan kesehatan di masyarakat turut berperan penting dalam

(21)

Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai peran kader kesehatan

tentang ASI Eksklusif belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tersebut di wilayah Rempoa. Rempoa

merupakan salah satu wilayah di kota Tangerang yang memiliki tingkat

pelaksanaan program ASI eksklusif dibawah 50%. Hasil penelusuran data

yang peneliti dapatkan di puskesmas Ciputat Timur, didapatkan bahwa

Rempoa merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat pelaksanaan

ASI eksklusif rendah di Tangerang Selatan. Salah satu hasil penelitian

oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah di

Rempoa menunjukan hanya 32,1% ibu yang memberikan ASI saja kepeda

bayinya sampai bayi berusia 6 bulan.

B. Rumusan Masalah

Profil kesehatan Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa

gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Balita yang

menderita gizi buruk di provinsi Banten sebesar 0,14% dibandingkan

tahun sebelumnya, sebesar 1,18% atau sekitar 7.589 balita gizi buruk.

Kusmana (2011) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan

meningkatnya jumlah penderita gizi buruk di provinsi Banten. Salah satu

faktor yang mempengaruhi penderita gizi buruk adalah pola asupan gizi

sejak lahir yaitu tidak diberikannya ASI eksklusif (Depkes, 2011).

Data Susenas (2008) menunjukan bahwa cakupan pemberian ASI

eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2%

(22)

mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%.

Sedangkan salah satu dampak yang terjadi menurunnya angka pemberian

ASI eksklusif pada bayi akan meningkatnya angka gizi buruk akibat

makanan pendamping yang belum sesuai dengan standar AKG. Hasil studi

MP-ASI menunjukan bahwa baik kualitas maupun kuantitas MP-ASI

masih dibawah Angka Kecukupan Gizi (AKG), rendahnya mikronutrien,

hanya memenuhi kurang lebih 20% dari AKG (Depkes, 2002).

Diperlukan perhatian khusus terhadap kader kesehatan sebagai

ujung tombak keberhasilan program ASI eksklusif untuk meningkatkan

kembali usaha-usaha dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif.

Hasil penelusuran data yang peneliti dapatkan di puskesmas Ciputat

Timur, didapatkan bahwa Rempoa merupakan salah satu wilayah yang

memiliki tingkat pelaksanaan ASI eksklusif rendah di Tangerang Selatan.

Menurut salah satu hasil penelitian oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah menunjukan di wilayah rempoa hanya 32,1% ibu

yang memberikan ASI saja kepeda bayinya sampai bayi berusia 6 bulan.

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di wilayah

tersebut.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana

pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan mengenai

(23)

2. Tujuan Khusus

a. Tereksplorasinya makna dan arti ASI eksklusif bagi kader

kesehatan.

b. Tereksplorasinya upaya yang telah dilakukan kader dalam

melaksanakan promosi kesehatan program ASI eksklusif.

c. Tereksplorasinya hambatan kader dalam meningkatkan program

ASI eksklusif di masyarakat.

d. Tereksplorasinya berbagai hal yang dibutuhkan kader kesehatan

terkait upaya promosi kesehatan mengenai program ASI

eksklusif.

D. Manfaat

1. Manfaat ilmiah

Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti

selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian

selanjutnya tentang peran kader dalam promosi kesehatan mengenai

ASI eksklusif serta memberikan informasi kesehatan mengenai peran

kader dalam promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini untuk menambah wawasan dan khasanah

pengetahuan mengenai penelitian dan prosesnya, khususnya yang

berkaitan dengan peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan

(24)

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur

dan memberikan informasi serta pengembangan kurikulum

pendidikan keperawatan untuk keperawatan maternitas khususnya

tentang promosi kesehatan pemberian ASI eksklusif.

c. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan

dalam rangka meningkatkan upaya promosi kesehatan sekaligus

mendukung program pemerintah dalam menggalakkan ASI

eksklusif. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kesehatan

ibu dan bayi khususnya mengenai ASI eksklusif. Diharapkan

dapat sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan

dan kegiatan program kesehatan keluarga khususnya kesehatan

ibu dan anak (KIA).

d. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat

mengenai peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan

program ASI eksklusif.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi deskriptif yang berupaya untuk mengeksplorasi secara

mendalam tentang peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan

(25)

mendalam (indepth interview) menggunakan pedoman wawancara untuk

kader kesehatan sebagai informan utama dan petugas kesehatan puskesmas

sebagai informan pendukung serta focus Group Discussion (FGD)

menggunakan pedoman FGD untuk ibu-ibu (masyarakat setempat).

Informan dalam penelitian ini adalah empat orang kader kesehatan sebagai

informan utama dan delapan orang informan pendukung yang meliputi

satu orang bidan, satu orang koordinator kader kesehatan sekaligus

petugas promosi kesehatan dan enam orang ibu–ibu masyarakat posyandu

setempat. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus dan

September di posyandu Flamboyan II wilayah Rempoa Tangerang Selatan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengalaman

Pengalaman merupakan akumulasi dari setiap kejadian dan

penyikapan terhadap permasalahan yang dialami. Dalam mengaktualisasikan

setiap kejadian sering orang mengalami kesulitan. Pengalaman langkah awal

dari pelaksanaan setiap ranah di mana pengalaman merupakan referensi.

Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, akan semakin dewasa

dalam menata kehidupan dan semakin mudah menjalankan tugas-tugas

(Yudantara, 2008).

Hadiwijono (2010) mengungkapkan pengalaman adalah keseluruhan

atau totalitas segala pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan

digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa

yang diamati pada masa yang lampau. Pengalaman adalah awal segala

pengetahuan juga awal tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh

pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Hanya

pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian. Keberadaan

pengalaman tidak dapat dibalik karena waktu berjalan terus, dan pengalaman

baru akan datang lagi. Kejadian terjadi terus-menerus, referensi semakin

banyak, tinggal menghitung-hitung waktu untuk memutuskan dan memilih

pengalaman mana yang dijadikan sebagai rekomendasi untuk bertindak.

Pengalaman akan terus-menerus terjadi sepanjang hidup kita. Semakin sering

(27)

mengerti tentang kekurangan yang ada. Peristiwa, percobaan, pengalaman,

perjuangan, pergaulan, pekerjaan, pengangguran, kemalasan, semua kejadian

itu merupakan pengalaman yang memberi hasil yang berbeda (Hadiwijono,

2010).

B. Kader Kesehatan 1. Pengertian

Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Depkes (2006) memberikan

batasan mengenai kader yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan

ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader kesehatan

yaitu kader yang dipilih oleh masyarakat tersebut menjadi penyelenggara

Posyandu. Beberapa ahli mengemukakan mengenai pengertian tentang kader

kesehatan menurut Gunawan (1980) dalam Efendi (2009) yang memberikan

batasan tentang kader kesehatan sebagai promotor kesehatan desa adalah

tenaga sukarela dan dipilih oleh dari masyarakat bertugas mengembangkan

masyarakat. Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang

dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah

kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam

hubungannya yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan

kesehatan (WHO, 1995 dalam Efendi, 2009).

2. Peran dan Tugas Kader Kesehatan

Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya

meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai

(28)

masyarakat dalam bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan di

Posyandu. Tugas kader kesehatan meliputi pelayanan kesehatan dan

pembangunan masyarakat, tetapi yang harus mereka lakukan itu seyogyanya

terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan pada

mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang

mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua

masalah-masalah yang dihadapinya, namun semua masalah-masalah umum

yang terjadi di masyarakat dan amat mendesak untuk diselesaikan (WHO,

1995).

Hamid dkk dalam survey data dasar pengembangan model pelayanan

kesehatan maternal (2010) mengungkapkan tentang tugas kader kesehatan

masyarakat di Indonesia yaitu;

1. Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah

melahirkan

2. Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak

3. Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi

4. Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan

5. Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan

6. Pemberian motivasi KB

7. Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan

kebiasaan sehat secara umum.

8. Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan perujukan

9. Pemberian motivasi tentang perlunya follow-up pada penyakit menular dan

(29)

10.Mengumpulkan data yang dibutuhkan puskesmas/ pemerintah

11.Membantu pencatatan dan pelaporan

12.Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh

masyarakat setempat.

Pentingnya peranan kader dalam setiap kegiatan posyandu terlihat jelas

dalam pelaksanaan pelayanan lima meja. Pada pelayanan lima meja: Di meja 1

kader melakukan pendaftaran, di meja 2 kader melakukan penimbangan balita,

di meja 3 kader melakukan pencatatan hasil penimbangan balita pada KMS, di

meja 4 kader melakukan penyuluhan bersama dengan petugas kesehatan. di

meja 5 pelayanan KB dan Kesehatan oleh petugas kesehatan. Perlu ditekankan

bahwa para kader kesehatan masyarakat itu tidaklah bekerja dalam suatu

ruangan yang tertutup, namun mereka itu bekerja dan berperan sebagai

seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Para kader kesehatan

seyogyanya selalu menyadari bahwa derajat kesehatan masyarakat itu

meningkat atau menurun bukan semata-mata karena adanya sumbangan dari

sektor lainnya misalnya sektor pendidikan, sektor pertanian, sektor

komunikasi, sektor pelayanan masyarakat dan lain-lainnya (WHO, 1995).

C. Promosi Kesehatan 1. Pengertian

WHO mendefinisikan promosi kesehatan yaitu suatu proses

pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan

mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan sehingga dapat

meningkatkan derajat kesehatan mereka. Promosi kesehatan yaitu upaya

(30)

faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama

masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta

mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial

budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan

kesehatan (Depkes, 2006).

Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut

pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan

lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,

1998 dalam Taufik, 2010). Promosi kesehatan merupakan proses

pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan

kesehatannya. Proses permberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan

bersama masyarakat, artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui

kelompok-kelompok potensial di masyarakat . Proses pemberdayaan tersebut

dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses

pembelajaran tersebut juga dibarengi dengan upaya mempengaruhi

lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk kebijakan dan peraturan

perundangan (Taufik, 2010). Ahli lain menyebutkan mengenai model promosi

kesehatan yaitu suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan

lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini

mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectancy-value) dan teori kognitif

sosial (Social Cognitive Theory) dalam perspektif keperawatan manusia

(31)

2. Tujuan Promosi Kesehatan

Green (1991) dalam Maulana (2009) menyebutkan bahwa tujuan

promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program, tujuan

pendidikan, dan tujuan perilaku.

Tujuan program (program objective). Tujuan program merupakan refleksi dari fase sosial dan epidemiologi, berupa pernyataan tentang apa yang akan

dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.

Tujuan ini harus mencakup who will in how much of what by when. Tujuan

program juga sering disebut sebagai tujuan jangka penjang.

Tujuan pendidikan (educational objective). Merupakan pendidikan dan pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan.

Tujuan pendidikan disebut juga tujuan jangka menengah.

Tujuan perilaku (behavioral objective). Merupakan tujuan jangka pendek, yang merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi

masalah kesehatan. Tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan, sikap,

dan tindakan.

3. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang lingkup Promosi Kesehatan menurut Taufik (2010) meliputi:

a. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education)

yang penekanannya pada perubahan/ perbaikan perilaku melalui

peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.

b. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang

(32)

c. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan

informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi.

d. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang

penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

e. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu

upaya mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan

kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau

pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/

sektor, sesuai keadaan).

f. Promosi kesehatan juga mencakup pengorganisasian masyarakat

(community organization), pengembangan masyarakat (community

development), penggerak masyarakat (social mobilization), pemberdayaan

masyarakat (community empowerment)

Aktivitas utama promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986)

dalam Depkes (2006) terdiri dari Advokasi (Advocating), Pemberdayaan

(Enabling) dan Mediasi (Mediating). Komponen utama promosi kesehatan

meliputi:

1. Membangun kebijakan umum berwawasan kesehatan (Build Healthy Public

Policy) yaitu mengupayakan agar para penentu kebijakan diberbagai sektor

dan tingkatan administrasi mempertimbangkan dampak kesehatan dari

setiap kebijakan yang dibuatnya.

2. Menciptakan lingkungan yang mendukung (Create Supportive

Environment) yaitu menciptakan suasana lingkungan baik fisik maupun

(33)

berdaya dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi

kesehatan.

3. Memperkuat gerakan masyarakat (Strengthen Community Action) yaitu

memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya

dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.

4. Mengembangkan keterampilan individu (Develop Personal Skill) yaitu

mengupayakan agar masyarakat mempu membuat keputusan yang efektif

dalam upaya kesehatan, melalui pemberain informasi, pendidikan, dan

pelatihan yang memadai. Upaya ini akan lebih efektif dan efisien bila

dilakukan melalui pendekatan tantanan (setting).

5. Reorientasi pelayanan kesehatan (Reorient health Service) yaitu mengubah

orientasi pelayanan kesehatan agar lebih mengutamakan upaya promotif

dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Piagam Ottawa (1986) tersebut merumuskan strategi dasar promosi

kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan advokasi. Pemberdayaan

masyarakat ditujukan kepada masyarakat khususnya individu, keluarga atau

kelompok agar berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesehatan. Bina suasana ditujukan kepada pembentuk opini

atau pihak-pihak yang mempengaruhi opini di masyarakat, seperti tokoh

masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan organisasi non pemerintah.

Advokasi ditujukan kepada pembuat keputusan dan penentu kebijakan publik

(34)

Proses Promosi kesehatan

Skema 2. 1 Proses promosi kesehatan

4. Promosi Kesehatan tentang ASI Eksklusif

Gerakan nasional peningkatan penggunaan ASI eksklusif merupakan

salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan Millenium Development

Goals (MDGs). Keberhasilan dari upaya penting ini perlu didukung dan

dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Pada Pekan ASI sedunia

Agustus 2008, The World Alliance For Breast Feeding Action (WABA)

memilih tema Mother Support: Going For the Gold. Makna tema tersebut

adalah suatu gerakan untuk mengajak semua orang meningkatkan dukungan

kepada ibu untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar

emas yaitu ASI yang diberikan eksklusif selama 6 bulan pertama dan

melanjutkan ASI bersama makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai

sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes, 2008).

(35)

Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi

hingga 13 % sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka

kelahiran total 22 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46 per 1000

kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselamatkan sebanyak 30 ribu.

Promosi pemberian ASI masih terkendala oleh rendahnya pengetahuan ibu

tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan

konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu singkat bagi

ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu

formula mempromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas

kesehatan. Pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin

yakni pelepasan hormon prolaktin dan oksitosin yang akan mempengaruhi

sikap dan pola asuh ibu terhadap perkembangan emosional dan otak anak.

Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena

depresi dan masalah emosional lainnya (Sitopeng, 2008 dalam Hasrimayana,

2009).

D. ASI Eksklusif 1. Pengertian ASI

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose, dan

garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu

yang berguna sebagai makanan utama bagi bayi (Roesli, 2004). ASI

mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, antialergi,

serta anti inflamasi. ASI merupakan makanan yang mencukupi seluruh unsur

(36)

2004). Pemberian ASI pada bayi merupakan cara terbaik untuk peningkatan

kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan

makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan

zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap

beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya

(Sunartyo dalam Oki 2009).

2. Stadium ASI

ASI terbagai menjadi beberapa stadium yang terdiri dari ASI stadium

I, II, dan III. Stadium I adalah kolostrum merupakan cairan yang pertama

disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke 1 sampai hari ke 4. Kolostrum

berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan

sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar yang membersihkan mekonium

sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima

ASI. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang siap

melindungi bayi saat kondisinya masih lemah. Kandungan protein dalam

kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu

matur. Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lisotin

sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mengolah kolesterol. Kandungan hidrat

arang kolostrum lebih rendah dibandingkan susu matur akibat dari aktivitas

bayi pada 3 hari pertama masih sedikit dan tidak memerlukan banyak kalori.

Total kalori kolostrum hanya 58 kal/100 ml kolostrum. ASI stadium II adalah

ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke 4 sampai hari ke 10. Komposisi

(37)

jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan

terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap

lingkungan. ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke

10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bagi bayi yang terus

berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan.

Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI

(Purwanti, 2004).

3. Kandungan ASI

ASI mengandung berbagai jenis zat diantaranya karbohidrat. Laktosa

adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber

energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat

dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Kadar karbohidrat dalam

kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa

pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Zat lain yang terkandung

dalam ASI yaitu karnitin. Karnitin mempunyai peran membantu proses

pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme

tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu

pertama menyusui, bahkan didalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi

(IDIAI Cab. DKI Jakarta, 2008).

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan

protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri

dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari

protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi

(38)

bayi. Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi. Kadar

lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang

cepat selama masa bayi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada

perkembangan otak bayi ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI lebih

banyak mengandung asam lemak rantai penjang diantaranya asam

dokosaheksomik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap

perkembangan jaringan saraf dan retina mata (Irawati, 2011).

Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi

sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita

penyakit tulang. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk

mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Mineral utama

yang terdapat didalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk

pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan

darah. Kandungan zat gizi didalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%

dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula sehingga bayi yang mendapat

ASI eksklusif mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat

besi dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink

dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak membantu

(39)

4. Pembentukan ASI

Menurut Manuaba (2001) Pembentukan ASI mempunyai tiga tingkat:

1. Mammogenesis yaitu pengembangan dan persiapan pada mama

2. Laktognenesis yaitu persiapan dan pembuatan ASI

3. Galaktogenensis yaitu mempertahankan pengeluaran ASI.

Pembentukan ASI merupakan proses hormonal yang kompleks dan

dapat dijabarkan sebagai berikut: Estrogen berfungsi untuk proliferasi alveoli,

duktus lobus mama dan jaringan ikat serta mioepitel, deposit lemak, air, dan

garam menjadikan mama tegang dan terasa penuh sehingga menghasilkan

jepitan dan tekanan saraf terasa sakit. Progesteron berfungsi meningkatkan

kematangan alveoli dan duktus untuk persiapan pengeluaran ASI. pertumbuhan

hormon kortisol, insulin, dan tiroksin berfungsi membentuk ASI. Hormon

prolaktin bekerja mengeluarkan ASI, tetapi fungsinya dihalangi oleh estrogen

(menghalangi ASI ke aveoli), progesteron (menghalangi perubahan laktogen

menjadi alfa laktal bumin), dan human placental lactogen hormone

mengadakan ikatan dengan APR (alveolar prolactin receptor) sehingga

prolaktin tak berfungsi. Oksitosin merangsang mioepitel sehingga ASI diperas

dari duktus alveola mamae dan mancur melalui puting susu, serta rangsangan

terhadap uterus sehingga mempercepat involusi uteri dapat dirasakan sakit

(40)

Sucking puting susu menimbulkan let-down refleks:

 Duktus dan alveoli kosong.

 Prolaktin dan oksitosin dengan mioepitel mengisi kembali

 Sucking segera setelah persalinan bahkan sebelum tali pusat dipotong atau sekitar ½ jam.

5. Mekanisme Pengeluaran ASI

Setelah persalinan maka hormon estrogen, progesteron, dan human

placental lactogen hormone menurun dan menghilang, sehigga proses

pengeluaran ASI ditentukan oleh prolaktin dan oksitosin (neurohipofisis)

dengan matarantai hipothalamus dan serat saraf. Konsep pemberian ASI

berdasarkan "call feeding" (on demand), artinya bayi sendiri mengukur rasa

laparnya. Makin cepat disusukan, makin mantap mata rantai "sucking" proses

berlangsung (Manuaba, 2001).

Skema 2.2 Mekanisme pengeluaran ASI Nervus interkostal 4-6 menuju central nervus system:

 Nucleus paraventrikuler

 Nucleus supra optimal

hipotalamus

Neurohipofisis:

(41)

6. Manfaat ASI

Pemberian ASI sangat penting dan dianjurkan karena mempunyai

banyak manfaat serta akan menghemat biaya pembelian susu formula.

Manfaat-manfaat ASI antara lain ASI dapat menurunkan risiko terjadinya

infeksi paru-paru berat pada bayi perempuan yang dirawat di rumah sakit.

Penemuan ini berdasarkan studi yang dilakukan pada bayi di Buenos Aires,

Argentina (Polack, 2009). Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi

yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap

beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya

(Depkes RI, 2005).

Manfaat ASI yang diungkapkan oleh Roesli (2004) meliputi: ASI

sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh, ASI juga dapat

meningkatkan kecerdasan serta meningkatkan tali kasih antara ibu dan bayi.

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang

seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah

makanan bayi yang paling sempurna baik kualitas maupun kuantitasnya.

Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan

cukup memenuhi kebutuhan tubuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah

usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat

diteruskan sampai usia dua tahun atau lebih.

ASI meningkatkan daya tahan tubuh. Bayi yang baru lahir secara

alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui

(42)

Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga

mencapai kadar protektif pada waktu berusia 9-12 bulan. Saat kadar zat

kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum

mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.

ASI meningkatkan kecerdasan. Nutrien yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu

sapi antara lain: taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat

di ASI. Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit

sekali terdapat pada susu sapi. Asam lemak ikatan panjang (3,

omega-6) merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit dalam

susu sapi.

Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering berada

dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia

juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar

detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan

terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi

bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang

baik.

ASI tidak hanya bermanfaat untuk bayi saja, tetepi juga bermanfaat

untuk ibu dan keluarga. Manfaat untuk ibu diantaranya menjalin kasih sayang

antara ibu dengan bayi, mengurangi perdarahan setelah persalinan,

mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan berikutnya,

mengurangi risiko terkena kanker payudara, lebih praktis karena ASI lebih

(43)

percaya diri ibu untuk menyusui. Manfaat untuk keluarga antara lain tidak

perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan

perlengkapannya, tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu botol

misalnya merebus air dan mencuci peralatan, tidak perlu biaya dan waktu

untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu

botol (Depkes, 2007).

7. Pengertian ASI Eksklusif

Beberapa ahli mengungkapkan ASI ekslusif atau lebih tepat disebut

pemberian ASI secara eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

tambahan cairan lain, seperti air putih, susu formula, jeruk, madu, air teh, juga

tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,

bubur nasi ataupun tim kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas

sejak bayi lahir sampai bayi berumur enam bulan, setelah enam bulan, bayi

mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi

berumur dua tahun Roesli (2004) & Budiasih (2008). ASI Eksklusif

merupakan makanan terbaik yang harus diberikan pada bayi, karena

didalamnya terkandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang tidak

ada terdapat pada susu sapi. ASI diberikan selama enam bulan pertama

(44)

8. Undang-Undang Kesehatan mengenai ASI Eksklusif

Rendahnya pemberian ASI Eksklusif mendapat perhatian berbagai

pihak khususnya pemerintah, terbukti dengan ditetapkannya Undang-undang

(UU) Kesehatan nomor 36/tahun 2009 tentang ASI eksklusif menyebutkan:

Pasal 128

(1) Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6

(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

(2) Selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan

waktu dan fasilitas khusus.

(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Pasal 129

(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka

menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara eksklusif.

(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 200

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara

paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00.

Disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak

mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas

(45)

“pemberian ASI eksklusif” adalah pemberian hanya ASI selama 6 bulan, dan

dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 tahun dengan memberikan MP-ASI

sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Lebih lanjut lagi

dinyatakan bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah,

pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh

dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja

dan sarana umum.

Peran pemerintah secara tegas dinyatakan dalam Pasal 129 ayat 1

yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab menetapkan

kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara

eksklusif. Kebijakan yang berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan

kriteria tersebut selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Kelebihan dalam UU Kesehatan ini adalah adanya sanksi pidana yang

dinyatakan secara tegas dalam Pasal 200. Sanksi pidana tersebut dikenakan

bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI

eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 2. Ancaman pidana

yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling

(46)

KERANGKA TEORI

Dimodifikasi dari Taufik (2010), WHO (1995), Depkes (2006), Efendi (2009), Hamid dkk (2010), dan Roesli (2004) ibu sebelum dan sesudah melahirkan

 Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak

Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi

 Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan

 Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan

 Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.

Kader Kesehatan masyarakat

Proses Promosi Kesehatan Depkes (2006)

a. pendidikan kesehatan (health education) b. pemasaran sosial (social marketing),

c. upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi)

d. upaya peningkatan (promotif) e. upaya advokasi

f. pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan masyarakat (community development), penggerak masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment)

Masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya

(47)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DAFTAR ISTILAH

A. Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar

variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam,

2008). Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti mengenai pengalaman kader

kesehatan dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif dimana variabel yang

akan diteliti meliputi makna dan arti ASI eksklusif bagi kader kesehatan, segala

upaya yang telah kader lakukan dalam melaksanakan promosi kesehatan ASI

eksklusif, termasuk hambatan atau kendala yang kader temui dalam proses

pelaksanaan, serta kebutuhan baik yang telah atau belum terpenuhi dalam

melaksanakan program promosi tersebut.

B. Daftar Istilah

1. Pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif adalah segala hal yang telah dilalui kader kesehatan baik usaha

ataupun kendala dalam mempromosikan ASI eksklusif

(48)

3. Upaya kader kesehatan yaitu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan kader kesehatan untuk mewujudkan program ASI esklusif di masyarakat.

4. Hambatan adalah hal-hal yang membuat para pelaku usaha menemukan kesulitan atau tantangan dalam melakukan usahanya.

(49)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari

deskripsi yang luas dan kokoh, dan memuat penjelasan tentang proses-proses

yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat

memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam

lingkup pikiran orang setempat, memperoleh penjelasan yang kaya dan

bermanfaat karena penelitian kualitatif isinya adalah narasi kata-kata

(Siswanto, 2005 dalam Prastowo, 2010). Menurut Rahardjo (2010), Tujuan

utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami (to understand)

fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran

yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi

variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman

yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori.

Fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan

penjelasan tentang realitas sosial yang tampak. Fenomena yang tampak

adalah refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri karena ia memiliki

makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut (Kuswarno, 2009).

(50)

mendalam mengenai pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan

program ASI eksklusif.

B. Lokasi dan Waktu penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di posyandu Flamboyan II wilayah Rempoa

kotamadya Tangerang Selatan provinsi Banten.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2012.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan bantuan alat

pencatat dan alat perekam suara (tape recorder)

2. Pedoman FGD

D. Informan Penelitian

Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung

(purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan

(adequancy). Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama dan

informan pendukung.

1. Informan utama

Informan utama yaitu empat orang kader kesehatan yang telah ditetapkan

(51)

menjadi informan dalam penelitian dengan mengisi lembar informed

consent, memiliki pengalaman bertugas menjadi kader kesehatan minimal

satu tahun, dan pernah melakukan promosi kesehatan mengenai ASI

esklusif.

2. Informan Pendukung

Informan pendukung yaitu satu orang bidan dan satu orang

koordinator kader kesehatan yang menangani posyandu setempat dengan

kriteria bersedia menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar

informed consent, serta enam orang ibu-ibu posyandu setempat yang telah

terpapar dengan promosi kesehatan program ASI eksklusif dengan kriteria

bersedia menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar informed

consent, dapat berkomunikasi dengan baik, masih aktif dalam aktifitas

posyandu balita maksimal lima tahun terakhir, merupakan penduduk yang

bertempat tinggal di daerah setempat minimal satu tahun.

E. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Pengumpul data

Tekhnik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk

mengumpulkan informasi atau fakta-fakta dilapangan (Pohan, 2007). Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian

karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2007).

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2012. Pengumpulan data

dilakukan oleh peneliti dengan metode wawancara mendalam dengan

(52)

2. Tahap pengumpulan data

a) Tahap persiapan pengumpulan data

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus

izin penelitian kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya peneliti

meminta data ke puskesmas untuk mengetahui daerah posyandu yang

memiliki tingkat pelaksanaan program ASI eksklusif terendah dalam

wilayah tersebut. Peneliti akan meminta bantuan pada koordinator

kader kesehatan setempat untuk memilih partisipan sesuai kriteria

yang telah ditentukan, selanjutanya mengadakan pertemuan dengan

informan untuk menjelaskan tujuan penelitian dan menyesuaikan

jadwal.

b) Tahap pelaksanaan pengumpulan data

Dalam penelitian ini tekhnik pengumpulan data dilakukan

dengan cara mengumpulkan data primer.

1. Data primer meliputi:

a. Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2007). Wawancara yaitu

suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang

atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan

tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu

(53)

Wawancara mendalam ini secara umum adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin dalam

Prastowo, 2011). Waktu yang dibutuhkan dalam wawancara

mendalam pada penelitian ini maksimal 20 menit.

b. FGD

FGD adalah suatu tekhik penelitian kualitatif yang bertujuan

untuk mendapatkan informasi (perasaan, pikiran) berdasarkan

pengamatan subjektif dari sekelompok sasaran terhadap situasi/

produk tertentu. Sasaran diskusi biasanya homogen dengan jumlah

kelompok berkisar 6-12 orang, diskusi berakhir 1-2 jam dipimpin oleh

moderator. Moderator berusaha menjalin hubungan yang akrab

dengan responden sehingga responden dapat mengemukakan secara

jujur/ terbuka terhadap hal-hal yang menyangkut kepribadian,

perasaan, dan emosi sesungguhnya (Nursalam, 2008). Persiapan

peneliti dalam pelaksanaan FGD yaitu:

1) Membentuk Tim

Sebelum melakukan pengumpulan data melalui FGD,

peneliti membentuk sebuah tim yang terdiri dari empat orang

meliputi satu orang sebagai moderator/fasilitator diskusi (peneliti

sendiri), satu orang sebagai asisten moderator/co-fasilitator

(54)

peserta (koordinator kader kesehatan posyandu setempat), serta

satu orang untuk dokumentasi.

2) Memilih dan Mengatur Tempat

Pelaksanaan FGD dilakukan dirumah koordinator kader

kesehatan posyandu setempat dengan pengaturan tempat

berdasarkan skema berikut:

Skema 3. 2. Lay out ruang diskusi (Irwanto, 2006: 68)

3) Menyiapkan Logistik

Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang diperlukan

sebelum, selama, dan sesudah FGD terselenggara. Logistik yang

dipersiapkan oleh peneliti meliputi alat tulis (pena dan buku untuk

keperluan notulen), sebuah tape recorder untuk perekam suara,

sebuah kamera untuk mendokumentasikan kondisi ruangan dan

(55)

5) Rekruitmen Peserta

Pelaksanaan FGD ini bersamaan dengan pelaksanaan

posyandu setempat sehingga peneliti tidak menemui kendala

berarti untuk mengumpulkan ibu-ibu posyandu.

F. Keabsahan Data

Bagian yang tak terpisahkan dalam proses analisis data yaitu

pengecekan keabsahan data. Hal ini sangat penting dan tidak boleh terlewat

sehingga data yang diperoleh benar-benar kredibel dan terpercaya. Lincoln

dan Guba dalam Bungin (2008) menyebutkan paling sedikit ada 4 standar

atau kriteria utama guna menamin keabsahan hasil penelitian kualilatif, yaitu:

1. Standar Kredibilitas

Agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang

tinggi sesuai dengan fakta dilapangan (informasi yang digali dari sebyek atau

partisipan yang diteliti), peneliti melakukan upaya upaya sebagai berikut:

a. Memperpanjang keikut sertaan peneliti dalam proses pengumpulan data

dilapangan.

b. Melakukan triangulasi metode dengan FGD

c. Melibatkan teman sejawat (yang tidak ikut melakukan penelitian) untuk

berdiskusi, memberikan masukan, bahan kritik mulai awal kegiatan

proses penelititan sampai tersusunnya hasil penelitian (peer debriefing)

(56)

e. Mengecek bersama-sama dengan anggota penelitian yang terlibat dalam

proses pengumpulan data, baik tentang data yang telah dikumpulkan,

kategorisasi analisis, penafsiran dan kesimpulan hasil penelitian.

2. Standar Transferabilitas

standar ini merupakan modifikasi validitas eksternal dalam penelitian

kuantitatif. Pada prinsipnya, standar transferabilitas ini merupakan

pertanyaan empirik yang tidak dapat dijawab oleh peneliti kualitatif itu

sendiri, tetapi dijawab dan dinilai oleh para pembaca laporan penelitian. Hasil

penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas yang tinggi bilamana

para pembaca laporan penelitian ini memperoleh gambaran dan pemahaman

yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.

3. Standar Dependabilitas

Standar dependabilitas ini boleh dikatakan mirip dengan reabilitas.

Adanya pengecekan atau penilaian akan ketepatan peneliti dalam

mengkonseptualisasikan apa yang diteliti merupakan cerminan dari

kemantapan dan ketepatan menurut standar reliabilitas penelitian. Semakin

konsisten peneliti dalam keseluruhan proses penelitian baik dalam kegiatan

pengumpulan data, interpretasi temuan maupun dalam melaporkan hasil

penelitian, akan semakin memenuhi dependabilitas. Salah satu upaya peneliti

dalam menilai dependabilitas adalah dengan melakukan audit (pemeriksaan)

dependabilitas itu sendiri. Ini dapat dilakukan oleh auditor yang independen,

Gambar

gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Kusmana
gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Balita yang
gambaran yang lengkap ( Streubert dan Carpenter, 2003).
Tabel Karakteristik Informan

Referensi

Dokumen terkait

Faktor Penunjang dan Penghambat Program PNPM Mandiri dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin di Desa Kersamanah, diantara faktor penunjang

Hal ini bisa dikatakan demikian karena hasil dari keempat rasio yang mengukur aspek kualitas aktiva produktif yaitu rasio volume pinjaman pada anggota terhadap

Masalah lain yang timbul disini adalah, ketika pada tahun 1989 pemerintah Georgia, telah memutuskan untuk menetapkan bahasa Georgia menjadi bahasa resmi pemerintah

Ancangan panliten kang ditetapake sajrone panliten iki yoiku panliten tindakan kelas ( PTK). Asile panliten bisa diwedarake minangka wujud.. tanggung jawab ilmiah

Anji was nodding along, with that intent look on her face she got when she was determined to understand a new concept, as the Doctor expounded some point about lateral curves, so

(Rasio Lingkar Pinggang Panggul), IMT Variabel Tergantung: Profil Lipid (kadar HDL, LDL, Total Cholesterol) Ada hubungan bermakna antara IMT dan Total kolesterol Ada

Kelompok masyarakat yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kelompok masyarakat transmigrasi di Nagari Sopan Jaya.. Transmigrasi secara garis besar

Skenario 15 dan 20 memang menghasilkan model yang lengkap, semua aktivitas dapat tergambarkan termasuk aktivitas baru yang tidak ditemukan pada model dengan fitness yang lebih