FLAMBOYAN II KELURAHAN REMPOA KOTAMADYA
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2012
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Oleh : UMMI HANAN
108104000053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Nama : Ummi Hanan
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal, lahir : Bogor, 26 Januari 1990
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat lengkap : Rangga Mekar Rt/ Rw 03/ 09 Bogor Selatan, Bogor 16135.
Telepon, Hp : 081908425930
E-mail : hanan_hikary@yahoo.co.id
Pendidikan Formal
1995-1996 : RA Tarbiyatul Huda
1996-2002 : SDN Batutulis I
2002-2005 : MTs Al-Fatah Lampung
2005-2008 : MA Al-Fatah Lampung
2008-2012 : Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Non formal
2009 : Pelatihan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
Seminar-seminar yang telah diikuti
Pengalaman organisasi
2005-2007 : Koordinator divisi kesehatan dan olah raga ISMA (Islamic Student Movement of Alfatah)
2005-2007 : Ketua umum majalah Adzkia Alfatah
2008-sekarang : KSH (Keluarga Besar Sabuk Hitam) Karate-Do
2009-2010 : Anggota divisi Keislaman BEMJ Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2010-2011 : Koordinator departemen Keilmuan BEMJ Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ummi Hanan
Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan Tentang ASI Eksklusif di Posyandu Flamboyan II Kelurahan Rempoa Kotamadya Tangerang Selatan
xiv + 82 halaman + 3 skema + 6 lampiran
Kata kunci: Pengalaman, Kader Kesehatan, Promosi Kesehatan, ASI eksklusif
ABSTRAK
Keberhasilan pelaksanaan program ASI eksklusif di Indonesia belum sesuai harapan. Perhatian terhadap kader kesehatan sebagai ujung tombak keberhasilan program ASI eksklusif diperlukan untuk meningkatkan kembali promosi kesehatan (promkes) program ASI eksklusif. Tujuan dari penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman kader kesehatan dalam promkes program ASI eksklusif.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Informan terdiri dari 4 informan utama (kader kesehatan) dan 8 informan pendukung (2 orang petugas kesehatan puskesmas dan 6 orang ibu yang memiliki balita di posyandu Flamboyan II). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD.
Hasil penelitian didapatkan 4 buah tema yang menunjukkan kader kesehatan yang bertugas di posyandu Flamboyan II telah memahami definisi ASI eksklusif serta manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugiannya bila tidak diberikan ASI eksklusif. Kader kesehatan tersebut belum merealisasikan promkes program ASI eksklusif secara maksimal. Hambatan dalam melakukan usaha promkes program ASI eksklusif yaitu kurangnya pembinaan bagi kader kesehatan oleh pihak puskesmas mengenai promkes program ASI eksklusif. Kebutuhan kader kesehatan terkait upaya promkes program ASI eksklusif yaitu pembinaan dari pihak puskesmas setempat serta alat peraga. Peneliti menyarankan agar penelitian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan penggalian informasi yang lebih dalam mengenai kebutuhan kader kesehatan untuk menunjang perannya sebagai promotor kesehatan sehingga dapat ditemukan solusi terbaik dalam meningkatkan pelaksanaan program ASI eksklusif. Implikasi penelitin ini terhadap ilmu keperawatan yaitu sebagai dasar informasi bagi keperawatan mengenai gambaran pelaksanaan program ASI eksklusif, sehingga dapat meningkatkan kembali usaha untuk mensukseskan program ASI eksklusif khususnya dari sisi keperawatan anak, maternitas dan komunitas.
Ummi Hanan
Experience in Health Promotion Health Cadre On Exclusive breastfeeding at Flamboyan II Public health centre Urban South Tangerang municipality Rempoa
xiv + 82 pages + 6 + 3 scheme attachments
Keywords: Experience, Health cadre, Health Promotion, exclusive breastfeeding
ABSTRACT
The successful implementation of the program of exclusive breastfeeding in Indonesia is not as expected. Attention to health volunteers spearheading the success of exclusive breastfeeding is needed to improve back health promotion (promkes) program of exclusive breastfeeding. The purpose of this research is to explore the experience of health cadres in promkes exclusive breastfeeding program.
This research was qualitative research with descriptive phenomenological approach. Informants consisted of 4 key informants (health worker) and 8 breastfeeding and exclusive breastfeeding benefits and disadvantages if not exclusively breastfed. Health worker program is not realized promkes exclusive breastfeeding to the fullest. Barriers to doing business promkes exclusive breastfeeding program is the lack of guidance for health cadres by the clinic regarding promkes exclusive breastfeeding program. Needs related health cadres promkes effort is coaching program exclusively breastfed from the local health center and props. Researchers suggest that this research became the basis for further research to dig deeper into the information needs of health volunteers to support its role as a health promoter in order to discover the best solution to enhance the implementation of the program of exclusive breastfeeding. Implications of this research is the science of nursing is as basic information for nursing on exclusive breastfeeding overview of the implementation of the program, thus increasing the effort to make the program successful return of exclusive breastfeeding, particularly from the nursing child, maternity and community.
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi ini yang
berjudul ”Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan tentang ASI
Eksklusif di wilayah Rempoa”. Proposal skripsi ini disusun sebagaimana untuk
memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
UIN Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih
yang tak terhingga saya ucapkan kepada:
1. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
3. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan dan Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan
memnberikan motivasi
4. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I
yang telah banyak membimbing dan memberikan motivasi.
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Pembimbing II yang telah
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah tanpa biaya.
7. Bapak Sadewa Eka dan Ibu Ratu Farichah tercinta terima kasih atas limpahan
kasih sayang, do’a dan dukungannya yang telah diberikan. Jazakallah khairan
katsira.
8. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan
motivasi
9. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan
10.Ibu-ibu kader Posyandu wilayah Rempoa yang telah membantu dalam proses
penelitian.
11.Kakak-kakak yang saya cintai mb Atmim, mb Ima, A idiq, Bang Maman di
Kalimantan serta adik-adikku Husna, Fathan, Afra, Fathin di Bogor terima
kasih atas do’a dan dukungannya yang telah diberikan. Jazakallah khairan
katsira.
12.Teman-temanku, PSIK 2008 terimakasih atas doa dan dukungannya.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses
skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah. Semoga skripsi
ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Tangerang, September 2012
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR SKEMA ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 8
D. Manfaat ... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman ... 11
B. Kader Kesehatan ... 12
C. Promosi Kesehatan ... 14
A. Kerangka konsep ... 30
B. Daftar Istilah... 31
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 34
C. Instrumen Penelitian... 34
D. Informan Penelitian... . 34
E. Teknik pengumpulan data... 35
F. Keabsahan Data... ... 40
G. Teknik analisa data... . 42
H. Etika Penelitian ... 44
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum wilayah penelitian ... 46
B. Hasil Penelitian ... 47
1. Karakteristik informan ... 47
2. Hasil analisis tematik ... 50
BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian ... 67
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR SKEMA
Nomor Tabel Hal
Skema 2.1
Skema 2.2
Skema 3.1
Proses Promosi Kesehatan
Mekanisme Pengeluaran ASI
Lay out ruang diskusi
17
23
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Pedoman FGD
3. Tabel karakteristik informan
4. Analisis tematik
5. Lembar Persetujuan Informan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profil kesehatan Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa
gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Kusmana
(2011) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya
jumlah penderita gizi buruk seperti kemiskinan dan budaya setempat yang
berimbas pada pola konsumsi dan asupan gizi masyarakat seperti
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang tidak efektif (Depkes, 2011).
Survey kesehatan nasional (Susenas, 2008) melaporkan cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007
menjadi 56,2% pada tahun 2008. Riset kesehatan dasar menunjukkan
angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai dengan enam bulan
hanya 15,3% (Riskesdas, 2010). Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat
dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. ASI
mengandung kaya akan karotenoid dan selenium, sehingga ASI berperan
dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit.
Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan
penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan
yang terdapat dalam susu formula (Depkes, 2011).
Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007)
tercatat bahwa data pemberian ASI ekslusif sebesar 38% (2007) menurun
sementara jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula
meningkat dari 16,7% (2003) menjadi 27,9% (2007) (Depkes, 2009).
Direktur jenderal (Dirjen) Gizi dan kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam
Depkes (2011) mengungkapkan bahwa masalah utama masih rendahnya
penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya
pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI,
serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan
pemberian ASI eksklusif. Masalah ini diperparah dengan gencarnya
promosi susu formula melalui iklan di berbagai media dan kurangnya
dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan
perempuan yang belum memberikan tempat seperti pojok laktasi dan
kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pinem (2010) di kota Medan
yang menyebutkan bahwa faktor-faktor penghambat ibu dalam pemberian
ASI eksklusif yang paling dominan adalah faktor iklan, faktor budaya, dan
faktor pengetahuan. Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi
tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pemberian ASI
dengan tidak ekslusif salah satunya dapat mengakibatkan bayi kekurangan
gizi. Hasil studi makanan pendamping ASI (MP-ASI) menunjukan bahwa
baik kualitas maupun kuantitas MP-ASI masih dibawah Angka Kecukupan
Gizi (AKG), rendahnya mikronutrien, hanya memenuhi kurang lebih 20%
Data menurut Riskesdas (2007) di Provinsi Banten menunjukkan
bahwa angka kekurusan pada balita di provinsi Banten mencakup 14,1%
artinya masalah gizi di provinsi Banten sudah berada diantara 10,1% -
15%. Menurut salah satu indikator status gizi, balita di provinsi Banten
berada pada keadaan serius dengan angka kekurusan diatas 10%.
Kabupaten Lebak dan kota Tangerang merupakan wilayah yang memiliki
masalah balita kurus dan sangat kurus yang kritis dengan angka diatas
15%. Angka gizi buruk di Provinsi Banten mencapai 4,4% dan persentase
gizi kurang 12,2%.
Upaya pemerintah untuk mengingkatkan ASI eksklusif terbukti
dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun
2009 tentang ASI eksklusif. Pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap
bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai enam
bulan, kecuali atas indikasi medis. Pasal 200 juga menerangkan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana
penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00.
Pemberian ASI sejak dini mempunyai dampak yang positif baik
bagi ibu maupun bayinya. Manfaat memberikan ASI bagi ibu tidak hanya
menjalin kasih sayang, tetapi dapat mengurangi perdarahan setelah
melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan,
mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan merupakan kebahagiaan
bayi baru lahir memerlukan unsur penting untuk kekebalannya yang
berasal dari ASI, selama pematangan sistem kekebalannya sendiri sedang
berlangsung. ASI mengandung immunoglobulin A (IgA) yang kadarnya
tinggi dan mampu melindungi bayi terhadap serangan beberapa bakteri
dan virus, terutama di saluran napas dan saluran cerna (Wong, 2009).
Pemberian ASI tidak sekedar rekomendasi WHO tetapi diakui
agama sebagai makanan bayi ciptaan Tuhan yang tidak dapat digantikan
dengan makanan dan minuman yang lain (Depkes, 2011). Berikut kutipan
Al-Qur’an yang menerangkan mengenai perintah memberikan ASI yaitu:
Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Kewajiban ayah menanggung
nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak
dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya.
Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan (Al-Baqarah: 233). Hikmah ayat yang terkandung dalam kitab
suci Al-Qur’an tersebut menekankan bahwa ASI sangat penting untuk
masa menyusui, juga menyampaikan tentang peran ayah untuk mencukupi
keperluan sandang dan pangan ibu, agar ibu dapat menyusui dengan baik.
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif memerlukan dukungan dari
berbagai pihak yang terdiri dari keluarga khususnya ayah, pemerintah,
tenaga kesehatan dan kader kesehatan masyarakat. Kader kesehatan
mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong dirinya mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Peran kader juga ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan
melalui kegiatan yang dilakukan di Posyandu (Efendi, 2009). Kader
kesehatan tidak hanya diharapkan untuk dapat menyelesaikan setiap
masalah-masalah yang dihadapinya, namun diharapkan dapat
menyelesaikan masalah-masalah umum yang terjadi di masyarakat dan
amat mendesak untuk diselesaikan (Hamid dkk, 2010).
Menteri koordinator kesejakteraan rakyat (Menko Kesra) Prof Dr
Alwi Shihab dalam Setiyowanto (2007) mengutarakan posyandu sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai peran penting
dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan juga melanjutkan
pemberian ASI sampai usia 24 bulan diserta pemantauan pertumbuhan
mulai bayi lahir sampai usia 60 bulan. Semua kegiatan Posyandu sangat
tergantung pada Kader Posyandu. Hal ini menunjukan bahwa kader
kesehatan yang merupakan salah satu pihak yang berperan dalam
memajukan kesehatan di masyarakat turut berperan penting dalam
Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai peran kader kesehatan
tentang ASI Eksklusif belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tersebut di wilayah Rempoa. Rempoa
merupakan salah satu wilayah di kota Tangerang yang memiliki tingkat
pelaksanaan program ASI eksklusif dibawah 50%. Hasil penelusuran data
yang peneliti dapatkan di puskesmas Ciputat Timur, didapatkan bahwa
Rempoa merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat pelaksanaan
ASI eksklusif rendah di Tangerang Selatan. Salah satu hasil penelitian
oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah di
Rempoa menunjukan hanya 32,1% ibu yang memberikan ASI saja kepeda
bayinya sampai bayi berusia 6 bulan.
B. Rumusan Masalah
Profil kesehatan Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa
gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Balita yang
menderita gizi buruk di provinsi Banten sebesar 0,14% dibandingkan
tahun sebelumnya, sebesar 1,18% atau sekitar 7.589 balita gizi buruk.
Kusmana (2011) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan
meningkatnya jumlah penderita gizi buruk di provinsi Banten. Salah satu
faktor yang mempengaruhi penderita gizi buruk adalah pola asupan gizi
sejak lahir yaitu tidak diberikannya ASI eksklusif (Depkes, 2011).
Data Susenas (2008) menunjukan bahwa cakupan pemberian ASI
eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2%
mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%.
Sedangkan salah satu dampak yang terjadi menurunnya angka pemberian
ASI eksklusif pada bayi akan meningkatnya angka gizi buruk akibat
makanan pendamping yang belum sesuai dengan standar AKG. Hasil studi
MP-ASI menunjukan bahwa baik kualitas maupun kuantitas MP-ASI
masih dibawah Angka Kecukupan Gizi (AKG), rendahnya mikronutrien,
hanya memenuhi kurang lebih 20% dari AKG (Depkes, 2002).
Diperlukan perhatian khusus terhadap kader kesehatan sebagai
ujung tombak keberhasilan program ASI eksklusif untuk meningkatkan
kembali usaha-usaha dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif.
Hasil penelusuran data yang peneliti dapatkan di puskesmas Ciputat
Timur, didapatkan bahwa Rempoa merupakan salah satu wilayah yang
memiliki tingkat pelaksanaan ASI eksklusif rendah di Tangerang Selatan.
Menurut salah satu hasil penelitian oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah menunjukan di wilayah rempoa hanya 32,1% ibu
yang memberikan ASI saja kepeda bayinya sampai bayi berusia 6 bulan.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di wilayah
tersebut.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana
pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan mengenai
2. Tujuan Khusus
a. Tereksplorasinya makna dan arti ASI eksklusif bagi kader
kesehatan.
b. Tereksplorasinya upaya yang telah dilakukan kader dalam
melaksanakan promosi kesehatan program ASI eksklusif.
c. Tereksplorasinya hambatan kader dalam meningkatkan program
ASI eksklusif di masyarakat.
d. Tereksplorasinya berbagai hal yang dibutuhkan kader kesehatan
terkait upaya promosi kesehatan mengenai program ASI
eksklusif.
D. Manfaat
1. Manfaat ilmiah
Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian
selanjutnya tentang peran kader dalam promosi kesehatan mengenai
ASI eksklusif serta memberikan informasi kesehatan mengenai peran
kader dalam promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif.
2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan dan khasanah
pengetahuan mengenai penelitian dan prosesnya, khususnya yang
berkaitan dengan peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur
dan memberikan informasi serta pengembangan kurikulum
pendidikan keperawatan untuk keperawatan maternitas khususnya
tentang promosi kesehatan pemberian ASI eksklusif.
c. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
dalam rangka meningkatkan upaya promosi kesehatan sekaligus
mendukung program pemerintah dalam menggalakkan ASI
eksklusif. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kesehatan
ibu dan bayi khususnya mengenai ASI eksklusif. Diharapkan
dapat sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan
dan kegiatan program kesehatan keluarga khususnya kesehatan
ibu dan anak (KIA).
d. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
mengenai peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan
program ASI eksklusif.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif yang berupaya untuk mengeksplorasi secara
mendalam tentang peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan
mendalam (indepth interview) menggunakan pedoman wawancara untuk
kader kesehatan sebagai informan utama dan petugas kesehatan puskesmas
sebagai informan pendukung serta focus Group Discussion (FGD)
menggunakan pedoman FGD untuk ibu-ibu (masyarakat setempat).
Informan dalam penelitian ini adalah empat orang kader kesehatan sebagai
informan utama dan delapan orang informan pendukung yang meliputi
satu orang bidan, satu orang koordinator kader kesehatan sekaligus
petugas promosi kesehatan dan enam orang ibu–ibu masyarakat posyandu
setempat. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus dan
September di posyandu Flamboyan II wilayah Rempoa Tangerang Selatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Pengalaman merupakan akumulasi dari setiap kejadian dan
penyikapan terhadap permasalahan yang dialami. Dalam mengaktualisasikan
setiap kejadian sering orang mengalami kesulitan. Pengalaman langkah awal
dari pelaksanaan setiap ranah di mana pengalaman merupakan referensi.
Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, akan semakin dewasa
dalam menata kehidupan dan semakin mudah menjalankan tugas-tugas
(Yudantara, 2008).
Hadiwijono (2010) mengungkapkan pengalaman adalah keseluruhan
atau totalitas segala pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan
digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa
yang diamati pada masa yang lampau. Pengalaman adalah awal segala
pengetahuan juga awal tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh
pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian. Keberadaan
pengalaman tidak dapat dibalik karena waktu berjalan terus, dan pengalaman
baru akan datang lagi. Kejadian terjadi terus-menerus, referensi semakin
banyak, tinggal menghitung-hitung waktu untuk memutuskan dan memilih
pengalaman mana yang dijadikan sebagai rekomendasi untuk bertindak.
Pengalaman akan terus-menerus terjadi sepanjang hidup kita. Semakin sering
mengerti tentang kekurangan yang ada. Peristiwa, percobaan, pengalaman,
perjuangan, pergaulan, pekerjaan, pengangguran, kemalasan, semua kejadian
itu merupakan pengalaman yang memberi hasil yang berbeda (Hadiwijono,
2010).
B. Kader Kesehatan 1. Pengertian
Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Depkes (2006) memberikan
batasan mengenai kader yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan
ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader kesehatan
yaitu kader yang dipilih oleh masyarakat tersebut menjadi penyelenggara
Posyandu. Beberapa ahli mengemukakan mengenai pengertian tentang kader
kesehatan menurut Gunawan (1980) dalam Efendi (2009) yang memberikan
batasan tentang kader kesehatan sebagai promotor kesehatan desa adalah
tenaga sukarela dan dipilih oleh dari masyarakat bertugas mengembangkan
masyarakat. Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang
dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam
hubungannya yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan (WHO, 1995 dalam Efendi, 2009).
2. Peran dan Tugas Kader Kesehatan
Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai
masyarakat dalam bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan di
Posyandu. Tugas kader kesehatan meliputi pelayanan kesehatan dan
pembangunan masyarakat, tetapi yang harus mereka lakukan itu seyogyanya
terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan pada
mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang
mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua
masalah-masalah yang dihadapinya, namun semua masalah-masalah umum
yang terjadi di masyarakat dan amat mendesak untuk diselesaikan (WHO,
1995).
Hamid dkk dalam survey data dasar pengembangan model pelayanan
kesehatan maternal (2010) mengungkapkan tentang tugas kader kesehatan
masyarakat di Indonesia yaitu;
1. Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah
melahirkan
2. Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak
3. Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi
4. Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan
5. Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan
6. Pemberian motivasi KB
7. Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan
kebiasaan sehat secara umum.
8. Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan perujukan
9. Pemberian motivasi tentang perlunya follow-up pada penyakit menular dan
10.Mengumpulkan data yang dibutuhkan puskesmas/ pemerintah
11.Membantu pencatatan dan pelaporan
12.Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh
masyarakat setempat.
Pentingnya peranan kader dalam setiap kegiatan posyandu terlihat jelas
dalam pelaksanaan pelayanan lima meja. Pada pelayanan lima meja: Di meja 1
kader melakukan pendaftaran, di meja 2 kader melakukan penimbangan balita,
di meja 3 kader melakukan pencatatan hasil penimbangan balita pada KMS, di
meja 4 kader melakukan penyuluhan bersama dengan petugas kesehatan. di
meja 5 pelayanan KB dan Kesehatan oleh petugas kesehatan. Perlu ditekankan
bahwa para kader kesehatan masyarakat itu tidaklah bekerja dalam suatu
ruangan yang tertutup, namun mereka itu bekerja dan berperan sebagai
seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Para kader kesehatan
seyogyanya selalu menyadari bahwa derajat kesehatan masyarakat itu
meningkat atau menurun bukan semata-mata karena adanya sumbangan dari
sektor lainnya misalnya sektor pendidikan, sektor pertanian, sektor
komunikasi, sektor pelayanan masyarakat dan lain-lainnya (WHO, 1995).
C. Promosi Kesehatan 1. Pengertian
WHO mendefinisikan promosi kesehatan yaitu suatu proses
pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan mereka. Promosi kesehatan yaitu upaya
faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan (Depkes, 2006).
Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut
pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan
lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,
1998 dalam Taufik, 2010). Promosi kesehatan merupakan proses
pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Proses permberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui
kelompok-kelompok potensial di masyarakat . Proses pemberdayaan tersebut
dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses
pembelajaran tersebut juga dibarengi dengan upaya mempengaruhi
lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk kebijakan dan peraturan
perundangan (Taufik, 2010). Ahli lain menyebutkan mengenai model promosi
kesehatan yaitu suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan
lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini
mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectancy-value) dan teori kognitif
sosial (Social Cognitive Theory) dalam perspektif keperawatan manusia
2. Tujuan Promosi Kesehatan
Green (1991) dalam Maulana (2009) menyebutkan bahwa tujuan
promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program, tujuan
pendidikan, dan tujuan perilaku.
Tujuan program (program objective). Tujuan program merupakan refleksi dari fase sosial dan epidemiologi, berupa pernyataan tentang apa yang akan
dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan ini harus mencakup who will in how much of what by when. Tujuan
program juga sering disebut sebagai tujuan jangka penjang.
Tujuan pendidikan (educational objective). Merupakan pendidikan dan pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan.
Tujuan pendidikan disebut juga tujuan jangka menengah.
Tujuan perilaku (behavioral objective). Merupakan tujuan jangka pendek, yang merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi
masalah kesehatan. Tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan, sikap,
dan tindakan.
3. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Ruang lingkup Promosi Kesehatan menurut Taufik (2010) meliputi:
a. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education)
yang penekanannya pada perubahan/ perbaikan perilaku melalui
peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.
b. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang
c. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan
informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang
penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu
upaya mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan
kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau
pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/
sektor, sesuai keadaan).
f. Promosi kesehatan juga mencakup pengorganisasian masyarakat
(community organization), pengembangan masyarakat (community
development), penggerak masyarakat (social mobilization), pemberdayaan
masyarakat (community empowerment)
Aktivitas utama promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986)
dalam Depkes (2006) terdiri dari Advokasi (Advocating), Pemberdayaan
(Enabling) dan Mediasi (Mediating). Komponen utama promosi kesehatan
meliputi:
1. Membangun kebijakan umum berwawasan kesehatan (Build Healthy Public
Policy) yaitu mengupayakan agar para penentu kebijakan diberbagai sektor
dan tingkatan administrasi mempertimbangkan dampak kesehatan dari
setiap kebijakan yang dibuatnya.
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung (Create Supportive
Environment) yaitu menciptakan suasana lingkungan baik fisik maupun
berdaya dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan.
3. Memperkuat gerakan masyarakat (Strengthen Community Action) yaitu
memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya
dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.
4. Mengembangkan keterampilan individu (Develop Personal Skill) yaitu
mengupayakan agar masyarakat mempu membuat keputusan yang efektif
dalam upaya kesehatan, melalui pemberain informasi, pendidikan, dan
pelatihan yang memadai. Upaya ini akan lebih efektif dan efisien bila
dilakukan melalui pendekatan tantanan (setting).
5. Reorientasi pelayanan kesehatan (Reorient health Service) yaitu mengubah
orientasi pelayanan kesehatan agar lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Piagam Ottawa (1986) tersebut merumuskan strategi dasar promosi
kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan advokasi. Pemberdayaan
masyarakat ditujukan kepada masyarakat khususnya individu, keluarga atau
kelompok agar berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan. Bina suasana ditujukan kepada pembentuk opini
atau pihak-pihak yang mempengaruhi opini di masyarakat, seperti tokoh
masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan organisasi non pemerintah.
Advokasi ditujukan kepada pembuat keputusan dan penentu kebijakan publik
Proses Promosi kesehatan
Skema 2. 1 Proses promosi kesehatan
4. Promosi Kesehatan tentang ASI Eksklusif
Gerakan nasional peningkatan penggunaan ASI eksklusif merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan Millenium Development
Goals (MDGs). Keberhasilan dari upaya penting ini perlu didukung dan
dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Pada Pekan ASI sedunia
Agustus 2008, The World Alliance For Breast Feeding Action (WABA)
memilih tema Mother Support: Going For the Gold. Makna tema tersebut
adalah suatu gerakan untuk mengajak semua orang meningkatkan dukungan
kepada ibu untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar
emas yaitu ASI yang diberikan eksklusif selama 6 bulan pertama dan
melanjutkan ASI bersama makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai
sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes, 2008).
Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi
hingga 13 % sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka
kelahiran total 22 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46 per 1000
kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselamatkan sebanyak 30 ribu.
Promosi pemberian ASI masih terkendala oleh rendahnya pengetahuan ibu
tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan
konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu singkat bagi
ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu
formula mempromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas
kesehatan. Pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin
yakni pelepasan hormon prolaktin dan oksitosin yang akan mempengaruhi
sikap dan pola asuh ibu terhadap perkembangan emosional dan otak anak.
Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena
depresi dan masalah emosional lainnya (Sitopeng, 2008 dalam Hasrimayana,
2009).
D. ASI Eksklusif 1. Pengertian ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose, dan
garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu
yang berguna sebagai makanan utama bagi bayi (Roesli, 2004). ASI
mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, antialergi,
serta anti inflamasi. ASI merupakan makanan yang mencukupi seluruh unsur
2004). Pemberian ASI pada bayi merupakan cara terbaik untuk peningkatan
kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan
makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan
zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap
beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya
(Sunartyo dalam Oki 2009).
2. Stadium ASI
ASI terbagai menjadi beberapa stadium yang terdiri dari ASI stadium
I, II, dan III. Stadium I adalah kolostrum merupakan cairan yang pertama
disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke 1 sampai hari ke 4. Kolostrum
berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan
sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar yang membersihkan mekonium
sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima
ASI. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang siap
melindungi bayi saat kondisinya masih lemah. Kandungan protein dalam
kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu
matur. Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lisotin
sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mengolah kolesterol. Kandungan hidrat
arang kolostrum lebih rendah dibandingkan susu matur akibat dari aktivitas
bayi pada 3 hari pertama masih sedikit dan tidak memerlukan banyak kalori.
Total kalori kolostrum hanya 58 kal/100 ml kolostrum. ASI stadium II adalah
ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke 4 sampai hari ke 10. Komposisi
jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan
terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap
lingkungan. ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke
10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bagi bayi yang terus
berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI
(Purwanti, 2004).
3. Kandungan ASI
ASI mengandung berbagai jenis zat diantaranya karbohidrat. Laktosa
adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat
dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Kadar karbohidrat dalam
kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Zat lain yang terkandung
dalam ASI yaitu karnitin. Karnitin mempunyai peran membantu proses
pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme
tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu
pertama menyusui, bahkan didalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi
(IDIAI Cab. DKI Jakarta, 2008).
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri
dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari
protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi
bayi. Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi. Kadar
lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang
cepat selama masa bayi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada
perkembangan otak bayi ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI lebih
banyak mengandung asam lemak rantai penjang diantaranya asam
dokosaheksomik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap
perkembangan jaringan saraf dan retina mata (Irawati, 2011).
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi
sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita
penyakit tulang. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Mineral utama
yang terdapat didalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk
pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan
darah. Kandungan zat gizi didalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%
dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula sehingga bayi yang mendapat
ASI eksklusif mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat
besi dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink
dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak membantu
4. Pembentukan ASI
Menurut Manuaba (2001) Pembentukan ASI mempunyai tiga tingkat:
1. Mammogenesis yaitu pengembangan dan persiapan pada mama
2. Laktognenesis yaitu persiapan dan pembuatan ASI
3. Galaktogenensis yaitu mempertahankan pengeluaran ASI.
Pembentukan ASI merupakan proses hormonal yang kompleks dan
dapat dijabarkan sebagai berikut: Estrogen berfungsi untuk proliferasi alveoli,
duktus lobus mama dan jaringan ikat serta mioepitel, deposit lemak, air, dan
garam menjadikan mama tegang dan terasa penuh sehingga menghasilkan
jepitan dan tekanan saraf terasa sakit. Progesteron berfungsi meningkatkan
kematangan alveoli dan duktus untuk persiapan pengeluaran ASI. pertumbuhan
hormon kortisol, insulin, dan tiroksin berfungsi membentuk ASI. Hormon
prolaktin bekerja mengeluarkan ASI, tetapi fungsinya dihalangi oleh estrogen
(menghalangi ASI ke aveoli), progesteron (menghalangi perubahan laktogen
menjadi alfa laktal bumin), dan human placental lactogen hormone
mengadakan ikatan dengan APR (alveolar prolactin receptor) sehingga
prolaktin tak berfungsi. Oksitosin merangsang mioepitel sehingga ASI diperas
dari duktus alveola mamae dan mancur melalui puting susu, serta rangsangan
terhadap uterus sehingga mempercepat involusi uteri dapat dirasakan sakit
Sucking puting susu menimbulkan let-down refleks:
Duktus dan alveoli kosong.
Prolaktin dan oksitosin dengan mioepitel mengisi kembali
Sucking segera setelah persalinan bahkan sebelum tali pusat dipotong atau sekitar ½ jam.
5. Mekanisme Pengeluaran ASI
Setelah persalinan maka hormon estrogen, progesteron, dan human
placental lactogen hormone menurun dan menghilang, sehigga proses
pengeluaran ASI ditentukan oleh prolaktin dan oksitosin (neurohipofisis)
dengan matarantai hipothalamus dan serat saraf. Konsep pemberian ASI
berdasarkan "call feeding" (on demand), artinya bayi sendiri mengukur rasa
laparnya. Makin cepat disusukan, makin mantap mata rantai "sucking" proses
berlangsung (Manuaba, 2001).
Skema 2.2 Mekanisme pengeluaran ASI Nervus interkostal 4-6 menuju central nervus system:
Nucleus paraventrikuler
Nucleus supra optimal
hipotalamus
Neurohipofisis:
6. Manfaat ASI
Pemberian ASI sangat penting dan dianjurkan karena mempunyai
banyak manfaat serta akan menghemat biaya pembelian susu formula.
Manfaat-manfaat ASI antara lain ASI dapat menurunkan risiko terjadinya
infeksi paru-paru berat pada bayi perempuan yang dirawat di rumah sakit.
Penemuan ini berdasarkan studi yang dilakukan pada bayi di Buenos Aires,
Argentina (Polack, 2009). Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi
yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap
beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya
(Depkes RI, 2005).
Manfaat ASI yang diungkapkan oleh Roesli (2004) meliputi: ASI
sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh, ASI juga dapat
meningkatkan kecerdasan serta meningkatkan tali kasih antara ibu dan bayi.
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah
makanan bayi yang paling sempurna baik kualitas maupun kuantitasnya.
Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan
cukup memenuhi kebutuhan tubuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah
usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat
diteruskan sampai usia dua tahun atau lebih.
ASI meningkatkan daya tahan tubuh. Bayi yang baru lahir secara
alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui
Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga
mencapai kadar protektif pada waktu berusia 9-12 bulan. Saat kadar zat
kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum
mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
ASI meningkatkan kecerdasan. Nutrien yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu
sapi antara lain: taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat
di ASI. Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit
sekali terdapat pada susu sapi. Asam lemak ikatan panjang (3,
omega-6) merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit dalam
susu sapi.
Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering berada
dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia
juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar
detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan
terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi
bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang
baik.
ASI tidak hanya bermanfaat untuk bayi saja, tetepi juga bermanfaat
untuk ibu dan keluarga. Manfaat untuk ibu diantaranya menjalin kasih sayang
antara ibu dengan bayi, mengurangi perdarahan setelah persalinan,
mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan berikutnya,
mengurangi risiko terkena kanker payudara, lebih praktis karena ASI lebih
percaya diri ibu untuk menyusui. Manfaat untuk keluarga antara lain tidak
perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan
perlengkapannya, tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu botol
misalnya merebus air dan mencuci peralatan, tidak perlu biaya dan waktu
untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu
botol (Depkes, 2007).
7. Pengertian ASI Eksklusif
Beberapa ahli mengungkapkan ASI ekslusif atau lebih tepat disebut
pemberian ASI secara eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa
tambahan cairan lain, seperti air putih, susu formula, jeruk, madu, air teh, juga
tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi ataupun tim kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas
sejak bayi lahir sampai bayi berumur enam bulan, setelah enam bulan, bayi
mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi
berumur dua tahun Roesli (2004) & Budiasih (2008). ASI Eksklusif
merupakan makanan terbaik yang harus diberikan pada bayi, karena
didalamnya terkandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang tidak
ada terdapat pada susu sapi. ASI diberikan selama enam bulan pertama
8. Undang-Undang Kesehatan mengenai ASI Eksklusif
Rendahnya pemberian ASI Eksklusif mendapat perhatian berbagai
pihak khususnya pemerintah, terbukti dengan ditetapkannya Undang-undang
(UU) Kesehatan nomor 36/tahun 2009 tentang ASI eksklusif menyebutkan:
Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan
waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka
menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara
paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00.
Disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak
mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas
“pemberian ASI eksklusif” adalah pemberian hanya ASI selama 6 bulan, dan
dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 tahun dengan memberikan MP-ASI
sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Lebih lanjut lagi
dinyatakan bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja
dan sarana umum.
Peran pemerintah secara tegas dinyatakan dalam Pasal 129 ayat 1
yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara
eksklusif. Kebijakan yang berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan
kriteria tersebut selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Kelebihan dalam UU Kesehatan ini adalah adanya sanksi pidana yang
dinyatakan secara tegas dalam Pasal 200. Sanksi pidana tersebut dikenakan
bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 2. Ancaman pidana
yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling
KERANGKA TEORI
Dimodifikasi dari Taufik (2010), WHO (1995), Depkes (2006), Efendi (2009), Hamid dkk (2010), dan Roesli (2004) ibu sebelum dan sesudah melahirkan
Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak
Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi
Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan
Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan
Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan kebiasaan sehat secara umum.
Kader Kesehatan masyarakat
Proses Promosi Kesehatan Depkes (2006)
a. pendidikan kesehatan (health education) b. pemasaran sosial (social marketing),
c. upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi)
d. upaya peningkatan (promotif) e. upaya advokasi
f. pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan masyarakat (community development), penggerak masyarakat (social mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
Masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DAFTAR ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar
variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam,
2008). Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti mengenai pengalaman kader
kesehatan dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif dimana variabel yang
akan diteliti meliputi makna dan arti ASI eksklusif bagi kader kesehatan, segala
upaya yang telah kader lakukan dalam melaksanakan promosi kesehatan ASI
eksklusif, termasuk hambatan atau kendala yang kader temui dalam proses
pelaksanaan, serta kebutuhan baik yang telah atau belum terpenuhi dalam
melaksanakan program promosi tersebut.
B. Daftar Istilah
1. Pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif adalah segala hal yang telah dilalui kader kesehatan baik usaha
ataupun kendala dalam mempromosikan ASI eksklusif
3. Upaya kader kesehatan yaitu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan kader kesehatan untuk mewujudkan program ASI esklusif di masyarakat.
4. Hambatan adalah hal-hal yang membuat para pelaku usaha menemukan kesulitan atau tantangan dalam melakukan usahanya.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari
deskripsi yang luas dan kokoh, dan memuat penjelasan tentang proses-proses
yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat
memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam
lingkup pikiran orang setempat, memperoleh penjelasan yang kaya dan
bermanfaat karena penelitian kualitatif isinya adalah narasi kata-kata
(Siswanto, 2005 dalam Prastowo, 2010). Menurut Rahardjo (2010), Tujuan
utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami (to understand)
fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran
yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi
variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman
yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori.
Fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan
penjelasan tentang realitas sosial yang tampak. Fenomena yang tampak
adalah refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri karena ia memiliki
makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut (Kuswarno, 2009).
mendalam mengenai pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan
program ASI eksklusif.
B. Lokasi dan Waktu penelitian 1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di posyandu Flamboyan II wilayah Rempoa
kotamadya Tangerang Selatan provinsi Banten.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2012.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan bantuan alat
pencatat dan alat perekam suara (tape recorder)
2. Pedoman FGD
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung
(purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan
(adequancy). Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama dan
informan pendukung.
1. Informan utama
Informan utama yaitu empat orang kader kesehatan yang telah ditetapkan
menjadi informan dalam penelitian dengan mengisi lembar informed
consent, memiliki pengalaman bertugas menjadi kader kesehatan minimal
satu tahun, dan pernah melakukan promosi kesehatan mengenai ASI
esklusif.
2. Informan Pendukung
Informan pendukung yaitu satu orang bidan dan satu orang
koordinator kader kesehatan yang menangani posyandu setempat dengan
kriteria bersedia menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar
informed consent, serta enam orang ibu-ibu posyandu setempat yang telah
terpapar dengan promosi kesehatan program ASI eksklusif dengan kriteria
bersedia menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar informed
consent, dapat berkomunikasi dengan baik, masih aktif dalam aktifitas
posyandu balita maksimal lima tahun terakhir, merupakan penduduk yang
bertempat tinggal di daerah setempat minimal satu tahun.
E. Tekhnik Pengumpulan Data 1. Pengumpul data
Tekhnik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk
mengumpulkan informasi atau fakta-fakta dilapangan (Pohan, 2007). Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian
karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2007).
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2012. Pengumpulan data
dilakukan oleh peneliti dengan metode wawancara mendalam dengan
2. Tahap pengumpulan data
a) Tahap persiapan pengumpulan data
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus
izin penelitian kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya peneliti
meminta data ke puskesmas untuk mengetahui daerah posyandu yang
memiliki tingkat pelaksanaan program ASI eksklusif terendah dalam
wilayah tersebut. Peneliti akan meminta bantuan pada koordinator
kader kesehatan setempat untuk memilih partisipan sesuai kriteria
yang telah ditentukan, selanjutanya mengadakan pertemuan dengan
informan untuk menjelaskan tujuan penelitian dan menyesuaikan
jadwal.
b) Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Dalam penelitian ini tekhnik pengumpulan data dilakukan
dengan cara mengumpulkan data primer.
1. Data primer meliputi:
a. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2007). Wawancara yaitu
suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang
atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan
tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu
Wawancara mendalam ini secara umum adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin dalam
Prastowo, 2011). Waktu yang dibutuhkan dalam wawancara
mendalam pada penelitian ini maksimal 20 menit.
b. FGD
FGD adalah suatu tekhik penelitian kualitatif yang bertujuan
untuk mendapatkan informasi (perasaan, pikiran) berdasarkan
pengamatan subjektif dari sekelompok sasaran terhadap situasi/
produk tertentu. Sasaran diskusi biasanya homogen dengan jumlah
kelompok berkisar 6-12 orang, diskusi berakhir 1-2 jam dipimpin oleh
moderator. Moderator berusaha menjalin hubungan yang akrab
dengan responden sehingga responden dapat mengemukakan secara
jujur/ terbuka terhadap hal-hal yang menyangkut kepribadian,
perasaan, dan emosi sesungguhnya (Nursalam, 2008). Persiapan
peneliti dalam pelaksanaan FGD yaitu:
1) Membentuk Tim
Sebelum melakukan pengumpulan data melalui FGD,
peneliti membentuk sebuah tim yang terdiri dari empat orang
meliputi satu orang sebagai moderator/fasilitator diskusi (peneliti
sendiri), satu orang sebagai asisten moderator/co-fasilitator
peserta (koordinator kader kesehatan posyandu setempat), serta
satu orang untuk dokumentasi.
2) Memilih dan Mengatur Tempat
Pelaksanaan FGD dilakukan dirumah koordinator kader
kesehatan posyandu setempat dengan pengaturan tempat
berdasarkan skema berikut:
Skema 3. 2. Lay out ruang diskusi (Irwanto, 2006: 68)
3) Menyiapkan Logistik
Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang diperlukan
sebelum, selama, dan sesudah FGD terselenggara. Logistik yang
dipersiapkan oleh peneliti meliputi alat tulis (pena dan buku untuk
keperluan notulen), sebuah tape recorder untuk perekam suara,
sebuah kamera untuk mendokumentasikan kondisi ruangan dan
5) Rekruitmen Peserta
Pelaksanaan FGD ini bersamaan dengan pelaksanaan
posyandu setempat sehingga peneliti tidak menemui kendala
berarti untuk mengumpulkan ibu-ibu posyandu.
F. Keabsahan Data
Bagian yang tak terpisahkan dalam proses analisis data yaitu
pengecekan keabsahan data. Hal ini sangat penting dan tidak boleh terlewat
sehingga data yang diperoleh benar-benar kredibel dan terpercaya. Lincoln
dan Guba dalam Bungin (2008) menyebutkan paling sedikit ada 4 standar
atau kriteria utama guna menamin keabsahan hasil penelitian kualilatif, yaitu:
1. Standar Kredibilitas
Agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang
tinggi sesuai dengan fakta dilapangan (informasi yang digali dari sebyek atau
partisipan yang diteliti), peneliti melakukan upaya upaya sebagai berikut:
a. Memperpanjang keikut sertaan peneliti dalam proses pengumpulan data
dilapangan.
b. Melakukan triangulasi metode dengan FGD
c. Melibatkan teman sejawat (yang tidak ikut melakukan penelitian) untuk
berdiskusi, memberikan masukan, bahan kritik mulai awal kegiatan
proses penelititan sampai tersusunnya hasil penelitian (peer debriefing)
e. Mengecek bersama-sama dengan anggota penelitian yang terlibat dalam
proses pengumpulan data, baik tentang data yang telah dikumpulkan,
kategorisasi analisis, penafsiran dan kesimpulan hasil penelitian.
2. Standar Transferabilitas
standar ini merupakan modifikasi validitas eksternal dalam penelitian
kuantitatif. Pada prinsipnya, standar transferabilitas ini merupakan
pertanyaan empirik yang tidak dapat dijawab oleh peneliti kualitatif itu
sendiri, tetapi dijawab dan dinilai oleh para pembaca laporan penelitian. Hasil
penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas yang tinggi bilamana
para pembaca laporan penelitian ini memperoleh gambaran dan pemahaman
yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.
3. Standar Dependabilitas
Standar dependabilitas ini boleh dikatakan mirip dengan reabilitas.
Adanya pengecekan atau penilaian akan ketepatan peneliti dalam
mengkonseptualisasikan apa yang diteliti merupakan cerminan dari
kemantapan dan ketepatan menurut standar reliabilitas penelitian. Semakin
konsisten peneliti dalam keseluruhan proses penelitian baik dalam kegiatan
pengumpulan data, interpretasi temuan maupun dalam melaporkan hasil
penelitian, akan semakin memenuhi dependabilitas. Salah satu upaya peneliti
dalam menilai dependabilitas adalah dengan melakukan audit (pemeriksaan)
dependabilitas itu sendiri. Ini dapat dilakukan oleh auditor yang independen,