• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.3 Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2010: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem

pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Menurut Rifa’i (2009: 85) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Sementara itu Lapono, dkk (2008: 123) menuturkan bahwa hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran yang mendidik berupa perubahan tingkah laku yang disadari, kontinu, fungsional, positif, tetap, bertujuan, dan komprehensif.

Menurut Dimyati (2009: 3-4) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar juga merupakan peningkatan kemampuan mental siswa.

Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari suatu proses belajar. Hasil belajar tersebut berupa perubahan tingkah laku yang secara garis besar terbagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitif merupakan ranah yang paling sering dinilai oleh guru karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Begitu pula pada penelitian ini hasil belajar siswa merupakan penilaian kemampuan kognitif siswa yang diperoleh dari tes hasil belajar.

16 2.1.4 Karakteristik Siswa SD

Santrok dan Yusen (1992) dalam Sumantri (2007: 1.9) membagi lima fase perkembangan manusia. Fase perkembangan yang berlangsung sejak 6 sampai 11 tahun, sama dengan masa usia sekolah dasar disebut fase kanak-kanak tengah dan akhir. Dalam fase ini, anak menguasai keterampilan-keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung. Secara formal mereka mulai memasuki dunia yang lebih luas dengan budayanya. Pencapaian prestasi menjadi arah perhatian pada dunia anak, dan pengendalian diri sendiri bertambah pula.

Siswa usia SD mempunyai beberapa karakteristik khas yang dimiliki. Menurut Sumantri dan Syaodih (2007: 6.3-6.4) karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah dasar adalah: (1) senang bermain; (2) selalu bergerak; (3) bekerja atau bermain dalam kelompok; dan (4) ingin melaksanakan atau merasakan sendiri.

Karakteristik siswa SD yang senang bermain menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan. Guru SD sebaiknya merancang model pembelajaran yang serius tapi santai, yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Karakteristik siswa SD yang kedua adalah selalu bergerak. Siswa SD dapat duduk tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak.

Dari pergaulannya dengan kelompok sebaya, siswa belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti belajar bekerja sama, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat,

belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 siswa untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

Karakteristik siswa SD yang keempat adalah ingin melaksanakan atau merasakan sendiri. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasi konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, mereka belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Bagi siswa SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika siswa melaksanakan sendiri. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Jelaslah sudah bahwa keempat karakteristik siswa SD tentu saja berdampak pada penyelenggaraan pembelajaran di SD seperti model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang dimaksud yaitu model pembelajaran kooperatif yang kegiatan pembelajarannya sesuai dengan karakteristik siswa SD. Model pembelajaran Numbered Heads Together

merupakan salah satunya. Pembelajaran menggunakan model Numbered Heads Together mengandung unsur permainan. Siswa dapat aktif berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

18 2.1.5 Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia perlu berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Kegiatan berinteraksi ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa. Keraf (1997) dalam Cahyani (2012: 47) menjelaskan fungsi Bahasa Indonesia berdasarkan kebutuhan pemakainya, yakni: 1) sebagai alat untuk mengekspresikan diri; 2) sebagai alat untuk berkomunikasi; 3) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan 4) sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

Cahyani (2012: 53) mengungkapkan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pengertian tersebut berarti bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia berperan dalam pengembangan pengetahuan siswa. Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Oleh karena itu, keterampilan berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia secara lisan dan tertulis harus benar-benar dimiliki dan ditingkatkan dalam pembelajaran.

Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki peran penting di semua jenjang pendidikan. Peran penting pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar diungkapkan oleh Cahyani (2012: 54) sebagai berikut:

(1) sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan; (2) sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan intelektual siswa; (3) sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi siswa; (4) sebagai dasar untuk mempelajari berbagai ilmu dan tingkatan pendidikan selanjutnya.

kemampuan berbahasa siswa. Kemampuan berbahasa tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi dan apresiasi terhadap hasil karya sastra manusia. Apresiasi terhadap hasil karya sastra contohnya adalah pantun. Pembelajaran Bahasa Indonesia materi pantun yang dilaksanakan peneliti bertujuan untuk menumbuhkan apresiasi siswa terhadap karya sastra. Siswa diharapkan dapat memahami pantun meliputi pengertian, ciri-ciri, dan jenis pantun serta dapat melengkapi dan menyusun pantun acak menjadi pantun yang padu