• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.9 Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) berbeda dengan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional yang dimaksud merupakan model pembelajaran yang pelaksanaannya dalam kegiatan pembelajaran lebih berpusat pada guru daripada siswa. Menurut Djamarah (1996)

28 dalam Kholik (2011) model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional yang di dalamnya terdapat metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam pembelajaran.

Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tersendiri, begitu juga dengan model pembelajaran konvensional. Menurut Kholik (2011), secara umum ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:

(1) siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar; (2) belajar secara individual; (3) pembelajaran sangat abstrak dan teoritis; (4) perilaku dibangun atas kebiasaan; (5) kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final; (6) guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran; (7) perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik; (8) interaksi di antara siswa kurang.

Pada pola pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa. Dalam model pembelajaran konvensional, guru di sekolah umumnya memfokuskan diri pada upaya penuangan pengetahuan kepada siswa tanpa memperhatikan gagasan-gagasan yang telah ada dalam diri siswa sebelum mereka belajar secara formal di sekolah.

Jelas sudah bahwa model pembelajaran kooperatif berbeda dengan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran yang biasa dilaksanakan oleh guru kelas IV SD Negeri 1 Candinegara Kabupaten Banyumas merupakan model pembelajaran konvensional. Hal ini didasarkan pada deskripsi dan ciri-ciri yang disebutkan di atas. Oleh karena itu peneliti menginginkan model pembelajaran

yang lebih variatif dengan memilih model pembelajaran kooperatif. 2.1.10Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

Model pembelajaran Numbered Heads Together merupakan salah satu model pembelajaran Cooperative Learning. Lie (2004: 59) menyatakan bahwa teknik belajar mengajar kepala bernomor memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia siswa.

Menurut Trianto (2011: 82) Numbered Heads Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Selain beberapa pendapat para ahli di atas, Bawn (2007: 43-44) menjelaskan model pembelajaran Numbered Heads Together sebagai berikut:

Numbered Heads Together (NHT) is another small group learning method using student teams. NHT is similar to STAD because heterogeneous groupings of students are used. Arrangement of four students per learning team, with each team counting off from one to four is the beginning of Numbered Heads Together. There is one high achieving student, one low achieving student and two average achieving students on a learning team.

Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) merupakan model pembelajaran kelompok kecil menggunakan tim siswa seperti yang dikonsepkan

30 model pembelajaran kooperatif. NHT menggunakan kelompok beranggotakan siswa yang heterogen berjumlah 4-5 siswa dengan setiap kelompok menomori anggotanya. Setiap siswa mengerjakan soal sesuai dengan nomor yang diperolehnya.

2.1.10.1 Langkah–Langkah Penerapan Model Pembelajaran Numbered

Heads Together (NHT)

Pelaksanaan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran secara sistematis dijelaskan oleh beberapa tokoh. Menurut Lie (2004: 60), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penerapan model

Numbered Heads Together adalah sebagai berikut:

(1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor; (2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya; (3) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. (4) guru memanggil salah satu nomor; (5) siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

Menurut Trianto (2011: 82) dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT yaitu: (1) fase penomoran; (2) fase mengajukan pertanyaan; (3) fase berpikir bersama; (4) fase menjawab.

Fase yang pertama adalah penomoran. Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Pembagian kelompok secara heterogen sehingga pengelompokan siswa merata.

pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Pertanyaan dapat disajikan dalam lembar kerja siswa dan masing-masing siswa menjawab satu pertanyaan sesuai dengan nomor kepala yang dipakai.

Fase yang ketiga adalah berpikir bersama. Siswa mendiskusikan jawaban secara berkelompok. Setiap siswa bependapat dalam kelompok dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

Langkah terakhir adalah menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Sedangkan menurut Suprijono (2011: 92) pembelajaran dengan Numbered Heads Together (NHT) memiliki sintaks sebagai berikut:

“Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah siswa dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5 kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari, maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8.

Setelah kelompok terbentuk, guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Guru memberikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Langkah berikutnya adalah guru memanggil siswa yang memiliki nomor sama dari tiap-tiap kelompok. Setiap siswa diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Siswa yang mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

32 Tidak jauh berbeda dengan pendapat para ahli di atas, Hamdani (2011: 90) mengemukakan langkah-langkah dalam pembelajaran dengan model Numbered Heads Together sebagai berikut:

(1) siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor; (2) guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakannya; (3) kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya; (4) guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka; (5) siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain; (6) kesimpulan.

Berdasarkan penjelasan tentang model pembelajaran Numbered Heads Together, maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan NHT dibagi dalam beberapa langkah. Siswa pada awal pembelajaran dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3-6 siswa. Kemudian dari setiap anggota kelompoknya diberi nomor antara 1 sampai 6. Nomor inilah yang akan menjadi identitas siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau permasalahan yang harus dicarikan penyelesaiannya melalui kerja sama kelompok dan meyakinkan setiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban kelompok. Pada tahap akhir, siswa yang nomornya disebutkan oleh guru, menjawab pertanyaan, sedangkan kelompok yang lain menyimak.

2.1.10.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Numbered Heads

Together (NHT)

Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tidak terkecuali model pembelajaran Numbered Heads Together

(NHT). Hamdani (2011: 90) memaparkan beberapa kelebihan. Diantara kelebihannya yaitu: 1) setiap siswa menjadi siap semua; 2) siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh; 3) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Hamdani juga memaparkan kekurangan model pembelajaran NHT sebagai berikut: 1) kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru; 2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Damayanti (2012) mengemukakan kelebihan model pembelajaran NHT yang dikutip dari Hill sebagai berikut:

(1) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa; (2) mampu memperdalam pamahaman siswa; (3) menyenangkan siswa dalam belajar; (4) mengembangkan sikap positif siswa; (5) mengembangkan sikap kepemimpinan siswa; (6) mengembangkan rasa ingin tahu siswa; (7) meningkatkan rasa percaya diri siswa; (8) mengembangkan rasa saling memiliki; serta (9) mengembangkan keterampilan untuk masa depan.

Kekurangan dari model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) menurut Damayanti (2012) yaitu kelas cenderung jadi ramai, terutama untuk kelas dengan jumlah siswa lebih dari 33 orang. Kekurangan ini harus disiasati oleh guru kelas dengan sebaik-baiknya. Guru harus bisa mengkondisikan siswa agar kelas terkendali. Jika kondisi kelas ramai, akan mengganggu kegiatan pembelajaran tidak hanya di kelas sendiri, tetapi bisa juga menganggu kelas lain.