• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Kegiatan Int

4.2 Analisis Data

4.2.4 Hasil Belajar Psikomotorik Siswa

Meningkatnya motivasi, hasil belajar kognitif, afektif siswa kelas IV SDN 02 Jumo juga diikuti dengan meningkatnya hasil belajar psikomotorik siswa. Adapun data mengenai hasil belajar psikomotorik yang diperoleh penulis selama melakukan penelitian disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.36

Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I, Siklus II Siswa Kelas IV SDN 02 Jumo Pada Ranah Psikomotorik

Ketuntasan Kondisi Awal Siklus I Siklus II Frek Pres Frek Pres Frek Pres Tuntas 8 33,33% 10 41,67% 22 91,67% Tidak Tuntas 16 66,67% 14 58,33% 2 8,33%

Total 24 100,00% 24 100% 24 100%

Sama dengan hasil belajar afektif, untuk hasil belajar psikomotorik keterukuran peningkatan didasarkan pada kenaikan presentase ketuntasan yang terjadi pada setiap siklusnya. Pada kondisi awal atau pra siklus, ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa hanya sebesar 33,33% dari 24 siswa atau lebih tepatnya hanya 8 peserta didik yang dinyatakan tuntas. Kemudian pada siklus I presentase ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa kelas IV SDN 02 Jumo mulai menunjukkan adanya peningkatan setelah mengalami pembelajaran dalam dua pertemuan dengan model PBL berbantuan permainan ular tangga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tuntasnya 10 siswa atau 41,67% dari 24 siswa. Sementara itu peningkatan yang cukup pesat terjadi pada siklus II. Sebanyak 22 siswa dinyatakan tuntas dengan presentase 91,67% dari 24 siswa.

Setelah adanya tindakan dengan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga, hasil belajar siswa mulai menunjukkan adanya peningkatan. Pada siklus I, presentase ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa mencapai 41,67% dan presentase siswa yang belum tuntas sebesar 58,33%. Hasil belajar afektif yang diperoleh pada siklus II lebih memuaskan dengan meningkatnya presentase ketuntasan siswa yang mencapai 91,67% dan yang tidak tuntas lebih sedikit yaitu 8,33%.

Berdasarkan presentase ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa kelas IV SDN 02 Jumo pada siklus II, penulis menyimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga mampu meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa kelas IV SDN 02 Jumo. Sebab, presentase tersebut telah melampaui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Adapun indikator keberhasilan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga pada penelitian ini ialah apabila 80% dari jumlah siswa nilainya dinyatakan tuntas, sedangkan presentase ketuntasan pada siklus II sebesar 91,67%.

4.3 Pembahasan

Setelah adanya tindakan pada siklus I dengan implementasi model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga, motivasi belajar siswa mulai menunjukkan adanya peningkatan. Pada siklus I, siswa yang mempuyai

motivasi tinggi meningkat menjadi 13 siswa dengan presentase 54,17%. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada siklus II. Pada siklus II, siswa yang mempunyai minat tinggi yakni sebanyak 22 orang dengan presentase sebesar 83,33%. Selain itu, ada juga 4 siswa yang mempunyai motivasi belajar sangat tinggi dengan presentase 16,67%. Artinya, motivasi belajar siswa pada siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu 80% siswa mempunyai motivasi belajar tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SDN 02 Jumo. Ditinjau dari skor rata-rata yang didapat siswa juga menunjukkan adanya peningkatan. Rata-rata skor pada siklus I sebesar 41,13 namun masih masuk pada kategori rendah. Namun pada siklus II skor rata-rata meningkat menjadi 46,88 dan masuk pada kategori tinggi.

Meningkatnya perasaan senang, kemauan, perhatian, dan ketekunan belajar sangat berpengaruh tehadap hasil belajar siswa. Pembuktian tersebut dapat dilihat dari hasil belajar kognitif siswa yang mengalami peningkatan dan ditandai dengan meningkatnya presentase ketuntasan belajar siswa. Selain itu, ditinjau dari rata- rata kelas juga membuktikan adanya peningkatan. Presentase ketuntasan pada siklus I yaitu sebesar 62,50%. Sedangkan nilai rata-rata kelas mencapai angka 66,04. Namun demikian, pada siklus I ini indikator keberhasilan belum terpenuhi karena ketuntasan hasil belajar kognitif siswa hanya mencapai 62,50%. Sedangkan, indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu 80% dari 24 siswa nilainya mampu mencapai KKM. Peningkatan yang cukup pesat terjadi pada siklus II, dimana presentase ketuntasan mencapai 83,33% dari 24 siswa. Adapun peningkatan juga dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa. Pada siklus I, rata-rata siswa sebesar 66,04 dan meningkat pada siklus II menjadi 76,88.

Presentase ketuntasan hasil belajar kognitif siswa pada siklus II yang dijadikan dasar penulis menyimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 02 Jumo. Sebab, presentase tersebut telah melampaui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Adapun indikator keberhasilan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga pada penelitian ini

ialah apabila 80% dari jumlah siswa nilainya mampu memenuhi KKM sebesar 63, sedangkan presentase ketuntasan pada siklus II sebesar 83,33%.

Senada dengan motivasi dan hasil belajar kognitif, hasil belajar afektif siswa kelas IV SDN 02 Jumo juga mengalami peningkatan. Pada siklus I presentase ketuntasan hasil belajar afektif meningkat menjadi 46% atau 11 siswa dinyatakan tuntas. Peningkatan pesat terjadi pada siklus II dimana presentase ketuntasan mencapai 91,67% atau 22 siswa dinyatakan tuntas. Berdasarkan presentase ketuntasan hasil belajar afektif siswa pada siklus II, penulis menyimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga mampu meningkatkan hasil belajar afektif siswa kelas IV SDN 02 Jumo. Sebab, presentase tersebut telah melampaui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Adapun indikator keberhasilan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga pada penelitian ini ialah apabila 80% dari jumlah siswa dinyatakan tuntas, sedangkan presentase ketuntasan hasil belajar afektif pada siklus II sebesar 91,67%.

Meningkatnya motivasi, hasil belajar kognitif, afektif siswa kelas IV SDN 02 Jumo juga diikuti dengan meningkatnya hasil belajar psikomotorik siswa. pada siklus I presentase ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa kelas IV SDN 02 Jumo mulai menunjukkan adanya peningkatan setelah mengalami pembelajaran dalam dua pertemuan dengan model PBL berbantuan permainan ular tangga. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tuntasnya 10 siswa atau 41,67% dari 24 siswa. Sementara itu peningkatan yang cukup pesat terjadi pada siklus II. Sebanyak 22 siswa dinyatakan tuntas dengan presentase 91,67% dari 24 siswa. Berdasarkan presentase ketuntasan hasil belajar psikomotorik siswa kelas IV SDN 02 Jumo pada siklus II, penulis menyimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga mampu meningkatkan hasil belajar psikomotorik siswa kelas IV SDN 02 Jumo. Sebab, presentase tersebut telah melampaui indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Adapun indikator keberhasilan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga pada penelitian ini ialah apabila 80% dari jumlah siswa nilainya tuntas.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, diantaranya oleh Haryanto (2016) dengan judul Penerapan Problem

Based Learning Berbantuan Permainan Ular Tangga untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Kelas IV SD Negeri 03 Jambangan Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Ajaran 2015/2016 dan Afandy Rifki (2015) dengan judul Pengembangan Media Pembelajaran Permainan Ular tangga Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa dan Hasil Belajar IPS di Sekolah Dasar.

Penelitian Hariyanto juga memberikan kontribusi meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 03 Jambangan semester I tahun ajaran 2015/2016. Hal tersebut dibuktikan hasil belajar matematika pada pra siklus sebesar 56,67% atau 17 dari 30, siklus I sebesar 73,33% atau 22 dari 30 siswa, siklus II sebesar 93,33% atau 28 dari 30 siswa. Ditinjau dari rata-rata, juga menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari kenaikan dari pra siklus, siklus I, dan siklus II yakni 63,97, 72,83, dan 81,93. Sementara itu kontribusi yang diberikan Afandy melalui penelitiannya dapat dilihat dari aspek keaktifan belajar dan semangat belajar yang meningkat sebesar 66,7%. Sedangkan aspek ketertarikan motivasi belajar siswa meningkat sebesar 70%. Mengenai hasil belajar, dibuktikan dengan jumlah ketuntasan siswa dalam belajar. pada pra siklus, ketuntasan belajar hanya mencapai 40%, siklus I meningkat menjadi 55% dan meningkat pesat pada siklus II menjadi 100%.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini ialah sama-sama menggunakan model PBL dan media permainan ular tangga. Melengkapi penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, penulis membuat perbedaan penelitian Haryanto dengan penelitian ini dimana terletak pada variabel penelitian yang diteliti. Jika penulis meneliti melakukan pengukuran pada motivasi dan hasil belajar, Hariyanto hanya melakukan penelitian terhadap hasil belajar saja. Selain itu, penelitian Hariyanto hanya mengukur hasil belajar pada ranah kognitif saja. Sementara itu, kelebihan dari penelitian penulis ialah pengukuran hasil belajar dilakukan terhadap hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemudian perbedaan penelitian penulis dengan penelitian Afandy terletak pada pengukuran

hasil belajar siswa. Jika penulis mempunyai kelebihan melakukan pengukuran terhadap 3 (tiga) ranah hasil belajar, penelitian Afandy hanya mengukur hasil belajar pada 1 (satu) ranah saja. Sementara itu, persamaan penelitian penulis dengan penelitian Afandy adalah sama-sama mengukur motivasi belajar siswa.

Perbedaan yang paling signifikan ialah penulis menambahkan beberapa sintak dalam model pembelajaran PBL. Arends dalam Sihaloho dkk (2017: 12) menerangkan bahwa ada 5 sintak dalam PBL yang meliputi orientasi kepada permasalahan, mengorganisasikan untuk meneliti, investigasi kelompok, presentasi dan evaluasi. Ditinjau dari langkah-langkah PBL yang didalamnya terdapat 5 sintak, permainan ular tangga disisipkan pada sintak kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar. Sehingga sintak PBL yang semula terdapat 5 fase, dalam penelitian ini menjadi 6 fase. Adapun 6 fase tersebut ialah mengorientasikan siswa kepada permasalahan, mengorganisasikan siswa untuk belajar, bermain ular tangga, melakukan investigasi secara mandiri atau berkelompok, mempresentasikan, dan evaluasi.

Dilakukannya pengkolaborasian tersebut, langkah-langkah PBL jauh lebih inofativ ketika dikolaborasikan dengan permainan ular tangga. Adapun penelitian ini juga mengandung sisi kreatif dari guru, ketika siswa diwaibkan menjawab soal sesuai dengan nomer di petak pemberhentian pion. Sehingga inovasi baru ini dapat memberikan wawasan atau pengetahuan bagi guru maupun pihak sekolah dalam menerapkan pembelajaran yang berinovasi. Inovasi tersebut belum dilakukan oleh Afandy Rifki (2015) dimana dalam penelitiannya Afandy hanya menggunakan media permainan ular tangga untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Dengan adanya inovasi yang dilakukan penulis, pembelajaran tidak lagi berpusat kepada guru dan siswa secara aktif dilibatkan memecahkan masalah. Dalam kelompok, siswa dituntut aktif berdiskusi dan bekerjasama memecahkan permasalahan. Dalam bermain ular tangga, siswa tidak hanya belajar pengetahuan, melainkan bermain sambil belajar. Dengan demikian siswa terhibur dan merasa senang serta terdorong memiliki kemauan keras, perhatian dan ketekunan untuk belajar.

Uraian pembahasan yang telah penulis paparkan telah memberikan arti penting mengenai hasil penelitian ini, sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penelitian ini memberikan kontribusi ilmu model pembelajaran PBL yang semula menurut Arends mempunyai 5 sintak dan dalam penelitian ini ditambahkan permainan ular tangga menjadi 6 sintak. Fase pertama ialah mengorientasikan siswa kepada permasalahan yang didalamnya terdapat kegiatan pendahuluan dengan indikator melakukan kegiatan pra pembelajaran, apersepsi, memotivasi siswa dan orientasi siswa pada masalah. Fase kedua yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan indikator membagi siswa menjadi kelompok. Adapun fase ketiga dalam sintak baru adalah bermain ular tangga yang dilakukan guru diantaranya menjelaskan aturan bermain dan kemudian siswa bersama anggota kelompok memainkan permainan ular tangga dan menjawab permasalahan yang ada pada setiap kotaknya. Fase keempat melakukan investigasi secara mandiri atau berkelompok yang diisi dengan kegiatan diskusi, kerjasama dengan pengawasan dan bimbingan dari guru kelas. Fase kelima adalah mengembangkan dan mempresentasikan, dalam kegiatan ini siswa melakukan presentasi mengenai hasil diskusi pemecahan yang telah dilakukan melalui permainan ular tangga. Fase ke enam atau terakhir yaitu evaluasi dengan indikator siswa dan guru bertanya jawab mengenai materi pelajaran, penguatan materi, refleksi, evaluasi motivasi dan hasil belajar dan ditutup dengan kegiatan akhir. Uraian pembahasan penelitian ini telah memberikan petunjuk untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini. Adapun jawaban dari hipotesis adalah sebagai berikut:

1. Bahwa langkah-langkah model yang terdapat dalam model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) berbantuan permainan ular tanggamampu

membuat siswa lebih aktif dan senang karena adanya suasana bermain sambil belajar sehingga mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar tematik siswa kelas IV SDN 02 Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

2. Bahwa implementasi model Problem Based Learning (PBL) berbantuan permainan ular tanggadapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV

SDN 02 Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan dengan ciri- ciri senang terhadap pelajaran, mempunyai kemauan keras untuk belajar, mempunyai perhatian pada saat belajar dan ketekunan dalam belajar. 3. Bahwa implementasi model Problem Based Learning (PBL) berbantuan

permainan ular tangga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN 02 Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan.

Penguatan dari jawaban atas hipotesis di atas ialah berdasarkan data yang di dapat melalui penelitian ini. Salah satu indikator siswa yang mempunyai motivasi tinggi adalah mempunyai perhatian pada saat belajar. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I pada aspek perhatian terhadap tujuan pembelajaran, penjelasan, kelompok yang mempresentasikan, penguatan materi dan refleksi siswa hanya mendapat skor 1 yang artinya aktivitas siswa pada aspek perhatian masih sangat rendah. Kemudian pada pertemuan kedua siklus II, siswa telah menunjukkan adanya perhatian pada saat belajar. Berdasarkan hasil observasi mengenai aspek perhatian pada tujuan pembelajaran, siswa memperoleh skor 3 yang artinya siswa telah memperhatikan tujuan pembelajaran dengan baik. Kemudian pada aspek memperhatikan kelompok lain yang sedang melakukan presentasi, siswa mendapat skor 4 dan mengindikasikan perhatian siswa pada aspek tersebut sangat baik. Kemudian pada aspek perhatian terhadap penguatan materi dan refleksi, siswa mendapat skor 3. Artinya, perhatian siswa pada saat guru memberikan penguatan materi maupun memberikan refleksi sudah baik.

Adapun indikator lain dari siswa yang bermotivasi tinggi adalah siswa menunjukkan perasaan senang atau semangat. Data yang didapat peneliti dari observasi, mengemukakan pada pertemuan kedua siklus I mengenai aspek semangat siswa hanya mendapat skor 2 yang berarti semangat siswa dalam belajar masih rendah. Namun pada pertemuan kedua siklus II, siswa mendapatkan skor 3 yang berarti semangat siswa dalam belajar sudah baik. Berdasarkan pembahasan dan penjelasan mengenai model pembelajaran PBL berbantuan permainan ular tangga, penulis merumuskan implikasi teoretis dan praktis seperti di bawah ini:

1. Implikasi Teoretis

Secara teoretis, adanya penambahan bermain ular tangga dalam sintak PBL dan disesuaikan dengan standar proses, langkah-langkah model PBL jauh lebih inovatif. Hasil penelitian ini juga saling melengkapi penelitian terdahulu. Dengan demikian implikasi dari penelitian ini yaitu menjadikan model pembelajaran PBL lebih inovatif ketika menurut Arends PBL mempunyai 5 sintak dan dalam penelitian ini ditambahkan permainan ular tangga menjadi 6 sintak.

2. Implikasi Praktis

Secara praktis, adanya akibat peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa disebabkan adanya pengaruh model PBL berbantuan permainan ular tangga. Motivasi terlihat meningkat pada saat berlangsungnya permainan ular tangga. siswa bersemangat dalam kelompok untuk mengerjakan soal- soal yang terdapat pada setiap kotak ular tangga.

Dalam penelitian ini ditemukan 3 kategori siswa dengan adanya PTK yang meliputi:

a. Siswa yang tuntas tanpa adanya pembelajaran dengan model PBL berbantuan permainan ular tangga dengan ciri-ciri aktif, dan bersemangat.

b. Siswa yang tuntas karena adanya implementasi model PBL berbantuan permainan ular tangga dengan ciri-ciri aktif, berkemauan keras untuk belajar, perhatian dan tekun dalam belajar.

c. Siswa yang tetap tidak tuntas meskipun teleh mengikuti pembelajaran dengan model PBL berbantuan permainan ular tangga. siswa tersebut memiliki ciri-ciri pasif, tidak bersemangat, terlalu bergantung kepada bimbingan guru atau kurang mandiri, takut bertanya dan tidak percaya diri dalam melakukan presentasi.

Dokumen terkait