• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN DAN DAN DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN Gambaran

Gambaran Gambaran

Gambaran UmumUmumUmumUmum KabupatenKabupatenKabupatenKabupaten BogorBogorBogorBogor Keadaan

Keadaan

KeadaanKeadaan GeografisGeografisGeografisGeografis dandandandan AdministratifAdministratifAdministratifAdministratif

Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,304 Ha, secara geografis terletak di antara 6º18'0" – 6º47'10" Lintang Selatan dan 106º23'45" – 107º13'30" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya :

-Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kabupaten/Kota Bekasi;

-Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;

-Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta;

-Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur;

-Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.

Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15-100 meter di atas permukaan laut (dpl), 42,62% berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19,53% berada pada ketinggian 500–1.000 meter dpl, 8,43% berada pada ketinggian 1.000–2.000 meter dpl dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000– 2.500 meter dpl. Selain itu, kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air dimana kemampuannya meresapkan air hujan tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain Latosol, Aluvial, Regosol, Podsolik dan Andosol. Oleh karena itu, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor.

Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2.500–5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun.

Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20°- 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C. Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata–rata 1,2 m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata– rata sebesar 146,2 mm/bulan.

Secara hidrologis, wilayah Kabupaten Bogor terbagi ke dalam 7 buah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu: (1) DAS Cidurian; (2) DAS Cimanceuri; (3) DAS Cisadane; (4) DAS Ciliwung; (5) Sub DAS Kali Bekasi; (6) Sub DAS Cipamingkis; dan (7) DAS Cibeet. Selain itu juga terdapat 32 jaringan irigasi pemerintah, 794 jaringan irigasi pedesaan, 93 situ dan 96 mata air. Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 417 desa dan 17 kelurahan (434 desa/kelurahan), 3.768 RW dan 14.951 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran 5 (lima) kecamatan di tahun 2011, yaitu Kecamatan Leuwisadeng (pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran dari Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari Kecamatan Ciampea). Selain itu, pada akhir tahun 2006 telah dibentuk pula sebuah desa baru, yaitu Desa Wirajaya, sebagai hasil pemekaran dari Desa Curug Kecamatan Jasinga dan pada awal tahun 2011 telah dibentuk 2 ( dua) desa baru yaitu Desa Gunung Mulya hasil pemekaran dari Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya dan Desa Batu Tulis hasil pemekaran dari Desa Parakan Muncang Kecamatan Nanggung.

Luas wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan pola penggunaan tanah dikelompokkan menjadi kebun campuran seluas 85.202,5 Ha (28,48%), kawasan terbangun/pemukiman 47.831,2 Ha (15,99%), semak belukar 44.956,1 Ha (15,03%), hutan vegetasi lebat/ perkebunan 57.827,3 Ha (19,33%), sawah irigasi/tadah hujan 23.794 Ha (7,95%), tanah kosong 36.351,9 Ha (12,15%). Penduduk

Penduduk PendudukPenduduk

Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 setelah pemutakhiran data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 4.966.624 jiwa (angka sementara) yang terdiri dari penduduk laki-laki 2.573.931 jiwa dan penduduk perempuan 2.392.693 jiwa. Jumlah penduduk tersebut telah mengalami kenaikan bilamana dibandingkan dengan penduduk pada tahun 2010 yang berjumlah 4.771.932 jiwa. Kondisi ini menyebabkan tingginya rata-rata laju

pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 sebesar 3,15 %. Laju pertumbuhan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Gunung Putri sebesar 6,27%, Kecamatan Bojonggede sebesar 5,86%, Kecamatan Cileungsi sebesar 5,72% dan Kecamatan Cibinong sebesar 4,62 %, Parung sebesar 4,22% ,Gunung Sindur sebesar 4,31% dan Tajur halang sebesar 4,16%. Pertambahan penduduk di tujuh kecamatan tersebut dapat dikatakan pesat karena merupakan pusat pengembangan usaha industri dan permukiman.

Data sex ratio penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 106, artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 106 orang laki-laki. Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Bogor memiliki sex ratio diatas 1, yang berarti berlaku umum bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan di daerah tersebut. Jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu dari 205.032 orang, menjadi 181.880 orang, turun sebanyak 23.152 orang (atau sekitar 11,29 %). Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah Kabupaten Bogor dalam menurunkan jumlah pengangguran telah menunjukan hasil yang memadai, baik yang dilakukan dengan cara mengundang investor, membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan keterampilan para pekerja maupun upaya lainnya melalui kemudahan untuk membuka usaha baru dan wirausaha mandiri di sektor formalaupun informal. Tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami peningkatan pada tahun 2011 bila dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu sebesar 3,12 %. Kondisi ini disebabkan implikasi dari bertambahnya angkatan kerja dari luar kabupaten yang mendapatkan kesempatan kerja atau peluang kerja sehingga berpengaruh terhadap proporsi dari tingkat partisipasi angkatan kerja lokal. Kondisi

Kondisi

KondisiKondisi PerekonomianPerekonomianPerekonomianPerekonomian

Kondisi ekonomi Kabupaten Bogor pada tahun 2011 relatif stabil bahkan mengalami peningkatan seiring dengan tumbuhnya beberapa sektor penggerak ekonomi dan membaiknya infrastruktur penunjang ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari pergerakan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada tahun 2011, PDRB Kabupaten Bogor atas dasar harga berlaku mencapai Rp.82,699 trilyun, lebih tinggi dari nilai PDRB pada tahun 2010 sebesar Rp. 73,801 triliyun atau meningkat 12,06 %, sedangkan PDRB berdasarkan harga konstan mencapai Rp. 34,379 triliyun, lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar Rp. 32,526 triliyun atau naik 5,70 %. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa nilai PDRB, baik berdasarkan

harga konstan maupun berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi makro, kondisi ekonomi Kabupaten Bogor relatif meningkat, yang ditunjukkan oleh angka laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 berdasarkan harga konstan sebesar 5,70 %. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi tahun 2011 yang cukup rendah. Sebagaimana terlihat dari inflasi nasional sebesar 3,79 %, inflasi Jawa Barat sebesar 3,10 %, sedangkan tingkat inflasi di Bogor mencapai 2,85 %, jauh lebih rendah dibandingkan inflasi pada tahun 2010, yaitu sebesar 6,79 %.

Selanjutnya, untuk melihat prosentase kontribusi laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor berdasarkan lapangan usaha, maka komposisi laju pertumbuhan ekonominya sebagai berikut :

1. Sektor primer yang meliputi lapangan usaha : pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar -0,04%, pertambangan dan penggalian sebesar 0,07%. Total kontribusinya terhadap LPE sektor primer sebesar 0,03%;

2. Sektor sekunder yang meliputi lapangan usaha : industri pengolahan sebesar 3,18%, listrik, gas dan air bersih sebesar 0,21% dan bangunan sebesar 0,30%. Total kontribusinya terhadap LPE sektor sekunder sebesar 3,69%;

3. Sektor tersier yang meliputi lapangan usaha : perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,37%, pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,27%, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 0,13% serta jasa-jasa lainnya sebesar 0,21%. Total kontribusinya terhadap sektor tersier sebesar 1,98%.

Berdasarkan uraian data di atas, dapat disimpulkan bahwa kontribusi laju pertumbuhan ekonomi dari kelompok lapangan usaha sektor sekunder lebih tinggi dari sektor primer maupun sektor tersier, terlihat dari total kontrbusi terhadap LPE tertinggi, yaitu sektor sekunder sebesar 3,69% dan terendah sektor primer sebesar 0,03%. Kondisi demikian mengindikasikan peranan pertumbuhan industri bergerak positif seiring dengan dimulainya realisasi investasi yang masuk ke Kabupaten Bogor pada kelompok lapangan usaha di sektor sekunder tersebut. Selain itu, tingginya kontribusi sektor sekunder ini membuka peluang dalam menunjang sektor lain bergerak terutama sektor primer, khususnya kelompok lapangan usaha pertanian yang kontribusi terhadap laju pertumbuhannya sebesar -0,04%.

Situasi Situasi Situasi

Situasi KerawananKerawananKerawananKerawanan PanganPanganPanganPangan

Analisis situasi kerawanan Kabupaten Bogor menggunakan dua komponen indikator yaitu: (a) kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis, yang dicerminkan melalui indikator ketersediaan pangan, indikator akses terhadap pangan serta pemanfaatan pangan (9 indikator) dan (b) kerentanan terhadap kerawanan pangan transien, dicerminkan melalui indikator kerentanan terhadap bencana alam dan bencana lainnya (4 indikator). Analisis situasi tersebut diperoleh dari dukungan data yang tersedia dari berbagai instansi terkait dalam unit kecamatan.

Kerentanan Kerentanan

KerentananKerentanan terhadapterhadapterhadapterhadap KerawananKerawananKerawananKerawanan PanganPanganPanganPangan KronisKronisKronisKronis

Kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis dilihat dari indikator ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan penghidupan serta pemanfaatan pangan.

a. Ketersediaan pangan

Ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan wilayah merupakan hal dasar yang harus dipenuhi agar suatu wilayah tahan pangan.Pangan yang harus disediakan meliputi kelompok pokok, umbi-umbian, kacang-kacangan, pangan hewani, minyak dan lemak, sayur dan buah-buahan. Sebanyak 23% hasil pertanian di Indonesia adalah beras, yang merupakan makanan pokok penduduk. Jagung dan ubi kayu adalah 2 komoditi sumber pangan pokok yang cukup diperhitungkan untuk masa mendatang dan merupakan 13% dari total hasil pertanian. Oleh karena itu, sumber karbohidrat yang berasal dari pokok (gabah, jagung) dan umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) digunakan dalam analisa ketersediaan pangan untuk memahami tingkat kecukupan pangan pada tingkat provinsi maupun kabupaten.

Ketersediaan pangan yang memenuhi kebutuhan dapat dilihat dengan menggunakan indikator rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto pangan sumber karbohidrat perkapita perhari. Ketersediaan pangan dinyatakan defisit apabila rasio ketersediaan pangan pokok terhadap penduduk lebih atau sama dengan 1 dan surplus apabila rasio bernilai kurang dari 1. Perhitungan rasio ketersediaan pangan Kabupaten Bogor didapatkan dari perbandingan konsumsi normatif dengan produksinettopangan pokok.

Selama kurun waktu 2009-2011, produksi pangan pokok yaitu gabah, jagung, ubi kayu dan ubi jalar menurun setiap tahunnya dengan rata-rata sebesar 2,6%. Jumlah produksi pangan pokok tertinggi terdapat di Kecamatan Citeureup

dengan total produksi 72.187 ton, dan produksi pangan pokok terendah terdapat di Kecamatan Tanjungsari yaitu sebesar 1.667 ton. Tabel 6 di bawah ini menyajikan rincian rasio ketersediaan pangan dan kategori prioritas kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan indikator ketersediaan pangan.

Tabel 6 Rasio ketersediaan pangan dan kategori prioritas kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan indikator ketersediaan pangan

No Kecamatan Rasio Ketersediaan Prioritas Keterangan

1 Tenjo 0,71 5 Surplus sedang

2 Parung Panjang 1,05 3 Defisit rendah

3 Jasinga 0,64 5 Surplus sedang

4 Cigudeg 0,64 5 Surplus sedang

5 Sukajaya 0,43 6 Surplus tinggi

6 Nanggung 0,90 4 Surplus rendah

7 Rumpin 0,93 4 Surplus rendah

8 Leuwiliang 0,86 4 Surplus rendah

9 Leuwisadeng 0,98 4 Surplus rendah

10 Cibungbulang 0,80 4 Surplus rendah

11 Pamijahan 0,53 5 Surplus sedang

12 Ciampea 1,19 3 Defisit rendah

13 Tenjolaya 0,48 6 Surplus tinggi

14 Gunung Sindur 2,60 1 Defisit tinggi

15 Parung 5,75 1 Defisit tinggi

16 Ciseeng 2,84 1 Defisit tinggi

17 Bojong Gede 13,78 1 Defisit tinggi

18 Tajurhalang 9,44 1 Defisit tinggi

19 Kemang 5,06 1 Defisit tinggi

20 Rancabungur 1,86 1 Defisit tinggi

21 Dramaga 1,52 1 Defisit tinggi

22 Ciomas 3,93 1 Defisit tinggi

23 Tamansari 1,29 2 Defisit sedang

24 Cijeruk 1,36 2 Defisit sedang

25 Cigombong 1,63 1 Defisit tinggi

26 Caringin 1,60 1 Defisit tinggi

27 Ciawi 1,92 1 Defisit tinggi

28 Megamendung 2,02 1 Defisit tinggi

29 Cisarua 8,44 1 Defisit tinggi

30 Sukaraja 2,92 1 Defisit tinggi

31 Citeureup 2,08 1 Defisit tinggi

32 Babakan Madang 2,11 1 Defisit tinggi

33 Cibinong 7,94 1 Defisit tinggi

34 Gunung Putri 5,11 1 Defisit tinggi

35 Cileungsi 4,90 1 Defisit tinggi

36 Klapanunggal 1,74 1 Defisit tinggi

37 Jonggol 0,87 4 Surplus rendah

38 Sukamakmur 0,39 6 Surplus tinggi

39 Cariu 0,31 6 Surplus tinggi

Terdapat 21 kecamatan yang termasuk dalam kategori defisit tinggi dan menjadi prioritas utama. Kecamatan-kecamatan tersebut yakni Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Bojong Gede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Dramaga, Ciomas, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Sukaraja, Citeureup, Babakan Madang, Cibinong, Gunung Putri, Cileungsi, dan Klapanunggal. Kecamatan dengan kategori defisit rendah yaitu kecamatan Parung Panjang dan Ciampea. Kecamatan dengan kategori defisit sedang yakni Tamansari dan Cijeruk.Kecamatan yang memiliki rasio paling buruk adalah kecamatan Gunung Putri dan Bojong Gede. Rasio ketersediaan pangan pokok dengan jumlah penduduk di dua kecamatan ini sangat tinggi yaitu pada kecamatan Gunung Putri sebesar 52,11 dan Bojong Gede sebesar 13,78. Hal ini menandakan bahwa produksi pangan pokok dan umbi-umbian yang dimiliki kecamatan tersebut sangat rendah.

Kurangnya tingkat ketersediaan pangan penduduk antara lain disebabkan oleh sempitnya luas lahan sawah yang dimiliki oleh suatu kecamatan. Selain itu, dapat disebabkan juga oleh tingginya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan pemukiman penduduk setempat.Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Kecamatan Bojong Gede dan Gunung Putri memiliki lahan sawah yang sangat sempit yaitu 45 dan 46 Ha (Tabel 7).

Tabel 7 Luas lahan sawah per kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2011

No Kecamatan Jumlah luas lahan sawah (Ha)

1 Tenjo 1.384 2 Parung Panjang 1.485 3 Jasinga 2.055 4 Cigudeg 2.160 5 Sukajaya 1.600 6 Nanggung 1.625 7 Rumpin 2.404 8 Leuwiliang 1.792 9 Leuwisadeng 1.244 10 Cibungbulang 1.915 11 Pamijahan 3.234 12 Ciampea 1.611 13 Tenjolaya 1.406 14 Gunung Sindur 315 15 Parung 288 16 Ciseeng 833 17 Bojong Gede 45 18 Tajur Halang 142 19 Kemang 592 20 Ranca Bungur 930 21 Dramaga 948 22 Ciomas 511

Tabel 7 Luas lahan sawah per kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2011 (lanjutan)

No Kecamatan Jumlah luas lahan sawah(Ha)

23 Tamansari 685 24 Cijeruk 721 25 Cigombong 653 26 Caringin 1.414 27 Ciawi 846 28 Megamendung 632 29 Cisarua 264 30 Sukaraja 375 31 Citeureup 361 32 Babakan Madang 256 33 Cibinong 86 34 Gunung Putri 46 35 Cileungsi 763 36 Klapa Nunggal 942 37 Jonggol 3.535 38 Sukamakmur 3.932 39 Cariu 2.610 40 Tanjungsari 2.445 Jumlah Lahan 48.185

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2011

Ketersediaan pangan pokok di Kecamatan Parung Panjang dan Ciampea tergolong dalam kategori defisit rendah dengan rasio ketersediaan sebesar 1,05 dan 1,19. Ketersediaan pangan pokok di Kecamatan Tamansari dan Cijeruk tergolong dalam kategori defisit sedang dengan rasio ketersediaan pangan secara berturut-turut sebesar 1,29 dan 1,36. Kecamatan yang memiliki ketersediaan pangan utama yang mencukupi seperti Kecamatan Sukajaya, Tenjolaya, Sukamakmur, Cariu dan Tanjungsari belum tentu memiliki ketersediaan pangan lain yang memadai pula. Suatu daerah dapat dikatakan memiliki ketersediaan pangan yang mencukupi apabila pangan yang tersedia di daerah tersebut telah cukup baik dalam jumlah atapun mutu keberagamannya. Peta kerantanan terhadap kerawanan pangan berdasarkan indikator ketersediaan pangan dapat dilihat pada Lampiran 1. Persentase kecamatan berdasarkan prioritas indikator ketersediaan pangan pokok ditunjukkan oleh tabel 8. Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa sebanyak 21 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor mengalami kerawanan pangan pada tingkat indikator ketersediaan pangan sumber karbohidrat. Hal ini disebabkan karena terdapat beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor yang kurang memiliki hasil produksi sumber pangan karbohidrat yang memadai untuk memenuhi kebutuhan penduduknya.

Tabel 8 Persentase kecamatan berdasarkan prioritas indikator ketersediaan pangan pokok Prioritas N Kecamatan % 1 21 52,5 2 2 5,0 3 2 5,0 4 6 15,0 5 4 10,0 6 5 12,5 Jumlah 40 100,00

b. Akses terhadap Pangan dan Penghidupan

Akses pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas. Akses pangan tergantung pada daya beli rumah tangga yang ditentukan oleh penghidupan rumah tangga tersebut. Penghidupan terdiri dari kemampuan rumah tangga, modal/aset (sumber daya alam, fisik, sumber daya manusia, ekonomi dan sosial) dan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, pangan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.

Akses terhadap pangan dan penghidupan didasarkan pada indikator penduduk miskin, akses jalan yang memadai dan akses terhadap listrik.Analisis terhadap akses jalan yang memadai, digunakan persentase panjang jalan rusak dan rusak berat berdasarkan kriteria Dinas Bina Marga dan Perairan pada masing-masing kecamatan.Indikator untuk penduduk miskin, digunakan data persentase rumah tangga miskin berdasarkan sumber data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor pada masing-masing kecamatan.

Kemiskinan merupakan indikator ketidakmampuan untuk mendapatkan pangan yang cukup karena rendahnya kemampuan daya beli untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan lain-lain (BKP 2008). Berdasarkan garis kemiskinan dunia, sejak tahun 2000 Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam Millenium Development Goal untuk mengurangi jumlah penduduk miskin menjadi setengahnya pada tahun 2015 yaitu sebesar 10,3% dari penduduk nasional. Namun, terdapat 34,96 juta orang (15,42%) yang hidup dibawah garis kemiskinan nasional pada tahun 2008 yang kurang lebih setara dengan angka sebelum krisis pada tahun 1996

(34,01 juta orang yang hidup dibawah garis kemiskinan pada tahun 1996). Hampir 64% dari penduduk miskin tinggal didaerah pedesaan dan dari seluruh masyarakat miskin tersebut, lebih dari 57% tinggal di pulau Jawa.

Penduduk miskin memiliki pendapatan yang rendah. Hal ini menyebabkan akses untuk mendapatkan pangan menjadi rendah pula dan berakibat pada konsumsi pangan yang tidak memenuhi kebutuhan. Apabila hal ini berlangsung terus menerus maka akan mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan balita dengan status gizi kurang atau buruk. Lebih lanjut lagi hal ini akan mengakibatkan sumber daya manusia di suatu daerah menjadi tidak produktif sehingga menjadi siklus kemiskinan yang berkelanjutan.

Kemiskinan masih menjadi masalah utama yang dihadapi oleh Kabupaten Bogor. Tabel 9 dibawah ini menunjukkan persentase rumah tangga di Kabupaten Bogor yang hidup dibawah garis kemiskinan. Rata-rata persentase rumah tangga miskin di setiap kecamatan di Kabupaten Bogor adalah sebesar 8,65%. Adapun kecamatan yang termasuk dalam prioritas 2 adalah Kecamatan Sukajaya (31,11%) dan Sukamakmur (30,33%).

Tabel 9 Kecamatan dan golongan prioritasnya berdasarkan indikator kemiskinan di Kabupaten Bogor

No Kecamatan Persentase RT Miskin Prioritas

1 Jasinga 19.37 Prioritas 4

2 Cigudeg 19.13 Prioritas 4

3 Sukajaya 31.11 Prioritas 2

4 Parung Panjang 10.51 Prioritas 5

5 Tenjo 16.55 Prioritas 4 6 Nanggung 17.42 Prioritas 4 7 Leuwiliang 14.45 Prioritas 5 8 Leuwisadeng 14.06 Prioritas 5 9 Rumpin 12.92 Prioritas 5 10 Cibungbulang 9.63 Prioritas 6 11 Pamijahan 10.45 Prioritas 5 12 Ciampea 3.81 Prioritas 6 13 Tenjolaya 12.20 Prioritas 5 14 Ciomas 2.24 Prioritas 6 15 Tamansari 4.47 Prioritas 6 16 Dramaga 5.41 Prioritas 6 17 Cisarua 2.56 Prioritas 6 18 Megamendung 4.66 Prioritas 6 19 Ciawi 5.43 Prioritas 6 20 Caringin 7.16 Prioritas 6 21 Parung 4.32 Prioritas 6 22 Ciseeng 11.03 Prioritas 5 23 Gn.Sindur 4.50 Prioritas 6

Tabel 9 Kecamatan dan golongan prioritasnya berdasarkan indikator kemiskinan di Kabupaten Bogor (lanjutan)

No Kecamatan Persentase RT Miskin Prioritas

25 Tajur Halang 2.65 Prioritas 6

26 Cibinong 0.69 Prioritas 6

27 Sukaraja 3.61 Prioritas 6

28 Citeureup 3.58 Prioritas 6

29 Kemang 3.31 Prioritas 6

30 Ranca Bungur 7.63 Prioritas 6

31 Cigombong 4.79 Prioritas 6

32 Cijeruk 12.60 Prioritas 5

33 Babakan Madang 5.98 Prioritas 6

34 Gn. Putri 0.38 Prioritas 6

35 Cileungsi 0.61 Prioritas 6

36 Klapa Nunggal 5.24 Prioritas 6

37 Jonggol 6.00 Prioritas 6

38 Sukamakmur 30.33 Prioritas 2

39 Cariu 6.00 Prioritas 6

40 Tanjung Sari 7.89 Prioritas 6

Kecamatan Jasinga, Cigudeg, Tenjo dan Nanggung termasuk dalam prioritas 4 dengan persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan berturut-turut sebesar 19,37%; 19,13%; 16,55%; dan 17,42%. Kecamatan yang termasuk dalam prioritas 5 adalah Kecamatan Parung Panjang (10,51%), Leuwiliang (14,45%), Leuwisadeng (14,06%), Pamijahan (10,45%), Rumpin (12,92%), Tenjolaya (12,20%), Cijeruk (12,60%) Ciseeng (11,03%). Sedangkan kecamatan yang berada dalam prioritas 6 adalah Kecamatan Cibungbulang, Ciampea, Ciomas, Tamansari, Dramaga, Cisarua, Megamendung, Ciawi, Caringin, Parung, Gn. Sindur, Bojong gede, Tajurhalang, Cibinong, Sukaraja, Citeureup, Kemang, Rancabungur, Cigombong, Babakan Madang, Gn. Putri, Cileungsi, Klapanunggal, Jonggol, Cariu dan Tanjung Sari. Peta kerantanan terhadap kerawanan pangan berdasarkan indikator persentase RT miskin dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 10 Persentase kecamatan berdasarkan prioritas indikator kemiskinan di Kabupaten Bogor Prioritas N Kecamatan % 1 - -2 2 5,0 3 - -4 4 10,0 5 8 20,0 6 26 65, Jumlah 40 100.00

Data yang digunakan dalam analisis kerentanan terhadap kerawanan pangan di Kabupaten Bogor untuk menghitung persentase panjang jalan rusak dan rusak berat di masing-masing kecamatan bersumber dari Dinas Bina Marga dan Perairan Kabupaten Bogor. Hipotesis yang digunakan adalah apabila sebuah kecamatan memiliki persentase jumlah jalan rusak lebih dari 30% maka kecamatan tersebut mempunyai akses dan infrastruktur yang tidak mendukung terhadap peningkatan perekonomian dan pelayanan jasa yang memadai.

Menurut Purwantini (2010), kurangnya akses terhadap infrastruktur menyebabkan “kemiskinan lokal” dimana masyarakat yang tinggal didaerah terisolir atau terpencil dengan kondisi geografis yang sulit dan ketersediaan pasar yang buruk sehingga kurang memiliki kesempatan ekonomi dan pelayanan jasa yang memadai. Investasi pada infrastruktur khususnya infrastruktur transportasi (jalan) dapat sepenuhnya mengubah suatu wilayah sehingga menciptakan landasan pertumbuhan ekonomi dan partisipasi yang lebih besar dari masyarakat yang tinggal didaerah terpencil. Selain itu, akses jalan yang baik juga berpengaruh terhadap kelancaran distribusi pangan kepada penduduk. Jika terdapat banyak jalan rusak maka akan menghambat distribusi pangan sehingga terjadi kerusakan pangan dan berujung pada tingginya harga pangan.

Tabel 11 Kecamatan dan golongan prioritasnya berdasarkan indikator akses penghubung yang kurang memadai di Kabupaten Bogor

No Kecamatan Persentase Jalan Rusak Prioritas

1 Nanggung 46.36 1 2 Leuwiliang 47.14 1 3 Leuwisadeng 0.00 6 4 Pamijahan 10.14 5 5 Cibungbulang 11.55 5 6 Ciampea 0.00 6 7 Tenjolaya 0.00 6 8 Dramaga 10.27 5 9 Ciomas 4.73 6 10 Tamansari 1.89 6 11 Cijeruk 0.00 6 12 Cigombong 5.34 6 13 Caringin 22.71 3 14 Ciawi 15.97 4 15 Cisarua 1.85 6 16 Megamendung 22.80 3 17 Sukaraja 0.00 6 18 Babakan Madang 10.17 5 19 Sukamakmur 34.85 1 20 Cariu 16.76 4

Tabel 11 Kecamatan dan golongan prioritasnya berdasarkan indikator akses penghubung yang kurang memadai di Kabupaten Bogor (lanjutan) No Kecamatan Persentase Jalan Rusak Prioritas

21 Tanjungsari 15.00 5 22 Jonggol 10.21 5 23 Cileungsi 26.21 2 24 Klapanunggal 30.68 1 25 Gunung Putri 3.22 6 26 Citeureup 13.56 5 27 Cibinong 12.97 5 28 Bojonggede 25.48 2 29 Tajurhalang 1.77 6 30 Kemang 3.24 6 31 Rancabungur 10.53 5 32 Parung 13.11 5 33 Ciseeng 40.70 1 34 Gunung Sindur 14.50 5 35 Rumpin 60.08 1 36 Cigudeg 53.40 1 37 Sukajaya 34.89 1 38 Jasinga 33.92 1 39 Tenjo 56.96 1 40 Parung Panjang 71.27 1

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada tabel 12, akses jalan penghubung merupakan masalah utama yang dihadapi oleh Kabupaten Bogor. Hal tersebut ditunjukkan dari adanya beberapa kecamatan yang memiliki akses jalan yang termasuk dalam prioritas 1. Kecamatan tersebut adalah Nanggung (44,36%), Leuwiliang (47,14%), Sukamakmur (34,85%), Klapanunggal (30,68%), Ciseeng (40,7%), Rumpin (60,08%), Cigudeg (53,4%), Sukajaya (34,89%), Jasinga (33,92%), Tenjo (56,96%) dan Parung Panjang (71,27%). Kecamatan Rumpin dan Parung Panjang merupakan dua kecamatan dengan persentase akses jalan rusak yang paling besar.

Kecamatan yang termasuk dalam golongan prioritas 2 adalah Kecamatan Cileungsi (26,21%) dan Bojong Gede (25,48%). Kecamatan dengan golongan prioritas 3 adalah Kecamatan Caringin (22,71) dan Megamendung (22,8%). Kecamatan yang termasuk dalam prioritas 4 adalah Kecamatan Ciawi (15,97%) dan Cariu (16,76%). Sedangkan Kecamatan Pamijahan (10,14%), Cibungbulang (11,55%), Dramaga (10,27%), Babakan Madang (10,17%), Tanjung Sari (15%), Jonggol (10,21%), Citeureup(13,56%), Cibinong (12,97%), Rancabungur (10,53%), Parung (13,11%) dan Gunung Sindur (14,5%) termasuk dalam prioritas 5. Kabupaten Bogor memiliki beberapa kecamatan dengan akses jalan yang baik yaitu Leuwisadeng, Ciampea, Ciomas,Tamansari, Cigombong,

Tenjolaya, Cisarua, Cijeruk, Gunung Putri, Tajurhalang, Kemang dan Sukaraja.

Dokumen terkait