• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesesuaian Penggunaan Lahan Dengan RTRW

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor adalah rencana pengembangan kota yang oleh Pemerintah Kota Bogor yang merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang diatasnya, yang menjadi pedoman pengarahan dan pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan.

Penggunaan lahan dalam hubungannya dengan rencana tata ruang wilayah kota adalah bagaimana mengatur penggunanaan lahan yang sesuai dengan rencana umum tata ruang wilayah kota yang peraturannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah agar tidak menimbulkan ketidaksesuaian penggunanan lahan yang berakibat pada penyimpangan terhadap rencana umum tata ruang wilayah kota itu sendiri.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011 - 2031

RTRW kota merupakan rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota. RTRW kota juga harus sejalan dengan arahan rencana diatasnya. Dalam konteks Kota Bogor, maka RTRW Kota Bogor harus merujuk pada kebijakan dan rencana yang memiliki hierarki yang lebih tinggi. Kebijakan dan rencana yang harus dirujuk tersebut, beberapa diantaranya telah mengalami revisi, seperti Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, serta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009-2028. Selain kebijakan dan rencana yang harus sejalan yang

memiliki hierarki yang lebih tinggi, penyusunan RTRW Kota Bogor, harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah yang bertetangga, seperti Kabupaten Bogor. Kebijakan yang bersifat komplementari dengan RTRW kota seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bogor serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan acuan dan dasar rujukan bagi penyusunan RTRW kota.

Dengan demikian, maka penyusunan RTRW Kota Bogor dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor seperti: perkembangan kota yang sedemikian pesat dan kebijakan internal dan eksternal yang mempengaruhi wilayah kota. Pengembangan sistem pusat pelayanan ditetapkan melalui pembagian wilayah pelayanan (WP) serta pengembangan sistem pusat pelayanan yang terdiri dari pusat kota, 4 (empat) Sub Pusat Kota, dan 14 (empat belas) Pusat Lingkungan, seperti disajikan pada Gambar 5. Penetapan WP dimaksudkan untuk mendistribusikan pelayanan kegiatan kepada masyarakat serta untuk mengurangi pergerakan penduduk ke pusat kota. Pembagian wilayah pelayanan tersebut dibagi menjadi 5 WP yaitu:

Wilayah Pelayanan A, dengan cakupan wilayah sebagai berikut Kecamatan Bogor Tengah, sebagian Kecamatan Bogor Selatan meliputi Kelurahan Batu Tulis, Empang dan Bondongan, sebagian Bogor Timur Kelurahan Baranangsiang dan Sukasari dan sebagian Bogor Barat meliputi Kelurahan Menteng;

Wilayah Pelayanan B, mencakup sebagian besar Kecamatan Bogor Barat meliputi Kelurahan Bubulak, Kelurahan Margajaya, Kelurahan Balumbangjaya, Kelurahan Situgede, Kelurahan Sindangbarang, Kelurahan Pasir Jaya, Kelurahan Pasir Kuda, Kelurahan Pasir Mulya, Kelurahan Gunung Batu, dan Kelurahan Loji;

Wilayah Pelayanan C, mencakup Kecamatan Tanah Sareal meliputi Kelurahan Mekarwangi, Kelurahan Kencana, Kelurahan Kayu Manis, Kelurahan Sukadamai, Kelurahan Cibadak, Kelurahan Sukaresmi, Kelurahan Kedung Badak, Kelurahan Kebon Pedes, Kelurahan Tanah Sareal, Kelurahan Kedung Waringin, Kelurahan Kedung Jaya, dan sebagian Kecamatan Bogor Barat meliputi Kelurahan Cilendek Barat, Kelurahan Cilendek Timur, Kelurahan Curug Mekar, Kelurahan Semplak, dan Kelurahan Curug;

Wilayah Pelayanan D, mencakup sebagian besar Kecamatan Bogor Utara meliputi Kelurahan Ciparigi, Kelurahan Kedung Halang, Kelurahan Cibuluh, Kelurahan Ciluar, Kelurahan Cimahpar, Kelurahan Tegal Gundil, dan Kelurahan Bantarjati;

Wilayah Pelayanan E, mencakup Kecamatan Bogor Selatan meliputi Kelurahan Lawang Gintung, Kelurahan Pakuan, Kelurahan Harjasari, Kelurahan Muarasari, Kelurahan Kertamaya, Kelurahan Genteng, Kelurahan Cipaku, Kelurahan Bojongkerta, Kelurahan Rancamaya, Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan Rangga Mekar, Kelurahan Mulyaharja, Kelurahan Cikaret dan Kecamatan Bogor Timur meliputi Kelurahan Sindangsari, Kelurahan Sindangrasa, Kelurahan Tajur, Kelurahan Katulampa, serta Kecamatan Bogor Utara meliputi Kelurahan Tanah Baru.

41

Gambar 5. Peta pembagian wilayah pelayanan Kota Bogor

Untuk masing-masing Wilayah Pelayanan (WP), ditetapkan arahan pengembangan yang berbeda sesuai dengan karakteristik, kecenderungan perkembangan dan harapan yang ingin dicapai dari masing-masing WP tersebut. Arahan masing-masing WP adalah sebagai berikut:

a. Penataan Wilayah Pelayanan A:

1. Membatasi perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa primer; 2. Mengembangkan RTH ;

3. Merevitalisasi pusat kota dengan tetap memperhatikan visi kota; dan 4. Mengendalikan perkembangan kegiatan perumahan.

1. Mengendalikan perkembangan perumahan dengan pengaturan intensitas sesuai dengan daya tampung dan daya dukung ruang;

2. Mengendalikan skala pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa; 3. Mengembangkan RTH kota;

4. Mempertahankan dan melindungi kawasan resapan air; dan 5. Mempertahankan lahan pertanian kota yang ada.

c. Penataan perkembangan di Wilayah Pelayanan C dan D Kota Bogor: 1. Mengembangkan perumahan dengan pengaturan intensitas sesuai

dengan daya tampung dan daya dukung ruang masing-masing kawasan;

2. Mengendalikan skala pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa; 3. Meningkatkan akses jaringan jalan barat-timur dan utara-selatan; dan 4. Mengembangkan RTH

d. Penataan Wilayah Pelayanan E:

1. Mempertahankan dan melindungi kawasan resapan air; 2. Mengendalikan perkembangan perumahan;

3. Mengendalikan skala pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa; dan 4. Mengembangkan RTH

Pola ruang Kota Bogor dikembangkan mengikuti kecenderungan perkembangan yang terjadi dengan mempertimbangkan optimalisasi pemanfaatan ruang dan efektifitas pergerakan internal dan eksternal. Dari sisi optimalisasi peruntukan ruang, pola yang akan dikembangkan harus dapat menampung kegiatan-kegiatan utama yang termasuk kegiatan pemukiman perkotaan, selain itu pemanfaatan ruang kota akan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, dengan mengalokasikan peruntukan ruang untuk konservasi. Gambar 6. memperlihatkan Rencana Pola Ruang Kota Bogor Tahun 2011 – 2031.

Dalam rangka melindungi keberadaan kawasan lindung, maka direncanakan arahan pemanfaatan kawasan lindung Kota Bogor sebagai berikut:

- Mempertahankan keberadaan kawasan lindung dan mengendalikan pemanfaatannya sehingga tidak mengurangi fungsi lindungnya;

- Mempertahankan kawasan resapan air untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air dengan membatasi pengembangan kegiatan pada kawasan resapan di sebagian Wilayah Pelayanan B dan sebagian Wilayah Pelayanan E;

- Mengembalikan fungsi kawasan lindung yang telah berubah fungsi dengan penataan kawasan sempadan sungai dan kawasan lindung lainnya;

- Merehabilitasi kawasan lindung yang mengalami penurunan fungsi; - Mengembangkan nilai tambah kawasan lindung menjadi kawasan wisata

dengan tidak mengganggu fungsi utamannya sebagai kawasan lindung; - Pemberian sanksi terhadap pihak-pihak yang secara sengaja mengubah

43

Gambar 6. Peta rencana pola ruang Kota Bogor tahun 2011-2031

Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya merupakan distribusi ruang untuk menampung kegiatan penduduk Kota Bogor dalam menjalankan aktivitasnya. Distribusi ruang dimaksudkan supaya diperoleh efektifitas kegiatan baik dari segi pergerakan maupun keuntungan ekonomis. Disamping itu distribusi ruang budidaya juga diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan aktivitas dan kehidupan penduduk Kota Bogor. Tabel 14 memperlihatkan rencana pola ruang Kota Bogor.

Tabel 14. Rencana pola ruang Kota Bogor tahun 2011 - 2031

No. Penggunaan Lahan Luas (ha) %

A Kawasan Lindung 450,31 3,84% 1 Sungai 128,58 1,10 2 Sempadan Sungai 165,86 1,41 3 Hutan Kota 155,87 1,33 B Kawasan Budidaya 11.276,70 96,16 % Lahan Terbangun 10.253,10 87,43 % 4 Rumah Rendah 2.924,15 24,93 5 Rumah Sedang 4.533,55 38,66 6 Rumah Tinggi 898,45 7,66 7 Fasilitas Kesehatan 32,53 0,28

8 Fasilitas OR dan Rekreasi 151,53 1,29 9 Fasilitas Pendidikan 96,41 0,82 10 Fasilitas Peribadatan 2,03 0,02 11 Industri 188,13 1,60 12 Perdagangan 866,00 7,38 13 Jasa 319,01 2,72 14 Militer 94,59 0,81 15 Pemerintahan 115,16 0,98 16 Penunjang Pertanian 4,49 0,04 17 Prasarana Kota 6,04 0,05 18 Transportasi 7,01 0,06 19 Utilitas Kota 14,01 0,12

Lahan Tidak Terbangun 1.023,6 8,73%

20 Pertanian 233,97 2,00 21 RTH 59,50 0,51 22 RTH Infrastruktur 1,43 0,01 23 RTH Kebun Penelitian 41,67 0,36 24 RTH Taman 3,30 0,03 25 RTH Taman Kota 1,19 0,01 26 RTH Taman Lingkungan 2,35 0,02

27 Sempadan Jalan Tol 198,43 1,69

28 Sempadan Rel KA 65,17 0,56 29 Sempadan Saluran 110,02 0,94 30 Sempadan SUTT 119,26 1,02 31 TPU 187,31 1,60 Jumlah 11.727,01 100,00 % Kawasan strategis kota merupakan bagian wilayah kota yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota di bidang ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, seperti disajikan pada Gambar 7. Kawasan strategis kota yang ditetapkan dalam RTRW Kota Bogor ini didasarkan kepada kriteria sebagai berikut:

45 a. Kawasan strategis lingkungan, yaitu:

1. Kawasan Kebun Raya dan sekitarnya, 2. Kawasan Situgede dan hutan Cifor, 3. Sempadan sungai Ciliwung dan Cisadane. b. Kawasan strategis sosial budaya, yaitu:

1. Kawasan perdagangan lama di Pasar Bogor, Pecinan di Surya Kencana dan Kampung Arab di Empang;

2. Kawasan Istana Batu Tulis dan sekitarnya;

3. Kawasan Perumahan berarsitektur khas di taman Kencana. c. Kawasan strategis ekonomi, yaitu:

1. Kawasan pasar Kebon Kembang dan sekitarnya;

2. Pusat Wilayah Pelayanan (WP) / Subpusat pelayanan kota.

Berdasarkan Tabel 11, rencana penggunaan lahan untuk perumahan menempati porsi terbesar yaitu 8.356,16 ha atau 71,25% dari luas wilayah Kota Bogor. Rencana penggunaan lahan lainnya yang cukup besar adalah perdagangan dan jasa sebesar 1.185,01 ha (10,10%). Hal ini sejalan dengan fungsi unggulan Kota Bogor yang diarahkan pada :

a. Jasa, pengembangan diarahkan kepada kegiatan jasa pendidikan, penelitian, akomodasi, konvensi, kesehatan. Jasa tersebut baik untuk melayani kebutuhan penduduk Kota Bogor maupun untuk penduduk sekitarnya dalam kapasitasnya sebagai bagian dari PKN.

b. Pariwisata, pengembangan kegiatan wisata diarahkan kepada wisata kuliner, belanja, budaya, iptek, rekreasi dan hiburan.

c. Perdagangan, fokus pengembangan diarahkan kepada pengembangan sentra agribisnis, otomotif, elektronik untuk melayani penduduk internal maupun eksternal Kota Bogor.

d. Perumahan, jenis kegiatan perumahan yang dikembangkan di Kota Bogor adalah jenis perumahan dengan KDB rendah.

47 Sebagai kota satelit Jakarta, maka perkembangan pola ruang Kota Bogor lebih banyak diarahkan kepada perumahan dan mulai pula berkembang kegiatan perdagangan dan jasa sebagai penunjang perumahan. Untuk menciptakan kawasan perumahan yang nyaman sebagai tempat hunian bagi penduduk Kota Bogor, maka perlu adanya perencanaan yang baik sehingga keberadaan kawasan perumahan sejalan dengan perkembangan guna lahan lainnya. Gambar 9 menyajikan rencana kawasan perumahan di Kota Bogor yang diarahkan sebagai berikut:

a. Pengaturan kepadatan perumahan diarahkan berdasarkan karakteristik kawasan dan daya dukung lingkungan

b. Perumahan kepadatan rendah diarahkan ke Wilayah Pelayanan E serta sebagian Wilayah Pelayanan B yaitu di kelurahan Situgede, Balumbangjaya, Margajaya, dan Bubulak

c. Perumahan kepadatan sedang diarahkan ke sebagian Wilayah Pelayanan A, B dan D, serta Wilayah Pelayanan C

d. Perumahan kepadatan tinggi diarahkan sebagai berikut:

 Penataan dan peremajaan kawasan perumahan padat tidak teratur di bantaran sungai melalui program perbaikan kampung dan pengembangan perumahan vertikal

 Pembangunan rumah vertikal dengan KDB rendah diarahkan untuk: o peremajaan kawasan pusat kota dan kawasan perumahan padat

tidak teratur

o permukiman padat sekitar koridor rel kereta api dan sempadan sungai

o pengembangan perumahan baru di kawasan subpusat kota (pusat WP)

o pengembangan perumahan baru di sebagian WP C yaitu di kawasan sekitar rencana stoplet Kelurahan Sukaresmi dan di sebagian WP D yaitu di Kelurahan Ciparigi, Kelurahan Kedunghalang, Kelurahan Cibuluh dan Kelurahan Ciluar.

Kebutuhan perumahan di Kota Bogor terus meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, namun di sisi lain luas wilayah kota tidak bertambah, maka pengembangan perumahan di Kota Bogor tidak dapat hanya berupa hunian horizontal namun harus dimulai dengan pengembangan hunian vertikal. Dengan pengembangan perumahan vertikal maka penggunaan lahan lebih efisien sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Pembangunan vertikal yang dikembangkan harus dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, sehingga bentuknya dapat berupa rumah susun yang sederhana, rumah susun untuk kelompok masyarakat menengah dan rumah susun mewah (apartemen) dengan proposi yang seimbang. Pengembangan secara vertikal ini dapat dilakukan di semua lokasi kecuali di kawasan yang ditetapkan sebagai cagar budaya dan kawasan lindung, kawasan dengan kemampuan lahan yang terbatas, kawasan dengan kapasitas prasarananya terbatas, atau tingkat pelayanan jalannya rendah. Salah satu lokasi pembangunan perumahan secara vertikal yang diarahkan adalah pada kawasan Pusat Kota, yang saat ini merupakan kawasan sangat padat yang sebagian besar merupakan slum area (daerah kumuh) dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang mendekati 80 % - 90 %; sementara nilai lahannya sangat strategis dan bernilai ekonomi tinggi.

Gambar 9. Peta rencana kawasan perdagangan dan jasa Kota Bogor tahun 2011 - 2031

Perkembangan kegiatan perdagangan di Kota Bogor saat ini cukup pesat, karena selain melayani penduduk Kota Bogor juga daerah-daearah sekitarnya diantaranya Kabupaten Bogor, juga merupakan salah satu kota wisata, baik lokal maupun mancanegara, yang akhirnya akan mempengaruhi kegiatan perdagangan. Kebutuhan fasilitas perdagangan (skala kota dan regional) di Kota Bogor hingga akhir tahun perencanaan dapat dikatakan sudah mencukupi terutama jenis perdagangan besar/sedang (Pasar Induk, Supermarket, Plaza, Mall dan sejenisnya). Untuk jenis perdagangan kecil diantaranya, perdagangan dan jasa komersial skala sekunder (pasar lokal/lingkungan dan pertokoan/toko) masih diperlukan terutama dalam hal pendistribusian dimasing-masing Wilayah Pelayanan. Rencana peruntukan perdagangan dan jasa yang disajikan pada Gambar 9, diarahkan sebagai berikut:

49 a. pengaturan lokasi kegiatan diarahkan di:

 pusat kota dengan konsep pengembangan blok kawasan terpadu.

 pada koridor jalan arteri yaitu koridor Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Kemang - Kedunghalang (Jl. Sholeh Iskandar), Jalan Adnawijaya dan rencana R3.

 Khusus untuk skala pelayanan kota diarahkan pula di subpusat kota (SPK) B, C, D dan E

b. pengembangan kegiatan baru skala kota dan regional diarahkan pada lokasi sesuai peruntukan dengan perencanaan kawasan yang terintegrasi secara blok atau superblok

c. setiap kegiatan perdagangan skala kota dan regional harus dilengkapi dengan fasilitas parkir yang memadai dengan sistem parkir off street dan parkir bersama.

2. Kegiatan perdagangan dan jasa skala WP, a. pengaturan lokasi kegiatan diarahkan di:

 subpusat kota (pusat WP) dan dikembangkan secara terpadu (blok komersial terpadu)

 di pusat lingkungan dan dikembangkan secara terpadu (blok komersial terpadu)

 jalan arteri sekunder dengan memperhatikan daya dukung lalu lintas lintas dan ketentuan teknis parkir

 Jalan Gunung Batu (Jl.Ishak Djuarsa) dan Jalan Sindangbarang (Jalan Ibrahim Adjie)

 sekitar Stoplet Sukaresmi yang terintegrasi dengan stasiun dalam bentuk blok komersial terpadu

b. setiap kegiatan perdagangan skala WP harus dilengkapi dengan fasilitas parkir yang memadai dengan sistem parkir off street dan parkir bersama.

3. Kegiatan perdagangan dan jasa skala lingkungan, a. pengaturan lokasi kegiatan diarahkan di:

 berlokasi di pusat lingkungan dan dikembangkan secara terpadu (blok komersial terpadu)

 di jalan kolektor dengan memperhatikan daya dukung lalu lintas dan ketentuan teknis parkir

b. setiap kegiatan perdagangan skala lingkungan harus dilengkapi dengan fasilitas parkir yang memadai dengan sistem parkir off street 4. Kegiatan perdagangan dan jasa tematik, diarahkan untuk berkembang

pada wilayah pelayanan kota sebagaimana direncanakan, yaitu: a. Jasa akomodasi diarahkan pada Wilayah Pelayanan B, D dan E b. Jasa perkantoran diarahkan pada Wilayah Pelayanan A dan D

c. Sentra otomotif diarahkan pada Wilayah Pelayanan C (Jl. KH. Soleh Iskandar) dan E (Jl. Raya Tajur).

d. Sentra elektronik diarahkan pada Wilayah Pelayanan C (Jl. KH. Abdullah bin Muhamad Nuh)

e. Kegiatan MICE diarahkan pada Wilayah Pelayanan E

5. Mendorong pengembangan pasar tradisional dengan kualitas pelayanan sama dengan pasar modern di setiap Wilayah Pelayanan (WP) dengan jumlah dan hirarki pelayanan disesuaikan stándar yang berlaku

Penggunaan Lahan Eksisting Kota Bogor Tahun 2013

Kota Bogor merupakan salah satu daerah dengan perkembangan tinggi di Provinsi Jawa Barat dan secara regional mempunyai keterkaitan yang erat dengan Provinsi DKI Jakarta, khususnya dalam lingkup Kawasan Jabodetabek. Letak Kota Bogor yang strategis merupakan potensi untuk pengembangan permukiman, pertumbuhan ekonomi dan pelayanan, pusat industri nasional, perdagangan, transportasi, komunikasi dan pariwisata.

51 Berdasarkan analisis data BPS Kota Bogor Tahun 2013, Kota Bogor memiliki jumlah penduduk 1.013.019 jiwa dengan kepadatan penduduk 8.549 jiwa/km2. Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 1 juta jiwa, Kota Bogor terus bertransformasi menjadi salah satu kota metropolitan, yaitu kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1 juta jiwa (UU No. 26 tahun 2007).

Tabel 15. Distribusi penggunaan lahan eksisting tahun 2013

No. Penggunaan Lahan Tahun 2013 Luas (ha) %

A Kawasan Lindung 364,97 3,28% 1 Sungai 174,08 1,48% 2 Danau/Situ/Empang/Kolam 49,75 0,45% 3 Hutan Kota 45,07 0,38% 4 Kebun Raya 96,07 0,82% B Kawasan Budidaya 10.760,61 96,72% Lahan Terbangun 5.638,94 50,68% 5 Perumahan/Permukiman 4.972,39 44,69% 6 Industri 117,14 1,00% 7 Perdagangan dan Jasa 143,44 1,29% 8 Pemerintahan 89,97 0,81% 9 Kesehatan 26,28 0,22% 10 Militer 54,62 0,47% 11 Pendidikan 72,14 0,62% 12 Peribadatan 7,01 0,06% 13 Fasilitas OR dan Rekreasi 133,19 1,20%

14 Fasilitas Transportasi 616,89 5,54%

15 Gardu Induk 7,63 0,07%

Lahan Tidak Terbangun 5.121,67 46,04%

16 Taman Pemakaman Umum 137,70 1,17%

17 Kebun 2.955,29 25,20% 18 Sawah 407,20 3,47% 19 Padang Rumput 3,07 0,03% 20 Semak Belukar 1.196,65 10,20% 21 Taman 86,24 0,74% 22 Tanah Kosong 334,08 2,85% 23 Tegalan/ladang 1,44 0,01% Jumlah 11.727,01 100,00%

Peningkatan aspek demografi dan aktifitas penduduk yang cukup pesat merupakan penyebab meningkatnya kebutuhan lahan di Kota Bogor, meliputi kebutuhan lahan permukiman, industri, dan perdagangan serta jasa. Dampak lain dari peningkatan aspek demografi dan aktifitas penduduk di Kota Bogor, diantaranya daerah pusat kota sudah semakin padat dengan berbagai macam fungsi dan kegiatannya seperti pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi dan permukiman padat. Untuk memenuhi kebutuhan lahan yang semakin meningkat, cenderung mengarah ke daerah-daerah pinggiran pusat kota yang masih minim lahan terbangun.

Gambar 11. Peta penggunaan lahan perumahan dan permukiman Kota Bogor tahun 2013

53 Berdasarkan peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2013 yang terdapat pada Gambar 10 didapatkan distribusi penggunaan lahan eksisting yang disajikan pada Tabel 15. Distribusi penggunaan lahan eksisting didominasi oleh Pemukiman dan Perumahan sebesar 4.972,39 ha atau 42,40 % dari luas wilayah Kota Bogor dan tersebar di seluruh WP, sebagian besar terdapat di WP C dan WP E, seperti disajikan pada Gambar 11. Penggunaan lahan eksisting yang juga cukup besar adalah Kebun yaitu sebesar 2.9555,29 ha (25,20 %), tersebar di seluruh WP terutama di WP E. Semak Belukar sebesar 1.196,65 ha (10,20 %) yang lokasinya sebagian besar di WP E. Keberadaan tanah kosong pada tahun 2013 adalah sebesar 2,85%, merupakan kawasan untuk penggunaan lahan lainnya yang belum terbangun yang berlokasi di seluruh WP terutama WP C, WP D dan WP E. Besarnya penggunaan lahan tahun 2013 yang masih berupa lahan tidak terbangun yaitu kebun, semak belukar, tanah kosong, padang rumput, dan tegalan/ladang dikarenakan lahan tersebut belum terealisasi seperti rencana pola ruang terutama untuk perumahan kepadatan rendah, sedang, dan tinggi serta perdagangan dan jasa.

Meskipun Kota Bogor merupakan bagian dari kawasan kota metropolitan, namun pemandangan sawah masih dapat ditemukan. Penggunaan lahan untuk pertanian di Kota Bogor tahun 2013 sebesar 3,47%, keberadaan kawasan pertanian ini berupa sawah perorangan dan kebun penelitian, lokasinya di WP B, WP C dan WP E. Perkembangan kegiatan perdagangan di Kota Bogor saat ini cukup pesat, karena selain melayani penduduk Kota Bogor juga daerah-daearah sekitarnya diantaranya Kabupaten Bogor, juga merupakan salah satu kota wisata, baik lokal maupun mancanegara, yang akhirnya akan mempengaruhi kegiatan perdagangan. Penggunaan lahan pada tahun 2013 untuk perdagangan dan jasa adalah sebesar 1,29%, lokasinya sebagian besar terdapat di WP A, WP C dan WP E. Pada umumnya penduduk yang bekerja di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan perdagangan dan jasa-jasa, dengan rincian sebanyak 134.076 orang bekerja pada lapangan pekerjaan perdagangan atau sekitar 33,22% dari jumlah angkatan kerja penduduk Kota Bogor, rumah makan dan hotel, sedangkan yang bekerja pada lapangan pekerjaan jasa-jasa terdapat sebanyak 100.559 orang atau sekitar 24,91%.

Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 Dengan Penggunaan Lahan Tahun 2013

Persentase kesesuaian penggunaan lahan tahun 2013 dengan Rencana Pola Ruang yang termuat dalam RTRW 2011 – 2031 dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan peta kesesuaiannya disajikan pada Gambar 13 yang merupakan hasil dari overlay peta rencana pola ruang dengan peta penggunaan lahan tahun 2013. Kesesuaian tiap-tiap kelas antara Rencana Pola Ruang yang termuat dalam RTRW 2011 – 2031 dengan penggunaan lahan tahun 2013 dihitung dari luasan hasil overlay antara keduanya.

Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa 6.213,96 ha penggunaan lahan aktual tahun 2013 atau 52,99% dari luas wilayah Kota Bogor sudah sesuai dengan Rencana Pola Ruang. Sedangkan Rencana Pola Ruang yang belum terealisasi yaitu sebesar 5.028,34 ha (42,88%), antara lain lahan yang direncanakan untuk pemukiman dan perumahan serta perdagangan dan jasa masih berupa kebun, semak belukar dan tanah kosong yang lokasinya tersebar di semua Wilayah

Pelayanan (WP). Banyaknya penggunaan lahan 2013 yang belum terealisasi seperti rencana pola ruang dikarenakan Perda RTRW yang masih baru berjalan 2 tahun sejak ditetapkan pada tahun 2011 dari rencana 20 tahun, sehingga tentunya masih dalam proses menuju pemanfaatan ruang yang direncanakan dalam RTRW Kota Bogor 2011-2031.

Gambar 12. Peta kesesuaian penggunaan lahan tahun 2013 dengan RTRW Kota Bogor

55 Tabel 16. Persentase kesesuaian RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013 di

Kota Bogor

No. Jenis Penggunaan Lahan RTRW 2011- 2031

Penggunaan Lahan Tahun 2013

Sesuai Belum Terealisasi Tidak Sesuai A Kawasan Lindung 450,31 370,81 3,78 75,72 1 Sungai 128,58 83,94 - 44,64 2 Sempadan Sungai 165,86 103,66 3,73 58,46 3 Hutan Kota 155,87 150,21 1,10 4,56 B Kawasan Budidaya 11.276,70 5.876,15 5.023,51 377,04 Lahan Terbangun 10.253,10 5.184,90 4.923,83 144,37 4 Rumah Rendah 2.924,15 1.234,25 1.671,94 17,97 5 Rumah Sedang 4.533,55 2.580,04 1.894,82 58,69 6 Rumah Tinggi 898,45 679,47 206,00 12,98 7 Fasilitas Kesehatan 32,53 26,72 5,81 0,01 8 Fasilitas OR dan Rekreasi 151,53 97,06 53,20 1,26 9 Fasilitas Pendidikan 96,41 43,30 52,36 0,74 10 Fasilitas Peribadatan 2,03 1,81 0,08 0,14 11 Industri 188,13 102,59 85,49 0,06 12 Perdagangan 866,00 204,35 652,86 8,79 13 Jasa 319,01 54,15 264,81 0,64 14 Militer 94,59 62,51 9,48 22,60 15 Pemerintahan 115,16 85,36 13,96 15,84 16 Penunjang Pertanian 4,49 2,52 0,60 1,37 17 Prasarana Kota 6,04 5,73 0,16 0,15 18 Transportasi 7,01 4,27 1,68 1,06 19 Utilitas Kota 14,01 0,78 11,16 2,08

Lahan Tidak Terbangun 1.023,60 691,25 99,68 232,68

20 Pertanian 233,97 187,19 16,47 30,31 21 RTH 59,50 29,17 10,87 19,46 22 RTH Infrastruktur 1,43 0,82 - 0,61 23 RTH Kebun Penelitian 41,67 34,22 2,69 4,76 24 RTH Taman 3,30 1,98 - 1,32 25 RTH Taman Kota 1,19 0,61 0,21 0,37 26 RTH Taman Lingkungan 2,35 1,20 0,24 0,91 27 Sempadan Jalan Tol 198,43 139,54 11,99 46,90 28 Sempadan Rel KA 65,17 33,02 0,40 31,75 29 Sempadan Saluran 110,02 75,01 2,31 33,71 30 Sempadan SUTT 119,26 71,65 8,55 39,06 31 TPU 187,31 116,86 45,93 24,52 Jumlah (ha) 11.727,01 6.213,96 5.028,34 484,71 Persentase Kesesuaian (%) 52,99% 42,88% 4,13%

Penggunaan lahan tahun 2013 yang tidak sesuai dengan Rencana Pola Ruang sebesar 484,71 ha (4,13%), terdiri dari berbagai penggunaan lahan aktual yang berada di lahan yang direncanakan untuk penggunaan yang berbeda. Dapat dilihat bahwa dalam 2 tahun penerapan Perda RTRW telah terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang sebesar 4,13%, hal ini menjadi evaluasi dini dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Bogor. Instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yaitu peraturan zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif serta pemberian sanksi harus lebih dioptimalkan oleh instansi terkait, terutama pada lahan yang masih belum terealisasi sesuai rencana pola ruang yang masih berupa kebun, semak belukar dan tanah kosong, dengan tidak mengesampingkan pengendalian untuk penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana pola

Dokumen terkait