• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program Pembangunan Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program Pembangunan Kota Bogor"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

SINKRONISASI TATA RUANG WILAYAH DENGAN

PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA BOGOR

SIGIT PRAYITNO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah dengan Program Pembangunan Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SIGIT PRAYITNO. Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah dengan Program Pembangunan Kota Bogor. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MANUWOTO.

RTRW Kota Bogor merupakan pedoman bagi Pemerintah Kota dalam pembangunan kota yang memuat rencana dan indikasi program-program pembangunan sektoral dan pemanfaatan ruang kota. Dokumen ini memuat kebijakan, strategi dan konsep pembangunan serta arahan program-program pembangunan fisik kota. Monitoring dan evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang eksisting diperlukan untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang terhadap rencana spasial. Selanjutnya, sinkronisasi program-program pembangunan fisik dengan rencana tata ruang diperlukan guna memastikan rencana tata ruang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan program pembangunan.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis kesesuaian penggunaan lahan dengan RTRW; (2) Menganalisis kesesuaian program-program pembangunan fisik dengan RTRW; (3) Menganalisis penggunaan RTRW dalam penyusunan program pembangunan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; dan (4) Merumuskan strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan program pembangunan di Kota Bogor.

Data primer diperoleh melalui wawancara / kuesioner di lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Responden yang terdiri dari para pakar dan stakeholders yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode Overlay, Analisis Deskriptif Spasial, dan A‟WOT digunakan untuk menganalisis data.

Penggunaan lahan eksisting yang konsisten dengan RTRW seluas 6.213,96 ha (52,99%), yang belum terealisasi seluas 5.028,34 ha (42,88%), dan tidak sesuai seluas 484,71 ha (4,13%). Program pembangunan fisik yang sesuai dengan RTRW berfluktuasi dari tahun ke tahun, dengan rata-rata 87,68 %. Sekitar 75% instansi sudah menggunakan RTRW sebagai pedoman penyusunan usulan program-program pembangunan, karena RTRW dapat membantu dalam menentukan prioritas program pembangunan, memberikan arahan dalam penentuan lokasi kegiatan, dan sebagai pedoman perumusan kebijakan pembangunan. Sebanyak 25% instansi masih belum menggunakan RTRW sebagai pedoman disebabkan karena mereka tidak mengetahui keharusan menggunakan RTRW dalam penyusunan usulan program pembangunan, substansi RTRW dinilai terlalu umum atau dinilai tidak memberikan arahan yang jelas.

Prioritas pertama dalam upaya peningkatan sinkronisasi antara rencana tata ruang dengan program-program pembangunan di Kota Bogor adalah penerapan dengan tegas regulasi rencana tata ruang dan rencana pembangunan, agar komitmen pemerintah kota dalam perencanaan tata ruang dapat terwujud dengan baik.

(5)

SUMMARY

SIGIT PRAYITNO. The synchronization of spatial planning with development program in Bogor City. Supervised by SETIA HADI and MANUWOTO.

Bogor City Spatial Plan (RTRW) provides a guideline for the local government for the city development and indications of sectoral development programs as well as spatial allocation of urban spaces. This document should be able to formulate policies, strategies and concepts of developments and direction of urban development programs. Monitoring and evaluation of the suitability of existing space utilization are required to maintain the consistency of the space utilization to the spatial plan. Furthermore, the synchronization of development programs are needed to ensure spatial planning is used as a guideline in the implementation of development programs.

The aims of this study are: (1) to analyze the suitability (consistency) of land uses to the Spatial Plan; (2) to analyze the suitability of physical development programs to the spatial plan; (3) to analyze the use of spatial planning in the preparation of development programs and their determinant factors; and (4) to formulate strategy on synchronization between spatial plan with the development programs in Bogor City.

The primary data obtained through interviews / questionnaires. Secondary data were obtained from the agencies concerned. Respondents comprised of experts and stakeholders were selected using purposive sampling method. Overlay Method, Descriptive Analysis of Spatial and A'WOT used to analyze the data.

The results showed that the suitability of land use in 2013 with the spatial pattern plan is 6.213,96 ha (59.58%), not yet implemented 5.028,34 ha (36.41%), and not suitable 484,71 ha (4.01%). The consistency of physical development programs with spatial plan fluctuate from year to year with an average of 87.68%. About 75% of agencies have used RTRW in preparing development programs, while 25% of institutions not yet. The prioritized strategy for improving the synchronization between spatial plan with the development program in Bogor City is to strickly implement the regulations on spatial planning and development plan so that the local government can realize their commitment.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SINKRONISASI TATA RUANG WILAYAH DENGAN

PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program Pembangunan Kota Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Manuwoto sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang juga dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Dosen Penguji Luar Komisi atas

masukan dan sarannya.

4. Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku pemimpin ujian tesis sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas masukan dan sarannya. 5. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

7. Bapak Walikota, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, serta Kepala Dinas Pengawasan Bangunan dan Permukiman yang telah memberikan ijin serta dukungan baik moril maupun materil unuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

8. Ayahanda (alm) dan Ibunda terkasih, Kakak-kakak tersayang serta Istri Anak tercinta yang telah memberikan ridho, ijin serta dorongan semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.

9. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang juga memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Kerangka Pemikiran 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Rencana Tata Ruang 8

Perencanaan Pembangunan 12

Peran Rencana Tata Ruang Dalam Perencanaan Pembangunan 14

Sistem Informasi Geografis 16

Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian 18

3 BAHAN DAN METODE 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Bahan dan Alat 20

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Analisis Data 22

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 31

Kondisi Fisik Wilayah 32

Kondisi Sosial Wilayah 36

Kondisi Perekonomian Wilayah 38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39

Kesesuaian Penggunaan Lahan Dengan RTRW 39

Kesesuaian Program-Program Pembangunan Fisik Dengan RTRW 58 Analisis Penggunaan RTRW Dalam Penyusunan Usulan Program

Pembangunan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya 64 Strategi Peningkatan Sinkronisasi Tata Ruang Wilayah Dengan Program

Pembangunan Kota Bogor 73

6 SIMPULAN DAN SARAN 83

Simpulan 83

Saran 84

(12)

LAMPIRAN 88

RIWAYAT HIDUP 109

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang

diharapkan menurut Tujuan Penelitian 21

2 Jenis dan jumlah responden 22

3 Padanan penggunaan lahan dan rencana pola ruang (RTRW) 24 4 Matrik logik inkonsistensi RTRW dan penggunaan lahan tahun 2013 25 5 Rekapitulasi program fisik RKPD menurut urusan 28

6 Matrik kesesuaian RKPD dan RTRW 28

7 Matrik strategi SWOT 30

8 Pembobotan unsur-unsur SWOT 31

9 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Bogor 32

10 Tingkat kemiringan daerah menurut kecamatan di Kota Bogor 34

11 Kemampuan lahan Kota Bogor 36

12 Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kota

Bogor 37

13 Tabel luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2013 38 14 Rencana pola ruang Kota Bogor tahun 2011 - 2031 44 15 Distribusi penggunaan lahan eksisting tahun 2013 51 16 Persentase kesesuaian RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013 di

Kota Bogor 55

17 Rekapitulasi program fisik yang sesuai dengan RTRW menurut urusan 59 18 Persentase jumlah program fisik yang sesuai dengan RTRW per tahun 59 19 Peran instansi terhadap penggunaan RTRW dalam penyusunan usulan

program pembangunan 65

20 Alasan responden berkaitan dengan penggunaan RTRW dalam

penyusunan usulan program pembangunan 66

21 Pengetahuan instansi terhadap keberadaan RTRW Kota Bogor 67 22 Alasan responden berkaitan dengan pengetahuan terhadap

keberadaan RTRW Kota Bogor 68

23 Pemahaman instansi terhadap materi RTRW Kota Bogor 69 24 Keterkaitan pengetahuan responden terhadap adanya RTRW dengan

pemahaman terhadap RTRW 69

25 Alasan responden berkaitan dengan pemahamannya terhadap materi

RTRW Kota Bogor 70

26 Perhatian instansi terhadap RTRW dalam penyusunan usulan program

pembangunan 71

(13)

28 Keterkaitan pengetahuan terhadap adanya RTRW, pemahaman terhadap materi RTRW dan perhatian terhadap RTRW dengan penggunaan RTRW dalam penyusunan usulan program pembangunan 72 29 Faktor internal dan eksternal peningkatan sinkronisasi tata ruang

wilayah dengan program pembangunan 76

30 Strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan program

pembangunan 78

31 Hasil pembobotan komponen SWOT 79

32 Urutan/ranking arahan dan strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang

wilayah dalam mendukung program pembangunan 81

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 8

2 Diagram alir tahapan penelitian 23

3 Diagram hierarki analisis A‟WOT 30

4 Peta wilayah administrasi Kota Bogor 33

5 Peta pembagian wilayah pelayanan Kota Bogor 41

6 Peta rencana pola ruang Kota Bogor tahun 2011-2031 43

7 Peta kawasan strategis Kota Bogor 45

8 Peta rencana kawasan perumahan Kota Bogor tahun 2011 - 2031 46 9 Peta rencana kawasan perdagangan dan jasa Kota Bogor tahun 2011 -

2031 48

10 Peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2013 50

11 Peta penggunaan lahan perumahan dan permukiman Kota Bogor

tahun 2013 52

12 Peta kesesuaian penggunaan lahan tahun 2013 dengan RTRW Kota

Bogor 54

13 Perbandingan peta penggunaan lahan 2013 dan rencana perumahan 56 14 Perbandingan peta penggunaan lahan 2013 dan rencana kawasan

perdagangan dan jasa 57

15 Perbandingan jumlah program fisik yang sesuai dengan RTRW 60 16 Peta ketidaksesuaian lokasi program RTRW dengan RKPD kegiatan

peningkatan jalan 61

17 Peta ketidaksesuaian lokasi program RTRW dengan RKPD kegiatan

pembangunan persimpangan 62

18 Peta ketidaksesuaian lokasi program RTRW dengan RKPD Kegiatan

pembangunan terminal barang 63

19 Karakteristik instansi dalam kaitannya dengan penggunaan RTRW dalam penyusunan rencana program pembangunan 73

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kesesuaian RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013 89 2 Hasil Analisis Pembobotan Komponen SWOT Menggunakan

(14)

3 Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen Strengths (Kekuatan) Menggunakan Software Expert Choice 2000 92 4 Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen Weaknesses

(Kelemahan) Menggunakan Software Expert Choice 2000 93 5 Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen

Opportunities (Peluang) Menggunakan Software Expert Choice 2000 93 6 Hasil Analisis Pembobotan Antar Faktor pada Komponen Threats

(Ancaman) Menggunakan Software Expert Choice 2000 94 7 Hasil Analisis Pembobotan Setiap Komponen SWOT Menggunakan

Software Expert Choice 2000 94

8 Kuesioner Untuk Data Penggunaan RTRW dalam Penyusunan

Program Pembangunan 95

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di berbagai bidang, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten/Kota. Data dan indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Pembangunan di daerah seharusnya dilakukan secara hati-hati dan cermat. Ketidaksinkronan dalam merencanakan pembangunan akan menjadi bumerang bagi daerah bersangkutan. Pembangunan diupayakan agar tidak berbenturan antara program pembangunan sektoral dengan program pembangunan daerah/regional.

Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini dikenal satu bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu rencana pembangunan daerah. Rencana pembangunan daerah terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya.

Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi 20 tahun yang berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi 5 (lima) tahun, yang memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

(16)

implementasi kebijakan itu sendiri. Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang menjadi acuan adalah rencana/program pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kedua rencana tersebut sering tidak sinergi sehingga menyebabkan rencana tata ruang sulit/tidak dapat diacu dalam program pembangunan daerah, sehingga pembangunan antar sektor menjadi tidak sinergi. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menuntut pemerintah daerah untuk segera memenuhi kebutuhan akan sarana prasarana serta infrastruktur, sementara itu sumber daya yang dimiliki terbatas. Hal tersebut berdampak kepada alih fungsi lahan tanpa memperhitungkan dengan matang keberlanjutannya dalam jangka panjang. Sebagai dampaknya, berbagai bentuk pelanggaran tata ruang terjadi dan mengganggu lingkungan serta kenyamanan masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh dalam RTRW Kota Bogor sudah ditetapkan bahwa rencana lokasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) berada di Kelurahan Kayu Manis, kemudian instansi terkait menjabarkankannya dengan membuat program pembangunan mulai dari DED, AMDAL sampai pembangunan konstruksinya namun pada tahap pelaksanaan ternyata mendapat penolakan dari warga sekitar karena berada di lahan produktif pertanian dan permukiman.

Wilayah kota merupakan tempat terkonsentrasinya kegiatan sosial ekonomi masyarakat dengan perkembangan yang sangat dinamis. Perubahan pada karakteristik masyarakat dan intensitas kegiatannya menyebabkan terjadinya perubahan yang cepat pada pemanfaatan ruang. Untuk dapat mengoptimalkan perkembangan kota, maka pemanfaatan ruang wilayah kota perlu diarahkan dalam rencana tata ruang kota yang terdiri dari struktur ruang dan pola ruang.

Bagi keperluan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di Kota Bogor, disamping pengembangan kelembagaan dan produk-produk hukum pada tingkat kota (Perda, SK Walikota), dibutuhkan juga beberapa dokumen rencana sebagai alat kelengkapan pembangunan kota. Kelengkapan pembangunan kota berupa dokumen perencanaan pembangunan seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Salah satu dokumen rencana yang dapat dijadikan sebagai pedoman dan acuan pembangunan kota Bogor adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.

(17)

3

yang terdapat di dalam RTRW, ini menunjukkan rencana tata ruang yang lebih relistis operasional sehingga dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program-program pembangunan.

Rencana tata ruang memiliki waktu perencanaan jangka panjang dan jangka menengah, sesuai dengan jenis rencananya. Pemerintah melaksanakan pembangunan dan untuk melaksanakan pembangunan terlebih dahulu menyusun rencana program pembangunan tahunan. Rencana program pembangunan tahunan disusun berpedoman pada rencana jangka menengah dan merupakan perspektif rencana jangka panjang. Rencana program pembangunan tersebut dijabarkan lagi ke dalam kegiatan pembangunan tahunan daerah sesuai dengan tahun anggaran (Tjokroamidjoyo, 1995). Jadi, pada hakekatnya pemanfaatan rencana tata ruang terwujud dalam rencana program pembangunan tahunan dalam bentuk program-program pembangunan. Program pembangunan tahunan disusun melalui suatu mekanisme perencanaan program pembangunan.

Ruang kota sebagai wadah kegiatan sosial – ekonomi masyarakat memiliki keterbatasan dan peluang pengembangan yang tidak sama. Tingginya dinamika kebutuhan ruang dalam rangka mewadahi kepentingan investasi pihak pemerintah, sektor swasta dan masyarakat menuntut adanya tata ruang kota yang mampu mengakomodasikan kepentingan berbagai pihak (stakeholder). Dalam memanfaatkan ruang kota sering timbul konflik kepentingan diantara kegiatan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat akibat belum tertatanya ruang kota secara optimal. Hal ini disebabkan karena tidak tegasnya penetapan fungsi-fungsi ruang kota dan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang tidak konsisten menurut fungsi-fungsi yang telah ditetapkan. Tidak adanya keterkaitan fungsi-fungsional dan struktural antar kegiatan dan kawasan juga sering menjadi penyebab tidak optimal dan tidak terpadunya pemanfaatan ruang kota. Seperti pembangunan hotel dekat Tugu Kujang di Jalan Padjajaran yang sempat menjadi polemik karena struktur bangunan hotel yang tinggi dianggap akan mengerdilkan Tugu Kujang sebagai ikon Kota Bogor. Di satu sisi keberadaan Tugu Kujang sebagai simbol (landmark) Kota Bogor ingin tetap dipertahankan, sementara di sisi lain dinamika Kota Bogor yang terus berkembang sebagai kota perdagangan dan jasa juga tidak bisa diabaikan.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, tujuan dari penataan ruang dimaksudkan untuk mencapai kondisi aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk dapat menjaga konsistensi dari pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayah, diperlukan upaya pemantauan terhadap pemanfaatan ruang yang berjalan serta mengevaluasi kesesuaian dari pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang.

Dokumen RTRW Kota Bogor 2011-2031 dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Kota Bogor dalam menyiapkan sebuah pedoman pelaksanaan pembangunan kota yang memuat di dalamnya rencana dan arahan program-program pembangunan sektoral dan tata ruang kota dimasa yang akan datang. Dokumen RTRW Kota Bogor sebagai penjabaran dari strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang harus mampu merumuskan kebijakan, arahan, strategi dan konsep pengembangan serta arahan program-program pembangunan kota.

(18)

dapat menjaga sinkronisasi dan konsistensi pelaksanaan penataan ruang serta mengurangi penyimpangan implementasi. Indikasi program utama yang ditetapkan diharapkan akan lebih mampu merespon tantangan dan menjamin keberlanjutan pembangunan, melalui berbagai penyelenggaraan pembangunan kota yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Rumusan substansi RTRW ini juga diharapkan dapat mewujudkan tata ruang Kota Bogor yang berwawasan lingkungan melalui upaya pengamanan dan pelestarian kawasan lindung, upaya pencapaian ruang terbuka hijau kota seluas 30% dari luas kota, revitaliasai kawasan bersejarah, pengembangan struktur yang polisentris, pengembangan infrastruktur yang ramah lingkungan serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Tak dapat dihindari bahwa berbagai kemajuan pembangunan Kota Bogor berpengaruh terhadap perubahan tata ruang. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada hakekatnya berusaha menyelaraskan kebutuhan tempat kehidupan manusia dengan daya dukung lingkungan yang terbatas dan tak terbaharukan (unrenewable environment). Ini berarti bahwa pengembangan kawasan budidaya semestinya dilakukan setelah kepentingan kawasan lindung terjamin. Secara kontradiktif kecenderungan pembangunan tata ruang Kota Bogor belum mampu memenuhi ketentuan undang-undang. RTRW belum dapat berperan efektif sebagai instrumen pengendali pembangunan Kota Bogor, ditandai dengan masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan alokasi peruntukan ruang berbagai aktivitas. Disamping itu lemahnya aspek pengawasan dan penegakan hukum, RTRW berikut produk turunannya belum dijadikan referensi utama bagi setiap SKPD, calon investor, dan masyarakat ketika mengusulkan suatu kegiatan meskipun memiliki kekuatan hukum tetap melalui perangkat peraturan daerah. Secara institusional bahkan terdapat indikasi bahwa revisi RTRW dilakukan dengan menghapuskan (write-off) pelanggaran tata ruang yang telah terjadi dengan cara mengubah peruntukannya (Nugroho dan Sugiri, 2009).

Menurut Tjahjati (1997), produk suatu rencana tata ruang adalah terpadunya pemanfaatan sumberdaya guna mencapai sasaran peningkatan pendapatan, perluasan lapangan kerja, pelestarian sumberdaya udara, air disamping pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. Rencana ini akan menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan.

Fenomena ketidakharmonisan RTRW dengan program pembangunan mesti dihindari demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya daerah yang terbatas. Untuk itu perlu adanya keterpaduan program pembangunan yang tidak hanya ditunjukkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengendaliannya, tetapi juga ditinjau dari keselarasan antara program pembangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), karena pada dasarnya rencana tata ruang merupakan pedoman pelaksanaan pembangunan yang berisi kebijakan, strategi dan program-program pemanfaatan ruang selama jangka waktu perencanaan.

(19)

5

Kota Bogor untuk mengetahui keselarasan program pembangunan. Hal ini dimaksudkan agar terjadi sinergi dan efisiensi pembangunan, sekaligus menghindari kemungkinan terjadinya konflik pemanfaatan ruang antar sektor-sektor yang berkepentingan dan berdampak merugikan pada masyarakat luas.

Perumusan Masalah

Berbagai kemajuan pembangunan telah dicapai Kota Bogor dalam beberapa kurun waktu terakhir, baik secara fisik maupun non fisik. Kemajuan secara fisik ditunjukkan dengan semakin lengkapnya sarana prasarana dan infrastruktur Kota Bogor seperti jalan tol lingkar luar Bogor atau Bogor Outer Ring Road (BORR), ini merupakan rangkaian jalan tol sepanjang 11 kilometer yang melingkari Kota Bogor, rencananya akan menghubungkan Sentul Selatan hingga Dramaga. Secara non fisik ditunjukkan dengan adanya pembenahan di bidang birokrasi pemerintahan maupun pencanangan kebijakan Standar Pelayanan Minimum di seluruh jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bogor serta adanya kemudahan perizinan. Contohnya adalah sistem perizinan online yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bogor.

Akan tetapi, di sisi lain masih terdapat beberapa permasalahan klasik dan kerusakan di Kota Bogor sebagai salah satu dampak dari kemajuan pembangunan. Maraknya pembangunan permukiman dan perumahan, hotel, pusat-pusat perbelanjaan menimbulkan berbagai permasalahan antara lain terjadinya banjir ataupun genangan air, kemacetan, penurunan kualitas udara dan air, berkurangnya ruang terbuka hijau, pelanggaran peruntukan daerah resapan air (water catchment area) dan sempadan sungai, seperti kemacetan di Jalan KH. Sholeh Iskandar dan banjir yang sering terjadi di sekitar lampu merah Yasmin. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama yang disebabkan oleh arus urbanisasi mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat. Selain itu daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan penduduk. Masalah perekonomian yang menjadi pemicu didalam pembangunan nasional, menjadikan berbagai kegiatan pendukung ekonomi menjadi faktor utama di dalam kegiatan pembangunan. Hal tersebut berdampak pada maraknya alih fungsi lahan yang dilakukan dalam rangka melangsungkan dan mendukung kegiatan ekonomi tanpa memperhitungkan keberlanjutannya dalam jangka panjang. Pengendalian pemanfaatan ruang yang merupakan bagian dari penataan ruang harus digunakan sebagai alat untuk menertibkan kegiatan yang akan dan atau telah melanggar tata ruang pada jalur yang sesuai dengan muatan yang terdapat pada produk rencana tata ruang, sehingga bisa mengurangi berbagai bentuk pelanggaran tata ruang yang dapat mengganggu lingkukungan dan mengakibatkan bencana yang merugikan bagi masyarakat.

(20)

mewujudkan misinya menjadikan Bogor kota yang nyaman, beriman dan transparan.

Dokumen RTRW Kota Bogor sebagai salah satu landasan bagi pelaksanaan pembangunan Kota Bogor, menjadi sangat penting artinya bagi setiap tahap pembangunan yang akan dilaksanakan. Sebagai dasar dari penerapan kebijakan pembangunan Kota Bogor, maka dokumen RTRW ini sudah seharusnya diketahui, dimengerti dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama stakeholder pembangunan yang ada. Seringkali rencana tata ruang dianggap sebagai produk satu instansi tertentu dan belum menjadi dokumen milik bersama, yang harus dilaksanakan dan diawasi bersama-sama pula. Hal ini disebabkan karena ketidakpahaman akan fungsi dan kedudukan RTRW dan kurang optimalnya keterlibatan para stakeholder tersebut dalam penyusunannya.

Sebagai salah satu wilayah yang mempunyai pertumbuhan yang cepat, Kota Bogor membutuhkan arahan pembangunan yang pasti dan terkoordinasi serta konsisten, sehingga tidak ada tumpang tindih antar program. Dokumen RTRW sebagai dokumen tata ruang yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sudah menterjemahkan arahan kegiatan pembangunan kota secara menyeluruh dan terpadu.

Namun selama ini proses penyusunan program pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor sebagai penentu kebijakan akhir pelaksanaan pembangunan belum sepenuhnya menggunakan dokumen RTRW Kota Bogor sebagai landasannya dalam menentukan pola prioritas pembangunan. Contohnya dalam indikasi Program RTRW terdapat kegiatan Penataan Terminal Tipe A yang ada atau dalam Perda RTRW disebut Optimalisasi Terminal Baranangsiang, dalam RKPD disebut Optimalisasi Aset Terminal Penumpang Baranangsiang. Sayangnya pelaksanaan pembangunan belum dapat dilaksanakan, rencana penambahan mall dan hotel sebagai fase penunjang didalamnya menuai polemik karena dikhawatirkan akan lebih dominan dari fungsinya sebagai pengembangan jaringan transportasi.

Berdasarkan Perda No. 8 tahun 2011 tentang RTRW Kota Bogor, seharusnya RTRW Kota Bogor berfungsi sebagai matra spasial dari RPJPD, pedoman dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah, acuan bagi instansi pemerintah, para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam pemanfaatan ruang di Kota Bogor. Berdasarkan permasalahan di atas, berikut dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang Kota Bogor.

2. Sejauh mana kesesuaian program-program pembangunan fisik dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.

3. Bagaimana penggunaan RTRW Kota Bogor dalam penyusunan program pembangunan dan faktor yang mempengaruhinya.

(21)

7

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menganalisis kesesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang Kota Bogor.

2. Menganalisis sejauh mana kesesuaian program-program pembangunan fisik dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.

3. Menganalisis penggunaan RTRW Kota Bogor dalam penyusunan program pembangunan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

4. Merumuskan strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan program pembangunan di Kota Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menjadi masukan bagi pemerintah Kota Bogor dalam mewujudkan rencana tata ruang.

Kerangka Pemikiran

Suatu rencana tata ruang disusun pada dasarnya untuk memenuhi kelengkapan bagi Pemerintah yang berkedudukan sebagai matra ruang dari setiap tahap pembangunan yang akan dilaksanakan. Dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sudah diatur bagaimana proses perencanaan, pemanfaatan serta pengendalian pemanfaatan ruang, dimana dalam setiap tahap tersebut harus melibatkan beberapa unsur sebagai bentuk partisipasi seluruh stakeholder yang ikut bertanggung jawab.

Dokumen RTRW Kota Bogor sebagai salah satu landasan bagi pelaksanaan pembangunan Kota Bogor, menjadi sangat penting artinya bagi setiap tahap pembangunan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana RTRW diterapkan dalam program pembangunan Kota Bogor melalui analisis kesesuaian antara program pembangunan dengan RTRW serta analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian program dengan RTRW

Hasil akhir dari kajian ini akan dapat disimpulkan sejauh mana kesesuaian program pembangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor dan bisa diberikan suatu arahan peningkatan sinkronisasi tata ruang wilayah dengan program pembangunan di Kota Bogor. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

ini adalah kegiatan pembangunan bidang fisik dan prasarana yang ada di instansi/dinas terkait di lingkungan Pemerintah Kota Bogor. Peta penggunaan lahan 2013 yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor tanpa dilakukan groundcheck.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Rencana Tata Ruang

(23)

9

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Tata ruang merupakan hasil dari proses alam dan proses sosial, sebagaimana dikemukakan Rustiadi et al. ( 2011 ), secara alamiah, tanpa atau dengan keterlibatan manusia, berlakunya hukum-hukum alam telah menyebabkan terdistribusinya segala benda ataupun sumberdaya alam dengan suatu keteraturan dinamis yang berpola dan terstruktur secara spasial maupun waktu. Adanya keteraturan sedemikian rupa sehingga seluruh benda fisik di alam yang tertata dalam ruang membentuk pola distribusi yang disebut pola ruang. Berbagai bentuk interaksi, baik sesama manusia maupun antara manusia dengan sumberdaya-sumberdaya yang dikelolanya atau juga keterkaitan antar sumberdaya-sumberdaya itu sendiri, menuntut manusia untuk menyediakan berbagai sarana dan prasarana untuk mempermudah mengakses dan mengelola sumberdaya tersebut. Susunan prasarana yang dibangun manusia didalam ruang membentuk jaringan yang terstruktur sehingga membentuk jaringan yang terstruktur, sehingga membentuk struktur ruang.

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26 tahun 2007).

Menurut Rustiadi et al. ( 2011 ), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Sebagai proses perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang secara formal adalah bagian dari proses pembangunan, khususnya menyangkut aspek-aspek spasial dari proses pembangunan.

Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna lahan, air dan udara serta tata guna sumberdaya alam yang menurut Undang-Undang pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, negara mengatur penggunaan tanah agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tata guna lahan adalah struktur dan pola pemanfaatan lahan, baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan yang meliputi persediaan peruntukan dan penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan (Sitorus, 2004).

(24)

Dengan kesadaran ini maka produk perencanaan tata ruang sejak awal disusun berdasarkan suatu wawasan keahlian yang telah mempertimbangkan aspek operasionalnya, sesuai dengan tingkatan hirarkis dan fungsional dari rencana tata ruang yang ingin dihasilkan. Dampak logisnya adalah suatu rencana tata ruang, mulai dari pemikiran, maksud dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sudah seyogyanya adalah dokumen hukum yang siap diimplementasikan (Patta, 1995). Sudah seharusnya rencana tata ruang kota dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan maupun pelaksanaan program pembangunan di suatu wilayah.

Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata ruang diperlukan untuk mewujudkan tata ruang yang memungkinkan semua kepentingan manusia dapat terpenuhi secara optimal. Oleh karena itu, rencana tata ruang merupakan bagian yang penting dalam proses pembangunan, bahkan persyaratan untuk dilaksanakannya pembangunan, baik bagi daerah-daerah yang sudah tinggi intensitas kegiatannya maupun bagi daerah-daerah-daerah-daerah yang baru mulai tumbuh dan berkembang (Kartasasmita, 1996).

Menurut Sujarto (1992) rencana tata ruang merupakan :

1. Penjabaran rencana penataan ruang suatu wilayah secara integral dari suatu kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah.

2. Rumusan tata ruang yang menyangkut arahan penetapan wilayah lindung, wilayah budi daya dan pemanfaatan serta penggunaan lahan bagi suatu wilayah, jaringan prasarana serta penataan wilayah konservasi yang ditinjau dalam kaitan yang menyeluruh dan integral menyangkut pengaruhnya dengan bagian bawah bumi dan angkasa.

Tujuan perencanaan tata ruang wilayah kota adalah mewujudkan rencana tata ruang kota yang berkualitas, serasi dan optimal, sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan daerah serta sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemampuan daya dukung lingkungan. Fungsi rencana tata ruang wilayah kota adalah:

1. Sebagai penjabaran dari rencana tata ruang provinsi dan kebijakan regional tata ruang lainnya.

2. Sebagai matra ruang dari pembangunan daerah.

3. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota. 4. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar

wilayah kota dan antar kawasan serta keserasian antar sektor.

5. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta.

6. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan. 7. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.

8. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala besar.

Materi dalam rencana tata ruang kota memuat 4 (empat) bagian utama yaitu: 1. Tujuan pemanfaatan ruang wilayah kota, untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan pertahanan kemanan, yang meliputi: a. Tujuan pemanfaatan ruang

b. Konsep pembangunan tata ruang kota c. Strategi pembangunan tata ruang kota.

(25)

11

a. Rencana struktur tata ruang, yang berfungsi memberi arahan kerangka pengembangan wilayah, yaitu:

- Rencana sistem kegiatan pembangunan

- Rencana sistem permukiman perdesaan dan perkotaan - Rencana sistem prasarana wilayah.

b. Rencana pola pemanfaatan ruang, yang ditujukan sebagai penyebaran kegiatan budidaya dan perlindungan.

3. Rencana umum tata ruang wilayah, meliputi:

a. Rencana pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya.

b. Rencana pengelolaan kawasan perkotaan, perdesaan dan kawasan tertentu.

c. Rencana pembangunan kawasan yang diprioritaskan.

d. Rencana pengaturan penguasaan dan pemanfaatan serta penggunaan ruang wilayah.

4. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.

Pengendalian merupakan upaya-upaya pengawasan, pelaporan, evaluasi dan penertiban terhadap pengelolaan, penanganan dan intervensi sebagai implementasi dari strategi pengembangan tata ruang dan penatagunaan sumber daya alam, agar kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang sesuai dengan perwujudan rencana tata ruang kota yang telah ditetapkan.

Menurut Rustiadi et al. ( 2011 ), sasaran utama dari perencanaan tata ruang adalah untuk menghasilkan penggunaan lahan yang terbaik, namun biasanya dapat dikelompokkan atas tiga sasaran umum : (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (publik). Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik-lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainable).

Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah (Sunardi, 2004). Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi lain dan kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat tidak terakomodasi di dalam rencana tata ruang kota.

(26)

Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.

Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan pembangunan akan menjadi bahan/pedoman/acuan dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan (action plan). Karena itu, perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan). Perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang dimulai dengan formulasi kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, kemudian diikuti dengan berbagai langkah-langkah kegiatan (measures) untuk merealisasikannya. Dengan melihat perencanaan sebagai suatu proses yang meliputi formulasi rencana dan implementasinya, dapatlah diusahakan rencana itu bersifat realistis dan dapat menanggapi masalah-masalah yang benar-benar dihadapi (Tjokroamidjojo, 1995).

Dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai area (wilayah) pembangunan di mana terbentuk konsep perencanaan pembangunan daerah, dapat dinyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tapi tetap berpegang pada asas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2004).

Tjokroamidjojo (1995) menyebutkan beberapa pengertian perencanaan, antara lain :

1. Perencanaan merupakan proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.

2. Perencanaan merupakan suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efektif dan efisien. 3. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif.

Fungsi perencanaan dalam proses pembangunan adalah sangat diperlukan dan mempunyai fungsi yang strategis, karena tanpa adanya perencanaan yang baik yang pada hakekatnya adalah merupakan alat atau cara untuk mencapai tujuan pembangunan, maka kegiatan tidak akan dapat dilaksanakan dengan berdaya guna dan berhasil guna serta akibatnya akan terjadi pemborosan sumber daya.

(27)

13

Untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicanangkan pembangunan tersebut maka dilaksanakan berbagai program atau kegiatan.

Menurut Conyers (1984), pemahaman mengenai pembangunan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :

- Pembangunan sebagai suatu tujuan

Pembangunan merupakan tujuan akhir yang diharapkan dalam perencanaan yang telah ditetapkan. Indikator utama untuk melihat keberhasilan pembangunan adalah pendapatan perkapita (pendapatan nasional dibagi dengan jumlah penduduk) serta tingkat pendapatan nasional tiap tahun.

- Pembangunan sebagai suatu proses

Pembangunan sebagai suatu proses pengendalian dan rekayasa untuk mencapai sasaran akhir yakni kemakmuran.

Jika perencanaan dipandang sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan pembangunan dengan lebih baik, maka sangat kuat alasannya mengapa perencanaan itu sangat diperlukan (Tjokroamidjojo, 1995):

1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.

2. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal- hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedikit mungkin.

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara terbaik.

4. Dengan perencanaan, dilakukan penyusunan skala prioritas.

5. Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan dan evaluasi.

Dengan memperhatikan apa yang telah diuraikan diatas, maka fungsi perencanaan dalam proses pembangunan adalah sangat diperlukan dan mempunyai fungsi yang strategis, karena tanpa adanya perencanaan yang baik yang pada hakekatnya adalah merupakan alat atau cara untuk mencapai tujuan pembangunan, maka kegiatan tidak akan dapat dilaksanakan dengan berdaya guna dan berhasil guna dan akibatnya akan terjadi pemborosan sumber daya.

Unsur-unsur perencanaan pembangunan yang perlu diperhatikan antara lain (Tjokroamidjojo, 1995) :

1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar yang juga disebut sebagai tujuan, arah, sasaran dan prioritas pembangunan

2. Kerangka rencana makro yang dihubungkan dengan berbagai variabel pembangunan

3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan

4. Program investasi dan administrasi pembangunan.

Menurut Friedman (1987) perencanaan pembangunan harus memiliki, mengetahui dan memperhitungkan beberapa unsur pokok, yaitu :

(28)

2. Jangka waktu untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut. 3. Masalah-masalah yang dihadapi.

4. Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya. 5. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk melaksanakannya.

6. Orang, organisasi atau badan pelaksana

Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RPJP menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM untuk kemudian dijabarkan di RKP. Berdasarkan rencana nasional tersebut semua sektor, dalam hal ini lembaga dan kementerian (K/L), menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) yang berpedoman kepada RPJM dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) yang berpedoman kepada RKP. Rencana pembangunan ini kemudian menjadi pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pola perencanaan pembangunan daerah persis sama dengan pola perencanaan pembangungan nasional, dimana RPJP Nasional diacu oleh RPJP Daerah, RPJM Nasional diperhatikan oleh RPJM Daerah dan RKP diserasikan dengan RKP Daerah melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Rencana pembangunan daerah ini menjadi pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Hasil kajian Ma‟rif et al. (2012) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesesuaian antara RPJMD dengan RKPD Kota Semarang sebesar 70,95% dan rata-rata eksistensi data yang mampu memberikan gambaran indikator kinerja sebesar 73,70%. Ketidaksesuaian baseline indikator kinerja antara RKPD 2011 dengan RPJMD 2010-2015, sehingga beberapa indikator kinerja sulit mencapai target dan beberapa indikator lain sangat mudah mencapai target atau telah mampu mencapai target sampai beberapa tahun kedepan. Sementara itu hasil penelitian Syaifullah (2008) menunjukkan bahwa kualitas perencanaan pembangunan tahunan daerah di Kota Magelang masih buruk karena belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat, belum mempunyai alur perencanaan yang jelas, serta belum ada keterkaitan substansi antar dokumen perencanaan yang satu dengan yang lainnya.

Peran Rencana Tata Ruang Dalam Perencanaan Pembangunan

Penataan ruang berkaitan juga dengan perencanaan pembangunan sehingga dokumen yang dihasilkan dari kegiatan penataan ruang dan perencanaan pembangunan sama-sama ditujukan untuk memprediksi kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang. Selain itu, rencana tata ruang sebagai hasil dari kegiatan perencanaan tata ruang merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan yang saling mempengaruhi satu sama lain.

(29)

15

daerah yang berasal dari berbagai sumber dana, sebagai wujud dari pemanfaatan rencana tata ruang di daerah.

Menurut Nurmandi (1999), rencana tata ruang merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka penyusunan program-program pembangunan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, rencana tata ruang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan rencana program pembangunan yang merupakan rencana jangka menengah dan jangka pendek.

Perencanaan tata ruang dapat mempengaruhi proses pembangunan melalui 3 alat utama yaitu (Cadman dan Crowe, 1991):

1. Rencana pembangunan, yang menyediakan pengendalian keputusan melalui keputusan stategis dimana pemerintah mengadopsi rencana tata ruang untuk mengatur guna lahan dan perubahan lingkungan.

2. Kontrol pembangunan, yang menyediakan mekanisme administratif bagi perencana untuk mewujudkan rencana pembangunan setelah mengadopsi rencana tata ruang. Kontrol pembangunan ini berlaku pula bagi pemilik lahan, pengembang (developers) dan investor.

3. Promosi pembangunan, merupakan cara yang paling mudah mengetahui interaksi antara perencanaan tata ruang dengan proses pembangunan. Dalam konteks pemerintahan, maka dengan adanya rencana tata ruang, pemerintah menginginkan adanya pembangunan dan investasi di daerahnya dengan cara mempromosikan dan memasarkan lokasi, membuat lahan yang siap bangun dan menyediakan bantuan dana serta subsidi.

Rencana tata ruang kota dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan maupun pelaksanaan program pembangunan di wilayah kota yang bersangkutan:

1. Bagi departemen/instansi pusat dan pemerintah provinsi, digunakan dalam penyusunan program-program pembangunan lima tahunan dan tahunan secara terkoordinasi dan terintegrasi.

2. Bagi pemerintah kota, digunakan dalam penyusunan program-program pembangunan lima tahunan dan tahunan di wilayah kota yang bersangkutan.

3. Bagi pemerintah kota dalam penetapan investasi yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan swasta, digunakan sebagai acuan dalam perijinan pemanfaatan ruang serta pelaksanaan kegiatan pembangunan di wilayah kota.

Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa rencana tata ruang tidak hanya digunakan dalam mekanisme penerbitan ijin saja, tetapi juga sebagai dasar dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah dan jangka pendek serta penyusunan anggaran daerah. Penyusunan dan pengusulan program yang sesuai dengan rencana tata ruang bertujuan untuk mewujudkan keterpaduan antara program pembangunan dengan rencana tata ruang yang ada sehingga rencana tata ruang tidak hanya dilihat sebagai aspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan daerah tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya sasaran-sasaran pembangunan.

(30)

maupun kabupaten/kota dalam penyusunannya harus memperhatikan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaannya, RTRW dengan rencana pembangunan dapat berjalan dua arah. Penyusunan RTRW kabupaten dilakukan dengan mempertimbangkan RPJMD, dan sekaligus RTRW Kabupaten juga menjadi acuan dalam penyusunan RPJMD dan RPJPD. RTRW perlu diintegrasikan dengan rencana pembangunan selain karena merupakan amanah Undang-undang No. 26 Tahun 2007, RTRW harus dapat berperan sebagai arahan pembangunan daerah. Harmonisasi RTRW dengan rencana pembangunan daerah menjamin terlaksananya pembangunan daerah dengan baik. RTRW memberikan norma, batasan, dan arahan terhadap pemanfaatan sumber daya yang ada di daerah, termasuk mengendalikannya.

Hasil penelitian Darmawati et al. (2015) menunjukkan bahwa Perda RTRW yang mencakup semua bidang, sehinggga instansi yang mempunyai peran teknis dalam implementasi kebijakan Perda RTRW kota Palopo berperan untuk melakukan koordinasi dengan semua pihak agar komunikasi tidak hanya satu arah, pelaksanaanya tidak berdasarkan top down, akan tetapi lewat komunikasi semua orang dilibatkan sehingga implementasi kebijakan mempunyai hasil yang lebih baik dan tepat sasaran. Perda tidak dapat dilepaskan dari indikasi program karena ini merupakan pedoman teknis yang menyangkut instansi pelaksana, pembiayaan, dan waktu, karena ini terkait dengan masalah penaatan ruang wilayah yang didalamnya terdapat unsur manusia, maka kesalahan informasi akan mengakibatkan konflik, komunikasi yang kurang baik. Implementasi kebijakan Perda RTRW Kota Palopo sudah dilakukan komunikasi dengan instansi dan masyarakat, namun perlu dilakukan secara kontinyu agar pemerintah dan masyarakat. Sementara itu, hasil kajian Ahyuni (2012) menunjukkan bahwa efektifitas RTRW sebagai rencana umum yang berfungsi sebagai pedoman koordinasi pembangunan antar sektor maupun antara RTRW dan RPJP dan RPJM dalam rangka mewujudkan keterpaduan pengembangan wilayah dan bukan hanya sebagai alat pengaturan pemanfaatan ruang masih terbatas karena ; penekanan RTRW sebagai rencana pemanfaatan ruang (land use planning) ; kurang dikaji dan diinformasikannya karakter dari kawasan yang ditetapkan sehingga akibatnya sulit diidentifikasi kebijakan dan indikasi program yang terkait baik dari aspek fisik, kependudukan, sosial dan ekonomi. Sinkronisasi antar kebijakan tata ruang dan kebijakan pembangunan sulit dilakukan karena adanya hambatan obyektif dan bukan hanya disebabkann sulitnya koordinasi antar sektor. Oleh karena itu, dimasa depan revisi RTRW perlu dilakukan dengan memperhatikan ke-komprehensifan elemen fisik yang direncanakan, kedalaman rencana, dan pengakaitan yang jelas antar kebijakan fisik, kependudukan, sosial dan ekonomi.

Sistem Informasi Geografis

(31)

17

menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis (ESRI, 1990). Analisis dengan SIG dapat memperoleh jawaban dari permasalahan-permasalahan keruangan. Hal ini tergantung dari bagaimana analisis melakukan klasifikasi atau simbolisasi suatu fitur. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan penganbilan keputusan (Mitchell, 2005).

SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi opersi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus dan Wiradisastra, 2000). Burrough (1986) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, mentransformasikan dan menyajikan data spasial obyek atau aspek permukaan bumi untuk tujuan tertentu. SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi dan menganalisis data (Aronoff, 1989).

Analisis SIG dapat dipakai untuk mendukung berbagai aplikasi terhadap fenomena geografis yang penting dalam kegiatan pembangunan, misalnya dalam perencanaan tata ruang (spatial planning). Dalam perencanaan pembangunan tersebut perlu dilakukan analisis spasial dari berbagai kondisi fisik dan sosial ekonomi suatu daerah untuk dapat menentukan pemanfaatan sumberdaya yang optimal. Untuk keperluan analisis keruangan, SIG mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel dan akurat.

Keunikan SIG lainnya jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan basis data adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama. Sebagai contoh, data SIG penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk batas-batas luasan yang masing- masing mempunyai atribut dalam bentuk tulisan maupun angka. Informasi dalam tema umumnya disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berbeda. Oleh karena SIG merupakan penyederhanaan dari fenomena alam/geografi yang nyata, maka SIG harus betul-betul mewakili kondisi, sifat-sifat (atribut yang penting) bagi suatu aplikasi/ pemanfaatan tertentu (Raharjo, 1996).

Tahap terakhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model- model untuk mendapatkan evaluasi secara real time yang kemudian hasilnya didapatkan dari pemodelan dibamdingkan dengan kondisi dilapangan (Robinson et al. 1995).

Teknologi SIG akan mempermudah para perencana dalam mengakses data, menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaan dan meningkatkan keahlian para perencana serta masyarakat dalam menggunakan sistem informasi spasial melalui komputer. SIG dapat membantu para perencana dan pengambil keputusan dalam memecahkan masalah-masalah spasial yang sangat kompleks.

(32)

juga dapat dilakukan hal yang sama. Beberapa kelemahan dari proses tersebut adalah selain membutuhkan waktu yang relatif lama, tingkat ketelitian dan akurasinya sangat bergantung pada kemampuan dan ketelitian penggunanya dalam melakukan proses olah data tersebut. Dengan teknologi SIG, diperlukan data spasial dan atribut dalam bentuk digital, sehingga prosesnya dapat dilakukan dengan cepat dengan tingkat ketelitian cukup baik dan prosesnya dapat diulang kapan saja, oleh siapa saja, dan hasilnya dapat disajikan dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Hasil penelitian Ratnaningtyas dan Hadi (2013) tentang evaluasi pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang Kota Yogyakarta yang menggunakan Sistem Informasi Geografis menunjukkan bahwa kesesuaian rencana penggunaan lahan sebesar 66,29% dan ketidaksesuaian rencana penggunaan lahan sebesar 33,71% sedangkan kesesuaian rencana jaringan jalan sebesar 85,5%, ketidaksesuaian rencana jaringan jalan sebesar 12,2%, dan rencana jaringan jalan yang tidak terealisasi sebesar 2,3%.

Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian

Munawwaroh (2003) dalam tesisnya yang berjudul “Pemanfaatan Rencana Tata Ruang Dalam Penyusunan Usulan Program Pembangunan Di Kabupaten

Ciamis” mengemukakan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar tingkat pemanfaatan rencana tata ruang dalam penyusunan usulan program dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang terjadi di Kabupaten Ciamis. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dengan teknik analisis tabulasi silang yang dilakukan terhadap hasil penyebaran kuesioner kepada instansi terkait. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian kecil (rata-rata 35,27% per tahun) program pembangunan yang diusulkan oleh instansi dan kecamatan telah sesuai dengan rencana tata ruang. Selain itu, diketahui bahwa sebagian besar (84,6%) instansi tidak menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ciamis sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan usulan program pembangunan. Faktor utama yang mempengaruhi tidak digunakannya RTRW dalam penyusunan usulan program pembangunan adalah substansi RTRW yang tidak dimengerti oleh aparatur pemerintah.

Supriyanto (2005) dalam tesisnya yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan RTRW Pada Program Pembangunan Kota Batam” mengemukakan bahwa

(33)

19

mempengaruhi tidak digunakannya RTRW oleh dinas/instansi dalam penyusunan usulan program pembangunan adalah karena substansi RTRW masih terlalu umum.

Effendi (2007) dalam tesisnya yang berjudul “Upaya Peningkatan Manfaat

Rencana Tata Ruang Dalam Mekanisme Perencanaan Program Pembangunan di

Kota Medan” mengemukakan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk

merumuskan upaya peningkatan pemanfaatan rencana tata ruang kota dalam mekanisme perencanaan program pembangunan di Kota Medan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kesesuaian antara program pembangunan dengan rencana tata ruang, ternyata pemanfaatan rencana tata ruang untuk program pembangunan di kota Medan masih belum seperti yang diharapkan/direncanakan. Penyusunan program pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Kota Medan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) ternyata menggambarkan sangat rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang Kota Medan. Ada indikasi bahwa dalam forum Musrenbang yang dimulai dari Kelurahan kurang memperhatikan Rencana Tata Ruang Kota. Hasil analisis menunjukkan bahwa rencana tata ruang Kota Medan masih kurang dimanfaatkan, adapun faktor-faktor yang ditemui di lapangan antara lain adalah kualitas dari rencana tata ruang itu sendiri (tidak sesuai dengan di lapangan, kurangnya sosialisasi rencana tata ruang, pendistribusian dokumen rencana tata ruang tidak sampai ke kelurahan dan kecamatan, rendahnya kualitas aparat, faktor perubahan dan kecenderungan perkembangan serta tidak transparan).

3

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat dengan lokasi penelitian di 6 (enam) wilayah kecamatan yang ada di Kota Bogor. Secara geografis Kota Bogor terletak antara 106o43‟30” BT sampai 106o51‟00” BT dan 30o30‟ LS sampai 6o41‟00” LS dengan batas-batas wilayah Kota Bogor sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Sukaraja, Bojong Gede dan Kemang; Sebelah Timur berbatasan dengan Sukaraja dan Ciawi; Sebelah Selatan berbatasan dengan Cijeruk dan Caringin; serta Sebelah Barat berbatasan dengan Kemang dan Dramaga.

Adapun pelaksanaan penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan terhitung September 2015 sampai Maret 2016.

Jenis dan Sumber Data

(34)

pengumpulan data, teknik analisa data, asumsi yang digunakan serta output yang diharapkan sebagai hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RTRW Kota Bogor Tahun 2011-2031, peta penggunaan lahan (land use) eksisting tahun 2013 serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Bogor tahun 2012-2015. Sedangkan peralatan penunjang lainnya, serta laptop yang dilengkapi software Windows Office 2007, Expert Choice 2000 dan ArcGIS 10.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara langsung terhadap stakeholder terkait. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden mengenai hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998). Kuesioner digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan rencana tata ruang melalui pertanyaan digunakan atau tidaknya rencana tata ruang dalam penyusunan usulan program beserta alasannya, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tidak digunakannya rencana tata ruang melalui pertanyaan tahu atau tidaknya responden terhadap adanya RTRW, mengerti atau tidaknya responden terhadap isi materi RTRW, dan diperhatikan atau tidaknya RTRW dalam penyusunan usulan program, beserta masing-masing alasannya. Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi jenis kuesioner, jika dilihat dari cara menjawabnya, maka kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner tertutup sekaligus terbuka karena selain telah disediakan jawabannya, responden juga diberikan keleluasaan untuk memberikan jawaban lain yang dianggap sesuai dengan kondisi yang ada.

(35)

21

Tabel 1. Deskripsi Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang diharapkan menurut Tujuan Penelitian

No. Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Hasil/Output

1. Menganalisis kesesuaian

Analisis A‟WOT Arahan peningkatan

sinkronisasi tata ruang wilayah dengan program

pembangunan

(36)

Pencarian data dengan wawancara langsung ditujukan bagi para pakar dan instansi/dinas yang terkait dengan perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Bogor, karena dengan wawancara langsung diharapkan bisa diperoleh data yang akurat tentang peran dan fungsi lembaga tersebut. Wawancara ini dilakukan dengan metode pertanyaan yang sudah didaftar terlebih dahulu sehingga peneliti bisa menggiring jawaban terhadap permasalahan pelaksanaan RTRW dalam program pembangunan Kota Bogor. Sampel (responden) untuk wawancara dilakukan dengan Teknik Sampling Nonprobabilitas melalui pendekatan Purposive Sampling dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Adapun responden untuk wawancara yang dipilih dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan jumlah responden untuk analisis AWOT

No Responden Jumlah Keterangan

1 Unsur Pemerintah Kota

3 orang 1 orang Kepala Seksi Tata Ruang Bappeda Kota Bogor, 1 orang Kepala Bidang Tata Ruang dan Tata Bangunan Diwasbangkim Kota Bogor, 1 orang Kepala Seksi Perencanaan dan Pelaporan Disbima dan SDA Kota Bogor

2 Unsur Lembaga 1 orang 1 orang Anggota BKPRD Kota Bogor 3 Unsur Akademisi 1 orang 1 orang akademisi dari Universitas

Ibnu Khaldun

4 Unsur Legislatif 1 orang 1 orang Anggota DPRD Komisi C Kota Bogor

Data sekunder didapat dari dokumen perencanaan, peraturan yang ada dan sebagainya, yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti untuk bahan menganalisis permasalahan.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab tujuan yang ingin dicapai adalah Analisis Overlay, Analisis Deskriptif Spasial,

dan Analisis A‟WOT. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang

(37)

23 pada Tabel 4 yang merupakan penyesuaian dari matriks logik Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor tahun 2002.

Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian

RTRW Kota Bogor 2011-2031 Program Pembangunan Fisik 2012-2015 (RKPD)

Perbandingan lokasi program pembangunan dengan RTRW

Kesesuaian program pembangunan dengan RTRW

(Analisis Deskriptif)

Analisis peran instansi dan faktor yang mempengaruhi penggunaan RTRW dalam penyusunan program

pembangunan

Hasil kuesioner dan wawancara

Strategi peningkatan sinkronisasi tata ruang dengan program pembangunan Analisis

A‟WOT

Deskripsi kesesuaian pemanfaatan ruang

terhadap RTRW Overlay Peta RTRW

Kota Bogor 2011-2031

Peta Land Use 2013 (Citra

Quickbird)

Gambar

Tabel 1.  Deskripsi Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang diharapkan menurut Tujuan Penelitian
Gambar 2.  Diagram alir tahapan penelitian
Tabel 3.  Padanan penggunaan lahan dan rencana pola ruang (RTRW)
Tabel 4.  Matrik logik inkonsistensi RTRW dan penggunaan lahan tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pernanfaatan ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu dapat rnengarahkan jenis proyek CDM aforestasilreforestasi di Provinsi Bengkulu, karena berdasarkan

Pada Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kota Kendari 2012 dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kendari salah satu strategi pengembangan wilayah Kota Kendari

Mahan pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang wilayah dapat mengarahkan jenis proyek COM aforestasilreforestasi yang dapat diterapkan di Provinsi Bengkulu,

PERENCANAAN TATA RUANG (Studi Peraturan Daerah Kabupaten Karaganyar Nomoor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah)” telah berhasil penulis selesaikan. Pada

Tulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana Pentingnya fungsi dari Ruang Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro yang ditetapkan bahwa setiap kota

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kendal yang selanjutnya disingkat RTRW adalah kebijaksanaan Pemerintah Kabupaten Kendal dan strategi pemanfaatan ruang wilayah

Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Semarang dilihat dari lima tepat yang perlu dipenuhi dalam keefektifan suatu pelaksanaan program, yaitu ketepatan kebijakan,

DEPARTEMEN ILMU POLITIK & PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Cahyo Adhi