• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu

Hasil inventarisasi tumbuhan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti menunjukkan bahwa terdapat 70 jenis tumbuhan yang berasal dari 30 suku (Lampiran 2). Berdasarkan hasil studi pustaka yang dibandingkan dengan jenis tumbuhan yang telah diidentifikasi dapat diketahui bahwa di areal konservasi terdapat 34 jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan beruang madu (Tabel 4).

20

Tabel 4 Jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan beruang madu di areal konservasi

No. Nama lokal Nama latin Suku

1 Ara Ficus stricta Miq Moraceae

2 Arang-arang Diospyros maingayi (Hiern.) Bakh. Ebenaceae

3 Balang-balang Syzygium rostratum DC. Myrtaceae

4 Bengku Madhuca motleyana (de Vriese) J. F. Macbr. Sapotaceae

5 Cemetik Garcinia sp. Clusiaceae

6 Darah-darah Knema cinerea Warb. Myristicaceae

7 Durian hutan Durio carinatus Mast. Bombacaceae

8 Idan Xerospermum noronhianum Blume Sapindaceae

9 Jambu-jambu Syzygium claviflorum Roxb. Myrtaceae

10 Kandis Garcinia parvifolia Clusiaceae

11 Kedondong hutan Dacryodes rostrata (Blume) H. J. Lam Burseraceae

12 Kelat kelam Syzygium sp.1 Myrtaceae

13 Kelat merah Acmena acuminatissima (Blume) Merr. & L. M. Perry Myrtaceae

14 Kelat putih Syzygium inophyllum DC. Myrtaceae

15 Kelumpang Magnolia elegans (Blume) Keng Magnoliaceae

16 Keranji Dialium maingayi Baker Caesalpiniaceae

17 Manggis hutan Garcinia bancana Miq. Clusiaceae

18 Medang keladi Litsea lanceolata (Blume) Koesterm. Lauraceae

19 Medang lundu Litsea oppositifolia Gibbs. Lauraceae

20 Mempening Quercus sp. Fagaceae

21 Mesio Ilex cymosa Blume Aquifoliaceae

22 Nangka hutan Artocarpus rigidus Blume Moraceae

23 Nasi-nasi Syzygium zeylanicum (L.) DC. Myrtaceae

24 Parak Aglaia rubiginosa (Hiern) Pannell Meliaceae

25 Punak Tetramerista glabra Miq. Theaceae

26 Salakeo Mangifera griffithii Hook. f. Anacardiaceae

27 Samak Syzygium sp.2 Myrtaceae

28 Semaram Palaquium sumatranum Burck Sapotaceae

29 Seminai Palaquium ridleyi K. & G. Sapotaceae

30 Simpoh Dillenia reticulata King Dilleniaceae

31 Suntai Palaquium burckii H. J. Lam Sapotaceae

32 Terap Artocarpus elasticus Reinw Moraceae

33 Terentang Campnosperma coriaceum (Jack.) Hall. F. Ex Steen Anacardiaceae

34 Terpis Polyalthia hypoleuca Hook. f. & Thomson Annonaceae

Keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan di areal konservasi lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Fredriksson et al. (2006a) di Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) yang menemukan 72 jenis pohon pakan. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis tanah di kedua lokasi tersebut. Tanah di areal konservasi tergolong tanah gambut, sedangkan tanah di HLSW tergolong tanah mineral. Tingkat keasaman di tanah gambut lebih rendah

21 dibandingkan dengan tingkat keasaman di tanah mineral. Tanah di areal konservasi memiliki kisaran pH tanah 3.0-4.5, sedangkan tanah di HLSW memiliki kisaran pH tanah 5.3-6.6 (Triono et al. 2010). Menurut Irwan (2010), salah satu penyebab jumlah jenis tumbuhan yang ada di hutan rawa gambut tidak banyak adalah tanahnya tergolong tanah yang asam (pH tanah ± 3.2). Hanya tumbuhan yang adaptif terhadap kondisi lebih asam yang dapat tetap hidup (Andriesse 2003). Adimihardja et al. (2006) menyatakan bahwa tanah gambut pada umumnya sangat asam ( pH 3.0-4.5) dan kandungan bahan organik < 5%. Fraksi organik tanah gambut mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, protein, tannin dan resin dalam jumlah yang sedikit. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan dan perkembangan akar tumbuhan akan terhambat, sehingga jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dan berkembang sangat terbatas. Selain itu, miskinnya unsur hara yang tersedia di tanah gambut mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

Hasil perhitungan indeks nilai penting (INP) menunjukkan bahwa jenis bengku (Madhuca motleyana), kelat putih (Syzygium inophyllum), kelat merah (Acmena acuminatissima), arang-arang (Diospyros maingayi) dan punak (Tetramerista glabra) termasuk dalam urutan lima jenis pohon pakan beruang madu dengan INP tertinggi (Tabel 5). Jenis Madhuca motleyana merupakan jenis pohon pakan beruang madu yang memiliki INP paling tinggi, sehingga jenis tersebut dapat juga dikatakan sebagai jenis pohon pakan beruang madu yang paling dominan di areal konservasi. Smith (1977) menyatakan bahwa jenis dominan merupakan jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada jenis yang lain dalam tempat yang sama. Jenis tersebut dapat memanfaatkan komponen habitat yang tersedia di areal konservasi, seperti keasaman tanah (pH tanah) 3.0-4.5, ketebalan gambut 5-8 m dan intensitas cahaya matahari mulai 200 lx hingga 49200 lx.

Tabel 5 Indeks nilai penting pohon pakan beruang madu di areal konservasi No. Nama Lokal Nama Latin KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)

1. Bengku Madhuca motleyana 10.97 8.46 9.22 28.65 2. Kelat putih Syzigium inophyllum 9.14 8.89 7.35 25.38 3. Kelat merah Acmena acuminatissima 5.32 5.03 4.03 14.38 4. Arang-arang Diospyros maingayi 2.99 3.43 2.79 9.20 5. Punak Tetramerista glabra 2.08 2.68 3.66 8.41

Waktu pengambilan data yang bertepatan dengan waktu yang masih termasuk dalam musim kemarau menyebabkan tidak semua jenis pohon pakan beruang madu sedang musim berbuah. Hanya jenis ara (Ficus stricta), nangka hutan (Artocarpus rigidus), punak (Tetramerista glabra), salakeo (Mangifera griffithii), terap (Artocarpus elasticus) dan terentang (Campnosperma coriaceum) saja yang dijumpai sedang berbuah. Sunarjono (2008) menyatakan bahwa musim berbuah pohon tropis di Indonesia umumnya terjadi ketika musim hujan.

22

Ara (Ficus stricta)

Pohon ara memiliki tinggi yang bervariasi, mulai dari 16 m hingga 26 m. Daun berbentuk oblong dan simetris. Panjang daunnya berkisar 8-14 cm dan lebar berkisar 3.5-6.0.cm. Buah jenis ini berbentuk bulat agak lonjong dan ketika matang berwarna jingga.

Menurut Berg & Corner (2005), Ficus stricta mampu tumbuh mulai dari dataran rendah hingga pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Jenis ini dapat ditemukan di Cina Selatan, Myanmar, Filipina, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa.

Gambar 7 Buah Ficus stricta

Hasil beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa banyak anggota marga Ficus yang termasuk dalam daftar buah pakan beruang madu, salah satu jenisnya adalah Ficus stricta. Hal ini dikarenakan jenis tersebut merupakan jenis yang berbuah sepanjang tahun (Leighton & Leighton 1983, Lambert & Marshall 1991). Selain itu, buah Ficus stricta dipilih beruang madu sebagai pakan karena buahnya memiliki kandungan kalsium yang termasuk salah satu kandungan nutrisi makanan yang diperlukan tubuhnya (Wee et al. 2008).

Nangka hutan (Artocarpus rigidus)

Jenis pohon yang dikenal dengan nama lokal nangka hutan dapat ditemukan di areal konservasi Estate Meranti dengan tinggi yang bervariasi, mulai dari 12 m hingga 24 m. Daun nangka hutan berbentuk bulat telur terbalik dengan ujungnya tumpul, serta memiliki panjang berkisar 15-26 cm dan lebar berkisar 3.5-6.5.cm. Buah jenis ini berbentuk bulat, berwarna kuning kehijauan ketika matang berwarna jingga dan memiliki rasa yang manis. Daging buah tertutup oleh duri yang pendek. Ukuran diameter buahnya berkisar 7-15 cm.

Chong et al. (2009) menyatakan bahwa Artocarpus rigidus mampu tumbuh di hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Jenis ini dapat ditemukan di India, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatera, Kalimantan dan Jawa.

23 Menurut Broto (2003), jenis ini merupakan jenis yang dapat berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat berpotensi sebagai pakan beruang madu. Selain itu, beruang madu memilih jenis ini sebagai pakannya diduga karena bermanfaat dalam menjaga kebugaran (fitness) tubuhnya. Hasil penelitian Namdaung et al. (2006) yang diacu dalam Hakim (2011) menyatakan bahwa jenis Artocarpus rigidus memiliki kandungan senyawa santonolid yang bersifat sitotoksik, yaitu dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker.

Gambar 8 Buah Artocarpus rigidus Punak (Tetramerista glabra)

Pohon jenis ini dapat ditemukan dengan tinggi yang bervariasi, mulai dari 13 m sampai 25 m. Diameter batang pohonnya mampu mencapai 150 cm dbh. Tangkai daunnya memiliki susunan alternate, yaitu berselang-seling. Lebar daunnya berkisar 3.5-6.5 cm dan panjangnya berkisar 7-16 cm. Buah berbentuk bulat dan berwarna hijau. Buah matang berwarna kuning jingga. Buah dilapisi exocarp yang tipis seperti kulit. Ukuran diameter buah berkisar 2-4 cm.

24

Jenis Tetramerista glabra umumnya dijumpai di hutan gambut dan kadang- kadang dapat dijumpai di hutan campuran dipterocarpaceae pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Jenis ini dapat ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera dan Kalimantan (Gavin & Peart 1997).

Hasil penelitian Bernard (2009) menyatakan bahwa pohon Tetramerista glabra dapat ditemukan sedang berbuah sepanjang tahun. Pertimbangan jenis ini berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu karena buah yang tersedia sepanjang tahun dapat menjadi pilihan pakan beruang madu untuk mencukupi kebutuhan energi beruang madu dalam melakukan aktivitas hariannya. Jenis ini memiliki kandungan air (89.88%) dan karbohidrat (6.64%) yang lebih besar dibandingkan kandungan lainnya (protein, lemak, kadar abu dan serat kasar). Menurut Reksohadiprodjo (1988), karbohidrat mempunyai peranan yang sangat penting di dalam tubuh satwa.

Salakeo (Mangifera griffithii)

Jenis ini memiliki perawakan pohon yang tingginya mampu mencapai 22 m. Buahnya lebih kecil dibandingkan jenis Mangifera indica dan Mangifera foetida. Buahnya berbentuk bulat panjang (oblong). Daging buahnya berserat, ketika matang daging buah berwarna kuning kemerahan dan kulit buahnya berwarna hijau kekuningan. Batang pohonnya tidak tahan terhadap serangan rayap, sehingga mudah tumbang (Linatoc 1999).

Gambar 10 Mangifera griffithii: (a) buah dan (b) biji

Menurut Litz (2009), Mangifera griffithii banyak ditemukan di daerah rawa. Jenis tersebut berasal dari Kepulauan Andaman, India dan saat ini tersebar di Semenanjung Malaya, Thailand, Sumatera dan di sebelah Barat Kalimantan.

Umumnya, jenis ini termasuk evergreen species (jenis yang selalu hijau) atau sedikit yang gugur ketika musim kemarau, sehingga ketersediaan buah jenis tersebut ketika musim kemarau sangat berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu (Litz 2009). Jenis ini memiliki kandungan air (86.11%) dan karbohidrat (11.8%) yang paling besar daripada kandungan lainnya. Karbohidrat daging buahnya terdiri dari gula sederhana, tepung dan selulosa. Gula sederhana seperti

25 sukrosa, glukosa, dan fruktosa diduga bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh beruang madu.

Terap (Artocarpus elasticus)

Pohon terap yang ditemukan di areal konservasi memiliki tinggi yang beraneka ragam, mulai dari 15 m sampai 20 m. Daun tunggal, berseling, berbentuk lonjong dan tebal. Ujung dan pangkal daunnya runcing. Panjang daun berkisar 20-40 cm dan lebarnya berkisar 15-25 cm. Tulang daun menyirip. Bentuk buahnya bulat, kulit daging buah berduri halus dengan ukuran diameter buah berkisar 10-15 cm. Ketika matang buah berwarna kuning kecoklatan dan beraroma yang khas.

Latifah (2005) menyatakan bahwa Artocarpus elasticus dapat dijumpai pada hutan dataran rendah sampai dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Spesies yang memiliki nama lokal terap ini tersebar di Semenanjung Malaya, Indonesia dan Filipina.

Gambar 11 Buah Artocarpus elasticus

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa buah terap ini mengandung senyawa flavonoid, yaitu sekelompok senyawa polifenol dengan berat molekul yang rendah. Flavonoid berperan dalam menghambat pembentukan radikal bebas (Chong et al. 2009, Hakim 2011). Kandungan metabolit sekunder tersebut dapat mempengaruhi fungsi fisiologis satwa yang memakannya, sehingga ketersediaan buah jenis ini di areal konservasi selain bisa sebagai sumber pakan beruang madu juga berpotensi sebagai asupan alami yang bisa menjaga kesehatan tubuh beruang madu.

Terentang (Campnosperma coriaceum)

Spesies ini dapat dijumpai dengan tinggi pohon mulai 11 m sampai 24 m. Daunnya berwarna hijau mengkilap gelap, kasar dan obovate atau lonjong sungsang (20-50 cm). Tangkai daun memiliki sepasang lobus. Daun muda berwarna coklat kemerahan. Buah tunggal berbentuk bulat telur dengan diameter

26

berkisar 0.5-0.8 cm. Buah berwarna hijau dengan bintik-bintik putih. Ketika matang buah berwarna ungu kehitaman.

Umumnya, Campnosperma coriaceum tumbuh di daerah rawa, termasuk rawa gambut. Terentang menyebar di hutan rawa gambut halus, lempung berpasir (kedalaman 3-5 m), ketinggian 10 m di atas permukaan laut dan tipe iklim A. Tumbuhan yang dikenal dengan nama lokal terentang ini tersebar di Semananjung Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Pohon ini tumbuh baik di hutan sekunder yang telah terbuka. Kondisi tegakan menyebar berkelompok (Kochummen 1989, Danu & Bogidarmanti 2012).

Selama pengumpulan data dilakukan, sangat jarang ditemukan buah terentang yang hampir matang. Penampakan buah terentang yang hampir matang disajikan pada Gambar 12a. Akan tetapi, buah terentang yang ditemukan di areal konservasi Estate Meranti lebih banyak yang berbuah muda atau masih berwarna hijau (Gambar 12b). Hasil penelitian Danu & Bogidarmanti (2012) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan buah terentang sampai matang secara fisiologis dalam satu malai saja bisa tidak serentak. Sebagian besar Campnosperma coriaceum berbuah muda pada bulan Oktober, kemudian berkembang menjadi buah tua yang sudah matang pada bulan November-Desember. Hal ini mengindikasikan bahwa buah terentang berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu ketika bulan-bulan tertentu saja.

Gambar 12 Buah Campnosperma coriaceum: (a) buah tua dan (b) buah muda Periode tidak musim berbuah sebagian besar jenis pohon pakan beruang madu menyebabkan informasi terkait dengan cara beruang madu untuk mendapatkan dan memakan buah yang ada di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti sulit untuk diketahui. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian Wong (2002) dapat diketahui bahwa beruang madu memanjat pohon Ficus sp. mengambil buah untuk dimakan. Buah yang diambil beruang madu terletak di ranting pohon Ficus sp. yang masih terjangkau olehnya. Buah Ficus sp. tersebut dimakan oleh beruang madu dalam bentuk buah yang lengkap dengan kulit dan bijinya. Selain itu, Wong (2013) menyatakan bahwa beruang madu juga mencari buah di lantai hutan. Beruang madu mengambil buah Durio sp. yang jatuh,

27 kemudian beruang madu tersebut membelah kulitnya lalu memakan daging buahnya.

Gambar 13 Beruang madu sedang memakan buah durian (Durio sp.) di Hutan Lindung Ulu Segama, Malaysia (Sumber: Wong 2013)

Periode tidak musim berbuah sebagian besar jenis pohon pakan beruang madu menyebabkan tidak dijumpai aktivitas makan beruang madu, baik secara langsung maupun tanda-tanda bekas aktivitas makannya. Hal tersebut juga yang mengindikasikan beruang madu lebih memilih serangga dibandingkan buah sebagai sumber pakannya. Fredriksson et al. (2006a) menyatakan bahwa hampir 100% pakan beruang madu terdiri atas buah selama periode musim berbuah, sedangkan pada periode tidak musim berbuah pakan beruang madu didominasi oleh serangga.

Gambar 14 Beruang madu sedang memakan rayap (Dicuspiditermes sp.) ketika periode tidak musim berbuah di Hutan Lindung Ulu Segama, Malaysia (Sumber: Wong 2002)

28

Pola Sebaran Pohon Pakan Beruang Madu

Hasil analisis pola sebaran pohon pakan beruang madu dengan metode rasio ragam menunjukkan bahwa seluruh jenis pohon pakan beruang madu menyebar secara berkelompok (Lampiran 3). Hal ini mendukung pernyataan Krebs (1989) bahwa populasi tumbuhan di alam memiliki kecenderungan tersebar secara berkelompok. Pola sebaran berkelompok disebabkan jenis pohon pakan beruang madu memilih tempat yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa pola sebaran berkelompok mengindikasikan adanya perilaku selektif terhadap faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh yang heterogen.

Masing-masing jenis pohon pakan beruang madu di areal konservasi memiliki pemilihan kondisi lingkungan tempat tumbuh yang berbeda. Faktor lingkungan yang disukai oleh masing-masing jenis pohon pakan beruang madu dapat diketahui dari nilai korelasi antara jenis pohon pakan beruang madu dengan komponen habitat (Lampiran 4).

Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diketahui bahwa jenis Litsea lanceolata berkorelasi positif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 95%, sedangkan jenis Syzygium claviflorum, Artocarpus elasticus dan Mangifera griffithii berkorelasi positif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang rendah terhadap kondisi tanah yang asam, sehingga jenis-jenis tersebut cenderung memilih tempat tumbuh yang memiliki pH tanah yang mendekati netral.

Jenis Madhuca motleyana berkorelasi negatif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap kondisi tanah yang asam. Hal tersebut diperkuat dengan diketahuinya bahwa jenis tersebut merupakan jenis pohon pakan beruang madu yang paling dominan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa jenis Diospyros maingayi, Durio carinatus dan Syzygium rostratum berkorelasi negatif dengan ketebalan gambut pada selang kepercayaan 95%, sedangkan Artocarpus rigidus, Dialium maingayi dan Campnosperma coriaceum berkorelasi negatif dengan ketebalan gambut pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki kecenderungan memilih tempat tumbuh yang ketebalan gambutnya dangkal, dikarenakan jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang rendah pada gambut tebal. Jenis-jenis tersebut diduga mempunyai akar yang pendek, sehingga akar sangat sulit untuk menyerap unsur hara yang terdapat di dasar gambut tebal (Istomo 2002).

Jenis Litsea oppositifolia berkorelasi positif dengan ketebalan gambut pada selang kepercayaan 95%, sedangkan jenis Knema cinerea, Ilex cymosa dan Palaquium burckii berkorelasi positif dengan ketebalan gambut pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang tinggi pada gambut tebal. Jenis-jenis tersebut diduga mempunyai akar yang mampu menyerap unsur hara yang terdapat di dasar gambut tebal.

29 Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diketahui bahwa jenis Dacryodes rostrata berkorelasi positif dengan intensitas cahaya matahari pada selang kepercayaan 95%, sedangkan jenis Ficus stricta berkorelasi positif dengan intensitas cahaya matahari pada selang kepercayaan 99%. Akan tetapi, beberapa peneliti menyatakan bahwa kedua jenis tersebut lebih menyukai tumbuh dan berkembang pada intensitas cahaya matahari rendah (Shanahan 2000; Rasnovi 2006). Hal ini berarti bahwa kedua jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang lebih besar dibandingkan jenis pohon pakan beruang madu lainnya terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi.

Pola sebaran pohon pakan beruang madu di areal konservasi Estate Meranti yang berkelompok mengindikasikan pola sebaran beruang madu di areal tersebut juga berkelompok. Augeri (2005) menyatakan bahwa ketersediaan vegetasi pakan mempengaruhi penggunaan habitat oleh beruang madu, terutama pola pencarian pakan. Umumnya, pola sebaran pohon sebagai sumber pakan satwaliar mencerminkan pola jelajahnya (Meijaard et al. 2006).

Faktor Lingkungan yang Menentukan Keberadaan Pohon Pakan Beruang Madu

Berdasarkan hasil analisis faktor dengan metode analisis komponen utama (AKU) yang telah dilakukan terhadap komponen habitat pohon pakan beruang madu (pH tanah, ketebalan gambut dan intensitas cahaya matahari) terbentuk satu komponen utama (KU1). Komponen utama (KU1) tersebut mewakili komponen pH tanah dan ketebalan gambut. Kedua komponen habitat tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti. Semakin besar pH tanah, maka jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan semakin banyak. Selain itu, semakin dangkal ketebalan gambut, maka jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan semakin banyak.

Hasil perhitungan analisis faktor disajikan pada Lampiran 5. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu 0.500. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 50% dari komponen utama yang terbentuk berdasarkan analisis faktor dapat mewakili keseluruhan variabel yang diamati, sedangkan 50% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diamati.

Hampir seluruh komponen habitat yang berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu berkaitan dengan sifat tanah gambut. Hal ini menunjukkan bahwa sifat tanah gambut menjadi faktor pembatas keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa areal konservasi termasuk areal yang miskin hara, sehingga membutuhkan penambahan unsur hara yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan seluruh jenis pohon pakan beruang madu.

Selain itu, sifat tanah gambut juga berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara oleh pohon pakan beruang madu. Tanah gambut yang sangat asam dapat mengganggu proses penyerapan unsur hara. Hal tersebut dikarenakan tanah gambut merupakan tanah yang memiliki ion H+yang tinggi, sehingga unsur hara

30

yang berupa ion negatif (anion) akan terikat dengan koloid tanah gambut (Endah & Abidin 2002). Tingginya konsentrasi ion H+ mengakibatkan keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu rendah. Hanya jenis tumbuhan yang adaptif terhadap konsentrasi ion H+ yang tinggi saja yang dapat ditemukan pada kondisi tanah tersebut. Dwijoseputro (1980) menyatakan bahwa indeks pH 3 menunjukkan bahwa konsentrasi ion H+ yang dimiliki tanah tersebut sebesar 10-3. Menurut Fitter & Hay (1991), tingginya konsentarasi ion H+ yang terdapat di tanah sangat asam (pH 3) dapat bersifat toksik bagi spesies tumbuhan yang mempunyai daya adaptif yang rendah.

Rekomendasi Pengelolaan

Pengalokasian areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti sebagai salah satu habitat beruang madu di Semenanjung Kampar perlu diapresiasi, namun perlu juga diikuti dengan penerapan pengelolaan yang baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak PT. RAPP, khususnya Estate Meranti dalam menentukan bentuk pengelolaan habitat beruang madu yang dapat dilakukan di areal konservasi.

Rekomendasi pengelolaan habitat beruang madu yang dapat diberikan kepada pihak pengelola sebagai pertimbangan dalam perencanaan bentuk pengelolaan habitat beruang madu di areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti berdasarkan hasil penelitian ini antara lain:

1. Pemantauan ketersediaan pohon pakan beruang madu secara berkala

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini terkait dengan struktur dan komposisi jenis pohon pakan beruang madu yang tersedia di areal konservasi. Pelaksanaan kegiatan ini dapat dijadwalkan setiap 6 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi habitat beruang madu dalam waktu musim yang berbeda. Ketika musim kemarau mudah terjadi kebakaran hutan, sehingga dikhawatirkan keberadaan pohon pakan beruang madu menjadi berkurang. Dengan demikian, habitat beruang madu yang mengalami gangguan akibat kebakaran hutan dapat segera dipulihkan dan ketersediaan pakannya tetap terjamin.

2. Peningkatan pengamanan habitat beruang madu

Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah perambahan hutan serta kegiatan ilegal lainnya yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas habitat beruang madu. Meskipun kegiatan pengamanan areal konservasi telah dilakukan oleh pihak pengelola, akan tetapi kegiatan ini perlu ditingkatkan. Pengamanan perlu ditingkatkan pada lokasi-lokasi yang tidak selalu terpantau oleh staf perusahaan. Hal ini dikarenakan pengamanan terlihat lebih terfokus pada lokasi di sekitar jalan utama (access road). Selama penelitian dilakukan ditemukan beberapa areal bekas perambahan, salah satunya di sekitar Sungai Kutup. 3. Pengayaan habitat beruang madu

Kegiatan ini dapat dilakukan di setiap lokasi yang terindikasi mengalami perambahan. Selama penelitian dilakukan, dijumpai lokasi bekas perambahan yang tidak produktif. Hal ini dikarenakan belum adanya upaya pengayaan

31 habitat di lokasi tersebut. Pengayaan habitat beruang madu dapat dilakukan dengan penanaman jenis-jenis pohon pakan beruang madu yang juga termasuk jenis tumbuhan asli. Selain itu, jenis yang akan digunakan untuk pengayaan

Dokumen terkait