• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversity of tree species as sun bear food in conservation area of PT. RAPP Meranti Estate, Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversity of tree species as sun bear food in conservation area of PT. RAPP Meranti Estate, Riau"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON PAKAN

BERUANG MADU DI AREAL KONSERVASI

PT. RAPP ESTATE MERANTI, RIAU

TUBAGUS M. MAULANA YUSUF

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TUBAGUS M. MAULANA YUSUF. Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti, Riau. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO dan BURHANUDDIN MASYUD.

Beruang madu termasuk salah satu spesies langka yang ada di Sumatera dan Kalimantan. Areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti merupakan habitat beruang madu di Riau, Sumatera. Informasi keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu di areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti sampai saat ini belum tersedia. Informasi tersebut dapat dijadikan acuan pengelolaan habitat beruang madu untuk mencegah kurangnya ketersediaan pakan beruang madu.

Penelitian dilakukan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu, pola sebaran pohon pakan beruang madu dan faktor lingkungan yang menentukan keberadaan jenis pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, analisis vegetasi dan observasi lapang. Data yang dikumpulkan meliputi nama jenis, jumlah individu, diameter, tinggi pohon, pH tanah, intensitas cahaya matahari dan ketebalan gambut. Pengumpulan data dilakukan pada setiap petak contoh. Metode pengambilan unit contoh yang digunakan adalah stratified random sampling dengan intensitas sampling 0.1%.

Jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti sebanyak 34 jenis. Jenis bengku (Madhuca motleyana) merupakan jenis pohon pakan beruang madu yang paling dominan di areal konservasi. Berdasarkan karakteristik abiotik areal konservasi, keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu paling tinggi ditemukan di areal dengan pH tanah 4.5, ketebalan gambut 5m dan intensitas cahaya matahari <10000 lx. Pola sebaran pohon pakan beruang madu adalah berkelompok. Faktor lingkungan yang menentukan keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti adalah pH tanah dan ketebalan gambut.

(5)

SUMMARY

TUBAGUS M. MAULANA YUSUF. Diversity of Tree Species As Sun Bear Food in Conservation Area of PT. RAPP Meranti Estate, Riau. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO and BURHANUDDIN MASYUD.

Sun bear is one of the rarest species in Sumatera and Kalimantan. Conservation Area of PT. RAPP Meranti Estate is one of the habitat for sun bear in Riau, Sumatera. Information about diversity of tree species as sun bear food sources in this area has not been available until now. These information can be used as a reference for habitat management to prevent the lack of availability of sun bear food.

This research was conducted in Conservation Area of PT. RAPP Meranti Estate, Pelalawan, Riau from June to July 2012. The objectives of this research was to identify the diversity and distribution pattern of tree species as sun bear food, and also to identify the environment factor that determine the diversity of tree species as sun bear food sources.

The methods of this research was literature review, vegetation analysis, and field observation. Parameters such as the name of species, individual number, the diameter, tree height, soil pH, light intensity and peat thickness were recorded during the survey. The methods of sampling was stratified random sampling with sampling intensity of 0.1%.

There was thirty two species of trees for sun bear food sources in conservation area. Madhuca motleyana was species of tree as sun bear food dominant in this area. The area with soil pH 4.5, peat thickness 5 m, and the light intensity <10000 lx was area that has the highest diversity of trees species as sun bear food sources. The distribution pattern of the trees as sun bear food sources was clumped. The environment factors that determine the diversity of tree species as sun bear food sources in the conservation area was soil pH and peat thickness

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON PAKAN

BERUANG MADU DI AREAL KONSERVASI

PT. RAPP ESTATE MERANTI, RIAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti, Riau

Nama : Tubagus M. Maulana Yusuf NIM : E351100021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi Ketua

Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Konservasi Biodiversitas Tropika

Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti, Riau” dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si selaku ketua komisi dan Bapak Dr. Ir.

Burhanuddin Masy’ud, MS selaku anggota komisi yang telah memberi bimbingan

dan arahan dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper yang telah memfasilitasi penulis dalam melakukan penelitian ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Tropenbos International Indonesia Programme yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, baik mengenai materi maupun bahasannya karena keterbatasan yang dimiliki. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan penulisan di masa yang akan datang sehingga penyusunan tulisan berikutnya dapat menjadi lebih baik.

Semoga tesis ini bermanfaat.

(11)

(i)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bio-ekologi Beruang Madu 4

Status Hukum 7

Pola Sebaran Tumbuhan 7

Faktor Lingkungan Mempengaruhi Pertumbuhan Tumbuhan 8 3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi 12

Peralatan dan Bahan 13

Data yang Dikumpulkan 13

Metode Pengambilan Unit Contoh 13

Metode Pengumpulan Data 13

Metode Pengolahan dan Analisis Data 16

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Luas dan Letak 18

Hidrologi 18

Variasi Lokal Tipe Vegetasi Hutan Gambut 19

Variasi Lokal Ketebalan Gambut 19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu 19

Pola Sebaran Pohon Pakan Beruang Madu 28

Faktor Lingkungan yang Menentukan Keberadaan Pohon Pakan Beruang

Madu 29

Rekomendasi Pengelolaan 30

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(12)

(ii)

DAFTAR TABEL

1 Fungsi unsur hara dan gejala yang ditimbulkan akibat defisiensi unsur

hara 8

2 Bentuk unsur hara yang diserap oleh tumbuhan 10 3 Kriteria kekuatan hubungan antara variabel yang diuji 17 4 Jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan beruang madu di

areal konservasi 20

5 Indeks nilai penting pohon pakan beruang madu di areal konservasi 21

(13)

(iii)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Beruang madu di Taman Margasatwa Ragunan 5

3 Pola sebaran tumbuhan: (a) acak, (b) berkelompok dan (c) seragam 8 4 Peta areal unit pengelolaan PT. RAPP Estate Meranti 12 5 Skema penempatan metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak 14 6 Peta kontur ketebalan gambut PT. RAPP Estate Meranti 15

7 Buah Ficus stricta 22

8 Buah Artocarpus rigidus 23

9 Buah Tetramerista glabra 23

10 Mangifera griffithi: (a) buah dan (b) biji 24

11 Buah Artocarpus elasticus 25

12 Buah Campnosperma coriaceum: (a) buah tua dan (b) buah muda 26 13 Beruang madu sedang memakan buah durian (Durio sp.) di Hutan

Lindung Ulu Segama, Malaysia 27

(14)

(iv)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jenis pohon pakan beruang madu di Hutan Lindung Sungai Wain 38 2 Daftar jenis tumbuhan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti 40 3 Hasil perhitungan rasio ragam dan nilai tengah jenis tumbuhan pakan

beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti 42 4 Hasil uji korelasi setiap jenis pohon pakan beruang madu dengan

komponen habitat 43

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beruang madu (Helarctos malayanus Raffles 1821) merupakan jenis beruang berukuran tubuh paling kecil dari delapan jenis beruang yang ada di dunia. Beruang yang hanya mendiami hutan hujan tropis dataran rendah di Asia Tenggara ini dapat ditemukan di Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Indonesia dan Brunei Darussalam (Servheen 1998). Maryanto et al. (2008) menyatakan bahwa distribusi beruang madu di Indonesia tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Beruang madu menempati tipe habitat hutan rawa, hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sampai dengan ketinggian 2000 mdpl (Fredriksson et al. 2008, Sastrapradja et al. 1982). Selain itu, Alikodra (2002) menyatakan bahwa tipe hutan yang juga termasuk habitat beruang madu adalah hutan gambut.

Semenanjung Kampar merupakan salah satu ekosistem rawa gambut yang masih tersisa di Pulau Sumatera. Areal konservasi IUPHHK-HTI (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri) PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) Estate Meranti yang termasuk dalam ekosistem gambut di Semenanjung Kampar merupakan salah satu wilayah penyebaran beruang madu (TIIP 2010b). PT. RAPP Estate Meranti memiliki areal pengelolaan dengan luas 45261.19 hektar dimana di dalamnya terdapat areal konservasi.

Sesuai dengan kesepakatan FSC (Forest Steward Council), pengelolaan hutan tanaman diwajibkan untuk memelihara dan/atau meningkatkan areal yang memiliki nilai konservasi tinggi melalui penerapan pendekatan kehati-hatian. Salah satu caranya adalah dengan kegiatan pemantauan berkala untuk pemeliharaan atau penilaian terhadap status nilai konservasi tinggi di setiap areal yang terdapat dalam unit pengelolaannya.

PT. RAPP sebagai salah satu perusahaan di bawah payung APRIL (Asia Pacific Resources International Holdings Ltd.) telah mendapatkan berbagai sertifikat voluntary. Sertifikat yang telah diperoleh antara lain chain of custody, controlled wood dan sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari. Perusahaan ini memiliki komitmen tinggi untuk mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan. Bentuk pengelolaan hutan secara lestari yang akan diterapkan oleh PT. RAPP di setiap unit pengelolaannya harus tetap memperhatikan aspek keanekaragaman hayati. Akan tetapi, informasi ilmiah yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati di Estate Meranti sampai saat ini masih sangat sedikit. Selain itu, studi ilmiah terkait dengan keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu yang terdapat di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti sampai saat ini juga belum pernah dilakukan.

(16)

2

habitat beruang madu, sehingga kurangnya ketersediaan pakan beruang madu di areal konservasi dapat dihindari.

Menurut Harris (1984), spesies dengan sumber pakan yang tersebar dan langka bisa lebih terancam keberadaannya jika ketersediaan pakannya terganggu. Kurangnya ketersediaan pakan beruang madu di habitat alaminya dapat menyebabkan kondisi fisik beruang madu yang buruk dan dapat mengalami kematian akibat kelaparan (Wong et al. 2004). Selain itu, hal tersebut juga dapat menyebabkan beruang madu mendatangi perkebunan masyarakat untuk mencari pakan, sehingga dapat memicu terjadinya konflik beruang madu dengan manusia (Fredriksson 2005).

Informasi mengenai keanekaragaman jenis, pola sebaran dan faktor lingkungan yang menentukan keberadaan pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi Estate Meranti dapat menjadi pertimbangan dalam merencanakan pengelolaan areal tersebut. Jenis pohon pakan beruang madu dapat dijadikan pertimbangan pihak pengelola sebagai jenis tumbuhan yang akan digunakan dalam pengayaan habitat. Selain itu, pola sebaran dan faktor lingkungan yang menentukan keberadaan pohon pakan beruang madu dapat menjadi pertimbangan pihak pengelola untuk merencanakan bentuk pembinaan habitat.

Perumusan Masalah

TIIP (2010b) menyatakan bahwa Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti termasuk salah satu wilayah penyebaran beruang madu di Semenanjung Kampar. Keberadaan beruang madu di areal tersebut menyebabkan diperlukannya suatu upaya konservasi yang tepat agar kelestarian beruang madu dapat terjaga dan terhindar dari ancaman kepunahan. Ancaman tersebut bisa terjadi apabila tidak adanya pengelolaan habitat beruang madu yang optimal.

(17)

3

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Areal konservasi

Habitat beruang madu

Analisis faktor penentu keberadaan

pohon pakan Ketersediaan pakan

Faktor lingkungan: - pH tanah

- intensitas cahaya - ketebalan gambut

Kelestarian populasi dan habitat beruang madu

Pengayaan & pembinaan

habitat

Pohon pakan

Keanekaragaman jenis

(18)

4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi:

1. Keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

2. Pola sebaran pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

3. Faktor lingkungan yang menentukan keberadaan pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi dan pola sebaran pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti, serta faktor lingkungan yang menentukan keberadaan pohon pakan beruang madu di areal tersebut. Beberapa informasi ini nantinya diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan pihak manajemen dalam menyusun strategi pengelolaan habitat beruang madu yang dapat menunjang kelestarian populasinya di areal tersebut.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Bioekologi Beruang Madu

Klasifikasi dan Morfologi

Beruang madu termasuk dalam Ordo Karnivora, Suku Ursidae, dan Genus Helarctos. Beruang madu memiliki nama ilmiah Helarctos malayanus. Spesies ini memiliki nama Inggris sun bear (Lekagul & McNeely 1977, Yasuma & Alikodra 1990, Payne et al. 2000, Maryanto et al. 2008). Selain itu, beruang madu memiliki nama lokal seperti bruang, baruwang, gampul, kibul, bahuang, wayuang, lego, yugam, bawang, berwan, biwang, buang, hugaang, makub, ngue, dan wahgoeng (Maryanto et al. 2007, Maryanto et al. 2008).

(19)

5 mulai dari 4.8 x 104 g sampai 6.3 x 104 g. Menurut Lekagul & McNeely (1977), spesies ini memiliki telinga yang berukuran kecil dan bulat.

Gambar 2 Beruang madu di Taman Margasatwa Ragunan (dokumen pribadi)

Penyebaran

Penyebaran beruang madu di dunia meliputi Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Kalimantan (Yasuma & Alikodra 1990, Payne et al. 2000). Menurut Yasuma & Alikodra (1990), keberadaan beruang madu di Kalimantan tercatat sampai di ketinggian 1500 mdpl di perbatasan Sabah-Sarawak dan 2300 mdpl di Gunung Kinabalu. Lekagul & McNeely (1977) menyatakan bahwa beruang madu dapat ditemukan di bagian selatan Cina. Selain itu, Servheen (1998) menyatakan bahwa beruang madu dapat ditemukan di Brunei Darussalam.

Pakan

(20)

6

berbuah (Lampiran 1). Buah merupakan pakan yang penting bagi beruang madu karena diperlukan untuk membangun cadangan energi atau memulihkan cadangan energi yang hilang. Menurut Astuti (2006), di kebun binatang seekor beruang madu jantan dewasa dapat memakan buah sebanyak 5142±49.70 g hari-1, sedangkan seekor beruang madu betina dewasa dapat memakan buah sebanyak 4678±14.50 g hari-1.

Perilaku

Medway (1978) menyatakan bahwa beruang madu lebih aktif selama periode crepuscular. Spesies ini merupakan pemanjat pohon yang sangat baik (Lekagul & McNeely 1977). Beberapa peneliti menyatakan bahwa spesies ini dapat melakukan aktivitas di atas tanah dan di pohon yang tinggi (Yasuma & Alikodra 1990, Payne et al. 2000, dan Maryanto et al. 2008). Maryanto et al. (2008) menyatakan bahwa beruang madu mampu hidup hingga berumur 20,5 tahun. Selain itu, Kitchener & Asa (2010) menyatakan bahwa catatan terpanjang masa hidup (life span) beruang madu di penangkaran adalah 35 tahun.

Salah satu perilaku beruang madu adalah menggali dan membongkar tanah yang bermanfaat untuk mempercepat proses penguraian dan daur ulang yang sangat penting untuk hutan hujan tropis. Selain itu, beruang madu juga memiliki peran penting dalam regenerasi hutan sebagai penyebar biji buah-buahan, yaitu apabila beruang madu memakan buah dengan biji yang ditelan utuh, maka setelah kotorannya dikeluarkan, biji yang ada di dalam kotoran tersebut akan segera tumbuh secara alami di dalam hutan (Fredriksson 2012).

Lekagul & McNeely (1977) menyatakan bahwa beruang madu sama seperti beruang lainnya, yaitu sering berdiri dengan kaki belakangnya untuk mendapatkan tampilan yang lebih besar ketika bertemu dengan pesaingnya atau sesuatu yang mengancam baginya. Beruang madu dapat dikatakan sebagai salah satu satwa paling berbahaya bagi manusia bila bertemu di hutan. Selain menggigit dengan taring yang tajam dan rahang yang kuat, beruang madu juga menggunakan cakar yang tajam dan kuat untuk merobek kulit kepala dan membuat luka yang parah pada wajah dan tubuh korban.

Biologi Reproduksi

Schwarzenberger et al. 2004 menyatakan bahwa masa bunting beruang madu selama tiga bulan. Frekuensi melahirkan induk betina beruang madu satu kali setiap tahun dengan interval masa etrus mulai dari 140 hari hingga 216 hari. Menurut Sastrapradja et al. (1982), jumlah anak per kelahiran (litter size) beruang madu yaitu satu sampai dua ekor.

Habitat

(21)

7 Fredriksson et al. (2008) menyatakan bahwa beruang madu hidup di hutan primer, hutan sekunder dan sering juga di lahan pertanian. Tipe hutan yang termasuk habitat beruang madu diantaranya adalah hutan tropis dataran rendah, hutan dipterocarpaceae dan hutan pegunungan rendah (Servheen 1998). Selain itu, tipe hutan yang juga termasuk habitat beruang madu adalah hutan gambut (Alikodra 2002).

Status Hukum

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menyatakan bahwa beruang madu termasuk satwa yang dilindungi di Indonesia. Spesies ini juga termasuk dalam kategori Appendix I CITES, yaitu kategori spesies yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional dan merupakan spesies yang terancam punah. Selain itu, spesies ini juga terdaftar dalam kategori rentan (vulnerable) The IUCN Red List of Threatened Species versi 3.1 tahun 2008.

Pola Sebaran Tumbuhan

Suatu jenis tumbuhan yang hidup dalam suatu ekosistem akan membentuk pola sebaran tertentu. Setiap individu jenis tersebut memiliki toleransi yang berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungan. Setiap individu tersebut juga memiliki kondisi lingkungan tertentu dimana ia dapat tumbuh optimal (Poole 1974).

(22)

8

Gambar 3 Pola sebaran tumbuhan: (a) acak, (b) berkelompok dan (c) seragam (Ludwig & Reynolds 1988)

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tumbuhan

Unsur Hara

Unsur hara merupakan unsur yang diperlukan oleh tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya (Dwijoseputro 1980; Rosmarkam & Yuwono 2002). Rinsema (1993) menambahkan bahwa unsur hara memiliki peran penting dalam merangsang perkembangan seluruh bagian tumbuhan.

Berdasarkan jumlah yang diperlukan tumbuhan, unsur hara dibagi menjadi dua golongan, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah relatif banyak. Sementara unsur hara mikro merupakan unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah relatif sedikit (Rosmarkam & Yuwono 2002; Winangun 2005; Parnata 2010).

Dwijoseputro (1980) menyatakan bahwa tumbuhan yang kekurangan salah satu unsur hara biasanya memperlihatkan tanda-tanda yang dapat dilihat dengan mudah. Tumbuhan yang mengalami defisiensi unsur hara akan tumbuh dan berkembang dengan tidak sempurna. Fungsi unsur hara dan gejala yang ditimbulkan akibat defisiensi unsur hara disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Fungsi unsur hara dan gejala yang ditimbulkan akibat defisiensi unsur hara

Jenis unsur hara Fungsi Gejala akibat defisiensi Unsur hara makro

Karbon (C) Bahan dasar untuk fotosintesis Metabolisme terhambat dan tumbuhan akan mati

Hidrogen (H) Bahan dasar untuk fotosintesis Metabolisme terhambat dan tumbuhan akan mati

Oksigen (O) Bahan dasar untuk fotosintesis Metabolisme terhambat dan tumbuhan akan mati

(23)

9 Tabel 1 Lanjutan

Jenis unsur hara Fungsi Gejala akibat defisiensi Unsur hara makro

Kalium (K) Mengaktifkan enzim, mem-pengaruhi osmosis, membantu

Kalsium (Ca) Mengatur fungsi sel, menguat-kan dinding sel, penawar racun dalam tumbuhan, mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan menguatkan batang

Magnesium (Mg) Membantu proses pembentukan klorofil dan mengaktifkan en-zim tidak normal, proses pema-tangan buah lambat

Sulfur (S) Membantu proses pembentukan bintil akar, tunas dan klorofil

Daun berwarna hijau pucat, batang dan ranting tampak kurus dan berbatang pendek Unsur hara mikro

Klor (Cl) Mengatur pertumbuhan akar dan batang, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tumbuhan klorosis, yaitu daun berwarna kuning dan mudah rontok Mangan (Mn) Mengaktifkan enzim dan

termasuk komponen struktural Boron (B) Mengatur perkecambahan,

pem-bungaan dan pembelahan sel

Tunas pucuk dan cabang-cabang lateral mati, daun keriting dan mudah rontok Seng (Zn) Mengatur pembentukan auksin

dan mencegah kerusakan molekul klorofil

Daun berwarna merah tua dan pertumbuhan akar tidak nor-mal

Tembaga (Cu) Membantu pembentukan kloro-fil dan termasuk komponen dalam pembentukan enzim

(24)

10

Tabel 1 Lanjutan

Jenis unsur hara Fungsi Penyakit akibat defisiensi Unsur hara mikro

Molibdenum (Mo) Membantu kerja enzim dalam mereduksi nitrat

Daun hijau pucat dan meng-gulung

Sumber: Dwijoseputro (1980), Lakitan (2008) dan Parnata (2010).

Endah & Abidin (2002) menyatakan bahwa tumbuhan menyerap unsur hara dari tanah dalam bentuk ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Karena ion-ion tersebut bermuatan listrik, akan terjadi tarik-menarik antara ion-ion dengan koloid tanah. Hanya ion yang tidak terikat dengan koloid tanah yang akan mudah diserap oleh akar tumbuhan.

Tabel 2 Bentuk unsur hara yang diserap oleh tumbuhan

Jenis unsur hara Bentuk yang diserap oleh tumbuhan Kation Anion yang berarti larutan tanah mengandung ion H+ lebih besar dibandingkan ion OH-. Sebaliknya, jika ion H+ lebih kecil dibandingkan ion OH-, maka larutan tanah tersebut bereaksi basa atau memiliki nilai pH antara 8-14.

(25)

11 (Endah & Abidin 2002). Selain itu, pH tanah mempunyai pengaruh yang kuat pada ketersediaan unsur hara mikro. Ketersediaan unsur hara mikro (kecuali Mo dan Cl) menurun apabila pH tanah meningkat. Range pH terbaik untuk ketersediaan hara mikro Cu, Zn, Fe dan Mn berturut-turut adalah 5.0-7.0; 5.0-7.0; 4.0-6.5 dan 5.0-6.0 (Winarso 2005).

Fitter & Hay (1991) menyatakan bahwa pH tanah sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim yang ada pada tumbuhan. Tingkat keasaman tanah yang optimal untuk kerja enzim tersebut umumnya sekitar 6-8 (Rosmarkam & Yuwono 2002; Abdurahman 2006; Meryandini et al. 2009).

Hadrjowigeno (1995) menyatakan bahwa ada tiga alasan utama tingkat keasaman tanah sangat penting untuk diketahui, yaitu:

1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tumbuhan. Umumnya, unsur hara mudah diserap oleh akar tumbuhan pada pH tanah netral, karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah terlarut di dalam air.

2. Dapat menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tumbuhan. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur Al yang bersifat racun dan mengikat unsur P, sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Natrium (Na) yang dapat bersifat racun bagi tumbuhan.

3. Berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada pH 5.5-7.0, bakteri pengurai bahan organik dapat berkembang dengan baik.

Ketebalan Gambut

Ketebalan gambut dapat mempengaruhi struktur tegakan hutan rawa gambut, seperti kerapatan pohon, volume, dan luas bidang dasar. Variasi jenis pohon di hutan rawa gambut erat kaitannya dengan ketebalan gambut (Mirmanto et al. 2003). Menurut Istomo (2002), kandungan hara tanah gambut semakin menurun dengan meningkatnya ketebalan gambut. Selain itu, ketebalan gambut dapat mengindikasikan kadar abu. Kadar abu tersebut dapat dijadikan gambaran kesuburan tanah gambut. Semakin tinggi ketebalan gambut mengakibatkan kadar abu semakin rendah. Gambut dangkal lebih subur dibandingkan dengan gambut tebal (kubah gambut) (Noor 2001).

Intensitas Cahaya Matahari

Cahaya mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang dikendalikan oleh cahaya antara lain perkecambahan, memanjangnya batang, membukanya hypocotyl, meluasnya daun, sintesis klorofil, gerakan batang, gerakan daun, dan pembukaan bunga (Fitter & Hay 1991). Selain itu, Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa cahaya merupakan faktor utama bagi pertumbuhan tumbuhan karena merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat.

(26)

12

Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan intensitas cahaya yang rendah akan mengganggu jalannya fotosintesis. Oleh karena itu, agar tumbuhan dapat melakukan fotosintesis dengan baik, tumbuhan membutuhkan intensitas cahaya yang optimal.

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Juni hingga bulan Juli 2012. Penelitian berlokasi di Areal Konservasi IUPHHK-HTI PT. RAPP Estate Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Penelitian dilakukan di areal konservasi yang terdapat di setiap blok unit pengelolaan. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta areal unit pengelolaan PT. RAPP Estate Meranti

Blok A

Blok B

Blok C

(27)

13

Peralatan dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: peta Areal Unit Pengelolaan PT. RAPP Estate Meranti, Global Positioning System (GPS) receiver, soil pH tester digital, lux meter digital, teropong binokuler, buku Panduan Lapangan Mamalia (Payne et al. 2000), haga altimeter, pita ukur, meteran, tali tambang, perlengkapan herbarium, camera digital, tally sheet, personal computer (PC) dengan beberapa perangkat lunak (software) ArcView 3.3, ArcGis 9.3, SPSS 16 dan Microsoft Office 2007, serta pustaka mengenai beruang madu.

Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data komponen biotik habitat beruang madu yang mencakup data vegetasi (tingkat semai dan pancang: nama jenis dan jumlah individu, tingkat tiang dan pohon: nama jenis, jumlah individu, dan diameter). Selain itu, data yang dikumpulkan lainnya mengenai data komponen abiotik habitat beruang madu yang mencakup: pH tanah, intensitas cahaya matahari dan ketebalan gambut.

Metode Pengambilan Unit Contoh

Metode pengambilan unit contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah stratified random sampling dengan intensitas sampling 0.1% dari masing-masing luas blok areal konservasi. Pengambilan unit contoh dilakukan pada keempat Blok Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti, yaitu Blok A (4104.42 ha), Blok B (2028.34 ha), Blok C (2062.58 ha) dan Blok D (927.71 ha). Pada setiap blok tersebut dibuat transek-transek dengan panjang 260 m dan lebar 20 m. Jumlah seluruh transek yang diamati adalah 18 transek, yaitu 8 transek pada Blok A, 4 transek pada Blok B, 4 transek pada Blok C dan 2 transek pada Blok D.

Metode Pengumpulan Data

(28)

14

a. Studi pustaka

Sebelum dilakukannya inventarisasi di lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang terkait dengan pakan beruang madu. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh daftar jenis pohon pakan yang dapat dijadikan acuan selama inventarisasi di lapangan. Selain itu, dilakukan juga pengumpulan beberapa peta yang dijadikan pedoman untuk pembuatan peta kerja, seperti peta Areal Unit Pengelolaan PT. RAPP Estate Meranti, peta penutupan lahan, peta sungai di Provinsi Riau, dan peta kontur ketebalan gambut Semenanjung Kampar.

b. Wawancara

Metode ini dilakukan guna memperoleh informasi tentang jenis pohon pakan beruang madu yang diketahui oleh responden di kawasan. Responden dalam wawancara ini adalah masyarakat sekitar kawasan dan tenaga kerja lapang Bagian Sustainability Departemen Forest Protection Unit Pengelolaan PT. RAPP Estate Meranti. Metode ini dilakukan dengan teknik wawancara terbuka, sehingga tidak dibuat daftar pertanyaan terstruktur seperti pada teknik wawancara tertutup.

c. Analisis vegetasi

Kegiatan inventarisasi tumbuhan dilakukan untuk mengetahui komposisi dan struktur dari setiap jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan. Kegiatan inventarisasi tumbuhan ini dilakukan dengan metode analisis vegetasi yang bertujuan untuk memperoleh data yang mencakup jenis, jumlah jenis, dan jumlah individu setiap jenis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak dengan ukuran panjang 260 m dan lebar 20 m (Gambar 5). Apabila dalam pencatatan nama jenis tumbuhan belum diketahui sewaktu pengumpulan data di lapangan, maka dilakukan pembuatan herbarium. Tahapan pembuatan herbarium di lapangan mengacu kepada Rugayah (2004), sebagai berikut:

1) Pengumpulan sampel herbarium berupa ranting, daun muda, daun tua, bunga dan buah.

2) Pencatatan data tumbuhan dengan menggunakan buku catatan.

3) Pembuatan label gantung yang diikat pada sampel herbarium. Satu label untuk satu sampel. Pada label ditulis kolektor, nomor koleksi, dan nama lokal tumbuhan.

4) Pengawetan sampel herbarium dengan cara dicelup dalam alkohol, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Lipatan kertas koran tersebut ditumpuk, ditekan lalu dikeringkan dengan cara dijemur untuk mendapatkan panas dari cahaya matahari.

5) Sampel herbarium diidentifikasi nama spesies, genus dan familinya di Herbarium Bogorienses LIPI, Bogor.

(29)

15

d. Pengukuran pH tanah

Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan soil pH tester digital. Pengukuran dilakukan pada setiap petak contoh inventarisasi tumbuhan.

e. Pengukuran intensitas cahaya matahari

Intensitas cahaya matahari diukur dengan menggunakan lux meter digital. Satuan lux meter digital adalah lux. Lux meter digital yang digunakan dapat menerima cahaya mulai dari 0 lx sampai 200000 lx. Pengukuran dilakukan pada setiap petak contoh. Pengukuran ini dilakukan sebanyak satu kali dalam satu hari antara pukul 12.00 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pengukuran dilakukan pada siang hari dikarenakan matahari mencapai posisi yang dapat menghasilkan intensitas cahaya terbesar yang dapat sampai ke muka bumi. Ketika intensitas cahaya matahari mencapai puncaknya sumber energi yang dibutuhkan tumbuhan untuk reaksi anabolik fotosintesis juga semakin banyak tersedia. Selain itu, pada saat intensitas cahaya matahari tertinggi, ukuran stomata yang terbuka mencapai ukuran maksimal (Lakitan 2008). Wahyudi et al. (2006) menyatakan bahwa keberlangsungan fotosintesis berkorelasi positif dengan ukuran stomata. Stomata berperan dalam masuknya karbondioksida yang diperlukan tumbuhan untuk fotosintesis.

f. Pengukuran ketebalan gambut

Pengukuran ketebalan gambut dilakukan dengan cara identifikasi ketebalan gambut pada koordinat lokasi pengambilan contoh yang dimasukkan ke dalam peta kontur ketebalan gambut Areal Unit Pengelolaan PT. RAPP Estate Meranti dengan bantuan perangkat lunak ArcView 3.3 (Gambar 6). Masing-masing kontur pada peta tersebut menunjukkan ketebalan gambut di lokasi pengambilan contoh.

(30)

16

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu

Data hasil inventarisasi tumbuhan digunakan untuk mengetahui potensi aktual tumbuhan pakan beruang madu yang terdapat di kawasan. Data potensi aktual tersebut dapat menggambarkan mengenai komposisi, kelimpahan, kemerataan dan dominansi tumbuhan pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

Data hasil inventarisasi tumbuhan juga digunakan untuk menghitung kerapatan, frekuensi dan indeks nilai penting (INP). INP digunakan untuk mengetahui tingkat dominansi jenis tumbuhan yang menempati suatu daerah (Kartono 2000). Kusmana & Istomo (1995) menjelaskan bahwa kerapatan menunjukkan kelimpahan suatu jenis dalam suatu komunitas, frekuensi menunjukkan derajat penyebaran suatu jenis di dalam suatu komunitas, sedangkan dominansi menunjukkan penguasaan suatu jenis dalam suatu komunitas. Untuk tingkat semai dan pancang, INP merupakan penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR), sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dijumlahkan lagi dengan nilai dominansi relatif (DR). Beberapa persamaan yang digunakan untuk menghitung KR, FR, DR dan INP (Soerianegara & Indrawan

Analisis Pola Sebaran Pohon Pakan Beruang Madu

Data frekuensi perjumpaan pohon pakan beruang madu di setiap petak contoh yang dilakukan pada kegiatan inventarisasi tumbuhan dianalisis pola sebarannya. Analisis pola sebaran dilakukan dengan menggunakan metode rasio ragam (Ludwig & Reynolds 1988), sebagai berikut:

a. Peubah yang diukur dalam metode ini adalah nilai rata-rata dan nilai keragaman (variannya). Rumus yang digunakan untuk menduga rata-rata:

(31)

17 Keterangan:

X : nilai rata-rata S2 : nilai ragam

xi : jumlah individu tiap sub petak

fi : frekuensi banyaknya ditemukan jumlah individu n : Σ xi.fi

N : Σ fi

b. Kemudian digunakan kriteria pengambilan keputusan:  Jika S2 = X, maka sebarannya acak.

 Jika S2 < X, maka sebarannya seragam.  Jika S2 > X, maka sebarannya berkelompok.

Setelah diketahui pola sebaran pohon pakan beruang madu, dilakukan uji korelasi untuk mengetahui apakah setiap jenis pohon pakan beruang madu memilki korelasi terhadap komponen habitat di areal konservasi. Sarwono (2006) menyatakan bahwa analisis korelasi digunakan untuk mengukur kuat lemahnya hubungan antara variabel bebas dan satu variabel tergantung yang berskala interval atau parametrik. Kriteria kuat atau lemahnya hubungan antara variabel dapat dilihat dari nilai korelasi variabel tersebut (Tabel 3).

Tabel 3 Kriteria kekuatan hubungan antara variabel yang diuji Kriteria Nilai korelasi

Analisis Faktor Lingkungan yang Menentukan Keberadaan Pohon Pakan Beruang Madu

Untuk mengetahui komponen habitat yang menentukan keberadaan seluruh jenis pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti digunakan analisis multivariat dengan pendekatan analisis faktor. Metode yang digunakan dalam analisis faktor adalah analisis komponen utama/principal component analysis (AKU/PCA). Analisis tersebut diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16.

(32)

18

merupakan teknik statistik multivariat yang berkaitan dengan struktur internal dari matriks.

Menurut Rahayu (2005), langkah pertama dalam menggunakan metode AKU adalah memasukkan keseluruhan peubah bebas (komponen biotik dan komponen abiotik) yang diamati dalam analisis faktor. Kemudian dilakukan pemilihan peubah yang layak diproses lebih lanjut atau tidak. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai K-M-O MSA (Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy). K-M-O MSA tersebut menggambarkan ukuran ketepatan dari analisis faktor. Nilai K-M-O MSA ≥ 0.5 maka sampel tersebut dianggap mempunyai ketepatan. Selanjutnya setiap peubah bebas dianalisis untuk mengetahui mana yang dapat diproses lebih lanjut dan mana yang harus dikeluarkan. Rahayu (2005) menyatakan bahwa pedoman untuk mengeluarkan peubah dari analisis adalah dengan melihat nilai anti-image matrices < 0.5. Nilai ini dapat terlihat pada tabel anti image correlation dimana akan terlihat sejumlah

angka yang membentuk diagonal yang bertanda ’a’. Setelah sejumlah peubah terpilih, maka dilakukan ekstraksi peubah tersebut hingga menjadi satu atau beberapa faktor.

4

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Luas dan Letak

Kawasan IUPHHK-HTI PT. RAPP Estate Meranti merupakan perluasan areal IUPHHK-HTI PT. RAPP yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 327/MenhutII/2009 dengan luas 45261 hektar. IUPHHK-HTI PT. RAPP Estate Meranti dibagi menjadi lima areal peruntukan, yaitu areal tanaman pokok, areal tanaman unggulan, areal tanaman kehidupan, areal konservasi, serta areal sarana dan prasarana. Areal konservasi Estate Meranti mencakup sempadan sungai, kubah gambut dan kawasan penyangga (buffer zone). Secara administratif, Kawasan IUPHHK-HTI PT. RAPP Estate Meranti termasuk dalam Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Hidrologi

(33)

19

Variasi Lokal Tipe Vegetasi Hutan Gambut

TIIP (2010a) menyatakan bahwa kawasan Estate Meranti memiliki empat tipe variasi vegetasi, yaitu hutan tiang dengan tajuk tinggi (Tall Pole Forest), hutan transisi rawa gambut campuran (Transition of Tall Pole Forest and Mixed Peat Swamp Forest), hutan riparian (Riverine Forest) dan semak belukar. Tall Pole Forest dicirikan dengan tajuk pohon yang tinggi dan relatif rata. Kanopi hutannya hanya terdiri atas 2-3 lapis saja. Ukuran pohon-pohon penyusunnya relatif kecil, yakni berdiameter berkisar antara 20-30 cm. Hutan transisi tiang tinggi rawa gambut campuran dicirikan dengan jenis campuran yang didominasi dengan tajuk tinggi dan tidak rata dengan diameter pohon umumnya > 30 cm. Kanopi hutannya terdiri dari beberapa lapisan dengan lapisan utama terbentuk dari tegakan pohon dengan ketinggian berkisar 30-40 m. Hutan riparian umumnya berkembang di wilayah pinggir sungai yang kondisinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sungai. Kanopi hutannya terdiri atas beberapa lapisan dengan beberapa pohon mencuat. Pada pinggir sungai yang selalu tergenang air, vegetasi ripariannya berkembang menjadi komunitas belukar dari marga Pandanus dan rerumputan dari kelompok Cyperaceae atau Hanguana dari suku Flagelariaceae.

Variasi Lokal Ketebalan Gambut

Umumnya, gambut akan membentuk suatu kubah (dome). Semakin mendekati kubah ketebalan gambut semakin meningkat, sedangkan semakin dekat dengan sungai ketebalan gambut akan semakin menipis. Ketebalan gambut di Estate Meranti berkisar antara 5 m hingga 10 m. Hardjowigeno (1996) menyatakan bahwa gambut di bagian tepi kubah pada umumnya memiliki kesuburan yang relatif baik (gambut topogen), sedangkan gambut yang terdapat di tengah-tengah kubah memiliki kesuburan yang rendah (gambut ombrogen).

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Pohon Pakan Beruang Madu

(34)

20

Tabel 4 Jenis pohon yang potensial sebagai sumber pakan beruang madu di areal konservasi

No. Nama lokal Nama latin Suku

1 Ara Ficus stricta Miq Moraceae

2 Arang-arang Diospyros maingayi (Hiern.) Bakh. Ebenaceae

3 Balang-balang Syzygium rostratum DC. Myrtaceae

4 Bengku Madhuca motleyana (de Vriese) J. F. Macbr. Sapotaceae

5 Cemetik Garcinia sp. Clusiaceae

6 Darah-darah Knema cinerea Warb. Myristicaceae

7 Durian hutan Durio carinatus Mast. Bombacaceae

8 Idan Xerospermum noronhianum Blume Sapindaceae

9 Jambu-jambu Syzygium claviflorum Roxb. Myrtaceae

10 Kandis Garcinia parvifolia Clusiaceae

11 Kedondong hutan Dacryodes rostrata (Blume) H. J. Lam Burseraceae

12 Kelat kelam Syzygium sp.1 Myrtaceae

13 Kelat merah Acmena acuminatissima (Blume) Merr. & L. M. Perry Myrtaceae

14 Kelat putih Syzygium inophyllum DC. Myrtaceae

15 Kelumpang Magnolia elegans (Blume) Keng Magnoliaceae

16 Keranji Dialium maingayi Baker Caesalpiniaceae

17 Manggis hutan Garcinia bancana Miq. Clusiaceae

18 Medang keladi Litsea lanceolata (Blume) Koesterm. Lauraceae

19 Medang lundu Litsea oppositifolia Gibbs. Lauraceae

20 Mempening Quercus sp. Fagaceae

21 Mesio Ilex cymosa Blume Aquifoliaceae

22 Nangka hutan Artocarpus rigidus Blume Moraceae

23 Nasi-nasi Syzygium zeylanicum (L.) DC. Myrtaceae

24 Parak Aglaia rubiginosa (Hiern) Pannell Meliaceae

25 Punak Tetramerista glabra Miq. Theaceae

26 Salakeo Mangifera griffithii Hook. f. Anacardiaceae

27 Samak Syzygium sp.2 Myrtaceae

28 Semaram Palaquium sumatranum Burck Sapotaceae

29 Seminai Palaquium ridleyi K. & G. Sapotaceae

30 Simpoh Dillenia reticulata King Dilleniaceae

31 Suntai Palaquium burckii H. J. Lam Sapotaceae

32 Terap Artocarpus elasticus Reinw Moraceae

33 Terentang Campnosperma coriaceum (Jack.) Hall. F. Ex Steen Anacardiaceae

34 Terpis Polyalthia hypoleuca Hook. f. & Thomson Annonaceae

(35)

21 dibandingkan dengan tingkat keasaman di tanah mineral. Tanah di areal konservasi memiliki kisaran pH tanah 3.0-4.5, sedangkan tanah di HLSW memiliki kisaran pH tanah 5.3-6.6 (Triono et al. 2010). Menurut Irwan (2010), salah satu penyebab jumlah jenis tumbuhan yang ada di hutan rawa gambut tidak banyak adalah tanahnya tergolong tanah yang asam (pH tanah ± 3.2). Hanya tumbuhan yang adaptif terhadap kondisi lebih asam yang dapat tetap hidup (Andriesse 2003). Adimihardja et al. (2006) menyatakan bahwa tanah gambut pada umumnya sangat asam ( pH 3.0-4.5) dan kandungan bahan organik < 5%. Fraksi organik tanah gambut mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, protein, tannin dan resin dalam jumlah yang sedikit. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan dan perkembangan akar tumbuhan akan terhambat, sehingga jenis tumbuhan yang dapat tumbuh dan berkembang sangat terbatas. Selain itu, miskinnya unsur hara yang tersedia di tanah gambut mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

Hasil perhitungan indeks nilai penting (INP) menunjukkan bahwa jenis bengku (Madhuca motleyana), kelat putih (Syzygium inophyllum), kelat merah (Acmena acuminatissima), arang-arang (Diospyros maingayi) dan punak (Tetramerista glabra) termasuk dalam urutan lima jenis pohon pakan beruang madu dengan INP tertinggi (Tabel 5). Jenis Madhuca motleyana merupakan jenis pohon pakan beruang madu yang memiliki INP paling tinggi, sehingga jenis tersebut dapat juga dikatakan sebagai jenis pohon pakan beruang madu yang paling dominan di areal konservasi. Smith (1977) menyatakan bahwa jenis dominan merupakan jenis yang dapat memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada jenis yang lain dalam tempat yang sama. Jenis tersebut dapat memanfaatkan komponen habitat yang tersedia di areal konservasi, seperti keasaman tanah (pH tanah) 3.0-4.5, ketebalan gambut 5-8 m dan intensitas cahaya matahari mulai 200 lx hingga 49200 lx.

Tabel 5 Indeks nilai penting pohon pakan beruang madu di areal konservasi No. Nama Lokal Nama Latin KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)

(36)

22

Ara (Ficus stricta)

Pohon ara memiliki tinggi yang bervariasi, mulai dari 16 m hingga 26 m. Daun berbentuk oblong dan simetris. Panjang daunnya berkisar 8-14 cm dan lebar berkisar 3.5-6.0.cm. Buah jenis ini berbentuk bulat agak lonjong dan ketika matang berwarna jingga.

Menurut Berg & Corner (2005), Ficus stricta mampu tumbuh mulai dari dataran rendah hingga pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Jenis ini dapat ditemukan di Cina Selatan, Myanmar, Filipina, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa.

Gambar 7 Buah Ficus stricta

Hasil beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa banyak anggota marga Ficus yang termasuk dalam daftar buah pakan beruang madu, salah satu jenisnya adalah Ficus stricta. Hal ini dikarenakan jenis tersebut merupakan jenis yang berbuah sepanjang tahun (Leighton & Leighton 1983, Lambert & Marshall 1991). Selain itu, buah Ficus stricta dipilih beruang madu sebagai pakan karena buahnya memiliki kandungan kalsium yang termasuk salah satu kandungan nutrisi makanan yang diperlukan tubuhnya (Wee et al. 2008).

Nangka hutan (Artocarpus rigidus)

Jenis pohon yang dikenal dengan nama lokal nangka hutan dapat ditemukan di areal konservasi Estate Meranti dengan tinggi yang bervariasi, mulai dari 12 m hingga 24 m. Daun nangka hutan berbentuk bulat telur terbalik dengan ujungnya tumpul, serta memiliki panjang berkisar 15-26 cm dan lebar berkisar 3.5-6.5.cm. Buah jenis ini berbentuk bulat, berwarna kuning kehijauan ketika matang berwarna jingga dan memiliki rasa yang manis. Daging buah tertutup oleh duri yang pendek. Ukuran diameter buahnya berkisar 7-15 cm.

(37)

23 Menurut Broto (2003), jenis ini merupakan jenis yang dapat berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat berpotensi sebagai pakan beruang madu. Selain itu, beruang madu memilih jenis ini sebagai pakannya diduga karena bermanfaat dalam menjaga kebugaran (fitness) tubuhnya. Hasil penelitian Namdaung et al. (2006) yang diacu dalam Hakim (2011) menyatakan bahwa jenis Artocarpus rigidus memiliki kandungan senyawa santonolid yang bersifat sitotoksik, yaitu dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker.

Gambar 8 Buah Artocarpus rigidus

Punak (Tetramerista glabra)

Pohon jenis ini dapat ditemukan dengan tinggi yang bervariasi, mulai dari 13 m sampai 25 m. Diameter batang pohonnya mampu mencapai 150 cm dbh. Tangkai daunnya memiliki susunan alternate, yaitu berselang-seling. Lebar daunnya berkisar 3.5-6.5 cm dan panjangnya berkisar 7-16 cm. Buah berbentuk bulat dan berwarna hijau. Buah matang berwarna kuning jingga. Buah dilapisi exocarp yang tipis seperti kulit. Ukuran diameter buah berkisar 2-4 cm.

(38)

24

Jenis Tetramerista glabra umumnya dijumpai di hutan gambut dan kadang-kadang dapat dijumpai di hutan campuran dipterocarpaceae pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Jenis ini dapat ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera dan Kalimantan (Gavin & Peart 1997).

Hasil penelitian Bernard (2009) menyatakan bahwa pohon Tetramerista glabra dapat ditemukan sedang berbuah sepanjang tahun. Pertimbangan jenis ini berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu karena buah yang tersedia sepanjang tahun dapat menjadi pilihan pakan beruang madu untuk mencukupi kebutuhan energi beruang madu dalam melakukan aktivitas hariannya. Jenis ini memiliki kandungan air (89.88%) dan karbohidrat (6.64%) yang lebih besar dibandingkan kandungan lainnya (protein, lemak, kadar abu dan serat kasar). Menurut Reksohadiprodjo (1988), karbohidrat mempunyai peranan yang sangat penting di dalam tubuh satwa.

Salakeo (Mangifera griffithii)

Jenis ini memiliki perawakan pohon yang tingginya mampu mencapai 22 m. Buahnya lebih kecil dibandingkan jenis Mangifera indica dan Mangifera foetida. Buahnya berbentuk bulat panjang (oblong). Daging buahnya berserat, ketika matang daging buah berwarna kuning kemerahan dan kulit buahnya berwarna hijau kekuningan. Batang pohonnya tidak tahan terhadap serangan rayap, sehingga mudah tumbang (Linatoc 1999).

Gambar 10 Mangifera griffithii: (a) buah dan (b) biji

Menurut Litz (2009), Mangifera griffithii banyak ditemukan di daerah rawa. Jenis tersebut berasal dari Kepulauan Andaman, India dan saat ini tersebar di Semenanjung Malaya, Thailand, Sumatera dan di sebelah Barat Kalimantan.

Umumnya, jenis ini termasuk evergreen species (jenis yang selalu hijau) atau sedikit yang gugur ketika musim kemarau, sehingga ketersediaan buah jenis tersebut ketika musim kemarau sangat berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu (Litz 2009). Jenis ini memiliki kandungan air (86.11%) dan karbohidrat (11.8%) yang paling besar daripada kandungan lainnya. Karbohidrat daging buahnya terdiri dari gula sederhana, tepung dan selulosa. Gula sederhana seperti

(39)

25 sukrosa, glukosa, dan fruktosa diduga bermanfaat bagi pemulihan tenaga pada tubuh beruang madu.

Terap (Artocarpus elasticus)

Pohon terap yang ditemukan di areal konservasi memiliki tinggi yang beraneka ragam, mulai dari 15 m sampai 20 m. Daun tunggal, berseling, berbentuk lonjong dan tebal. Ujung dan pangkal daunnya runcing. Panjang daun berkisar 20-40 cm dan lebarnya berkisar 15-25 cm. Tulang daun menyirip. Bentuk buahnya bulat, kulit daging buah berduri halus dengan ukuran diameter buah berkisar 10-15 cm. Ketika matang buah berwarna kuning kecoklatan dan beraroma yang khas.

Latifah (2005) menyatakan bahwa Artocarpus elasticus dapat dijumpai pada hutan dataran rendah sampai dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Spesies yang memiliki nama lokal terap ini tersebar di Semenanjung Malaya, Indonesia dan Filipina.

Gambar 11 Buah Artocarpus elasticus

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa buah terap ini mengandung senyawa flavonoid, yaitu sekelompok senyawa polifenol dengan berat molekul yang rendah. Flavonoid berperan dalam menghambat pembentukan radikal bebas (Chong et al. 2009, Hakim 2011). Kandungan metabolit sekunder tersebut dapat mempengaruhi fungsi fisiologis satwa yang memakannya, sehingga ketersediaan buah jenis ini di areal konservasi selain bisa sebagai sumber pakan beruang madu juga berpotensi sebagai asupan alami yang bisa menjaga kesehatan tubuh beruang madu.

Terentang (Campnosperma coriaceum)

(40)

26

berkisar 0.5-0.8 cm. Buah berwarna hijau dengan bintik-bintik putih. Ketika matang buah berwarna ungu kehitaman.

Umumnya, Campnosperma coriaceum tumbuh di daerah rawa, termasuk rawa gambut. Terentang menyebar di hutan rawa gambut halus, lempung berpasir (kedalaman 3-5 m), ketinggian 10 m di atas permukaan laut dan tipe iklim A. Tumbuhan yang dikenal dengan nama lokal terentang ini tersebar di Semananjung Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Pohon ini tumbuh baik di hutan sekunder yang telah terbuka. Kondisi tegakan menyebar berkelompok (Kochummen 1989, Danu & Bogidarmanti 2012).

Selama pengumpulan data dilakukan, sangat jarang ditemukan buah terentang yang hampir matang. Penampakan buah terentang yang hampir matang disajikan pada Gambar 12a. Akan tetapi, buah terentang yang ditemukan di areal konservasi Estate Meranti lebih banyak yang berbuah muda atau masih berwarna hijau (Gambar 12b). Hasil penelitian Danu & Bogidarmanti (2012) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan buah terentang sampai matang secara fisiologis dalam satu malai saja bisa tidak serentak. Sebagian besar Campnosperma coriaceum berbuah muda pada bulan Oktober, kemudian berkembang menjadi buah tua yang sudah matang pada bulan November-Desember. Hal ini mengindikasikan bahwa buah terentang berpotensi sebagai sumber pakan beruang madu ketika bulan-bulan tertentu saja.

Gambar 12 Buah Campnosperma coriaceum: (a) buah tua dan (b) buah muda

Periode tidak musim berbuah sebagian besar jenis pohon pakan beruang madu menyebabkan informasi terkait dengan cara beruang madu untuk mendapatkan dan memakan buah yang ada di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti sulit untuk diketahui. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian Wong (2002) dapat diketahui bahwa beruang madu memanjat pohon Ficus sp. mengambil buah untuk dimakan. Buah yang diambil beruang madu terletak di ranting pohon Ficus sp. yang masih terjangkau olehnya. Buah Ficus sp. tersebut dimakan oleh beruang madu dalam bentuk buah yang lengkap dengan kulit dan bijinya. Selain itu, Wong (2013) menyatakan bahwa beruang madu juga mencari buah di lantai hutan. Beruang madu mengambil buah Durio sp. yang jatuh,

(41)

27 kemudian beruang madu tersebut membelah kulitnya lalu memakan daging buahnya.

Gambar 13 Beruang madu sedang memakan buah durian (Durio sp.) di Hutan Lindung Ulu Segama, Malaysia (Sumber: Wong 2013)

Periode tidak musim berbuah sebagian besar jenis pohon pakan beruang madu menyebabkan tidak dijumpai aktivitas makan beruang madu, baik secara langsung maupun tanda-tanda bekas aktivitas makannya. Hal tersebut juga yang mengindikasikan beruang madu lebih memilih serangga dibandingkan buah sebagai sumber pakannya. Fredriksson et al. (2006a) menyatakan bahwa hampir 100% pakan beruang madu terdiri atas buah selama periode musim berbuah, sedangkan pada periode tidak musim berbuah pakan beruang madu didominasi oleh serangga.

(42)

28

Pola Sebaran Pohon Pakan Beruang Madu

Hasil analisis pola sebaran pohon pakan beruang madu dengan metode rasio ragam menunjukkan bahwa seluruh jenis pohon pakan beruang madu menyebar secara berkelompok (Lampiran 3). Hal ini mendukung pernyataan Krebs (1989) bahwa populasi tumbuhan di alam memiliki kecenderungan tersebar secara berkelompok. Pola sebaran berkelompok disebabkan jenis pohon pakan beruang madu memilih tempat yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa pola sebaran berkelompok mengindikasikan adanya perilaku selektif terhadap faktor-faktor lingkungan tempat tumbuh yang heterogen.

Masing-masing jenis pohon pakan beruang madu di areal konservasi memiliki pemilihan kondisi lingkungan tempat tumbuh yang berbeda. Faktor lingkungan yang disukai oleh masing-masing jenis pohon pakan beruang madu dapat diketahui dari nilai korelasi antara jenis pohon pakan beruang madu dengan komponen habitat (Lampiran 4).

Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diketahui bahwa jenis Litsea lanceolata berkorelasi positif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 95%, sedangkan jenis Syzygium claviflorum, Artocarpus elasticus dan Mangifera griffithii berkorelasi positif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang rendah terhadap kondisi tanah yang asam, sehingga jenis-jenis tersebut cenderung memilih tempat tumbuh yang memiliki pH tanah yang mendekati netral.

Jenis Madhuca motleyana berkorelasi negatif dengan pH tanah pada selang kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap kondisi tanah yang asam. Hal tersebut diperkuat dengan diketahuinya bahwa jenis tersebut merupakan jenis pohon pakan beruang madu yang paling dominan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa jenis Diospyros maingayi, Durio carinatus dan Syzygium rostratum berkorelasi negatif dengan ketebalan gambut pada selang kepercayaan 95%, sedangkan Artocarpus rigidus, Dialium maingayi dan Campnosperma coriaceum berkorelasi negatif dengan ketebalan gambut pada selang kepercayaan 99%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut memiliki kecenderungan memilih tempat tumbuh yang ketebalan gambutnya dangkal, dikarenakan jenis-jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang rendah pada gambut tebal. Jenis-jenis tersebut diduga mempunyai akar yang pendek, sehingga akar sangat sulit untuk menyerap unsur hara yang terdapat di dasar gambut tebal (Istomo 2002).

(43)

29 Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diketahui bahwa jenis Dacryodes rostrata berkorelasi positif dengan intensitas cahaya matahari pada selang kepercayaan 95%, sedangkan jenis Ficus stricta berkorelasi positif dengan intensitas cahaya matahari pada selang kepercayaan 99%. Akan tetapi, beberapa peneliti menyatakan bahwa kedua jenis tersebut lebih menyukai tumbuh dan berkembang pada intensitas cahaya matahari rendah (Shanahan 2000; Rasnovi 2006). Hal ini berarti bahwa kedua jenis tersebut memiliki daya kemampuan beradaptasi yang lebih besar dibandingkan jenis pohon pakan beruang madu lainnya terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi.

Pola sebaran pohon pakan beruang madu di areal konservasi Estate Meranti yang berkelompok mengindikasikan pola sebaran beruang madu di areal tersebut juga berkelompok. Augeri (2005) menyatakan bahwa ketersediaan vegetasi pakan mempengaruhi penggunaan habitat oleh beruang madu, terutama pola pencarian pakan. Umumnya, pola sebaran pohon sebagai sumber pakan satwaliar mencerminkan pola jelajahnya (Meijaard et al. 2006).

Faktor Lingkungan yang Menentukan Keberadaan Pohon Pakan Beruang Madu

Berdasarkan hasil analisis faktor dengan metode analisis komponen utama (AKU) yang telah dilakukan terhadap komponen habitat pohon pakan beruang madu (pH tanah, ketebalan gambut dan intensitas cahaya matahari) terbentuk satu komponen utama (KU1). Komponen utama (KU1) tersebut mewakili komponen pH tanah dan ketebalan gambut. Kedua komponen habitat tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti. Semakin besar pH tanah, maka jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan semakin banyak. Selain itu, semakin dangkal ketebalan gambut, maka jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan semakin banyak.

Hasil perhitungan analisis faktor disajikan pada Lampiran 5. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh yaitu 0.500. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 50% dari komponen utama yang terbentuk berdasarkan analisis faktor dapat mewakili keseluruhan variabel yang diamati, sedangkan 50% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diamati.

Hampir seluruh komponen habitat yang berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu berkaitan dengan sifat tanah gambut. Hal ini menunjukkan bahwa sifat tanah gambut menjadi faktor pembatas keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa areal konservasi termasuk areal yang miskin hara, sehingga membutuhkan penambahan unsur hara yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan seluruh jenis pohon pakan beruang madu.

(44)

30

yang berupa ion negatif (anion) akan terikat dengan koloid tanah gambut (Endah & Abidin 2002). Tingginya konsentrasi ion H+ mengakibatkan keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu rendah. Hanya jenis tumbuhan yang adaptif terhadap konsentrasi ion H+ yang tinggi saja yang dapat ditemukan pada kondisi tanah tersebut. Dwijoseputro (1980) menyatakan bahwa indeks pH 3 menunjukkan bahwa konsentrasi ion H+ yang dimiliki tanah tersebut sebesar 10-3. Menurut Fitter & Hay (1991), tingginya konsentarasi ion H+ yang terdapat di tanah sangat asam (pH 3) dapat bersifat toksik bagi spesies tumbuhan yang mempunyai daya adaptif yang rendah.

Rekomendasi Pengelolaan

Pengalokasian areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti sebagai salah satu habitat beruang madu di Semenanjung Kampar perlu diapresiasi, namun perlu juga diikuti dengan penerapan pengelolaan yang baik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak PT. RAPP, khususnya Estate Meranti dalam menentukan bentuk pengelolaan habitat beruang madu yang dapat dilakukan di areal konservasi.

Rekomendasi pengelolaan habitat beruang madu yang dapat diberikan kepada pihak pengelola sebagai pertimbangan dalam perencanaan bentuk pengelolaan habitat beruang madu di areal konservasi PT. RAPP Estate Meranti berdasarkan hasil penelitian ini antara lain:

1. Pemantauan ketersediaan pohon pakan beruang madu secara berkala

Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini terkait dengan struktur dan komposisi jenis pohon pakan beruang madu yang tersedia di areal konservasi. Pelaksanaan kegiatan ini dapat dijadwalkan setiap 6 bulan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi habitat beruang madu dalam waktu musim yang berbeda. Ketika musim kemarau mudah terjadi kebakaran hutan, sehingga dikhawatirkan keberadaan pohon pakan beruang madu menjadi berkurang. Dengan demikian, habitat beruang madu yang mengalami gangguan akibat kebakaran hutan dapat segera dipulihkan dan ketersediaan pakannya tetap terjamin.

2. Peningkatan pengamanan habitat beruang madu

Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah perambahan hutan serta kegiatan ilegal lainnya yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas habitat beruang madu. Meskipun kegiatan pengamanan areal konservasi telah dilakukan oleh pihak pengelola, akan tetapi kegiatan ini perlu ditingkatkan. Pengamanan perlu ditingkatkan pada lokasi-lokasi yang tidak selalu terpantau oleh staf perusahaan. Hal ini dikarenakan pengamanan terlihat lebih terfokus pada lokasi di sekitar jalan utama (access road). Selama penelitian dilakukan ditemukan beberapa areal bekas perambahan, salah satunya di sekitar Sungai Kutup. 3. Pengayaan habitat beruang madu

(45)

31 habitat di lokasi tersebut. Pengayaan habitat beruang madu dapat dilakukan dengan penanaman jenis-jenis pohon pakan beruang madu yang juga termasuk jenis tumbuhan asli. Selain itu, jenis yang akan digunakan untuk pengayaan habitat hendaknya merupakan jenis penghasil buah yang disukai oleh beruang madu. Beberapa hasil penelitian terdahulu menyatakan bahwa buah Durio spp., Artocarpus spp., Dacryodes spp. dan Syzygium spp. termasuk jenis yang disukai oleh beruang madu.

4. Pembinaan habitat beruang madu

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas habitat agar pohon pakan beruang madu tetap produktif. Bentuk pembinaan habitat yang dapat dilakukan seperti peningkatan pH tanah melalui pengapuran, peningkatan ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh pohon pakan melalui pemupukan, dan pemangkasan ranting pohon pakan beruang madu untuk merangsang pohon pakan agar berbunga. Kegiatan ini lebih diprioritaskan pada lokasi bekas perambahan yang tidak produktif.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah jenis pohon pakan beruang madu yang ditemukan di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti sebanyak 34 jenis. Jenis pohon pakan beruang madu yang paling dominan di areal konservasi adalah Madhuca motleyana. Keanekaragaman jenis pohon pakan beruang madu paling tinggi ditemukan di areal dengan pH tanah 4.5, ketebalan gambut 5m dan intensitas cahaya matahari <10000 lx.

Pola sebaran seluruh jenis pohon pakan beruang madu di Areal Konservasi PT. RAPP Estate Meranti adalah berkelompok. Faktor lingkungan yang dominan dalam menentukan keberadaan jenis pohon pakan beruang madu adalah pH tanah dan ketebalan gambut.

Saran

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2  Beruang madu di Taman Margasatwa Ragunan (dokumen pribadi)
Gambar 3  Pola sebaran tumbuhan: (a) acak, (b) berkelompok dan (c) seragam
Tabel 1 Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini tujuan sales dalam mendapatkan gaji tambahan antara lain adalah mencukupi kebutuhan hidup, menambah pendapatan, membeli barang-barang mewah serta

Pada era modern, khususnya Indonesia, Islamic Center berubah menjadi sebuah komplek yang di dalamnya terdapat masjid sebagai bangunan utama dan bangunan-bangunan

Langkah-langkah pada aplikasi ANP adalah : (1) membuat konstruksi model dengan kontrol hierarki yang terdiri dari aspek-aspek yang dipertimbangkan dan alternatif

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi terhadap parameter bobot segar konsumsi tanaman antara konsentrasi biourine dan dosis nitrogen (Tabel

penuh berkah, dan memberikan pelakuny memberikan pelakunya a kebaikan di dunia kebaikan di dunia dan akhirat, menjadikannya dan akhirat, menjadikannya diberkahi di manapun ia

Dengan memperhatikan gigi taring yang dimiliki ketiga jenis ikan layur ini, timbul suatu dugaan bahwa ukuran gigi taring ikan layur gelang luyung yang lebih kecil dibandingkan

Modal yang dari pinjaman bank akan dikenakan bunga sebesar 10% yang akan dibayarkan selama masa investasi yaitu 5 tahun dengan pembayaran setiap tahunnya dengan rumus

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar keterampilan membaca pemahaman dengan