• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK)

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), yang

dikoordinasikan oleh Bappenas, merupakan kompilasi dari sasaran dan target penurunan emisi sebesar 26% dan 41% dari total proyeksi emisi pada tahun 2020 dari berbagai sektor (DNPI 2010b).Perhitungan target penurunan emisi pada RAN-GRK didasarkan pada data hasil laporan inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2000 dan 2005,yang kemudian diproyeksikan pada tahun 2020. Proyeksi emisi Indonesia pada tahun 2020 tersebutadalah sebesar 2,95 GtCO2e secara Business as Usual(BAU) – tidak dilakukan apa-apa/tanpa rencana aksi dari data emisi tahun 2000 sebesar 1,72 GtCO2e dan 2,12 GtCO2e pada tahun 2005(Bappenas 2010b), seperti yang terlihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 Proyeksi emisi Indonesia berdasarkan BAU (Bappenas 2010a).

Dari data laporan inventarisasi dan hasil proyeksi tersebut, diketahui bahwa penyumbang emisi terbesar di Indonesia berasal dari sektor kehutanan dan lahan gambut, disusul dengan sektor energi dan transportasi, limbah, pertanian, dan sektor industri.Oleh karena itu,kelima sektor tersebut

menjadi sektor-sektor yang

diprioritaskandalam rencana aksi nasional yangdibangun.Adapun proporsi emisi dari masing-masing sektor beserta target penurunan emisinya dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut diketahui bahwa total target penurunan emisi yang terukur dari kelima sektor tersebut diperkirakan mencapai 0,767 GtCO2e untuk target 26% serta 0,422 GtCO2e untuk target 41%.

Untuk merealisasikan target tersebut, Bappenas meminta masing-masing sektor menyusun program-program rencana aksi penurunan emisi hingga tahun 2020 mendatang. Program-program rencana aksi

Tabel 1 Target penurunan emisi Indonesia (Bappenas 2010c dengan perubahan)

Rencana Penurunan Emisi Tahun 2020 (Gt CO2e) Sektor Emisi Tahun 2000 (Gt CO2e) Emisi Tahun 2005 (Gt CO2e) Proyeksi Emisi Tahun 2020 (Gt CO2e) 26% 15% (total 41%) Kehutanan dan Lahan gambut 1.19 1.48 2.09 0.672 0.367 Energi dan Transportasi 0.28 0.37 0.49 0.038 0.018 Limbah 0.16 0.17 0.25 0.048 0.030 Pertanian 0.05 0.05 0.06 0.008 0.003 Industri 0.04 0.05 0.06 0.001 0.004 Total 1.72 2.12 2.95 0.767 0.422

Tabel 2 Rencana aksi pada RAN-GRK (Bappenas 2010c dengan perubahan)

Jumlah Rencana Aksi

Sektor Rencana Aksi

Inti Pendukung Kehutanan dan

Lahan gambut

Pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan sistem jaringan dan tata air, rehabilitasi hutan dan lahan, HTI, HR, Pemberantasan illegal logging, pencegahan deforestasi, pemberdayaan masyarakat

25 34

Energi dan Transportasi

Penggunaan biofuel, mesin dengan standar efisiensi BBM lebih tinggi, memperbaiki TDM, kualitas transportasi umum dan jalan, demand site management, efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan

20 14

Limbah Pembangunan TPA, pengelolaan sampah dengan 3R

dan pengolahan air limbah terpadu di perkotaan 3 3 Pertanian Introduksi varietas padi rendah emisi, efisiensi air

irigasi, penggunaan pupuk organik 7 2

Industri Efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan, dan

lain-lain 4 8

Total rencana aksi 59 61 tersebut kemudian dikelompokkan

berdasarkan prioritas dan urgensinya menjadi kegiatan inti dan kegiatan pendukung. Selain dilakukan pengelompokkan, untuk memudahkan proses pelaksanaan dan pengawasan dari rencana aksi tersebut, disusun berbagai indikator dalam matriks kegiatan. Indikator tersebut terdiri dari sasaran, volume kegiatan, periode pelaksanaan, lokasi kegiatan, biaya dan sumbernya, serta penanggung jawab dan atau pelaksana rencana aksi tersebut.

Dari data rencana aksi inti dan pendukung (Tabel 2) tersebut, didapatkan bahwa sektor kehutanan dan lahan gambut memiliki 49% rencana aksi dari total rencana aksi yang ada (terdiri dari 25 rencana aksi inti dan 34 rencana aksi pendukung).Hal tersebut sesuai dengan kapasitas dari sektor kehutanan dan

lahan gambut yang selain sebagai pengemisi(emitter)yang signifikan baik di Indonesia maupun di tataran global, tetapi juga memiliki potensi terbesar dalam menyerap dan menyimpan karbon.Secara lebih khusus, bagian dari kehutanan yang mengemisikan GRK berasal dari alih tata guna lahan dan hutanserta dari lahan gambut.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, elaborasi dari kegiatan dalam RAN-GRK selanjutnya lebih mengarahkepada sektor kehutanan dan lahan gambut.Adapun strategi dari rencana aksi sektor kehutanan dan lahan gambut dalam RAN-GRK dibagi menjadi enam hal (Bappenas 2010c):

1. Peningkatan penanaman untuk meningkatkan penyerapan GRK;

2. Penekanan laju deforestasi dan degradasi hutan untuk menurunkan emisi GRK;

3. Perbaikan tata air (jaringan) dan blok-blok pembagi;

4. Penyetabilan elevasi muka air pada jaringan;

5. Optimalisiasi sumberdaya lahan dan air secara optimal tanpa melakukan deforestasi;

6. Penerapan teknologi pengelolaan lahan dan budidaya pertanian dengan emisi GRK serendah mungkin dan mengabsorbsi CO2 secara optimal.

Apabila ditelaah lebih lanjut, rencana aksi bidang lahan gambut disusun semaksimal mungkin dari data dan informasi yang ada, mengingat adanya berbagai kendala terkait lahan gambut di Indonesia. Beberapa kendala yang dihadapi diantaranya adalah belum tersedianya data dan informasi yang akurat mengenai lahan gambut, kemampuan yang terbatas dari lahan gambut untuk mendukung kegiatan kehutanan atau pertanian di atasnya, konversi lahan gambut yang terus menerus terjadi untuk kegiatan non-kehutanan, dan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan yang berada di lahan gambut (Bappenas 2010a).

Untuk mendukung rencana aksi dari lahan gambut tersebut, pemerintahsecara khusus membuat arah kebijakan penggunaan lahan gambut sebagai berikut (Bappenas 2010c): 1. Perbaikan dalam pengelolaan lahan

gambut, baik yang berada dalam kawasan hutan maupun kawasan non-hutan; 2. Jika kawasan lahan gambut harus dibuka

untuk kepentingan masyarakat, harus dilakukan kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar dan pengelolaan air yang berkelanjutan;

3. Penerapan pengelolaan tanah (soil) dan rehabilitasi lahan gambut yang mengalami kerusakan melalui pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, rehabilitasi dan pengelolaan lahan gambut yang terlantar, pengawasan dan penegakan hukum yang ketat dengan menerapkan peraturan perundangan yang berlaku; 4. Konsolidasi, review, dan revisi rencana

tata ruang wilayah untuk mencari kemungkinan ‘land-use swap’ (pengalihan tata guna lahan) dari pemanfaatan lahan gambut ke areal non-lahan gambut (lahan mineral).

Selain melalui kebijakan, pemerintah juga menyiapkan berbagai bentuk intervensi terkait pengelolaan lahan gambut. Bentuk intervensi tersebut diantaranya adalah: pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan gambut, rehabilitasi lahan gambut melalui reboisasi

dan penghijauan, pengaturan tata air secara integratif, serta pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut terlantar(Bappenas 2010c).

4.2 Konsep Measurable, Reportable and Verifiable(MRV) yang Berkembang di Indonesia

Dalam pembangunan suatu sistem MRV nasional, aspek dasar yang perlu diperhatikan adalah mengenai data.Adanya pasokan data yang berkesinambungan dengan periode pelaporan yang konsisten dengan tingkat ketelitian dan kecermatan yang memadai merupakan syarat dari sistem MRV yang kokoh dan dapat dipercaya. IPCC ( Inter-governmental Panel on Climate Change– Panel antar pemerintah dalam perubahan iklim) telah memberikan arahan bagi setiap negara dengan berbagai tingkatan data yang digunakan, yang selanjutnya dikelompokkan kedalam tiga tingkatan (IPCC 2006):

Tingkatan 1: perhitungan emisi yang didasarkan kepada data faktor emisi global/local default. Tingkatan 2: perhitungan emisi yang

didasarkan kepada data pengukuran.

Tingkatan 3: perhitungan emisi yang didasarkan kepada kombinasi data pengukuran aktivitas dan data perhitungan langsung. Setelah adanya kejelasan mengenai tingkatan data yang akan dipakai dalam sistem MRVyang sedang dibangun, langkah selanjutnya adalahmengembangkan konsep MRV secara keseluruhan. Konsep MRV yang menyeluruh tersebut meliputi cakupan kajian yang akan dimasukkan dalam sistem MRV, aspek teknisdan non-teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan sistem MRV, serta kesiapan kelembagaan yang mewadahi keseluruhan kegiatan yang terakomodasi dalam sistem MRV yang dibangun.

Dalam proses analisis dan elaborasi dari data-data yang sudah terkumpul dari berbagai dialog dan kegiatan mengenai MRV yang dilakukan dan diikuti di DNPI, teridentifikasi empat proposal/konsep mengenai pengembangan dan penerapan MRV. Keempat proposal/konsep tersebutterdiri dari skema MRV yang akan dibangun, teknis pelaksanaan MRV di sektor tertentu hingga kepada usulan kelembagaan dari MRV. Proposal/konsep yang teridentifikasi tersebut dirumuskan olehkementerian/lembaga maupun universitas yang berkaitan dengan perubahan iklim (seperti terlihat di Tabel 3).

Tabel 3 Proposal/konsep pengembangan sistem MRV yang teridentifikasi

Lembaga/Institusi Usulan Proposal/Konsep MRV

Dewan Nasional Perubahan Iklim

• Mekanisme penyusunan dan pelaporanMRV dilakukan melalui 3 tahapan: (i) pencatatan/inventarisasi emisi GRK, (ii) penyusunan rencana aksi, (iii) penyusunan NAMAs.

• Adanya pembedaan mekanisme MRV untuk target penurunan emisi 26% dan 41%.

• Pengembangan sistem MRV mencakup 3 sub-sistem: pengumpulan/akuisisi data, pengolahan/analisis data, pengembangan sistem pelaporan.

Kementerian Lingkungan Hidup

• Mekanisme pelaporan MRV dalam kerangka inventarisasi GRK dilakukan melalui 3 tahapan: (i) inventarisasi dan proyeksi emisi GRK, (ii) perencanaan aksi mitigasi nasional, (iii) laporan pelaksanaan dan pencapaian.

• Pembentukan Sistem Inventarisasi GRK Nasional (SIGN) dalam mendukung sistem MRV yang dibangun.

• Pelaporan pelaksanaan dan pencapaian diakomodasi dalam National Communication.

Satgas Pembentukan Kelembagaan REDD+

• Merumuskan 4 opsi kelembagaan MRV dengan tingkat independensinya.

• Merumuskan struktur organisasi MRV.

Hokkaido University

• Merumuskan sistem MRV yang komprehensif dan spesifik pada lahan gambut.

• Menggunakan 3 tingkatan pengukuran yang detaildan saling terintegrasi pada tahapan pengukurannya, yaitu: lapisan terjauh (satelit), lapisan menengah (foto udara), dan di lapisan permukaan (pengukuran langsung).

Usulan proposal/konsep mengenai MRV yang dirangkum pada tabel 3 mengindikasikan bahwa setiap Kelemterian/Lembaga yang mengusulkan memiliki beberapa kesamaan visi dalam mengembangkan sistem MRV di Indonesia.Kesamaan visi tersebut adalah membentuk suatu sistem pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien serta dapat diterima pada tingkat internasional, dapat diterapkan dan diaplikasikan (feasible), dan memiliki tingkat independensi yang tinggi pada level kelembagaannya. Usulan dari masing-masing proposal/konsep mengenai MRV ini dijelaskan secara lebih lanjut pada sub bab ini.

Proposal/konsep MRV Dewan Nasional Perubahan Iklim

Dalam mempersiapkan penyusunan dan pelaporan mengenai MRV, DNPI membuat tiga tahapan utama (gambar 3), yakni pencatatan/inventarisasi emisi, penyusunan rencana aksi, dan penyusunan NAMAs (pemilihan rencana aksi yang akan dikategorikan untuk masuk kedalam NAMAs unilateral atau NAMAs Supported). NAMAs unilateral merupakan upaya-upaya mitigasi domestik yang dilakukan dengan sumber daya sendiri, sedangkan untuk NAMAs Supported

aksi mitigasi yang dilakukan hanya akan berjalan apabila memperoleh dukungan pendanaan, alih teknologi, dan peningkatan kapasitas dari negara industri.Pada tahapan pencatatan emisi, emisi yang dihasilkan dari setiap kegiatan pembangunan dipersiapkan dan diinventarisasi untuk kemudian disusun berbagai potensi mitigasi yang dapat

dilakukan beserta analisis

pendukungnya.Setelah itu, dipilih aksi mitigasi mana yang masuk kedalam NAMAs.

Gambar 3 Elemen penting dalam MRV (DNPI 2010b).

Setelah aksi-aksi mitigasi terkelompokkan dalam NAMAs, penyusunan mekanisme

MRV untuk NAMAs unilateral dan supported

secara garis besar adalah sama. Hal yang membedakan adalah adanya verifikasi pada

National Communication secara internasional terkait dengan aksi mitigasi yang didanai secara internasional, seperti yang terlihat pada gambar 4 dan 5. Verifikasi yang dilakukan untuk NAMAs supported dilakukan secara terbuka dan bersifat internasional, kemudian hasil dari verifikasi tersebut dilaporkan kepada donor yang telah membantu dalam hal pendanaannya untuk dikoordinasikan dengan Bappenas.

Gambar 4 Mekanisme MRV untuk target penurunan emisi 26% (DNPI 2010b).

Gambar 5 Mekanisme MRV untuk target penurunan emisi 41% (DNPI 2010b).

Dalam draft lampiran Peraturan Presiden mengenai RAN-GRK (Bappenas 2010a) tercantum beberapa tahapan penyusunan dalam mempersiapkan laporan MRV. Tahapan tersebut adalah:

1. Penyusunan sistem pendaftaran NAMA secara nasional dan internasional;

2. Pengukuran penurunan emisi dari aksi mitigasi akan menggunakan metodologi yang ditetapkan dalam sistem inventarisasi gas rumah kaca (GRK) nasional;

3. Pelaporan pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim nasional dilakukan melalui dokumen Laporan Tahunan Aksi Mitigasi;

4. Pelaporan pelaksanaan MRV dari NAMA akan dilaporkan kepada UNFCCC

dilakukan melalui Laporan Komunikasi Nasional (National Communication); 5. Penyusunan kerangka kerja yang mengatur

sistem verifikasi secara nasional bagi kedua jenis NAMA;

6. Penyusunan kerangka kerja yang mengatur sistem verifikasi bagi NAMAs yang mendapatkan bantuan internasional; 7. Penyusunan sistem MRV bagi bantuan

dari negara maju yang digunakan dalam pelaksanaan NAMAsyang mendapatkan bantuan internasional.

Untuk tahapan persiapan laporan MRV yang sifatnya nasional (urutan penyusunan pertama, ketiga, keempat, dan keenam) ditetapkan dengan Peraturan Perundangan yang berlaku secara nasional, sedangkan untuk tahapan yang sifatnya internasional (urutan penyusunan pertama, kelima, ketujuh, dan kedelapan), penyusunannya disesuaikan dengan keputusan COP (Conference of the Parties – Konferensi dari Negara-negara anggota UNFCCC).Pelaksanaan penyusunan di atas dilakukan bersama-sama dari setiap sektor sertaKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Kegiatan mitigasi dan inventarisasi GRK yang tertuang dalam National Communicationtersebut dilaporkan kepada UNFCCC.Kewajiban laporan untuk negara maju (industri) adalah setiap tahun, sedangkan untuk negara berkembang, kewajiban pelaporan ini tidak diatur waktu dan tingkat kecermatan perhitungannya.Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sudah menyerahkan laporan inventarisasi GRK yang pertama pada tahun 1994 dan laporan yang kedua dalam komunikasi nasional kedua (Second National Communication) pada bulan November 2010.

Peran dari MRV dalam rencana aksi yang ada memiliki dua alasan logis berikut (DNPI 2010b): pertama, pencapaian target pengurangan emisi dalam RAN-GRK akan memobilisasi sumberdaya yang besar, baik finansial maupun kelembagaan, di berbagai tingkatan: nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, khususnya di areal yang menjadi target penurunan emisi; kedua, apabila terdapat kesenjangan antara rencana aksi dengan implementasi di lapangan, pemerintah diharapkan dapat mengendalikan kesenjangan tersebut sejak awal, sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat dalam setiap tahapan pelaksanaan yang menyimpang.

Kelembagaan MRV perlu dibangun untuk mengelola dan mengolah aliran data yang

besar yang datang secara teratur dari berbagai sumber sehingga mampu membangun

baseline informasi yang komprehensif denganvaliditas terjamin. Komponen kelembagaan lain yang perlu diperhatikan adalah independensi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Selain bebas dari berbagai konflik kepentingan, lembaga tersebut haruslah memiliki kemampuan teknis dalam mengakomodasi berbagai fungsi esensial. Fungsi-fungsi esensial tersebut diantaranya adalah (DNPI 2010b):

• Mengkonsolidasikan berbagai data dan informasi dari berbagai sumber kedalam suatu basis data yang terintegrasi;

• Mengelola dan mengolah basis data untuk kepentingan pengarsipan maupun analisis;

• Menyusun pelaporan dan verifikasi secara teratur baik untuk kepentingan para pembuat keputusan baik nasional maupun berbagai lembaga yang terkait;

• Memberikan arahan, tuntunan dan rekomendasi teknis pelaksanaan MRV. DNPI mengembangkan suatu sistem MRV yang mencakup pengembangan 3(tiga) sub-sistem, yaitu: pengumpulan/akuisisi data, pengolahan/analisis data, pengembangan sistem pelaporan didukung oleh suatu basis data yang terstruktur (DNPI 2010b).Dalam prakteknya pengembangan sistem ini lebih jauh akan melibatkan berbagai rincian teknis untuk mengatur alur informasi antar lembaga, proses standardisasi maupun pengembangan berbagai perangkat analisis pendukungnya

(Gambar 8).Elaborasi lebih jauh padapengembangan sistem MRV nasional yang diusulkan DNPI dalam masing-masing sub-sistem yang dibangun tersebut antara lain:

• Pengumpulan/akuisisi data

Pada sub-sistem ini, dilakukan suatu proses pengumpulan dan akuisisi data dari berbagai sumber yang terkait dengan sistem untuk kemudian disesuaikan dengan format data tertentu (jenis, skala, satuan, dan format lainnya). Setelah data terkumpul sesuai dengan format masing-masing jenis datanya, data tersebut diintegrasikan ke dalam satu sistem manajemen pangkalan data.

• Pengolahan/analisis data

Proses yang dilakukan dalam sub-sistem ini adalah pengolahan data spasial dan non-spasial dalam perhitungan karbon; analisis target pencapaian dan performa kegiatan; serta pengarsipan dari analisis dan hasil yang telah dilakukan.

• Pelaporan

Dalam sub-sistem yang terakhir ini, cakupan kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah penyusunan rangkuman eksekutif dan dashboard management untuk para pengambil keputusan; penyusunan laporan rinci hasil analisis berdasarkan Rencana Aksi Nasional/Rencana Aksi Daerah (RAN/RAD); serta melakukan verifikasi data dan fakta lapangan.

Proposal/konsep MRV Kementerian Lingkungan Hidup

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga membuat sebuah mekanisme pelaporan pelaksanaan MRV.Mekanisme tersebut meliputi kegiatan yang dilakukan serta peranan dari institusi/lembaga yang terkait. Dalam alur pelaksanaannya, secara umum mekanisme yang diusulkan oleh KLH memiliki tiga tahapan, yaitu terdiri dari kegiatan inventarisasi emisi GRK, perencanaan mitigasi perubahan iklim secara nasional, pelaporan pelaksanaan mitigasi dan pencapaian rencana aksi, serta membuat laporan tersebut dalam bentuk National Communicationsetiap dua tahun dan laporan pencapaian target penurunan emisi sampai pada tahun 2020 (terlihat pada Gambar 7).

Selain mengenai NAMAs, dalam pelaksanaannya MRV harus mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku dalam Konvensi dan Protokol Kyoto, yaitu kewajiban semua negara untuk ikut serta dalam upaya stabilisasi GRK di atmosfir denganmengindahkan prinsip common but differentiated responsibilities and respective capablities

serta historical responsibilities dari emisi GRK setiap negara. Dengan demikian untuk mendukung MRV nasional diperlukan national GHGInventory System (SIGN: Sistem Inventarisasi GRK Nasional).

Sistem Inventarisasi GRK Nasional atau SIGN, merupakan satu sistem mengenai inventarisasi GRK secara nasional yang diusulkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sistem ini memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (KLH 2010):

- Melaksanakan dan/atau mengkoordinasi-kan proses inventarisasi GRK di tingkat nasional, regional dan lokasi;

- Memantau tingkat dan status emisi GRK nasional;

- Mengevaluasi rencana aksi dan implementasi dari pengurangan emisi nasional;

Melaporkan status emisi GRK.Sistem Inventarisasi GRK Nasional atau SIGN, merupakan satu sistem mengenai inventarisasi GRK secara nasional yang diusulkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sistem ini memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut (KLH 2010):

- Melaksanakan dan/atau mengkoordinasi-kan proses inventarisasi GRK di tingkat nasional, regional dan lokasi;

- Memantau tingkat dan status emisi GRK nasional;

- Mengevaluasi rencana aksi dan implementasi dari pengurangan emisi nasional;

- Melaporkan status emisi GRK.

Gambar 8 Alur inventarisasi GRK nasional yang diusulkan (KLH 2010). Dalam penerapannya, diperlukan unit-unit

kerja di setiap sektor dan daerah untuk mengumpulkan data aktivitas terkait dengan inventarisasi GRK secara berkala, misalnya luasan wilayah reboisasi hutan, jumlah timbunan sampah domestik, konsumsi bahan bakar fosil, dan kegiatan lainnya yang menghasilkan atau menyerap emisi GRK. Hasil pengumpulan dan analisis data aktivitas dari sektor dan daerah diolah menjadi status emisi GRK tingkat daerah (profil emisi kota/kabupaten) dan nasional.Status emisi GRK tersebut nantinya digunakan sebagai

bahan penyusunan National

Communication.Alur dari inventarisasi GRK secara nasional dapat dilihat pada Gambar 8.

Pelaporan pelaksanaan MRV melalui

National Communication meliputi peran dari berbagai institusi terkait dan kegiatan yang dilakukannya.Pelaporan tersebut merupakan lanjutan dari alur yang diusulkan sebelumnya.Status emisi dan hasil dari inventarisasi emisi GRK yang dilakukan pada alur yang telah dijelaskan sebelumnya ditambah dengan proyeksi emisi GRK 10 tahun mendatang, menjadi masukan dalam perencanaan mitigasi perubahan iklim nasional di masing-masing sektor. Rencana mitigasi tersebut tertuang dalam RAN-GRK yang dikompilasi oleh Bappenas serta diverifikasi oleh suatu lembaga independen. Hasil dari pelaksanaan mitigasi dan pencapaian penurunan emisi tersebut dilaporkan secara nasional, kemudian

dikembangkan menjadi laporan national communication setiap dua tahunan dan laporan pencapaian target penurunan emisi sebesar 26% di tahun 2020 dalam kerangka MRV.

Proposal/konsep MRV Satgas Pembentukan Kelembagaan REDD+

Berbeda dengan proposal/konsep yang telah dijelaskan sebelumnya, proposal/konsep mengenai MRV yang dirumuskan oleh Satgas Pembentukan Kelembagaan REDD+ lebih menitikberatkan kepada usulan bentuk kelembagaan MRV.Satuan Tugas Pembentukan kelembagaan REDD+ (Satgas REDD+) yang dibentuk oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bulan September tahun lalu, merumuskan beberapa konsep kelembagaan MRV berikut dengan analisis tingkat independensinya serta struktur organisasinya (dapat terlihat pada Gambar 9 dan 10).

Konsep kelembagaan yang diusulkan oleh Satgas REDD+mengindikasikan bahwa tingkat independensi lembaga MRV memiliki nilai yang tinggi apabila lembaga MRV yang dibangun melaporkan kinerjanya kepada publik, tidak berupa suatu unit dalam suatu Kementerian ataupun sebagai Lembaga yang melaporkan langsung kepada presiden. Namun, pada proses pembentukan dan pelaksanaannya, lembaga MRV yang dibangun dan kemudian menyampaikan laporan kinerjanya langsung kepada publik,

cukup sulit untuk dibangun dan dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan pada proses pembentukan misalnya, ada kekhawatiran bahwa struktur organisasi dan pejabatnya tidak cukup kuat dan berpengaruh untukmemberikan arahan kepada Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan ketika muncul suatu rekomendasi tertentu terhadap kegiatan yang sedang dilaksanakan.Sehingga bentukdiLembaga MRV yang lebih feasible untuk dibangun adalah lembaga yang melaporkan kinerjanya langsung kepada presiden, namun secara bersamaan melaporkannya juga kepada publik.

Peran dariketua/kepala dari lembaga MRV pada lembaga tersebut adalah mengoordinasikan Kementerian-kementerian

dan Lembaga/instansi lain yang terkait dengan kegiatan MRVterhadap suatu rekomendasi atau kebijakan tertentu, kemudian bekerja bersama-sama dengan unit kerja khusus dalam lembaga MRV yang ada dan Kementerian/ lembaga terkait dalam pelaksanaannya. Dalam menjaga tingkat independensi dan penilaian dari unit verifikasi dalam lembaga tersebut, lembaga ini diharapkan memiliki unit verifikasi tersendiri yang keberadaanya terdapat di luar sistem.Secara lebih singkat, usulan bentuk kelembagaan dan stuktur organisasi yang diusulkan digambarkan pada Gambar 9 dan 10.

Lembaga MRV yang terbentuk pada akhirnya harus mampu menjalankan fungsi-fungsi esensialnya serta memiliki sistem informasi yang terintegrasi dalam pengolahan,

Gambar 10 Stuktur organisasi MRV (Satgas Pembentukan Kelembagaan REDD+ 2010). pengarsipan, analisis, maupun visualisasi

informasi yang dapat menggambarkan performa kegiatan tiap sektor yang melaksanakan kegiatan mitigasi perubahan iklim yang transparan dan diakui secara nasional dan internasional. Selain itu, lembaga tersebut juga diharapkan mampu mengevaluasi kinerja dari program-program dalam RAN-GRK tersebut dengan satuan tugas verifikasi terpisah dari sistem kelembagaan. Adapun prinsip-prinsip yang ada dalam sistem MRV mengacu kepada enam prinsip yang ada, yaitu: akurasi (accuracy), kelengkapan (completeness), konsistensi (consistency), efisiensi (efficiency), transparansi (transparancy), dan dapat dibandingkan (comparability).

Proposal/konsep MRV Universitas

Dokumen terkait