• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian

4.1.1. Hasil dan Pembahasan Kadar Antosianin dan Kandungan Gizi yang Terkandung dalam Ekstrak Umbi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)

4.1.4.1. Hasil dan Pembahasan Gambaran Histopatologi Hepar mencit

Hasil

Dari hasil penelitian diperoleh data pengukuran kerusakan organ hepar mencit setelah perlakuan seperti terlihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Hasil rerata histopatologi hepar mencit (Mus musculus L.)

GRUP

skor kerusakan hepar

Total p A0 A1 A2 A3 N % N % n % n % n % P1 4 100,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4 16,7 0,001 P2 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4 50,0 4 16,7 P3 0 0,0 2 50,0 2 25,0 0 0,0 4 16,7 P4 0 0,0 1 25,0 3 37,5 0 0,0 4 16,7 P5 0 0,0 1 25,0 3 37,5 0 0,0 4 16,7 P6 0 0,0 0 0,0 0 0,0 4 50,0 4 16,7 Total 4 100,0 4 100,0 8 100,0 8 100,0 24 100,0 Uji Kruskal-Wallis

Perhitungan sistem metavir pada penelitian ini adalah perhitungan skor aktivitas, karena kerusakan yang terjadi belum sampai pada fibrosis, maka digunakanlah sistem skor metavir aktivitas. Dimana P1 memiliki A0 secara keseluruhan atau disebut juga dengan keadaan normal (100%), P2 memiliki kerusakan A3 (100%) , P3 memiliki kerusakan A1 (50%) dan A2 (50%), P4 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%), P5 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%) dan P6 memiliki kerusakan yang sama dengan P2 yaitu A3 (100%). Data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Pada Uji Kruskal-Wallis yang tertera pada tabel 4.8. diperoleh nilai P = 0,001 yang artinya terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi hepar mencit antar kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Pembahasan

Organ hepar dan ginjal memiliki kapasitas yang tinggi dalam mengikat bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ hepar dan ginjal jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan fungsi kedua hepar dan ginjal dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan hepar mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan, akan tetapi organ hepar memiliki kapasitasnya yang lebih tinggi dalam proses biotransformasi toksikan. Hepar berperan menghilangkan bahan toksik dari darah setelah di absorpsi pada saluran pencernaan, sehingga dapat dicegah distribusi bahan toksik tersebut ke bagian lain dari tubuh yang akan menyebabkan terbentuknya radikal (Mukono, 2005).

Pada penelitian ini mencit diberikan latihan fisik berenang selama 60 menit untuk meningkatkan stress oksidatif pada mencit percobaan. Latihan berenang menghasilkan adaptasi positif dalam mitokondria hepar tikus yaitu meningkatkan pertahanan antioksidan dan juga menangani produksi ROS pada mitokondria hepar. Tetapi hal sebaliknya akan terjadi apabila latihan dilakukan berlebihan atau disebut juga dengan latihan fisik maksimal (Lima, F.D., et al. 2013). Adapun hasil gambaran histopatogi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 3 2 2 1 1

Gambar 4.6. Gambar histopatologi hepar mencit (Perbesaran 100x dan 400x)

P1 : (1) vena sentralis, (2) sinussoid ; P2: (1) vena sentralis, (2) bridging nekrosis, (3) swelling ;

P3 : (1) vena sentralis, (2) swelling ; P4 : (1) vena sentralis, (2) peradangan ; P5 : (1) vena portal,

(2) kel. empedu, (3) arteri, (4) peradangan ; P6 : (1) bridging nekrosis

2 2 P1 P2 P5 P6 1 1 1 2 P3 P4 3 4

Pada kelompok P2 yang hanya mendapatkan perlakuan latihan fisik maksimal 60 menit selama 14 hari (gambar 4.6.) terjadi kerusakan A3 secara menyeluruh dan terdapat bridging nekrosis pada vena sentralis menuju vena porta. Latihan fisik berlebih dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif di sekitar jaringan (Wellman dan Bloomer, 2009). Tahap awal kerusakan pada sel hepar berupa degenerasi hidrofik, kemudian berlanjut menjadi degenerasi lemak, sebelum akhirnya sel tersebut mengalami kematian atau nekrosis (Tatukude et al., 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jawi (2006) Peningkatan radikal bebas yang tidak diikuti oleh peningkatan antioksidan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan jaringan hati (Jawi, 2006).

Olahraga berat (latihan fisik maksimal) dapat menurunkan aliran darah di hepar sampai setengah dari normal, yang dapat mengindikasikan adanya iskemia atau hipoxia yang di induksi oleh olahraga (Rachmani, 2009). Penurunan ini dapat mengakibatkan peningkatan faktor-faktor pembentukan ROS (Reactive Oxigen Spesies) yang kemudian dapat merusak struktur dan fungsi dari sel hepar (Jawi et al, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Praphatsom et al. menyatakan bahwa latihan fisik maksimal menyebabkan perubahan fungsi dan patologi dari hepar dan pankreas tikus (Praphatson, 2010).

Pada P3 (Gambar 4.6.) yang hanya diberikan ekstrak sebanyak 0,5 ml selama 14 hari juga terjadi kerusakan A1 (50%) dan A2 (50%), tetapi tidak seperti P2 yang memiliki kerusakan A3 menyeluruh. Kerusakan pada P3 ini disebabkan oleh antosianin yang diberikan, karna antosianin apabila diberikan konsumsinya

secara berlebih akan menyebabkan keracunan (Liptan, 2008), mengingat bahwa P3 tidak diberikan latihan fisik maksimal selama 60 menit, jadi tidak diperlukan adanya tambahan antioksidan eksogen, sebab antioksidan endogen mampu untuk melawan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh yang tidak berlebihan. Karna keadaan tubuh kelompok P3 dalam keadaan normal, menurut Murray (2009) dalam keadaan normal, radikal bebas yang terbentuk dapat dinetralisir oleh antioksidan.

Kelompok P4 (Gambar 4.6.) yang mendapatkan perlakuan latihan fisik maksimal selama 60 menit dan diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu sebanyak 0,5 ml setiap harinya selama 14 hari juga terjadi kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%).

P5 (gambar 4.6.) mengalami kerusakan yang sama dengan P4. Disini terjadi perbaikan jika dibandingkan dengan kelompok P2 yang mengalami bridging nekrosis dan kerusakan A3 sebanyak 100%. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu yang diberikan pada mencit selama 14 hari setelah diberikan perlakuan latihan fisik maksimal (berenang) selama 60 menit dapat memperbaiki kerusakan hati yang dapat dilihat pada gambaran histopatologi ini. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Teow (2005) Ipomoea batatas berfungsi sebagai scavenger radikal bebas sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada sel hepar. Pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang mengandung antosianin baik yang tidak diolah ataupun dalam bentuk sirup dapat melindungi jaringan hati dari pengaruh radikal bebas akibat latihan fisik maksimal pada mencit (Jawi,

2007). Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmani (2009) secara histopatologi tampak bahwa tingkat nekrosis paling banyak ditemukan pada mencit yang diberikan perlakuan latihan fisik maksimal tanpa suplementasi ekstak umbi ubi jalar ungu dibandingkan dengan yang diberikan suplementasi ekstrak.

Pada kelompok P6 (gambar 4.6.) yang mendapatkan perlakuan latihan fisik maksimal selama 60 menit dan diberikan ekstrak umbi ubi jalar ungu sebanyak 1,5ml setiap harinya selama 14 hari juga terjadi kerusakan A3 (100%) sama seperti kelompok P2 yang mendapatkan latihan fisik maksimal saja selama 60 menit selama 14 hari. Bahkan pada P6 ini kerusakan yang terjadi juga cukup parah dan apabila diamati dengan mikroskop degenerasi yang terjadi hampir di seluruh wilayah preparat terjadi peradangan, bahkan pada P6 terjadi pengeluaran empedu yang banyak. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh tingginya jumlah asupan ekstrak antosianin yang diberikan pada mencit yaitu sebanyak 1,5ml sehingga menyebabkan toksik pada mencit. Mengingat apabila konsumsi antosianin berlebihan akan menyebabkan keracunan (Liptan, 2008).

Terbentuknya radikal didalam hepar menyebabkan peroksidasi lemak membran di dalam sel. Mitokondria terserang dan melepaskan ribosom dari retikulum endoplasmik sehingga pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur retikulum endoplasmik terhenti, sintesis protein menjadi menurun, sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida dan terjadi apa yang disebut degenerasi berlemak sel hepar. Bila bagian yang sangat luas dari hepar telah rusak maka hepar akan kehilangan fungsinya.

Kerusakan sel hepar oleh radikal bebas dikarenakan tidak terjadinya keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sehingga terdapat elektron yang tidak berpasangan yang sangat reaktif dan dapat bereaksi cepat dengan DNA, protein dan lipid yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif (indriyati, 2005).

Stress oksidatif yang disebabkan tidak seimbangnya oksidan dan antioksidan ini dapat menyebabkan peroksidasi lipid di dalam membran sel hepar. Kerusakan sel membran ini juga menyebabkan mitokondria terserang, sehingga pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur dari rertikulum endoplasma berkurang bahkan terhenti. Hal ini menyebabkan sintesis protein menurun sehingga sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida, dari sini akan terjadi degenerasi sehinggal sel hepar berlemak. Bila bagian yang luas dari sel hepar mengalami degenerasi berlemak maka hepar akan mengalami kerusakan (Musthofiyah, 2008).

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan gizi: 57,57 % kadar air; 2,10% kadar abu; 2,76% protein; 6,29% lemak; beta-karoten sebesar 8,8240 mg/100g bahan. Serta mengandung kadar antosianin 9,984mg/100g (segar) dan 89,666mg/100g (fermentasi) 2. Pengamatan secara makroskopis dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Berat badan

Tidak terdapat perbedaan bermakna berat badan mencit pada setiap kelompok setelah diberikan perlakuan selama 14 hari, P = 0,196

2) Tingkah laku

Terdapat perbedaan bermakna tingkah laku mencit pada hari kedua hingga hari ke-14 perlakuan pada kelompok yang mendapatkan perlakuan P2-P6 jika dibandingkan dengan kontrol (P1), P ≤ 0,05

3) Organ hepar

Warna organ : Pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal selama 60 menit tidak menyebabkan perubahan warna organ hepar.

3. Pengamatan secara kimiawi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Aktivitas enzim GPx

Kelompok perlakuan P5 memiliki nilai aktivitas enzim GPx yang berbeda secara signifikan dengan kelompok P1, P2, P3 dan P6, sedangkan dengan P4 memiliki nilai yang berbeda tetapi tidak signifikan.

Pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) pada mencit yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal dapat meningkatkan aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) khususnya pada pemberian ekstrak 1 ml (P5) yang memiliki aktivitas enzim GPx paling tinggi yaitu 19,39 ± 7,06 (mU/ml) dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang lain.

4. Pengamatan secara mikroskopis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Histopatologi hepar

Terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (P=0,001). P1 memiliki A0 secara keseluruhan atau disebut juga dengan keadaan normal (100%), P2 memiliki kerusakan A3 (100%) , P3 memiliki kerusakan A1 (50%) dan A2 (50%), P4 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%), P5 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%) dan P6 memiliki kerusakan yang sama dengan P2 yaitu A3 (100%).

5.2. Saran

1. Disarankan adanya penelitian lanjutan dengan memperpanjang masa latihan fisik maksimal

Dokumen terkait